Langkah kaki mungilnya terlihat ringan tanpa beban. Batu-batu kecil yang menjadi penjanggal alas kakinya tak menjadi penghambat untuknya berjalan kembali ke rumahnya tercinta. Gadis berusia 13 tahun itu merangkul kedua tali ranselnya dengan sesekali menyenandungkan lagu favoritnya.

"Annyeong Luhanie..." sapa seorang wanita paruh baya yang membuat langkah sang gadis terhenti. Dengan penuh senyum dan binar kedua mata rusanya, gadis itu membungkukkan badannya, menyapa seorang bibi yang merupakan tetangganya.

"Annyeongasseo bibi Kim," balasnya. "Bagaimana hari bibi?" tanyanya ramah.

"Aigoo... hariku sangat baik. Bagimana dengan harimu, Luhanie?" gadis yang bernama Luhan itu tersenyum lebar.

"Sangat baik. Bibi tahu? Aku mendapat peringkat pertama paralel di sekolah. Aku ingin memberitahu eomma dan appa." cerita Luhan ceria.

"Benarkah? Cepatlah beritahu mereka, ayah dan ibumu pasti sangat bangga padamu." Luhan tersenyum manis.

"Terima kasih, bibi Kim. Aku akan pulang sekarang dan mengatakan kabar baik ini. Sampai jumpa, bibi..." Luhan melambaikan tangannya yang dibalas demikian oleh bibi Kim.

Luhan kembali melangkahkan kakinya ringan menuju rumahnya yang tinggal tiga blok lagi. Tepat sampai di samping taman komplek, ia berbelok kearah sebuah rumah bernuansa Hanok yang terlihat teduh dan sejuk.

Luhan mengangkat sebelah alisnya ketika melihat pagar rumahnya terdapat patahan pada salah satu tiangnya, terlihat seperti dibuka paksa. Jantungnya berdetak cepat tanpa sebab, berbagai firasat buruk masuk ke dalam pikirannya kala ia juga melihat beberapa pot bunga kesayangan ibunya jatuh berserakan di pekarangan kecil rumahnya.

Dengan langkah tergesa, Luhan mendorong pagar rumahnya lebar-lebar. Ia bahkan berlari menuju pintu utama rumahnya dan hanya mendapatkan keadaan dalam rumahnya yang hancur berantakan. Berbagai furnitur unik penuh seni jatuh berhambur di lantai bagai barang tak berharga.

"Appa!" panggil Luhan dengan suara gemetar. "Eo-eomma.." lanjut Luhan. "Jiminie..." dan panggilan Luhan yang terakhir adalah adik perempuannya yang masih berusia 10 tahun. Berharap, jika salah satu dari tiga orang yang ia panggil segera menyahut dan menghilangkan segala kerisauan yang ia rasakan saat ini.

Namun, sayang segala harapannya meluap begitu saja saat ia melangkah lebih dalam ke rumahnya dan sampai di ruang tengah, ia melihat sesosok pria yang tersungkur di ruang tengah dengan kondisi tubuhnya yang bersimbah darah. Bahkan, tak hanya itu dari tempatnya berdiri ia juga melihat wanita cantik yang memeluk gadis mungil tergeletak tak berdaya di dapur minimalis rumahnya. Bagaimana pisau yang masih menancap kejam di punggung rapuh sosok yang ia panggil ibu dengan tangannya yang masih merangkul erat tubuh gadis mungil yang kondisinya tak jauh berbeda dengan kondisi kedua orang tuanya.

Bruk!

Luhan menjatuhkan tubuhnya begitu saja. Kedua matanya berkaca namun anehnya tak mengeluarkan setetes air mata sedikitpun. Tubuhnya kaku, rasanya lemas seperti jelly. Bahkan, Luhan tak bisa merasakan jantungnya saat ini. Dunianya serasa runtuh. Keluarganya—ayah dan ibunya, yang telah merawatnya sejak ia berumur tiga tahun. Yang telah mengajarkannya berbagai hal. Yang telah menunjukkan padanya tentang kehadiran sebuah keluarga, tentang indahnya kehidupan, di saat kedua orang tuanya sendiri tak menginginkanya.

Namun, apakah harus seperti ini?


.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Light Black

Main Cast : Luhan, Oh Sehun

Other Cast : Park Chanyeol, Byun Baekhyun, Kim Jongin, Do Kyungsoo

.etc.

HunHan. ChanBaek. KaiSoo

story by : Min Lu

.

.

.

Enjoy reading guys!

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.


Dengusan keras terdengar di dalam ruang tengah dari sebuah rumah bertingkat mewah yang keadaan dalamnya jauh dari kata mewah seperti apa yang terlihat dari luarnya. Jika dari luar, rumah bercat abu-abu yang berdiri pongah di sudut kota yang jauh dari padatnya ibukota Seoul terlihat megah dengan pagar besi hitam sebagai pelindung. Belum lagi, halaman luasnya yang cukup bersih serta basement bawah tanah dimana jajaran berbagai spesifikasi, merk dan tipe mobil hingga motor-motor sport terparkir apik di dalamnya.

Bisa ditebak bukan jika di pemilik rumah bukan orang sembarangan?

Tapi, jangan terpesona hanya karena wujud fisik luar grey house jika belum menilik lebih jauh bagaimana keadaan sebenarnya di dalam rumah yang jauh dari kata mewah, megah dan kawan-kawannya. Karena, bagaimana pantas kata-kata itu disematkan jika keadaan rumah lebih dari mengenaskan?!

Baju kotor yang beserakan di setiap sudut rumah-entah itu di lantai satu ataupun di lantai dua-. Bungkus makanan ringan, bekas minuman kaleng, hingga bungkus makanan instan juga ikut tersebar bersama baju-baju kotor. Oh-jangan lupakan sisa-sisa potongan pizza yang jatuh dimana-mana entah itu di ruang tengah, dapur, bahkan lantai dua. Benar-benar jauh dari ekspektasi orang-orang yang mengira benar bagaimana mewahnya rumah itu. Jangankan mewah, siapapun pasti enggan untuk tinggal disana.

Apakah kalian mengira rumah itu dihuni oleh banyak orang? Jawabannya adalah tidak. Rumah itu hanya dihuni tiga orang pria seprofesi. Tiga pria yang sudah bersama sejak mereka masih buang air di popok-karena rumah ketiganya dahulu bersebelahan- hingga saat ini di usia mereka yang sudah menginjak hampir kepala tiga, mereka masih bersama bahkan memutuskan untuk tinggal serumah sejak mereka pindah ke Seoul pada senior high school mereka.

Brak!

"Aku menyerah!" seru pria berkulit tan membanting sebendel berkas yang lebih dari tebal di atas meja ruang tengah rumahnya.

Satu pria berkulit pucat yang duduk di sofa hanya memijat pelipisnya pening dengan dengusan yang lagi-lagi keluar dari belah bibir tipisnya. Sementara, satu pria lainnya muncul dari arah dapur dengan membawa sepanci ramen yang menggiurkan. Ia berjalan mendekati kedua teman kecilnya yang sudah ia anggap seperti saudaranya sendiri.

"Mau?" tawarnya dengan cengiran khasnya yang dibalas decakan dari pria yang duduk di hadapannya sementara pria yang membanting sebendel berkas tadi hanya memasang wajah melas yang sungguh sangat menjijikkan menurut keduanya.

"Apa menurutmu Kris hyung, tidak kah keterlaluan?" tanya Jongin, Kim Jongin atau yang biasa disapa Kai sebagai nama kecilnya. Pria berkulit tan yang saat ini memasang ekspresi frustasinya setelah puas membanting berkas yang menjadi penyebab wajahnya kacau.

Pria berkulit pucat yang masih memijat pelipisnya, Oh Sehun, lagi-lagi hanya mendengus kasar. Tak berniat untuk mengucapkan sepatah sanggahan dari keluhan Jongin.

"Kita kekurangan orang tapi Kris hyung justru menambah pekerjaan kita lebih berat!" keluh Jongin lagi. Sungguh, pria itu benar-benar bermulut wanita.

Park Chanyeol, pria yang muncul dari dapur dengan sepanci ramen hanya terkekeh mendengar keluhan Jongin. Oh-ayolah, ia tidak heran bagaimana perasaan Jongin saat ini yang mendapat giliran mendongeng untuk kasus baru mereka kali ini. Ia tahu betul bagaimana harus menghafal atau setidaknya memahami sebendel berkas yang tebalnya bisa mencapai ratusan halaman.

"Aku percaya jika otakmu tak bisa mencerna dengan baik isi dari berkas kasus kali ini," remeh Chanyeol yang membuat Jongin semakin mendelik kesal.

"Terima kasih atas kata penyemangatmu, Park!" sarkas Jongin yang dibalas kekehan acuh dari Chanyeol. "Dan, apa kau hanya bisa mendengus?" tanya Jongin pada Sehun yang masih memejamkan matanya dengan sesekali dengusan yang masih keluar dari bibirnya secara jelas.

"Aku lebih baik mendengus daripada membantumu," Chanyeol terkikik mendengar ucapan Sehun yang sama sekali tak membantu.

"Brengsek kalian berdua!" geram Jongin yang sayangnya hanya dianggap angin lalu oleh kedua rekannya.

drrt~ drrt~

Seketika, perhatian ketiganya teralihkan dengan getaran ponsel Sehun yang berada di atas meja. Chanyeol mengangkat sebelah alisnya dengan Jongin yang melirik penasaran siapa kiranya yang menghubungi Sehun sementara Sehun yang dengan gerakan malas meraih ponselnya.

"Ada apa Kris hyung menghubungi Sehun?" tanya Jongin berbisik pada Chanyeol yang hanya mengedikkan bahunya acuh.

Pip!

Tak lama, keduanya mengalihkan padangannya pada Sehun yang mematikan layar ponselnya, tanda bahwa ia selesai berkomunikasi dengan orang seberang. Ia melempar ponselnya kembali ke atas meja seolah-olah tak lagi membutuhkan benda persegi itu.

"Ada apa?" Jongin bertanya cepat. Sehun menghela nafas sejenak.

"Kris hyung, akan datang kemari."

"MWO?"


"oh... aku sudah sampai di bandara, Baek."

Wanita cantik bersurai aqua yang panjangnya menutupi punggung rampingnya itu berjalan keluar pintu bandara Incheon. Tangan kirinya menarik koper besar sementara tangan kanannya memegang benda persegi empat yang bertengger di daun telinganya. Penampilannya yang kasual dengan jeans berwarna putih yang dipadukan dengan sweater rajut hitam serta sneakers abu-abu menambah kesan misterius yang melekat dalam dirinya. Belum lagi, kacamata hitam yang menyembunyikan kedua binar rusa di baliknya, menghalau segala tatapan orang-orang yang tertuju padanya.

"Bagus sekali! Kau menghubungi Baekhyun tapi aku yang menjemputmu!" sarkas suara seseorang yang membuat wanita itu menghentikan langkahnya. Ia tertegun sesaat sebelum berlari menghampiri si pemilik suara dan berhambur memeluknya secara kekanakan.

"Kyungie..." gumamnya yang dibalas dengan senang hati oleh wanita yang memiliki mata indah sebulat burung hantu yang terkenal dengan sifat dingin dan kejamnya di lingkungan kerjanya.

"Bagus sekali. Aku yang terus kau hubungi dan Kyungsoo yang pertama kali kau peluk." sahut suara dari ponsel yang dibalas desisan kasar dari si mata burung hantu.

"Diamlah, Baek!"

"Aku sangat merindukanmu!" bisik sosok yang memeluknya, mengabaikan ponsel si pemeluk yang masih terhubung dengan panggilan seberang.

Si mata bulat hanya tersenyum cantik. Ia merebut ponsel sahabarnya dan mematikan sambungan seberang secara sepihak.

"Aku lebih merindukanmu." balas Kyungsoo, Do Kyungsoo pada sosok cantik yang dijemputnya yang sudah tak ia temui selama 1,5 tahun, Luhan.

.

.

.

.

.

"Bagaimana China?" tanya Kyungsoo melajukan mobilnya keluar Incheon dan menuju Seoul.

"Apa kau mengharapkan cerita menarik dariku?" Luhan balik bertanya meskipun dengan kedua mata rusanya yang memejam. Ia tidak tidur, hanya mengistirahatkan tubuhnya sejenak. Bepergian dari satu negara ke negara lain benar-benar membuatnya lelah.

"Sama seperti negara lainnya." jawab Luhan kemudian. "Bagaimana denganmu dan Baekhyun?" tanya Luhan tanpa membuka kedua matanya.

"Apa kau mengharapkan cerita menarik dariku?" Luhan terkekeh mendengar jawaban copy-paste Kyungsoo. Ia membuka kedua matanya dan menoleh kearah Kyungsoo yang tersenyum miring.

"Ya. Jika ada." Kyungsoo mengulum senyum.

"yah~ seperti yang kau tahu aku dan Baekhyun masih bekerja di balik topeng."

"Individu?"

"Baekhyun selalu. Karena, ia hanya memata-matai. Sedangkan aku sesekali harus mulai terbiasa dengan kerja tim."

"Kau bekerja bersama tim?" Kyungsoo mengangguk kecil.

"Sekitar lima bulan yang lalu?" Kyungsoo tampak mengingat. "Kris membutuhkan kemampuanku sebagai orang ruang." Luhan mengangguk paham.

"Terdengar membosankan." Kyungsoo tertawa sarkas.

"Jika dilihat dari wajah kusutmu, aku yakin pekerjaanmu lebih membosankan dariku."

"That't right!" pekik Luhan membenarkan. "Aku harus bekerja sendiri kesana-kemari. Keluar masuk ke negara orang. Jika harus berkunjung di satu rumah ke rumah lain itu tidak masalah. Aku merasa seperti wanita panggilan." Kyungsoo tertawa puas.

"Tapi, ayolah aku iri padamu. Bayaranmu paling mahal diantara kita bertiga."

"Terang saja. Aku gadis serba bisa."

"29 tahun kau sebut dirimu gadis?!" Luhan tertawa hingga kedua matanya menyipit.

"Jangan menyidir dirimu sendiri, Kyung! Karena kita sama-sama masih perawan!"

"Sial!"

.

.

.

.

.

"LUHAAAAEN!" wanita kelewat hiperaktif yang bersurai merah marun menubruk tubuh Luhan ketika wanita itu memasuki apartement sewaannya bersama Kyungsoo.

"Aku sangat merindukanmu!" ujarnya antusias seraya memeluk sahabat lamanya itu.

"Nado, Baek..." balas Luhan yang dengan senang hati membalas si pelaku pemelukan yang kerap disapa Baekhyun, Byun Baekhyun.

"Aku tidak menyangka negara selanjutnya yang kau kunjungi adalah tempat kau dibesarkan." Luhan tersenyum kecil.

"Kenapa kau tampak antusias sekali, eoh?" tanya Luhan heran.

"Tentu saja. Karena, aku sudah merindukan kerja tim bersamamu dan Kyungie. Kau tahu meskipun kami tinggal serumah tapi aku jarang menghabiskan waktu bersamanya." keluh Baekhyun yang membuat Luhan terkekeh dan Kyungsoo yang mendengus.

"Jangan berlebihan! Siapa yang setiap malam pergi sampai pagi. Dibandingkan Luhan, aku rasa kau yang lebih mirip seperti wanita panggilan!" sinis Kyungsoo.

"Astaga~ mulutmu Kyung..." desis Baekhyun miris sementara Luhan masih tertawa melihat interaksi kedua sahabatnya yang tak pernah berubah sejak dulu.

Kyungsoo dan Baekhyun seperti Tom and Jerry yang meskipun tak pernah bisa akur tapi mereka masih betah tinggal serumah. Terhitung, ini sudah tahun ketujuh mereka bersama. Dan, jika mereka berdua adalah Tom and Jerry maka Luhan adalah rumah mereka, dimana tempat mereka berkeluh-kesah dan berbagi banyak hal. Bisa dikatakan jika Luhan adalah penengah sekaligus penyeimbang keduanya. Rasa kasih sayang mereka yang sudah bersama sejak mereka duduk di bangku senior high school membuat ikatan mereka kuat melebihi persahabatan biasa. Yah, meskipun harus diakui jika awal pertemuan mereka benar-benar jauh dari ekspektasi orang-orang yang mengenal bagaimana hubungan lekat ketiganya.

"Apa kau sudah menghubungi naga besar itu?" tanya Kyungsoo saat ketiganya sudah duduk tenang di sofa ruang tamu. Baekhyun yang masih setia menempel bagai lintah pada Luhan sementara Kyungsoo yang duduk dihadapan keduanya. Ia sedikit jengah sebenarnya melihat kelakuan Baekhyun yang senang sekali bermanja dengan Luhan. Dan ia lebih kesal karena Luhan tampak tak keberatan sama sekali. Jujur saja, ia juga ingin bermanja-manja dengan eonnie-nya itu tapi kembali lagi pada sifatnya. Itu bukan Kyungsoo sekali.

"Dia sudah menghubungiku sebelum aku menghubungi Baekhyun." jawab Luhan.

"Apa katanya?" tanya Kyungsoo. Luhan terdiam sejenak.

"Dia ingin kita pindah pukul 7 malam nanti."

"MWO?!" Kyungsoo dan Baekhyun memekik kompak sementara Luhan mengedikkan bahunya acuh.


"Apa kalian tidak punya uang untuk menyewa pembantu?" tanya pria jangkung yang kehadirannya tak diundang ke grey house yang tak lain adalah atasan mereka sendiri, Kris Wu.

"Ada apa, hyung?" Chanyeol yang bertanya, mengabaikan sinisan Kris yang terlihat tak nyaman berada di tempat tinggalnya. Lagi pula, siapa yang mengharapkan kedatangan pria itu?

Kris menarik nafas. Ia sedikit jijik sebenarnya melihat keadaan rumah bawahannya itu.

"Aku memutuskan untuk memanggil senior kalian untuk bisa bekerjasama dengan kalian." tutur Kris yang menghasilkan binar-binar kebahagiaan di kedua mata Jongin dan Chanyeol. Abaikan Sehun, karena bagaimanapun situasinya ia tetap akan memasang wajah poker facenya.

"jinjja? Senior?" pekik Jongin antusias. Kris mengangguk membenarkan.

"Ya.. mereka senior kalian dan juniorku."

"Mereka? Kau memanggil berapa orang, hyung?"

"Tiga orang." jawab Kris.

"Aku berharap, salah satu dari mereka adalah Doojoon sunbae atau Seunghyun sunbae. Atau mereka berdua juga tidak masalah." lanjut Jongin cerewet.

Kris tersenyum diam-diam.

"Dan... mulai malam ini, mereka akan tinggal disini." dan pernyataan Kris kali ini mampu menarik perhatian Sehun yang notabene adalah leader work diantara mereka bertiga.

"wae?" tanya Sehun terlihat risih. "Ini rumah milik kami bertiga. Bukan milik kantor."

"Aku rasa akan lebih mudah, jika kalian tinggal satu rumah."

"Sebenarnya, aku tidak masalah." tutur Jongin, ia sudah membayangkan hal-hal menyenangkan yang akan ia lakukan bersama seniornya nanti.

"Aku juga." sahut Chanyeol menyetujui.

"Jadi, Oh Sehun... kau kalau suara." Kris tersenyum miring yang dibalas decakan oleh Sehun.

"Bagaimanapun juga aku tidak mau membebankan kalian dengan tugas kali ini. Terlebih, setelah Namjoon, Yoongi, dan Taehyung dipindah tugaskan di Hongkong. Dan, aku rasa—tiga orang ini sangat tepat untuk menjadi partner kalian. Mengingat, kemampuan mereka tidak bisa diremehkan. Lagi pula, aku yakin kalian membutuhkan seseorang untuk membaca berkas sialan itu." Kris melirik sebendel berkas yang tadi sempat dibanting Jongin.

"Mereka akan datang pukul 7 malam nanti. Dan, aku akan mengirim profil mereka di email kalian, tepat saat mereka datang."

"Kenapa kau tidak memberitahu kami sekarang?" tanya Chanyeol. Kris tersenyum miring.

"Akan tidak seru jika aku memberitahu kalian sekarang." jawab Kris yang membuat Chanyeol dan Jongin mendengus sementara Sehun yang menatapnya curiga.

"Aku harap yang kau kirim benar-benar senior dan bukan amatiran!" sarkas Sehun. Kris tersenyum kecil.

"Kau lihat saja nanti."


Ckiiit!

Civic hitam itu berhenti tepat di depan teras rumah berwarna abu-abu setelah melewati pagar otomatis terlalu mudah, yang kebetulan tak di password sama sekali.

"Rumah ini benar-benar mewah." kagum Baekhyun yang diangguki setuju oleh Luhan yang duduk di samping kemudi, Kyungsoo yang menyetir saat ini.

"Aku aka berterima kasih pada Kris dan memanggilnya oppa mulai sekarang." lanjut Baekhyun.

"Aku harap kau menepati janjimu meskipun kau tak suka dengan calon rekan kita." sahut Kyungsoo. Baekhyun bersedekap.

"Kecuali untuk yang satu itu."

"Kau tak bisa dipercaya, Baek!" tutur Luhan yang dibalas senyuman bangga dari wanita si penggila eyeliner.

"kajja, kita masuk sekarang!" ajak Luhan membuka pintu mobil pertama kali, diikuti Baekhyun dan Kyungsoo yang mematikan mesin mobilnya.

Kedua wanita cantik yang sudah turun terlebih dahulu, membuka bagasi mobil untuk mengeluarkan koper-koper mereka.

Blam!

"Sudah semua?" tanya Kyungsoo meraih koper miliknya yang diambilkan Luhan. Baekhyun yang menutup bagasi mobil hanya mengangguk singkat.

"kajja, aku tidak sabar menyapa rumah baru." Baekhyun berjalan memimpin di depan kedua sahabatnya dengan sekoper besar yang ia tarik bersamanya diikuti Luhan dan Kyungsoo yang dengan kedua mata mereka meneliti intens setiap sudut yang ada di sekitar bagian luar rumah itu.

"Ada empat cctv di bagian luar depan." bisik Kyungsoo. Luhan mengangguk paham.

"Bukankah aneh, rumah sebesar ini tidak ada bel?" tanya Baekhyun berbalik badan secara tiba-tiba. Luhan dan Kyungsoo saling menatap. Luhan terdiam dan Kyungsoo melirik sebuah cctv yang berada tepat di samping kanan atasnya. "Ketuk pintu atau langsung buka?" tanya Baekhyun tampak tak sabar.

"Utamakan sopan santun, Baek..." Luhan mengingatkan yang membuat Baekhyun mengerucutkan bibirnya imut. Dan dengan terpaksa ia mengayunkan tanganya untuk mengetuk pintu abu-abu itu.

"Sepertinya tidak ada orang. Rumah ini, benar alamat yang diberikan Kris bukan?" tanya Baekhyun setelah mereka menunggu beberapa saat setelah mengetuk pintu. Luhan meraih ponselnya untuk mengecek alamat yang diberikan atasannya sekali lagi.

"Ini benar rumahnya." jawab Luhan yakin.

"Tapi—"

"Langsung buka saja," sela Kyungsoo tak sabar. Baekhyun tersenyum cerah. Ia memang sudah berniat untuk langsung membuka pintu utama rumah itu jika saja Luhan tidak menghalanginya tadi.

Kriet~

Perlahan, Baekhyun mendorong pintu besar yang tak terkunci, ia melongokkan kepalanya terlebih dahulu, memastikan keadaan di dalam. Namun, tak lama ia merasa rahangnya langsung merosot hingga ke bawah kakinya hanya karena melihat pemandangan yang jauh dari bayang-bayang kemewahan dan antek-anteknya yang lain.

Merasa Baekhyun terlalu lama, berada diapitan pintu, dengan kasar Kyungsoo mendorong kedua pintu rumah yang akan mereka tinggali dan membukanya lebar-lebar. Pun reaksinya tak jauh berbeda dengan Baekhyun, sama halnya dengan Luhan yang sama sekali tak menyangka harus melihat sesuatu yang membuatnya mengeryit jijik.

"Aku percaya jika ini rumah yang dituju Kris." gumam Baekhyun meringis ngeri.

"Aku benar-benar akan membunuh pria kelebihan kalsium itu!" desis Kyungsoo menyeramkan.

Luhan yang sedari tadi hanya diam tak merespon hanya bisa merenggangkan ototnya yang tiba-tiba terasa kaku. Melihat pemandangan di depanya sudah membuatnya lelah tanpa melakukan apapun.

"girls... ingatkan aku untuk mengacungkan revolver ke kepala Kris setelah ini," lirih Luhan yang direspon kekehan oleh kedua sahabat cantiknya. Ia menarik gagang kopernya lemas untuk berjalan memasuki rumah yang dalamnya tak layak huni.

"Akan selalu kuingatkan, Lu!" tutur Baekhyun, ia membuntuti Luhan yang sudah berjalan lebih dulu diikuti Kyungsoo yang sudah mulai sibuk dengan ponsel canggihnya.

"Spadaaa~" seru Baekhyun suaranya menggelegar di setiap sudut rumah yang terlihat sepi. "Apa ada orang?" lanjutnya berhenti tepat di samping kiri Luhan sementara Kyungsoo berada di samping kanan wanita bermata rusa itu.

"Aku rasa rumah ini kosong..." gumam Baekhyun mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah kelewat besar namun sayang tak terawat sama sekali.

"Siapa?!" dan suara bass mengalihkan perhatian ketiganya. Dapat mereka lihat, si pemilik suara dari arah dapur yang muncul bersama dengan seorang pria berkulit tan. Mereka juga melihat ada seorang pria yang juga muncul dari lantai atasnya. Kulitnya putih pucat dengan tatapan matanya yang setajam elang. Pria itu berjalan menuruni tangga dengan satu tanganya yang ia masukan ke dalam saku celana trainingnya.

"Apa ada sekolah yang mengadakan piknik di sekitar sini?" tanya pria berkulit tan dengan wajahnya yang jenaka membuat ketiga wanita yang tak mereka ketahui siapa, memasang wajah datar sekaligus kesal. Baekhyun yang paling terlihat.

"Aku rasa, kita harus menghubungi pihak sekolah. Tiga siswi mereka tersesat disini." sambung pria yang menyapa mereka pertama kali.

"Siapa kalian?" kali ini pertanyaan muncul dari pria bermata elang yang sudah bergabung bersama dengan dua penghuni lainnya. Ia berjalan paling depan mendekati ketiga wanita cantik itu diikuti kedua sahabatnya yang masih memasang wajah mengejek yang sangat menyebalkan.

"ayolah~ ini bukan tempat bermain. Kalian tidak bisa melakukan eksperimen disini." lanjut si pria tan yang selingi tawa puas dari pria di sampingnya sementara pria di depannya hanya tersenyum miring.

"Kau benar, Kai! Mereka pasti mengira ini rumah kosong sehingga mereka bisa menciptakan gosip murahan untuk mereka bagikan dengan teman-teman sekelas mereka." sambung pria yang memiliki telinga lebar dan lesung pipi saat tertawa yang membuat ketiga wanita itu semakin merasa jengkel.

"Pergilah, anak-anak... jangan sampai kau ketinggalan rombonganmu dan tak bisa kembali pada mama dan papa." lanjutnya menyebalkan yang membuat Luhan, Baekhyun, dan Kyungsoo benar-benar geram. Terlebih ketika, pria yang paling depan mengatakan,

"hm, bukankah tak lucu jika anak gadis mama tidak bisa kembali pulang nanti?" remehnya yang membuat Baekhyun mendesis, Kyungsoo yang kedua matanya berkilat tajam sementara Luhan tetap mempertahankan wajah datarnya untuk menatap ketiga pria si pemilik rumah.

Ckrek! Ckrek!

Dooor!

Semua orang mematung, terutama ketiga pria tampan yang menatap tak percaya pada apa yang baru saja terjadi beberapa detik lalu yang kecepatannya menyerupai kecepatan kilat. Apa kepala mereka masih utuh? Karena, sungguh pistol itu tepat berada di hadapan mereka, di hadapan Sehun lebih tepatnya. Gerakannya sangat cepat, bahkan sama sekali tak terlihat jika wanita bermata rusa bersurai aqua itu hendak menarik keluar pistolnya dan tanpa perhitungan langsung menarik pelatuknya hingga meluncurkan pelurunya kearah kepala Sehun begitu saja. Ini benar-benar gila. Dan, akan lebih gila lagi karena—tidak ada anak gadis mama yang bermain membawa pistol sungguhan!

seeyouagain


salam kenal reader sekalian...

Aku penghuni baru ffn... jujur aja ini baru nyoba-nyoba, karena sebelumnya aku nulis sendiri di blog yang lama enggak aku kelola dan enggak sengaja nemuin ffn ini.

Dan, apakah ada yang minat ff ini? Mau lanjut?

Thankyu udah baca, and pay pay...