Banyak orang bilang kalau aku punya kemiripan dan potensi untuk menjadi seperti Hokage Kedua. Lalu datanglah sebuah ujian bagiku dimana aku mendapat misi berat yang berhubungan dengan pergerakan sebuah organisasi pemberontak dari Lima Negara Besar. Perkenalkan, namaku Ryuki Kurofumi. / Featuring the NextGen of Konoha Shinobis!
.
.
.
Ryuki Kurofumi: The Bloody Rain
by Vander Yorke
Naruto © Masashi Kishimoto
I just own the plot and some OCs.
Enjoy!
.
.
.
Prolog
Menjadi Shinobi itu merepotkan. Aku harus mempertaruhkan hidup, waktu, hingga tenaga yang kumiliki, namun dibalik semua hal itu, aku tetap mencintai takdirku ini. Tapi disisi lain, menjadi shinobi juga terkadang membosankan. Apalagi ketika merintis karier sebagai seorang shinobi muda. Hampir setiap hari kami berlatih keras, namun hanya untuk mendapat misi ecek-ecek, seperti mencari barang hilang, menjaga anak kecil, atau mengawasi hal-hal konyol lain, misalnya. Ini terjadi karena selama beberapa tahun terakhir dunia shinobi sedang benar-benar damai. Well, kecuali akhir-akhir ini dimana orang-orang kelihatan tegang entah-oleh-apa. Walaupun damai, ada kalanya aku dan timku mendapat misi di kelas yang lebih berat dimana kami harus mempertaruhkan nyawa. Adalah saat setelah mengalami kenaikan status menjadi chunin, yaitu saat dimana akhirnya aku dan rekan-rekanku mendapat misi yang lebih berbahaya. Tetapi menghadapi hal yang sangat berat dan menguras tenaga secara langsung memang berbeda dengan teori yang dipelajari. Beberapa orang pada ujungnya mengeluh karena misi yang berat tentulah lebih merepotkan dan berbahaya. Di saat itulah terkadang misi di masa menjadi genin semacam mencari kucing yang hilang menjadi kedengaran lebih menyenangkan. Tapi untungnya dari sekian misi berbahaya yang kudapat aku masih bisa mendapat terbaring santai di tempat tidurku seperti sekarang untuk mengenangnya. Yah, terkadang aku lupa untuk bersyukur.
Aku beranjak dari tempat tidurku lalu menghadap refleksi dari perawakan tubuhku lewat sebuah cermin yang bertengger di dinding kamarku. Aku adalah seorang shinobi yang baru diangkat menjadi seorang Jounin, berumur 17 tahun dan mengabdi untuk tempat kelahiranku, yaitu desa Konoha. Kerabatku dan orang-orang lain bilang kalau aku mirip dengan Hokage Kedua. Katanya aku juga punya kemampuan untuk menjadi sehebat dirinya. Entah mereka benar-benar bersungguh-sungguh berkata seperti itu atau hanya mengolok-olokku, aku sendiri tidak tahu. Bentuk wajahku dibilang mirip sekali dengannya. Ibuku pernah bilang kalau tatapan mataku yang tajam mengingatkannya pada kakeknya itu. Memang benar, aku merupakan salah satu keturunan dari Tobirama Senju. Tapi sepertinya hanya sampai disitu saja kemiripanku dengannya. Rambutku acak-acakan, berwarna gelap agak kebiruan dan mataku tidak berwarna merah sepertinya. Aku juga tidak punya tanda coretan merah diwajahku. Dan yang paling penting, menurutku, aku juga bukanlah seorang Shinobi yang hebat seperti dirinya.
Anggota klan Senju sudah sangat sulit sekali ditemukan jika kau tidak mau mengakui kalau mereka telah punah. Kebanyakan dari mereka telah membaur dengan tatanan masyarakat Konoha sehingga sudah sulit sekali dibedakan. Watak mereka yang patriotik juga sama sekali tidak menolong mereka. Banyak dari anggota klan Senju yang meninggal di medan peperangan terdahulu. Aku memang salah satu keturunan mereka, namun aku tidak menyandang nama klan Senju. Aku dilahirkan di sebuah keluarga kecil yang tidak memiliki tradisi hebat. Walau begitu, aku tetap senang karena keluargaku serba berkecukupan. Ayahku adalah Shinobi yang andal. Dan dari ibunya ayahku-lah (err... singkatnya, nenekku dari pihak Ayah) aku memiliki sedikit darah Senju. Nenekku adalah seorang Senju tulen, namun ia menikahi kakekku, yang merupakan seorang lelaki biasa, bukanlah seorang Shinobi karena nenekku punya trauma akan peperangan. Sebagian dari kalian mungkin tahu kalau Nenekku kehilangan ayahnya yaitu Hokage Kedua karena ia meninggal di medan perang. Ironis sekali mengingat anak serta cucunya sendiri pada akhirnya tetap saja menjadi Shinobi.
Beberapa kali kucoba untuk membenahi rambut acak-acakanku. Namun selalu gagal. Dongkol, aku justru membuatnya tambah berantakan. Kududukkan tubuhku pada kursi di sudut kamarku dan aku kemudian menyalakan komputer yang ditaruh diatas meja. Bermain game di hari minggu cerah begini sepertinya bukan ide buruk.
Bermain video game adalah salah satu hobiku. Aku akan anteng berjam-jam di kamar apabila tidak ada misi atau kepentingan diluar. Sekali bermain, memang sulit untuk berhenti. Menurut hematku, video game adalah penemuan terbaik abad ini, dan aku tidak bercanda.
"Ryuki!"
Aku mendesah. Bahkan gamenya masih dalam proses memuat ketika suara Ibuku tiba-tiba menyeruak dari luar kamarku.
"Ryuki, bangun! Teman-teman satu timmu sudah datang menjemput!"
He? Teman satu tim? Aku bertanya-tanya hal apa yang membawa rekan setimku untuk datang kesini di hari Minggu secerah ini. Dengan enggan, aku segera mematikan kembali komputernya.
"Iya, sebentar bu," ucapku akhirnya. Aku memuaskan diri untuk menguap di kesempatan terakhir kali lalu memaksakan diri untuk beranjak keluar kamar.
Dibalik pintu kamarku, aku disambut dengan figur ibuku yang berkacak pinggang. "Pemalas. Generasi sekarang tidak tahu rasanya menderita di jaman perang dulu," ujarnya sambil geleng-geleng.
Ibuku kemudian membalikkan badan lalu berjalan kembali menuju arah dapur. Hal-hal berjalan aneh akhir-akhir ini. Ibuku yang biasanya lembut menjadi lebih tegas dari biasanya. Ayah juga sering sekali lembur dan kelihatan banyak pikiran. Tidak jarang pula akhir-akhir ini shinobi-shinobi dewasa yang kutemui kelihatan tertekan. Banyak dari mereka yang katanya ditempatkan diluar desa untuk misi yang sangat rahasia. Seingatku desa selalu damai namun sekarang banyak orang di desa kelihatan waspada. Aku tidak tahu kenapa.
Aku segera berjalan ke ruang tengah dimana aku mendapati dua orang sahabatku yang berlainan jenis kelamin kedengaran sedang berdebat sengit di ruang tengah. Ck, dasar merepotkan.
Yah, dengan kedatangan mereka, akhirnya kehidupan berbahayaku sebagai seorang shinobi kembali dimulai.
.
.
.
A/N: Sorry guys, buat yang nunggu kelanjutan Embracing the Light (emang ada gitu yang nungguin ya? Rada sangsi :P ) tapi ide cerita ini terlalu menarik buat diabaikan sama gue. Akhirnya gue ngepublish dulu cerita si Ryuki ini. Kurang ngegigit? Baru prolog sih ya. Langsung klik next aja!
—Vander Yorke
