Selalu belajar dari pengalaman hidup yang sudah ku jalani membuatku sadar akan sesuatu, 'Menghindarlah sebelum terjadi penolakan.' Itu bukan sekedar kata yang muncul di otakku tanpa alasan. Itu adalah kata yang akan selalu menyertai jalan hidupku, memang terkesan pecundang. Tapi setiap orang memiliki masalahnya sendiri yang tidak bisa dipahami oleh setiap orang. Keadaan emosi dan mental yang selalu menyebabkan pro dan kontra.
Dan ini adalah hidupku yang berwarna abu- abu, itu yang kurasakan. Tapi bagi orang lain, hidupku adalah sesuatu hal yang berwarna, tanpa ada beban. Karena dihadapan mereka, aku akan tersenyum dan tertawa keras bersama mereka. Dan setelah aku membalikan badan dari mereka, ku selalu berkata pada diriku 'Aku memang munafik'. Disaat mereka tidak lagi melihat wajahku, senyum dan tawa lebar itu sudah berubah menjadi wajah tanpa ekspresi. Karena aku tertawa hanya untuk bersosialisasi, agar keberadaaanku menjadi terlihat dan tidak diabaikan. Dan perlahan semua itu, membuatku muak pada diriku sendiri. Tidak mengerti dengan apa yang aku inginkan sebenarnya, selalu menjadi apa yang orang lain inginkan dan bertanya pada diriku sendiri setelahnya.
Di depan ayah, ibu, dan keluargaku aku adalah sosok yang sangat sopan, bisa diandalkan, dan bisa dibanggakan dengan beberapa prestasi yang sudah kuraih.
Di depan teman dan sahabatku aku adalah remaja yang periang, humoris, dan konyol meskipun terkadang aku bisa menjadi pendiam.
Di depan kekasihku aku adalah pasangan yang membosankan dengan sifat pendiam dan jarang bicara.
Di depan cermin, yang kulihat adalah wajah datar yang tidak beremosi dan membuatku selalu bertanya,"sebenarnya apa yang kuinginkan? Siapa kau, Uzumaki Naruto?"
Disclaimer :
Naruto milik Masashi Kisimoto
Pair:
Tunggu chara di fic ini cukup umur
Genre:
Family, Drama, Romance,
Warning:
NEWBIE/OOC/TYPO(s)/tidak ada garansi atas penyesalan setelah baca fic ini...
Defanse by Kurotsuhi Mangetsu
PAST. . . .
Hari yang sebenarnya tidak pernah dia tunggu bukan juga hari yang dia benci. Bocah pirang berusia 10 tahun itu duduk bersama dengan seorang wanita dengan warna rambut yang nyari sama, tidak ada ekspresi yang terbaca pada raut wajahnya. Namun tersirat dari tatapan matanya, jika dia tengah merasa kebingungan. Hari ini dia harus merelakan bolos sekolah ketika wanita disebelahnya yang dia panggil "nenek", menggedor pintu kamarnya dengan tergesa- gesa tadi pagi.
"Naru-chan ! hari ini kamu izin tidak masuk sekolah, Baa-chan sudah menghubungi sekolahmu.. Ayo bersiap! Kita harus ke Bandara!" Naruto yang melihat Baa-channya begitu gembira tidak bisa menolak dan mengikuti saja perintahnya.
"Ha'i Obaa-chan.." Tidak ada unsur keberatan dalam suaranya.
Sudah 20 menit, Naruto duduk disamping Baa-channya yang menampilkan wajah tidak sabaran. Naruto sendiri sudah bosan duduk dan memilih berjalan- jalan di sekitar pilar besar bandara dengan earphone orange menyumpal telinganya, dia tidak tahu kenapa harus menemani Baa-channya ke Bandara dan siapa yang mereka jemput. Sambil bersandar di pilar, Naruto melihat neneknya yang tampak gelisah. Wanita dewasa dengan rambut blonde yang lebih gelap dari miliknya, sebenarnya bukan wanita dewasa melainkan wanita tua yang tampak awet muda. Naruto yakin akan kena jitak dari teman- teman sekolahnya jika ketahuan memanggil wanita itu dengan sebutan "Obaa-chan". Dilihat dari segi manapun, Baa-chanya itu tidak pantas disebut nenek. Di usia yang menginjak setengah abad, wajah dan penampilannya masih terlihat seperti usia 30-an yang lebih pas jika dipanggil "Okaa-chan" olehnya. Tapi kenyataan tidak bisa mengalahkan fakta, jika Naruto memang cucunya meskipun bukan cucu kandung, dan neneknya itu memang terihat lebih muda dari usia sebenarnya.
"Sebaiknya aku kembali sebelum kena jitak Obaa-chan.." Naruto selalu ingat agar mencari aman sebelum neneknya menguarkan hawa kemarahan.
Langkahnya terhenti untuk kembali ketempat duduknya, begitu melihat neneknya berpelukan dengan seorang wanita yang menggandeng seorang anak kecil. Kemudian datang lagi laki- laki yang membawa barang bawaan dengan troli menghampiri neneknya dan wanita itu, kembali sebuah sapaan terjadi dengan neneknya yang memberi pelukan pada laki- laki tersebut. Naruto masih memproses kejadian didepannya, dan menduga jika mereka adalah orang yang mereka tunggu sejak setengah jam yang lalu. Tiba- tiba Naruto merasa degup jantungnya terpacu begitu mengenali kedua orang yang baru datang tersebut, wanita bersurai merah darah yang tengah tertawa dengan pembicaraan bersama neneknya dan laki- laki bersurai pirang seperti miliknya yang menggendong balita di lengan kanannya.
Naruto terpaku ditempat, tidak tau apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Akankah menghampiri mereka dengan wajah gembira, meskipun Naruto tidak merasakan apa- apa, atau pergi berlalu menuju mobilnya yang terparkir di luar bandara karena yang mereka tunggu sudah datang. Menyadari jika neneknya mulai clingukan mencari keberadaanya, Naruto segera menoleh kearah lain dengan menghentak-hentakan ujung sepatunya seirama musik dari earphonenya berpura- pura tidak tahu dengan kejadian yang tertangkap matanya. Naruto sadar beberapa orang semakin mendekat kearahnya, namun tetap asik melihat arah lain dengan bersiul pelan seolah tidak mengetahui apa- apa. Sampai Naruto merasakan tepukan dibahunya dan mendapati senyuman sang nenek sambil menunjukan ketiga orang dibalik punggungnya yang tampak tersenyum.
Tidak tau bagaimana awalnya, yang dirasakannya sekarang adalah tubuhnya terasa mengkerut. Dengan tinggi badan yang tidak mencapai angka 130 cm, Naruto tenggelam di dalam pelukan wanita bersurai merah yang tampak bergetar menahan tangis. Tubuh kecil itu hanya terdiam tidak tau harus bagaimana, karena sejak dulu dia hanya diam saat wanita didepaannya menangis sambil memeluknya. Jadi dia beranggapan jika diam adalah hal yang lebih baik dilakukannya saat ini.
"Naru-chan.. hikz kaa-chan kangen sekali.. hikz.. Tadaima, Naru-chan.." Naruto sendiri hanya diam, hanya dapat merespon kata "tadaima" yang digumamkan oleh ibunya.
"Emm..? O-okaeri-nasai.." entah kenapa Naruto merasa canggung dengan situasi yang terjadi padanya.
Wanita dan pria yang berdiri di belakang ibu dan anak itu hanya tersenyum meyaksikan adegan yang mereka fikir mengharukan. Untuk Naruto sendiri, dia tidak tau apa yang dirasakan olehnya. Jujur saja dia merasa agak tidak nyaman dengan pelukan tersebut, demi menjaga perasaan ibunya Naruto hanya diam dan meneliti balita yang tampak mirip dengannya dan ayahnya.
"Khusina, Naruto.. sebaikya kita segera kembali kerumah saja, aku sudah bosan berada di Bandara.." Suara neneknya memberikan angin segar pada Naruto yang merasa mulai sesak dengan pelukan ibunya. Pelukan itu terlepas dan Naruto bisa memperhatikan seorang balita yang segera menghambur kearah ibunya, setelah turun dari gendongan ayahnya. Naruto tidak mau membuat anggapan apapun tentang balita tersebut ataupun menanyakan pada ibu dan ayahnya, dia masih saja diam memperhatikan tanpa suara.
Perjalanan di dalam mobil yang biasa tenang, kini menjadi riuh ramai dengan adanya penumpang tambahan bersurai merah dan pirang yang begitu heboh dan antusias bercerita pada neneknya. Balita laki- laki yang tertidur dipangkuan ibunya tampak tidak terganggu dengan kebisingan di dalam mobil tersebut, beda halnya dengan Naruto yang merasa terusik dengan suasana yang tidak biasa dihadapinya. Biasanya neneknya itu akan fokus sambil menyetir mobil, sesekali berbicara dengannya menanyakan atau memberitahukan sesuatu. Sekarang yang Naruto lihat adalah neneknya yang tak kalah berisik dengan ibunya, beruntung Naruto tetap ngotot untuk duduk di samping jendela sehingga dapat mengabaikan apa yang dibicarakan para orang tua di dalam mobil. Ayahnya mengemudi sambil sesekali tertawa mendengar ocehan dua wanita yang duduk di kursi belakang bersama dengan dua bocah pirang.
"Hahahaha, benarkah? Seharusnya aku ada disana saat untuk melihat sendiri bagaimana tampang bodoh Minato saat itu, hahahaha" bahkan Naruto melihat neneknya dari pantulan kaca mobil yang tengah menyeka air mata karena terlalu lama tertawa.
"Huumm.. Tsunade kaa-chan tau sendiri, sebenarnya Minato itu sangat konyol di balik penampilan jeniusnya.." wanita bersurai merah semakin membuat Tsunade tertawa.
"Hahaha, kau benar Kushina.. aku jadi ingat tingkah konyol Minato itu juga menurun pada Naruto.." bahkan Tsunade sudah memegangi perutnya terasa kram.
Minato sendiri selalu memperhatikan Naruto dengan cermin yang tergantung di atas daskboard, sejak masuk mobil Naruto hanya memperhatikan jalanan kemudian tiduran bersandar di kursi mobil. Melihat tinggkah anaknya yang terlalu tenang membuatnya menoleh pada sang istri yang tampak sendu memandang ke arah Naruto yang tertidur.
Khusina Side
Naruto duduk memperhatikan pemandangan di luar jendela kemudian tertidur dengan mengenakan earphone yang belum dilepasnya sejak pertemuan mereka di Bandara. Naruto begitu tenang dengan suasana ramai di sekitarnya, hal itu mengundang perhatian Kushina yang terus mengamati anaknya di balik punggng Tsunade. Kushina merasakan perubahan pada Naruto yang sekarang, dulu Naruto sangat mudah tertawa begitu dirinya menceritakan sesuatu entah itu lucu atau tidak. Sekarang Naruto tampak tenang- tenang saja seolah tidak mendengar apapun selain suara musik dari earphonenya. Sebenarnya Khusina sangat ingin duduk bersebelahan dan berbincang dengan putra sulungnya tersebut, sayangnya Naruto bersikeras agar duduk dipinggir jendela beralasan ingin melihat pemandangan di jalan. Sebagai seorang ibu, Khusina ingin sekali berada dekat dengan anaknya setelah sekian lama dirinya tidak bisa bertatap muka dengan anak sulungnya. Selama dua tahun terakhir, Khusina sangat kesulitan bertemu atau sekedar berbicara dengan putra sulungnya ini.
Melihat tingkah Naruto yang seolah menjaga jarak dengannya, membuatnya sedikit sesak. Namun Khusina merasa harus memaklumi perasaan Naruto mungkin anaknya itu masih merasa canggung dan butuh waktu untuk bisa didekati kembali. Dia akan terus berusaha merebut hati anaknya kembali, karena keluarga kecil mereka sudah lebih baik dari pada sebelumnya.
End of Khusina Side
Sampai di halaman sebuah rumah besar bergaya Eropa, Minato mematikan mesin mobil dan mengeluarkan barang- barang dari bagasi yang sudah disambut oleh beberapa pelayan yang mulai membawanya masuk kedalam rumah. Memperhatikan kedua wanita yang salah satunya menggendong balita yang tertidur mulai menapaki teras rumah, merasa ganjil Minato kembali membuka pintu mobil dan mendapati Naruto masih tertidur lelap.
"Naruto? Bangun nak, kita sudah sampai.." Minato bersuara pelan sambil mengguncang pelan tubuh anak kecil di depannya, namun Naruto bangun dengan terperanjat kaget.
Naruto sangat kaget mendapati pria dewasa yang membangunkannya sedikit menunduk dihadapannya. Ketika bangun dari tidur Naruto sempat berfikir jika kejadian di Bandara adalah bagian dari mimpinya. Tergesa- gesa bangun dan turun dari mobil sambil membungkukkan tubuhnya
" A.. a su-sumimasen.." entah kenapa dirinya merasa canggung sekali begitu mengingat kejadian yang dialaminya bukan mimpi. Naruto berjalan disamping seorang pelayan yang membawa koper hitam yang terlihat berat, meninggalkan ayahnya yang juga merasa bingung dengan keadaan barusan.
"Kenapa aku merasa, kami seperti orang asing?" Minato bergumam begitu menyadari Naruto meninggalkan dirinya dengan berjalan bersama pelayan, awalnya Minato mengira akan masuk kerumah bersama anaknya itu. Mengingat jarang sekali mereka bertatap muka atau sekedar bertegur sapa via telphon, selama empat tahun. Dan empat tahun terlewat begitu saja dengan sedikit interaksi ataupun komunikasi yang terjalin antara mereka, dan Minato mulai memaklumi dengan keadaan mereka.
Begitu melewati ruang tamu, Naruto sampai di ruang keluarga dengan dua sofa putih panjang yang saling berhadapan dan beberapa fasilitas lain. Di depannya duduk dua wanita yang masih meneruskan pembicaraan mereka yang sempat tertunda, neneknya yang masih saja tertawa dan ibunya yang memangku balita yang masih saja tertidur dalam dekapannya sambil sesekali mengimbangi tawa neneknya. Masih tidak berminat bergabung dengan dua wanita tersebut, Naruto melangkahkan kakinya menuju tangga yang akan membawanya ke kamarnya di lantai dua.
" Naruto ? kamu mau kemana?" Suara lembut ibunya menghentikan langkahnya di anak tangga pertama.
"Kau tidak bermaksud melanjutkan tidurmu kan Naru-chan? Lihat? Okaa-chan dan Otuo-chanmu sudah pulang.." Naruto merinding mendengar suara penuh penekanan dari neneknya dan menoleh kikuk.
"Etoo.. aku mau ke toilet Obaa-chan.. iya ke tolet, eheheheh" melihat alasannya bisa diterima, Naruto melanjutkan langkahnya tanpa melihat ayahnya yang sudah memasuki ruang tamu dengan membawa beberapa kardus yang tampak ringan.
Minato sempat melihat Naruto yang meninggalkan ruangan tempat ibu dan neneknya sedang duduk memperhatikan punggung anak kecil tersebut. Mendapati istrinya yang bahunya tiba- tiba merosot setelah Naruto tidak lagi dalam jangkauan penglihatannya. Minato tau dengan apa yang dirasakan oleh istrinya tersebut dan segera duduk begitu melihat spas kosong di salah satu sofa.
"Eemm? Bukankh di lantai satu juga ada toilet? Kenapa dia ke lantai dua? Dia terlihat begitu.. diam," Suara Minato mengalihka perhatian dua wanita dihadapannya.
" haah.. kamarnya di lantai dua, dia memang seperti itu.. kurasa anak kalian memiliki kepribadian introvert, jadi kalian jangan salah paham dengannya dan harus bersabar menghadapinya.." Tsunade berbicara begitu menghela nafas.
Penuturan dari wanita awet muda itu, membuat mereka tidak percaya. Naruto yang mereka kenal adalah anak hiperactif dan periang yang banyak bicara, begitu bertolak belakang dengan kepribadian introvert yang terkenal karena sifatnya yang suka diam dan terkesan anti sosial.
TO BE CONTINUE . . . . . .
Eto . . salam kenal . . . Kurotsuhi Mangetsu, aku author baru..
Sebelum menjadi author aku cukup lama menjadi reader (silent reader.. he he gomen author senior)aku buat fic ini sebagai perkenalan..
Fic seperti ini pasti sudah banyak dipublis di fandom, tapi aku tetap membuatnya karena? Karena ingin saja, hehehe.. aku tidak membuatnya dengan settingat dunia shinobi karena sangat pasti sudah sulit dihitung jumlahnya, jadi akau mengambil genre slice of live agar sedikit berbeda.
terimakasih sudah membaca
