Dalam perjalanannya menyusuri labirin waktu, ada satu kesimpulan yang ditarik Homura Akemi: bahwa semua perjalanan berakhir saat Sayaka Miki menjadi Penyihir. Kejatuhannya akan mengakibatkan kejatuhan Kyoko Sakura... dan akhirnya Madoka Kaname. Sayaka si idiot itu, diam-diam menjadi titik perputaran misinya. Maka pada putaran waktu kesekian ini, Homura memutuskan untuk memfokuskan seluruh perhatiannya pada Sayaka, untuk mencegahnya jadi Penyihir dan mengacaukan misinya.

Satu hal yang ia tidak sangka: perasaan manusia bisa berubah sedemikian cepat.

A what-if mini series (?), Sayaka x Homura.


A Beautiful Mistake

A Puella Magi Madoka Magica fanfiction

Puella Magi Madoka Magica © Magica Quartet

Chapter I

Black and Blue Equal Dark Blue?


"SAYAKAAAAA!"

"Sayaka-chaaan!"

Lagi.

Teriakan penuh ketidakpercayaan dan kekagetan itu terucap lagi, menusuk-nusuk telinga Homura Akemi. Yang lagi-lagi tak kuasa menghentikannya.

Di depannya, Oktavia von Seckendorff-wujud Penyihir Sayaka Miki-memain-mainkan pedang raksasanya bagaikan seorang konduktor konser musik. Musik yang dimainkannya penuh kesedihan dan keputusasaan, dari cinta tak berbalas yang menghancurkan seorang gadis muda. Ketika harapannya akhirnya berbalik menjadi sebuah beban, saat itu juga Sayaka Miki menjadi sebuah entitas penyebar kutukan... seorang Penyihir.

"A-Akemi-san... apa yang terjadi di sini?" Mami Tomoe, sang Puella Magi veteran itu, tak bisa berkata apa-apa. Ia jatuh terduduk, dengan pandangan nanar menyaksikan Sayaka menyerang Madoka Kaname dan Kyoko Sakura, 2 teman terbaiknya, tanpa ampun.

Cih, Homura menggigit bibir bawahnya.

Sayaka Miki menjadi seorang Penyihir... lagi. Sudah banyak putaran waktu yang dilakukannya, dan hal ini selalu terjadi. Seolah-olah "menjadi Penyihir" adalah takdir yang tak akan bisa dihindari Sayaka.

Jangan salah sangka, Homura tidak peduli pada Sayaka. Ia boleh menjadi Penyihir, terserah, itu urusannya sendiri. Tapi, kejatuhan Sayaka berarti kejatuhan ketiga Puella Magi lain setelahnya... dengan kata lain, kejatuhan kelompok kecil ini, dan kegagalan misi Homura.

Mami yang menyaksikan sendiri perubahan Puella Magi menjadi Penyihir, akan mengalami shock berat. Rahasia terakhir Soul Gem akan menghancurkannya, membuat dia putus asa dan bahkan sedikit gila. Di tengah kegilaannya, ia akan menghancurkan Soul Gem teman-temannya dengan pemikiran kalau mereka mati, maka tak perlu ada Penyihir lain yang dilahirkan.

Kyoko, Homura menyimpulkan, setelah mengenal Sayaka dengan lebih baik... akan menganggapnya sebagai teman seperjuangan yang sangat ia hargai. Bahkan mungkin akan ada perasaan lain kepadanya. Sehingga jelas, kematian Sayaka akan sangat telak buatnya... bahkan di beberapa alur waktu lalu, Kyoko ikut-ikutan menjadi Penyihir setelah Homura menghabisi Oktavia tanpa ampun.

Lalu tentunya, Madoka-lah yang terkena paling telak karena ia adalah teman masa kecil Sayaka, keduanya tak bisa dipisahkan (fakta yang membuat Homura cemburu). Kematian Sayaka akan membuat Madoka melakukan apa saja untuk mengubah itu. Jika ia belum menjadi Puella Magi, ia akan segera menjalin kontrak dengan Kyubey untuk membangkitkan Sayaka. Jika ia sudah menjadi Puella Magi, dipastikan di akhir pertarungan melawan Walpurgisnacht, ia akan menjadi Penyihir karena keputusasaan telah memenuhi Soul Gem miliknya.

Saat ini, situasinya...

Madoka belum menjadi Puella Magi. Homura berhasil melindunginya sampai saat ini, dengan beralasan bahwa kekuatannya belum diperlukan. Sudah ada ia, Mami, Kyoko dan Sayaka di kota Mitakihara ini, kekuatan yang lebih dari cukup untuk menghabisi para Penyihir, bahkan Walpurgisnacht. Tapi, dengan kejadian ini maka bisa dipastikan ia akan segera menjalin kontrak.

Mami masih belum tahu fakta terpenting tentang Soul Gem. Begitu juga Kyouko, sepertinya ia masih berpikir bahwa Oktavia yang tiba-tiba muncul adalah Penyihir baru yang sudah menelan Sayaka.

Setelah pertarungan berakhir, mereka akan memburu penjelasan dari Homura... dan semuanya akan jatuh dalam kekacauan.

Ini situasi yang memastikan bahwa perjalanan waktu Homura yang kesekian ini sudah gagal total. Ibaratnya pertandingan sepakbola, ini situasi di mana kekalahan sudah dipastikan walaupun baru setengah permainan dan belum ada gol yang tercipta.

Semua karena Sayaka.

"Cih..." tanpa sadar Homura mendecak lagi. Ya, semuanya gara-gara idiot sok idealis itu! Sebagus apapun langkah awal Homura di awal alur waktu, semua akan sia-sia begitu Sayaka menjadi Puella Magi. Percuma saja Homura bertingkah super judes kepada Madoka, kadang sengaja menyakiti hatinya, hanya untuk menghindarkannya dari kontrak kalau si idiot biru itu mengacaukan segalanya-

Tunggu.

Karena masalahnya ada di Sayaka... kalau Homura bisa mengontrolnya, bukan Madoka seperti biasa, apa kegagalan seperti ini bisa dihindari?

"Itu ide yang benar-benar baru..." Homura berkesimpulan begitu. "Kenapa aku tidak pernah memikirkan ini sebelumnya? Apa karena aku selalu menganggap Sayaka Miki sebagai faktor tidak penting?"

Atau itu hanya karena dia tidak menyukai Sayaka?

"Ho-homura-chan?! Kenapa ekspresimu begitu?" tiba-tiba Madoka menghampirinya. Sepertinya barusan Kyouko menyeretnya ke garis belakang, sementara ia dengan dibantu Mami melanjutkan pertarungan dengan Oktavia. "A-apa kamu mengetahui sesuatu?"

Homura tidak sengaja menampakkan ekspresi sangat kesal kepada Madoka, membuat gadis berambut pink itu mundur karena kaget.

"... maaf, Madoka," hanya itu yang ia katakan sebelum menyentuh perisainya.

Situasi ini sudah tak bisa diselamatkan lagi. Homura sudah menjalani banyak putaran waktu untuk mengetahui akhirnya: ini adalah sebuah kegagalan. Ia tak mau membuang waktunya lagi.

Jadi ia memutar perisainya.

Membuang Madoka dan yang lain, yang mungkin masih bisa diselamatkan.

"Sampai bertemu lagi."

Bersama bunyi roda gigi yang berputar kencang, dunia berotasi berlawanan arah jarum jam...

-xXxXx-

"Namaku Homura Akemi, salam kenal semuanya."

Teriakan kagum mengisi kelas yang diajar Bu Saotome siang itu. Pemandangan yang sudah dihapal Homura setelah berulangkali memutar waktu. Tidak ada yang berubah...

"Akemi-san sebelumnya dirawat di RS karena masalah dengan jantungnya-"

Homura tidak mempedulikan omongan Bu Saotome. Seperti biasa, matanya segera tertuju pada Madoka... tidak. Sebelum si rambut pink melakukan kontak mata dengannya, Homura mengalihkan perhatian ke target utamanya di perputaran waktu kali ini.

Sayaka Miki.

Si biru itu memang memiliki insting yang bagus. Walaupun sebelumnya bercanda dengan teman di sampingnya, pandangannya segera terfokus begitu menyadari Homura menatapnya. Ia hanya mengangkat sebelah alisnya, heran.

"Kali ini, aku takkan melepaskanmu, Sayaka Miki," pikir Homura.

Bulu kuduk Sayaka berdiri tegak, entah karena apa.

.

Istirahat siang. Pada alur waktu-alur waktu sebelumnya, biasanya Homura akan mencari Madoka, berkedok untuk minta panduan ke ruang UKS. Tapi kali ini targetnya lain.

"Permisi."

Sayaka, yang sedang menikmati makan siangnya bersama Madoka dan Hitomi Shizuki, mendongakkan kepalanya mendengar suara yang asing itu. Tampak di depan mereka, si murid pindahan yang memasang wajah serius. Sayaka menghentikan makannya, sepotong omelet yang ia jepit di sumpit jatuh ke dalam kotak bento.

Menunjuk dirinya untuk memastikan bahwa Homura memanggilnya, si biru bertanya, "U-uhm... ada urusan apa, murid pindahan-"

"Perkenalkan sekali lagi, namaku Homura Akemi," Homura mengingatkan. Dasar idiot, baru saja beberapa jam lalu memperkenalkan diri di depan kelas, Sayaka sudah lupa saja. "Maaf mengganggu makan siangmu, tapi bisakah kamu mengantarku ke ruangan klub?"

"Klub? Kenapa aku?"

"Karena kamu tampak sebagai anak yang aktif di klub, Sayaka Miki-san."

Sayaka mengangkat alisnya, lalu menoleh ke Hitomi yang hanya memiringkan kepala. Perasaan mereka belum berkenalan, tapi darimana si murid pindahan tahu-

"A-Akemi-san, apa kamu yakin mau bergabung dengan klubnya Sayaka-chan? Dia itu anggota klub baseball, sepertinya tidak cocok denganmu yang sudah lama tidak bersekolah karena sakit," Madoka bertanya dengan wajah khawatir, anak penuh perhatian itu.

"Dokter menyarankan aku mengikuti klub olahraga yang ringan untuk melatih tubuh," jawab Homura. "Jadi tenang saja, Kaname-san, aku takkan bergabung dengan klub baseball-nya Miki-san."

"Oh? Kamu ingin melatih dirimu? Kalau begitu," Sayaka menelan makanan di mulutnya dan menutup kotak bento-nya. Ia bangkit dari kursinya, "Ikut aku, Akemi-san. Akan kuperkenalkan kamu ke ketua klub kyudo (memanah). Entah kenapa, melihatmu, sepertinya kamu cocok dengan olahraga menembak dan sebagainya."

Huh, mudah sekali Sayaka mempercayainya? Bukankah di alur waktu-alur waktu sebelumnya ia selalu yang paling curiga kepada Homura...

Itu karena Sayaka adalah seorang yang simpel-dengan kata lain, idiot-Homura menyimpulkan demikian.

Dengan pemikiran itu, Homura mengikuti Sayaka keluar kelas. Dia tak punya waktu untuk mengikuti kegiatan klub di tengah kesibukannya mengatur rencana menyelamatkan Madoka dan kegiatan Puella Magi-nya, tapi impresi ini penting demi misinya kali ini.

.

Sepulang kegiatan klub sore...

"Ugh..." Homura memijat-mijat pundaknya.

Homura terlalu meremehkan kyudo sepertinya. Setelah Sayaka mengenalkannya pada ketua klub, ia langsung dites. Tesnya simpel: kekuatan lengan (push up dan pull up) dan mencoba memanah. Itu semua simpel untuk Homura yang sudah melewati berbagai medan perang... tapi dia tak menyangka, memanah secara tradisional Jepang sangat melelahkan. Ada banyak sekali langkah-langkah yang perlu diperhatikan, dan walaupun sukses menembak tepat tengah sasaran di percobaan pertama, si ketua klub (yang terlalu bersemangat karena ada calon anggota yang berpotensi) memaksanya berlatih langkah-langkah menembak... selama 3 jam terus-menerus.

Hasilnya, bahu dan tangan kanan Homura terasa amat pegal. Dan ia langsung diterima sebagai anggota klub, tapi itu tidak penting.

Sebenarnya bisa saja menggunakan sihir untuk menghilangkan pegal-pegalnya, tapi itu akan membuat orang-orang curiga. "Aku akan menghilangkan rasa sakit ini di rumah, nanti," pikirnya.

Tiba-tiba rasa dingin menyerang pipinya. Berpikir itu adalah efek tabir Penyihir, Homura berbalik dengan ekspresi siap bertarung... untuk melihat Sayaka dengan 2 kaleng minuman olahraga.

"Whoa, whoa, kupikir kau mau menembakku atau apa dengan ekspresi seperti itu," kata Sayaka. "Maaf kalau aku mengagetkanmu... aku ingin mencoba hal klise ini kepada orang selain Madoka atau Hitomi. Mereka sudah nggak bisa kukagetin, aku merasa kesepian, hehe."

"..." Homura memegang pipinya yang masih terasa dingin dan basah.

"Kerja bagus hari ini, murid pindahan. Ini hadiahku karena kamu sukses menjalani hari pertama sekolah," Sayaka mengedipkan sebelah matanya sambil menjulurkan minuman.

"Terimakasih," Homura segera membuka dan menenggaknya. Ah, itu terasa amat segar, ia mengakuinya. Hal-hal sederhana seperti ini sering ia abaikan dalam misinya...

Sementara itu, Sayaka melihat arlojinya, dan matanya terbelalak. Celaka, jam besuk untuk Kamijou hampir habis! Padahal ia belum ke toko CD untuk membelikannya CD musik baru... semua karena menemani Homura di klub sih. Ah, tapi tak apa-apa, sekali-kali ia akan berkunjung secara kasual tanpa membawa apapun. Ia pun undur diri, "Oh, lihat waktunya. Aku ada janji dengan seseorang."

Homura menghentikan minumnya. Sayaka akan pergi? Jelas, tujuannya adalah Kyousuke Kamijou! Padahal, cowok cuek itu adalah sumber kehancuran Sayaka.

Sepertinya ia harus berurusan juga dengan Kamijou.

"Maaf, Miki-san. Karena aku, kamu terlambat dalam janjimu itu... apa yang bisa kulakukan untuk menebusnya?"

Sayaka menolehi Homura dengan wajah terkejut. "Ke-kenapa kamu begitu serius begitu, Akemi-san? Nggak apa-apa, nggak apa-apa! Anak itu pasti tahu kalau aku punya banyak kegiatan di sekolah."

"Kamu janjian dengan temanmu? Apa... aku boleh ikut dan berkenalan dengannya? Aku ingin punya banyak teman."

"E-eeeeh? Tapi, dia-"

"Boleh kan?"

Ukh, sebenarnya Homura tidak mau menunjukkan ini, wajah memelas peninggalan personanya yang dulu, gadis lemah dengan kacamata tebal. Tapi apa boleh buat...

Deg!

Homura yang dingin itu menampakkan wajah yang memelas... kombinasi dahsyat itu membuat jantung Sayaka berhenti berdetak untuk beberapa saat.

"A-apa maksudmu dengan 'deg'?!" pikir Sayaka sambil mengepalkan tangannya. Ia mengerutkan dahi, lalu menjawab, "O-oke... aku akan mengajakmu. Tapi, anak yang kumaksud itu, Kyousuke Kamijou... dia dirawat di rumah sakit yang lumayan jauh. Nggak apa-apa?"

"Iya," sekarang ekspresi Homura sudah kembali datar.

...

Di rumah sakit, Homura memperkenalkan diri dan berbincang cukup akrab dengan Kamijou, karena pernah mengalami masa-masa yang sama. Terpenjara di kamar rumah sakit, meninggalkan kegiatan sehari-hari seorang yang sehat. Homura sengaja memberikan kalimat-kalimat pendukung dan penyemangat untuk cowok yang tangannya lumpuh itu, dan di akhir kunjungan, Kamijou tampak lebih bersemangat. Sedikit.

Hanya akting sok peduli dari Homura... tapi hal itu sudah cukup untuk membuat wajah Sayaka berseri-seri sepanjang perjalanan pulang.

"Sekali lagi terimakasih, Akemi-san! Kata-katamu tadi membuat wajah Kyousuke tampak lebih cerah. Aku yang rutin mengunjunginya saja, tidak bisa membuatnya begitu. Keputusanmu ikut ternyata amat tepat, ya!" kata Sayaka, untuk yang kesekian kalinya.

Homura memutar bola matanya. Dia tidak habis pikir, kenapa Sayaka begitu menyukai Kamijou. Padahal dilihat dari gerak-geriknya, Kamijou menganggapnya sebagai teman masa kecil saja.

Ini harus segera diluruskan.

"Miki-san... apa kamu menyukai Kamijou-kun?" frontal dan tepat sasaran, pertanyaan ini.

Mendengar itu, senyuman Sayaka menghilang. Ia menurunkan lengannya yang tadi di belakang kepala, tiba-tiba terlihat amat serius.

"Hehehe, sebegitu jelasnya, ya?" tanya Sayaka. Ia menggaruk pipinya, yang tidak memerah seperti halnya seorang gadis yang ketahuan cowok yang disukainya. "Benar. Aku menyukainya. Entah sejak kapan aku berhenti menganggapnya sebagai teman masa kecil biasa."

Oh? Mudah sekali membuatnya mengaku? Seingat Homura, pada Madoka atau Hitomi pun Sayaka tidak pernah mau mengakui ini.

Saatnya sedikit tegas, kalau begitu.

"Maaf kalau aku terlalu berterus-terang, tapi kulihat Kamijou-kun hanya menganggapmu sebagai teman masa kecil, tidak lebih. Menyukainya hanya akan menyakiti hatimu."

Begitu. Lebih baik menghancurkan perasaannya sekarang, daripada nanti ketika Sayaka sudah menjadi Puella Magi. Paling tidak, ia hanya akan membenci Homura, bukan menjadi Penyihir.

Sayaka membelalakkan matanya, dan Homura mengharapkan rasa sakit di pipinya.

Memangnya tahu apa si murid pindahan ini? Baru hari ini ia kenal dengan Sayaka dan Kamijou, ia tidak berhak-

"Aku tahu itu."

Jawaban yang diterima Homura sangat JAUH dari perkiraannya.

"Maksudku, ketika aku menyadari aku menyukainya, saat itu juga aku sadar kalau dia hanya menganggapku sebagai teman. Dia mungkin menyadari perasaanku ini, mungkin tidak," Sayaka memain-mainkan ujung rambutnya. "Tapi, Akemi-san, aku nggak bisa meninggalkan perasaan ini hanya karena itu. Bisa menyukai anak sehebat Kyousuke Kamijou-kun, dan menjadi temannya selama ini, sudah lebih dari cukup. Perasaan ini adalah berkat untukku."

Homura memandang gadis di depannya ini dengan mata melebar. Ini... sisi baru yang tak pernah ia ketahui dari Sayaka Miki. Ia sudah tahu kalau hubungannya dengan Kamijou takkan berkembang, tapi menanggapinya dengan amat tenang.

Lalu, apa yang mengubahnya menjadi Penyihir kalau bukan karena perasaan cintanya?

"Kamu... dewasa sekali, Miki-san."

Sayaka menyeringai mendengar itu, ia menggosok dasar hidungnya dengan jari, "Hehehe, terus, puji terus Sayaka-chan ini!"

Benar-benar di luar dugaan.

Kalau begitu, Homura harus mengganti strategi. Ia bisa mencoret Kamijou dari daftar pengawasan dan hanya memfokuskan perhatiannya pada Sayaka. Ini membuka opsi lain, dan jujur, Homura merasa penasaran.

-xXxXx-

Homura ingin menepuk dahinya keras-keras.

Beberapa hari setelah perbincangan awal dengan Sayaka, dan dia kembali pada rutinitasnya berburu Penyihir. Saat itu, dia ada di dalam tabir seorang Penyihir, untuk menyaksikan Mami bertingkah keren sebagai seorang senpai di depan Madoka... dan Hitomi Shizuki.

Madoka, ia sudah bisa perkirakan. Lepas pengawasan sebentar saja, ia pasti akan segera terlibat.

Tapi... Hitomi?! Baru kali ini Homura melihat si rambut hijau terlibat dalam masalah Puella Magi, jadi ia tak tahu akan jadi seperti apa nantinya.

Semua karena terlalu fokus pada Sayaka.

Ah. Lagi-lagi menyalahkan Sayaka.

Sebenarnya, sampai saat ini Sayaka masih belum membuat masalah. Karena ia terus bersama Homura di area klub dan sepulang kegiatan, ia tidak bertemu Mami dan juga tidak (belum) tahu tentang Puella Magi.

Tapi... entah kenapa tiap kesalahan yang dibuatnya, Homura selalu menyalahkan Sayaka. Jujur, ini sedikit tidak adil untuk si rambut biru.

"Eh..."

Kenapa tiba-tiba ia memperlakukan Sayaka dengan sedikit lebih baik dalam pemikirannya? Apa karena ia telah melihat sisi lainnya kemarin?

Tapi itu tidak penting sekarang.

Madoka dan Hitomi, ini yang harus jadi perhatiannya sementara ini. Selama ia menjauhkan Sayaka dari urusan Puella Magi, Madoka tidak akan putus asa... seharusnya. Tapi Hitomi, adalah faktor X. Homura tidak pernah berurusan dengannya.

Walaupun ia juga salah satu penyebab kejatuhan Sayaka.

"Umph," Homura bangkit. Saatnya memasuki scene, kalau begitu.

"Tiro... Finale!"

Penyihir yang menciptakan tabir pun hancur di tengah efek kembang api yang dahsyat dan berlebihan, potongan pita kuning memberi tambahan efek. Kemudian Mami meloncat turun, dan kembali ke seragam sekolahnya, disertai tepuk tangan dari Madoka dan Hitomi. Mami pun mengangkat roknya dan melakukan curtsey.

"Terimakasih, terimakasih."

"Mami-san, kamu hebat sekali!" kata Madoka.

"Benar, aku tidak pernah melihatmu kesulitan selama pertarungan tadi," sambung Hitomi.

"Fufufu. Ini hanya karena pengalamanku yang segudang."

"Kalian juga bisa jadi seperti Mami," Kyubey ikut dalam pembicaraan. Suaranya manis memuakkan seperti biasanya... tapi ketiga gadis itu tak menyadarinya. Mereka masih berpikir kalau dia adalah maskot imut yang biasa dimiliki mahou shoujou di serial-serial anime. "Bagaimana? Apa kalian sudah memikirkan baik-baik tentang tawaranku kemarin? Untuk menjadi Puella Magi dan melindungi kota Mitakihara ini dari kejahatan Penyihir?"

Madoka dan Hitomi saling memandang, lalu mengangguk. Sepertinya mereka akan mengatakan sesuatu, tapi...

"Jangan dengarkan dia."

Suara yang dingin itu tiba-tiba muncul, mengalihkan perhatian ketiga gadis itu dari Kyubey. Homura datang dengan kostum Puella Magi yang lengkap. Ia juga sengaja memancarkan aura siap bertarung. Ekspresinya dingin karena ia berusaha menahan diri untuk tidak meledakkan Kyubey di tempatnya duduk sekarang.

"A-Akemi-san?!" Madoka berteriak kaget.

"Kamu juga seorang Puella Magi..." Hitomi hanya bisa menutupi mulutnya dengan sebelah tangan.

Ah, benar, baru kali ini mereka melihat penampilan tempur Homura.

Mami, dengan segala pengalamannya, segera menganggap Homura sebagai ancaman. Ia menarik sebuah musket dan menodongkannya.

"M-Mami-san?!"

"Jadi, kaulah Puella Magi misterius yang dikatakan Kyubey..." kata si veteran. "Apa maumu?"

"Singkat saja, aku hanya ingin mencegah kalian berdua menjalin kontrak, Madoka dan Hitomi Shizuki," Homura mengibaskan rambut hitamnya. Dia memandang Madoka dan Hitomi yang masih keheranan, lalu melengos kepada Mami lagi. "Mami Tomoe, di kota ini sudah ada kau dan aku sebagai Puella Magi. Apa menurutmu itu masih kurang? Kau masih mau memaksa mereka mengikuti jejakmu?"

"Aku tidak memaksa, aku-"

Homura segera memotongnya, "Dengan memamerkan kemampuanmu, secara langsung kau menanamkan ide kepada mereka bahwa menjadi Puella Magi adalah suatu hal yang sangat hebat... padahal nyatanya tidak."

"A-apa maksudmu, Akemi-san?" tanya Madoka.

"Hm? Bukannya Mami Tomoe sudah menjelaskan ini padamu?"

Madoka dan Hitomi menggelengkan kepala mereka, sementara Mami memandang Homura dengan wajah yang tak bisa dijelaskan.

"Menjadi Puella Magi berarti kau mencurahkan seluruh hidupmu untuk bertarung dengan Penyihir... itu kalau umurmu panjang. Kematian bisa terjadi kapan saja, kadang tragis dan tidak manusiawi, banyak faktor yang berpengaruh dalam pertarungan sihir. Dan kalau kau mati... apalagi di dalam tabir Penyihir, kematianmu takkan diketahui dunia ini," Homura memandang dalam-dalam kedua iris pink Madoka, yang kini memancarkan ekspresi ketakutan. "Menjalin kontrak dengan Kyubey harusnya menjadi opsi terakhir ketika kau sudah tak berguna lagi untuk keluarga dan teman-teman kalian. Untuk kalian yang dikaruniai kehidupan yang baik... kalian seharusnya tak perlu memikirkan soal ini. Tinggalkan urusan Puella Magi dan kembalilah menjalani hidup gadis SMP biasa."

Homura tidak ingat, sudah berapa kali ia mengucapkan kalimat yang sama kepada Madoka (atau Madoka dan Sayaka) di berbagai alur waktu. Ia tidak ingat juga, apa perkataan ini efektif. Tapi yang penting ia sudah melaksanakan langkah pencegahan yang paling awal ini.

Kalau peringatan sudah tidak mempan, barulah ia akan bertindak. Dan itu tidak akan menyenangkan untuknya, juga untuk Madoka dan yang lain.

Tapi, tak apa-apa. Semua demi Madoka, bukan?

"Aku hanya ingin mengatakan ini: jangan sia-siakan hidup kalian, Madoka dan Hitomi Shizuki," dengan itu, ia membalikkan badan, rambutnya berkibas dengan anggun. "Dan Mami Tomoe, janganlah kau sesatkan mereka ke dalam pertarungan abadi. Kalau itu terjadi..."

Wujud Homura menghilang, tapi suaranya bergema di tengah ruang dan waktu.

"Aku takkan memaafkanmu."

Setelah itu, Homura tidak tidur untuk meramu strategi baru dengan melibatkan Hitomi.

...

Keesokan hari.

Sesampainya Homura di gerbang sekolah, ia sudah ditunggu Madoka dan Hitomi. Sayaka juga ada bersama mereka, berdiri keheranan di latar belakang.

"Selamat pagi, Akemi-san," Hitomi menyapanya dengan telepati.

"Apa kami bisa bicara denganmu?" sambung Madoka.

Homura hanya memandang mereka dengan dingin. Di belakang, ia melihat Sayaka yang mengangkat bahunya, berpikir kalau Homura bertanya padanya melalui ekspresi. Ah, tentu saja ia tidak tahu apa-apa. Sebaiknya segera selesaikan ini, pikirnya. "Baiklah."

Setelah membiarkan Sayaka pergi ke kelas sendirian (diiringi tangisan lebay karena merasa para waifu-nya meninggalkan ia untuk bersama gadis lain), Homura mengikuti Madoka dan Hitomi ke sudut lain sekolah. Lama berselang mereka tak mengatakan apapun, malah saling memandang dengan ekspresi gugup, sepertinya mendiskusikan sesuatu dengan telepati.

"Apa yang ingin kalian bicarakan? Bel sebentar lagi akan berbunyi, aku tak mau terlambat masuk kelas," akhirnya Homura memecahkan kesunyian itu.

"M-maaf!"

"Madoka... ah, biar aku saja," Hitomi berdeham. "Langsung saja, Akemi-san. Kamu harus minta maaf kepada Mami-senpai."

Huh? Homura mengangkat sebelah alisnya. Untuk apa... ah, perkataannya kemarin? Memang harus diakui, ia terlalu frontal mengkonfrontasi Mami kemarin, bahkan menuduhnya ingin menjebak Madoka dan Hitomi ke kontrak dengan Kyubey. Tapi, perasaan Mami bukan urusan Homura.

"Tidak akan. Karena kemarin aku hanya mengatakan fakta, bagaimanapun menyakitkannya itu," jawab Homura dengan amat dingin. Ia mengibaskan rambutnya untuk menambah efek.

"Akemi-san..."

"... Mami-san menangis, kamu tahu," tiba-tiba Madoka berkata. Dia mengangkat wajahnya yang tertunduk selama perbincangan singkat tadi. "Waktu bersama kami memang dia tidak terlihat terpengaruh, tapi setelah kami pergi..."

Madoka yang khawatir membalikkan badannya, dan melihat Mami menutup kedua matanya dengan tangan, sementara Kyubey menepuk-nepuk kepalanya, menghibur.

"Ia menangis. Sepertinya kata-katamu begitu menyakitinya, Akemi-san."

"A-aku tidak tahu itu..." kata Hitomi.

"Mm," Madoka menggeleng, lemah. "Itu karena aku tidak mau membuat Hitomi-chan khawatir juga."

Mami, menangis? Hmph, biarkanlah. Sekali-kali ia ingin berbuat tegas kepada si veteran itu.

Ia yang selalu sok kuat tapi aslinya sangat rapuh... ia yang langsung hancur dan berbuat gila setelah tau rahasia Soul Gem. Homura tidak pernah bisa mentolerir keberadaannya, bahkan melebihi Sayaka yang ia anggap tak bisa diselamatkan.

"Aku-" Homura tidak tahan melihat ekspresi sedih Madoka, seolah ia juga merasakan sakit hati yang diderita Mami... tapi menyakiti perasaan Madoka sudah menjadi tindakan biasa bagi Homura. Semua untuk melindunginya, "Aku takkan menarik perkataanku. Bahwa menjadi Puella Magi adalah sesuatu yang tidak bisa dibanggakan, kalau kalian telah dikaruniai kehidupan yang bagus. Jangan jadi sepertiku dan Mami Tomoe."

Dengan itu, Homura meninggalkan mereka berdua, yang berwajah amat sedih. Ia bahkan bisa mendengar suara sesenggukan dari Madoka... ia pun menggigit bibir bawahnya keras-keras untuk menahan diri.

.

Waktu istirahat makan siang datang dengan begitu cepat, dan tiba-tiba saja Homura merasakan keberadaan Sayaka di dekat mejanya. Ia mendongakkan kepala, dan benar, si biru tengah memandangnya serius.

"... ada apa, Miki-san?"

"Tadi pagi Madoka dan Hitomi mengajakmu bicara... ada apa dengan itu?" tanyanya. Kemudian ia mengangkat tangannya, menghentikan jawaban Homura. "Aku tahu kalau itu bukan urusanku. Tapi dua hari ini mereka kelihatan kebingungan. Aku ingin membantu mereka, apapun itu, tapi kalau mereka nggak bilang padaku, aku nggak bisa berbuat apa-apa."

Sayaka merasa khawatir dan kesepian, huh? Itu bisa dimengerti... karena Madoka dan Hitomi sudah meninggalkannya sejak terlibat dengan urusan Puella Magi.

"Itu bukan urusanmu."

Sayaka terlihat amat tersakiti, dan Homura berdecak dalam hati. Itu... keluar lebih judes dari yang ia inginkan. "M-maksudku..."

"Oh, tentu saja kamu nggak tahu apa-apa, Akemi-san. Kamu baru saja mengenalku... dan aku nggak tahu kapan kau mengenal Madoka dan Hitomi sampai mereka mau berurusan denganmu. Maaf sudah mengganggu!"

Sayaka beranjak pergi... dan entah kenapa Homura merasa misinya akan gagal. Maka, secara reflek, ia meraih tangan Sayaka, menghentikannya.

Tanpa menoleh, gadis itu bertanya, "Ada urusan apa lagi denganku, yang 'nggak ada hubungannya denganmu' ini?"

"Maaf. Sepertinya aku terbawa emosi dari perbincanganku dengan mereka..." kata Homura, gugup. Ukh, kenapa ia jadi merasa bersalah kepada Sayaka begini?

Dengan itu, Sayaka menoleh, Homura sukses menarik perhatiannya.

"Aku akan menjelaskan sedikit tentang ini, Miki-san. Bisakah kita bicara di kantin? Aku juga ingin mentraktirmu sebagai ucapan terimakasih atas pendampinganmu selama kegiatan klub beberapa hari belakangan."

"Sungguh?"

.

Seumur-umur perjalanan waktunya, Homura hanya pernah sekali pergi ke kantin SMP Mitakihara. Ya, baru kali ini. Biasanya ia makan sendiri di kelas dengan bento seadanya, atau bahkan tidak makan siang demi mengawasi Madoka. Ini adalah pengalaman baru... antri membeli makan siang bersama puluhan anak SMP lain yang kelaparan.

"Hohoho, saatnya memamerkan kemampuanku sebagai 'Sayaka-chan si Raja Kantin'!" entah sejak kapan kembali bersemangat, Sayaka berdiri di depan Homura dengan wajah super sombong. Di tangannya ada 2 kupon makan siang (masing-masing 2000 yen), miliknya dan Homura. "Kamu mau pesan apa, Akemi-san?"

"Aku serahkan saja padamu, 'Yang Mulia Miki'," jawab Homura, sarkastik.

Sayaka tertawa lebar, "Ehehehehe, dipanggil begitu membuat kepalaku semakin besar! Baiklah, akan kubuat kamu kekenyangan dengan menu andalan kantin!"

Dengan itu, Sayaka melesat menuju antrian makan siang, karena ia tahu kalau badan Homura masih belum sepenuhnya pulih akibat latihan spartan di klub kyudo (yang ia tidak tahu, Homura sudah pulih karena sihir). Homura pun mencari tempat duduk, ia memilih sebuah meja di pinggir jendela, di mana sekiranya mereka bisa bicara tanpa ada yang mengganggu.

Tak lama, Sayaka kembali dengan pesanannya.

"Untuk Akemi-san, menu spesial kantin!" kata Sayaka sambil mendorong sepiring... spaghetti dengan bola-bola daging yang super besar dan serutan keju yang cukup banyak. Ia sendiri memesan ramen, lalu nasi kare dan sepotong roti. "Untukku, ini."

Homura terkejut. Bukan karena menunya, tapi milik Sayaka. Biasanya anak gadis seusia mereka selalu berusaha menjaga berat badan dengan makan seperlunya, tapi...

"Miki-san, apa kamu akan makan semua itu?"

"Yap! Karena nanti ada pertandingan latihan baseball! Sayaka-chan ini harus memenuhi tugasnya sebagai andalan, dan untuk itu aku harus mengisi bahan bakar!" jawab Sayaka sambil membuka sumpit sekali pakai. "Itadakimasu!"

Apa ia tidak mau dengar soal urusan dengan Madoka dan Hitomi... pikir Homura, meneteskan keringat dingin. Untuk beberapa saat, ia hanya diam melihat Sayaka menelan makanannya seolah perutnya tidak memiliki dasar... sampai kemudian ia juga merasa lapar.

Homura pun mencoba spaghetti pesanannya, dan... "Hmm?"

Matanya melebar, ini... enak banget! Pasta yang al dente, dikombo dengan saus yang kental, tapi tidak terlalu gurih. Bola-bola dagingnya besar dan kenyal, juga sedikit manis. Porsinya mungkin terlalu banyak untuknya sih.

"Bagaimana? Enak, kan?" tiba-tiba Sayaka bertanya demikian. Homura mengangguk, dan iapun terlihat amat bangga seolah itu adalah masakannya sendiri. "Huhuhu, sekarang kamu tahu kehebatan 'Si Raja Kantin' ini. Serahkan rekomendasi menu padaku!"

"Hm? Bukankah kamu selalu makan siang di kelas, Miki-san?"

"Uuh..." Sayaka menggaruk pipinya. "Sebenarnya aku sering lupa membawa bento, sehingga terpaksa makan di kantin."

"Kelupaan sampai menjadi hapal menu kantin? Kamu ceroboh sekali, Miki-san."

"E-eh! Bisa-bisanya kamu berkata begitu!"

Homura tertawa kecil setelahnya, dan dikejutkan oleh suara tawanya sendiri. Tanpa sadar, ia terseret dalam tempo pembicaraannya Sayaka! Ia harus segera mengambil alih kendali.

"Ngomong-ngomong Miki-san, tujuanku mengajakmu kemari..."

Dengan itu, Saya meletakkan sumpitnya dan memandang Homura dengan wajah serius. Jadi masih ingat toh... mungkin rasa lapar mengambil alih kepalanya tadi.

"Akhir-akhir ini sepertinya Kaname-san dan Shizuki-san akrab dengan seorang senpai."

"Ooh, jadi itu kenapa mereka susah diajak nongkrong sepulang sekolah... eh, tapi bukannya mereka berdua nggak ikut kegiatan klub apapun?"

Di SMP Mitakihara ini, hubungan senpai dengan kouhai tidaklah dekat, kecuali kalau kau terlibat dalam klub-klub. Karena Madoka dan Hitomi tidak ikut klub apapun, aneh mereka bisa akrab dengan senpai, menurut Sayaka.

"Mereka bertemu di luar sekolah, mungkin. Senpai ini tinggal sendirian, jadi ia mengundang mereka ke rumahnya dan jadi akrab karenanya," saat ini, Homura berpikir, apa ia harus menyebutkan nama Mami Tomoe. Tapi sepertinya masih belum perlu, "Dan kemarin, sepertinya secara tak sengaja aku menyakiti perasaan senpai itu."

"Hm-hm, nggak heran. Akemi-san orangnya dingin sih."

Begitukah kau memandangku, Sayaka Miki, pikir Homura. "Itu... terlalu frontal, Miki-san."

"Eh? Ahahaha, maaf!" Sayaka menjitak kepala dan menjulurkan lidahnya. "Jadi... mereka memintamu minta maaf pada senpai itu?"

"Benar," Homura menyeruput pastanya yang terakhir, ternyata porsi sebesar itu bisa habis juga. Ia pun meletakkan garpu dan mengatupkan kedua tangannya di depan wajah. "Gochisousama."

"Nggak heran, mereka memang orangnya seperti itu," Sayaka menudingkan sendoknya ke arah Homura. "Tapi, kamu juga Akemi-san, nggak boleh menyakiti perasaan seorang senpai sampai begitu."

Bahkan ketika ia tidak mengenal Mami pun, Sayaka tetap membelanya? Menyebalkan.

"... senpai itu adalah seorang yang tak mungkin bisa akrab denganku. Kami tak cocok secara kepribadian dan sikap. Jadi-"

"Ah, orang yang bagaimanapun nggak bisa kamu tolerir, ya? Aku juga ada yang seperti itu..."

Orang itu adalah Kyoko Sakura, pikir Homura. Tapi, si rambut merah itu belum muncul di depan Sayaka, tentunya. Itu membuatnya berpikir. Hubungannya dengan Mami mungkin mirip dengan rivalitas Sayaka dan Kyouko. Saling berlawanan, tapi ketika mereka benar-benar mengenal dengan baik, maka...

Ugh, Homura menggeleng-gelengkan kepala untuk menyingkirkan pemikiran itu. Ia dan Mami? Yang benar saja!

"Tapi... kamu tetap harus minta maaf," Sayaka menyendokkan kare ke dalam mulutnya, dan mengatupkan sebelah mata. "Jadi, aku akan membantumu. Bukan apa-apa, itu karena aku ingin mengenal senpai yang merebut kedua waifu-ku sih."

Tidak, jangan! Kalau Sayaka juga sampai mengenal Mami... maka ia akan terlibat dengan Puella Magi! Lebih dari Madoka dan Hitomi, kali ini, Homura ingin menghindarkannya dari urusan ini!

"Jangan!" Homura beranjak dari kursinya, meraih tangan Sayaka yang tampak kaget. "Senpai itu membawa... pengaruh buruk, aku tak bisa membiarkanmu terlibat juga!"

"H-heh? Pengaruh buruk? Sekarang aku bertambah khawatir!"

Cih, salah bicara. Sekarang si idiot pembela kebenaran itu malah semakin tertarik!

-xXxXx-

Pada akhirnya, Homura tidak bisa menolak Sayaka... karena dia tidak tahan didesak dengan wajah sok imut (yang tidak cocok dengannya). Keesokan sorenya, mereka berdua ada di dekat gerbang sekolah, bermaksud "menyergap" Madoka dan Hitomi yang akan pergi ke tempat Mami sepulang sekolah.

"Mami Tomoe... anak itu cukup terkenal di kalangan para senpai. Pintar dan cantik, tapi hanya terfokus pada kegiatan akademik, nggak pernah terlibat klub, bahkan nggak bersosialisasi dengan anak-anak sekelasnya. Jadi, hanya sedikit yang diketahui tentangnya," Sayaka membaca notes di tangannya. Sepertinya seharian tadi ia mencari info tentang Mami. "Hmm, senpai yang cantik dan misterius, yaa?"

Bisa mendapatkan itu dari sumber lain cukup mengagumkan... kalau saja Sayaka tidak memakai kumis palsu dan kacamata hitam. Apa ia menganggap ini sebagai permainan?

Homura menahan rasa kesalnya, dan berkomentar, "Dan dadanya besar, tidak seperti anak SMP."

"Ya, dan itu... oi! Apa hanya itu kesanmu pada Mami Tomoe-senpai yang kau anggap berbahaya itu?"

Cih, lagi-lagi terseret temponya Sayaka! Homura berdeham, dan berkata, "M-maaf. Maksudku, menarik 2 gadis dalam pesta minum teh, tiap sore... aku tidak tahu apa maunya."

"Makanya itu, sekarang kita selidiki!" Sayaka memelintir kumis palsunya. Homura memandangnya dengan wajah aneh, "Eh, kamu bertanya, 'untuk apa kumis ini'? Saat ini, Sayaka-chan memeluk persona seorang detektif, yang nggak akan melepaskan kasus ini!"

Homura menahan diri untuk tidak menepuk dahinya.

Setelah mencoba meyakinkannya untuk tidak berurusan dengan Mami, pada akhirnya Homura tetap kalah berdebat dan diseret untuk mencari bukti kalau pengaruh Mami itu berbahaya untuk Madoka dan Hitomi... dengan cara menguntit mereka.

Keputusan buruk, mengingat Mami yang tiap hari berburu Penyihir, mereka pasti akan lari langsung ke dalam urusan Puella Magi. Homura terus memikirkan cara untuk menghindari itu, tapi otaknya terasa buntu karena tingkah konyol si rambut biru.

"Ah, mereka datang!" kata Sayaka.

Benar, di kejauhan tampak Mami yang berjalan bersama Madoka dan Hitomi. Ekspresi si senpai masih sedikit sedih, tapi ia memaksakan diri untuk terus tersenyum.

Betapa Homura membenci topengnya itu.

"Sesuai rumornya... cantik, anggun, dan berdada besar. Ukh, dia makan apa sampai bisa sebesar itu?" Sayaka menggigit kuku jempolnya.

"... punyamu nggak kalah dengan Mami," pikir Homura sambil mengamati dada Sayaka. Menyadari pemikiran aneh itu, ia berdeham, "Kalau kita terus berdiri di sini, mereka akan menyadari keberadaan kita, Miki-san."

"Oh, iya! Kalau begitu, kita sembunyi!"

Yang dimaksud Sayaka dengan bersembunyi sepertinya tertukar dengan 'menyamar'... karena ia menyodorkan sebuah kacamata hitam kepada Homura dengan wajah amat pede. Homura memandangnya dengan mulut melongo, tapi Sayaka malah menyembunyikan wajahnya di balik koran. Pasrah pada segala kebodohan ini, Homura pun menurutinya. Tapi, siapa juga yang akan tertipu hanya karena mereka memakai kacamata hitam... terutama Sayaka dengan warna rambut birunya yang mencolok!

Tak lama, rombongan Mami sampai di dekat tempat mereka berdiri (baca: menyamar). Jantung Homura berdegup tak karuan. Kalau ketahuan dengan samaran konyolnya, apa yang harus ia katakan pada trio itu? Lalu, bagaimana dengan imej dingin dan cool yang sudah ia bangun selama ini?

"Hmm..." tiba-tiba Mami berhenti, tepat di depan Homura. Si pejalan waktu tergoda untuk segera memutar perisainya dan kabur ke alur waktu lain...

"Kenapa, Mami-san?" tanya Madoka.

Mami meletakkan telunjuk di bibir dan memiringkan kepalanya, berpikir serius. Kemudian, setelah beberapa saat yang seperti berabad-abad untuk Homura, dia berkata,

"Kalau aku tidak salah ingat, hari ini ada obral untuk bahan-bahan kue... mungkin kalau makan kue manis, mood-ku akan meningkat."

Homura nyaris terjungkal dari posisinya berdiri, tapi pengalamannya di berbagai medan perang menghentikan blunder fatal itu.

"Ah, kalau begitu tunggu apa lagi, Mami-san?" kata Hitomi.

"Tapi... apa tak apa-apa, kalian menemaniku belanja?"

"Paling tidak kami akan membantumu membawanya! Kami merasa tidak enak Mami-san mentraktir makan kue yang lezat terus," kata Madoka.

"Ooh, baik hati sekali kalian. Kalau begitu, baiklah!" Mami menyingsingkan lengan seragamnya, "Untuk malam ini, akan kubuatkan cake super spesial!"

"Eeeh? Apa yang kemarin-kemarin itu belum spesial? Padahal sudah enak sekali, lho!"

"Fufufu, aku belum serius, Shizuki-san."

Ini dan itu mereka bicarakan, sehingga tanpa terasa trio itu sudah berlalu. Setelah situasinya dirasa benar-benar aman, Homura terjatuh berlutut.

"I-itu tadi pengalaman paling mendebarkan yang pernah kualami!" pikirnya, keringat dingin menetes deras. Melawan Penyihir? Menghentikan kontrak Kyubey? Berduel dengan Walpurgisnacht? Semua tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan situasi di mana seluruh imejnya menjadi taruhan!

Dengan wajah kesal dan setitik air mata menggenang di pelupuk matanya, ia memandang Sayaka...

Yang menyeringai sambil membuat tanda peace di tangan kanannya. "Hehehe. Sukses kan? Clark Kent saja bisa menyamar dengan kacamata bening, apalagi kita dengan kacamata hitam!"

Kali ini, Homura benar-benar menepuk dahinya. Keras.

...

Misi mereka belum selesai sampai di situ. Sayaka bersikeras mengikuti Mami dan yang lain, paling tidak untuk menguping hal-hal yang menurut Homura 'berbahaya'. Jadilah Homura ia seret berkeliling kota (mall Grand Mitakihara lebih tepatnya), menjadi semacam stalker dengan alibi (kalau terpergok), bahwa mereka kebetulan lagi jalan bersama. Di tengah itu semua, sepertinya Sayaka sudah memikirkan semuanya...

Setelah kira-kira dua jam stalking...

"Uuu... pada akhirnya yang mereka bicarakan hanya cake, cake, dan kadang-kadang teh. Apa Tomoe-senpai ini seorang baker handal sehingga Madoka dan Hitomi ingin berguru padanya?" gumam Sayaka, sambil menggigit bolpen. Di tangannya terdapat sebuah notes yang berisikan clue-clue penting dari pembicaraan rombongan Mami yang berhasil mereka kuping... yang isinya lebih mirip daftar menu sebuah toko kue.

Homura meneteskan keringat dingin.

"Pembicaraan inti mereka tentu dilakukan lewat telepati... mana mungkin ada yang mau bicara tentang Puella Magi di tengah keramaian," pikir Homura. Ia melepaskan kacamata hitam yang dipakainya, dan berkata, "Kesimpulanmu sepertinya tepat, Miki-san. Aku juga tidak melihat gelagat aneh dari mereka."

Sayaka menolehi Homura.

"Kalau begitu, apa yang membuatmu mengatakan kalau senpai itu 'berbahaya'?"

Homura berkedip sekali, dua kali, lalu menjawab asal dengan wajah poker.

"Pada usia segini, anak gadis SMP mudah sekali terpengaruh. Jika mereka terus bersama Mami Tomoe yang sepertinya beraspirasi menjadi baker handal itu... bisa jadi mereka akan terpengaruh dan ikut-ikutan ingin menjadi baker, melupakan cita-cita mereka yang sebenarnya. Menurutku, itu berbahaya." Itu alasan yang sangat bodoh, Homura mengakui. Bahkan dia mau menampar dirinya sendiri karena telah mengucapkan itu.

Sayaka melongo... lalu tertawa kencang, "Hahahaha! Alasan macam apa itu?! Akemi-san, itu konyol sekali! Dan kupikir di sini kaulah straight man-nya!"

B-berani-beraninya Sayaka menertawainya! Homura mencengkeram frame kacamatanya erat-erat, kesal. Siapa juga yang mengajaknya melakukan ini... dasar idiot!

"Tapi, itu jawaban yang amat diplomatis dari seorang yang diseret berkeliling di luar kemauannya, hmm, hmm," Sayaka melipat lengannya dan mengangguk khidmat. "Kalau begitu, kurasa aku harus mengakhiri penyelidikan."

Homura mengatakan alasan konyol itu juga karena (lagi-lagi) terseret temponya Sayaka-eh, tunggu.

"Kamu mau sudahan?" tanya Homura, tidak percaya dengan apa yang dia dengar.

Sayaka melepas kumis palsunya. "Mm-hmm. Tapi jangan salah sangka, aku masih curiga kepada senpai itu... hanya saja kali ini dia berhasil menutupi jejaknya dengan pintar. Tapi, yah, hari ini sudah cukup. Maaf sudah merepotkanmu."

"Eh...?"

"Dengan kata lain, aku masih percaya padamu, kalau senpai itu 'berbahaya'. Aku berpikir kalau kamu itu pintar dan sepertinya tahu banyak hal-hal yang nggak terduga, Akemi-san. Jadi, sampai aku bisa membuktikan perkataanmu tadi, aku nggak akan menyerah mengungkap kebenaran! Ah, tentunya aku nggak akan melibatkanmu lagi. Sayaka-chan si detektif ternama ini akan berjuang sendiri!" Sayaka memompa lengannya.

Ah.

Satu lagi sisi lain Sayaka yang diketahui Homura saat itu.

Ia tidak mudah percaya dan bekerjasama, tapi sekalinya percaya... maka ia akan jadi seorang yang amat loyal. Homura tersenyum simpul begitu menyadari ini.

Sayaka mengangkat kedua lengannya, menimbulkan bunyi gemeretak yang enak didengar. "Ngggh. Jadi, sekarang enaknya ngapain? Mumpung kita sudah di sini."

"Kamu masih mau jalan-jalan?" tanya Homura. Padahal dia belum jadi Puella Magi, tapi staminanya begitu besar!

"Iya dong! Sejak Madoka dan Hitomi meninggalkanku, aku jadi jarang main!" Sayaka menoleh sana-sini, dan matanya pun berbinar. "Ah, aku tahu! Karena sudah cukup gelap, bagaimana kalau kita makan crepe saja di kios sana? Tentunya, aku yang traktir karena sudah merepotkanmu!"

Tanpa menunggu persetujuan Homura, ia menyeretnya. Si rambut hitam itu sudah kehabisan tenaga untuk menolak...

Lagi-lagi, makanan. Tadi siang juga, Sayaka langsung mengubah sikap negatifnya ke Homura setelah ia menjanjikan mentraktirnya di kantin sekolah... rupanya benar kata orang, cara menarik perhatian seorang gadis yang tengah bertumbuh dan aktif di sekolah adalah dengan makanan!

Atau itu hanya berlaku untuk Kyoko?

Ah, Sekarang Homura tahu kenapa Sayaka bisa menarik Kyoko.

.

"..." Homura melongo melihat crepe penuh topping di genggaman tangannya. Sayaka sepertinya memesankan semua topping yang ada di kios itu! Buah-buahan, es krim, wafer, keju, serpihan biskuit... ugh, melihatnya saja Homura mau mual. Ia tidak suka makanan yang terlalu manis, terimakasih banyak (cake dari Mami-waktu ia masih berteman dengannya-adalah pengecualian).

"Huhu, hebat, kan? Karena sering kemari, aku dapat bonus buat topping-nya! Benar kan, ossan?" Sayaka menoleh ke om-om penjual crepe.

"Itu karena Sayaka-chan sangat manis!"

"Dasar lolicon!" balas Sayaka. Tapi om itu sepertinya tidak tersinggung, dia malah tertawa kencang.

Satu lagi yang diketahui Homura, Sayaka ini orangnya supel, dia mudah bergaul bahkan dengan orang-orang di luar sekolah. Sangat berkebalikan dari para Puella Magi yang dia kenal...

Puas tertawa, Sayaka lalu menolehi Homura.

"Hmm, kenapa? Apa kamu nggak suka makanan yang terlalu manis?" ia bertanya. Saat Homura tidak menjawab, ia berkata lagi, "Tenang saja, om ini sudah sangat ahli! Begitu melihatmu, mungkin dia sudah bisa menakar kadar kemanisan yang pas buatmu!"

"Ahahaha, Sayaka-chan, kamu pikir ossan ini scanner atau apa? Kamu membuatku terkesan sebagai seorang yang selalu mengamati gadis-gadis pelanggan dengan mata mesum!"

"E-eeh?" Sayaka tampak amat terkejut (akting). "Ku-kukira kacamata itu kacamata tembus pandang yang juga bisa mengukur berat badan cewek..."

"Kalau aku punya itu aku nggak akan bekerja di sini, hahahaha!"

Mereka tertawa bersama lagi setelahnya. Di tengah tawanya, Sayaka melirik Homura dan mengedipkan mata, memberi kode kalau Homura tidak perlu ragu.

Maka, Homura menggigit crepe-nya, dan... "Oh?"

Itu tidak semanis yang dia bayangkan. Terasa lembut dan penuh rasa, tapi tidak terlalu manis. Sayaka benar, om ini adalah seorang jenius crepe...

"Siapa kamu sebenarnya, Miki-san? Kamu selalu tahu makanan-makanan paling enak..." adalah perkataan konyol itu yang terucap pertama kali dari mulut Homura.

Sayaka dan si om tertawa kencang mendengar itu.

"Ahahaha! Aku hanya seorang yang suka jajan!" Sayaka mengakui tanpa malu.

Kali ini, wajah Homura memerah, tidak menyangka bisa mengucapkan hal sebodoh itu... ia pun menundukkan kepalanya sambil terus menggigit sedikit-sedikit crepe-nya.

Saat itu Sayaka sudah menghabiskan crepe miliknya (dengan topping yang kurang lebih sama dengan Homura). Ia meremas-remas kertas pembungkusnya dan mencari tempat sampah saat ia menyadari sesuatu. "Hm?"

Di pipi Homura ada sedikit krim yang tercecer. Tanpa ragu, Sayaka mencoleknya... dan dengan diiringi tatapan kaget Homura, menjilatnya. "Hmm, ini masih cukup manis buatku."

"!?" wajah Homura meledak.

Melihat cewek dingin itu merona dahsyat, wajah Sayaka juga ikut-ikutan meledak.

Di kios, sang ossan mimisan menyaksikan itu.

- Part 1/? End -


A/N

Shoutout buat Katzius yang me-review 'Lunch with the Devil' dan memberiku ide menulis HomuSaya! Atau SayaHomu?

Note: Sayaka masuk klub baseball karena waktu menolong Mami, dia bawa pemukul baseball.