Disclaimer : Kuroko no Basuke
belongs to Tadatoshi Fujimaki
But this story is mine
Genre : Romance, Friendship, Humor
.
Rate : T or M for the language (?)
.
Main Cast : Akashi Seijuro and Furihata Kouki
Supporting Cast : Kiseki no Sedai, Kagami Taiga, Kasamatsu Yukio
Warning : OOC, Typo(s), Yaoi
.
Don't Like Don't Read
.
Love Blossom
.
.
Chapter 01
Hujan dari semalam baru saja berhenti pagi ini. Menyisakan banyak genangan cukup besar di sepanjang jalan dan gang-gang sempit di Tokyo. Membuat sebagian besar pejalan kaki harus behati-hati jika tidak ingin terkena cipratan dari genangan air yang sudah bercampur tanah itu. Atau paling tidak cobalah untuk tidak berjalan di dekat genangan air karena kalau tidak, bisa-bisa celana, sepatu, bahkan sekujur tubuhmu yang akan menjadi korban.
SPLASH
"Sial..."
Sebuah mobil melintas. Tak mempedulikan jika seseorang telah menjadi korban ban mobilnya yang melaju dengan kecepatan di atas rata-rata.
Sang korban pun hanya bisa menatap datar mobil yang barusan melintas tanpa tahu etika jika mereka harus menghormati pejalan kaki. Ya setidaknya itulah hal yang sudah seharusnya di lakukan bukan? Menghela napasnya beberapa kali, mencoba untuk tidak menyumpah serapahi mobil berwarna hitam tadi, pemuda dengan rambut cokelat itu pun kembali melangkahkan kakinya menuju ke tempat kerjanya yang letaknya sudah tak jauh lagi.
Setelah berjalan kurang lebih sepuluh menit dari stasiun, akhirnya ia sampai di sebuah toko bunga dengan tulisan 'un coin de soleil'' di depan pintu masuknya. Dan dengan segera membuka pintu toko bunga itu, menyebabkan dentingan lonceng terdengar dengan apiknya.
KLINING
"Selamat datang. Ada yang bisa saya ban─ Ya ampun Furihata! Ada apa dengan bajumu?"
"Seseorang dengan mobil hitam yamg melakukannya. Mungkin dia baru lulus belajar mengemudi dan mendapatkan surat izinnya." Ucap Furihata ketus.
Kekehannya halus pun terdengar menyahuti perkataan pemuda yang di ketahui bernama Furihata tadi.
"Ya, mungkin saja." Ucapnya pada Furihata. "Kalau begitu, aku akan ke belakang sebentar untuk mengambilkanmu pakaian ganti. Jika ada pelanggan tolong kau yang layani dulu."
"Baik, Kasamatsu-san." Jawab Furihata dengan wajah yang masih masam akibat kekesalannya.
Ya, Furihata masih kesal. Jujur saja kalau ia ingin membalas perbuatan si pelaku tersebut. Seenaknya saja menciprati seluruh tubuhnya mentang-mentang ia mengendarai mobil mahal yang harganya tentu saja tak sebanding dengan penghasilan Furihata tiap bulannya.
"Masih kesal?" Pemuda lainnya yang terlihat seumuran dengannya ikut bertanya.
"Tentu saja aku masih ke─" Ada jeda di antara ucapan Furihata ketika menyadari jika ada orang lain selain dirinya di toko itu. "Ku-kuroko?! Sejak kapan kau ada di sini?!" Jeritnya.
Pemuda dengan rambut berwarna biru muda itu hanya tersenyum. Sudah biasa menerima reaksi orang terhadap dirinya yang kehadirannya kadang tak di sadari. "Sudah sejak awal aku di sini Furihata-kun." Ucapnya sambil masih mengerjakan sebuah rangkaian bunga dengan telaten.
"A-ah, begitu rupanya. Maaf aku tidak menyadarinya."
"Furihata, ini pakailah. Cepat ganti pakaianmu. Kau akan terkena flu jika tidak segera menggantinya." Perintah pemuda bernama Kasamatsu yang baru saja kembali setelah mengambilkan kemeja putih miliknya untuk di pinjamkan pada Furihata sebagai pengganti bajunya.
"Terima kasih, Kasamatsu-san. Aku permisi sebentar." Furihata mengambil kemeja itu sebelum dirinya berlalu dan pergi ke ruang ganti bagi pegawai yang bekerja di toko bunga itu.
Kasamatsu tersenyum kecil. Ia sudah menganggap dua pegawai yang bekerja di toko bunga sederhananya ini sebagai adiknya sendiri. Mengingat dirinya yang berusia 5 tahun lebih tua dari Kuroko dan Furihata. Jadi tentu saja Kasamatsu tidak akan tinggal diam melihat Furihata yang tubuhnya basah seperti tadi.
"Kasamatsu-san, rangkaian bunga ini sudah selesai." Kuroko menyerahkan sebuah rangkaian bunga mawar putih di sertai dengan baby's breath di sekelilingnya.
"Terima kasih, Kuroko. Letakan saja dulu di meja. Setelah ini aku akan menyerahkannya pada Furihata untuk segera di antarkannya."
Baru saja Kasamatsu hendak mendatangi Furihata untuk mengeceknya apa sudah selesai berganti baju atau belum, Furihata sudah lebih dulu muncul dari balik pintu yang menghubungkan bagian depan toko dengan bagian belakang toko yang di gunakan sebagai tempat ganti juga istirahat para pegawai.
"Kasamatsu-san aku pinjam baju ini dulu ya? Nanti akan aku cuci di rumah." Furihata berucap pada Kasamatsu yang hanya mengangguk sebagai jawaban.
"Ah, Furihata bisakah kau antarkan rangkaian bunga itu ke alamat yang sudah tertulis di kertas ini?" Tanya Kasamatsu seraya menunjuk bunga hasil rangkaian Kuroko tadi serta menyerahkan secarik kertas berhiaskan tinta hitam.
Furihata membaca alamat yang tertera di kertas itu. Kemudian dirinya mengangguk paham. "Baiklah. Serahkan saja padaku, Kasamatsu-san." Furihata langsung mengambil rangkaian bunga beserta kertas berisikan alamat yang di tuju. Kakinya melangkah menuju pintu depan toko. Namun berhenti setelah menyadari sesuatu.
"Ada apa, Furihata?" Tanya Kasamatsu.
Furihata menggaruk pipinya yang sebenarnya tak gatal. "Ano, aku baru ingat kalau hari ini aku tidak membawa sepeda karena rantai sepedaku lepas. Jadi bagaima─"
"Pakai saja sepeda milikku, Furihata-kun." Ucap Kuroko memotong perkataan Furihata.
"Huwaa! Kuroko kau mengagetkanku saja!" Furihata kembali terkejut ketika Kuroko tiba-tiba saja sudah berdiri tepat di sampingnya.
"Maaf, Furihata-kun. Aku hanya ingin menolongmu."
"I-iya. Kalau begitu aku berangkat dulu Kuroko, Kasamatsu-san!" Pamit Furihata seraya bergegas keluar toko dan menaiki sepeda biru dengan garis hitam yang terparkir tepat di depan etalase toko.
.
.
.
Furihata mengayuh sepedanya dengan napas tak beraturan. Salahkan saja pada si pemilik rumah yang memilih tinggal di tempat dengan jalanan mendaki cukup banyak─hingga membuat baju Furihata basah oleh keringatnya sendiri.
"Ah, rasanya aku ingin mati saja." Furihata menyerah. Akhirnya ia memilih menuntun sepedanya ketimbang mengayuhnya. Membuat kakinya sakit setengah mati saja. Terus-menerus mengayuh sepeda di siang hari begini memang membutuhkan tenaga berlebih. Apalagi jika cuacanya sedang terik. Mungkin kakimu bisa saja terasa lemas hingga kau tak dapat lagi berjalan.
"Aku berhenti dulu saja. Bisa benar-benar mati kalau terus melanjutkan." Furihata berhenti tepat di pinggir jalan sepi yang bahkan tak di lalui kendaraan sejak tadi dirinya masih mengayuh sepedanya. Furihata pun memarkirkan sepedanya kemudian mendudukan dirinya tepat di sebelah sepedanya. Sesekali dirinya telihat memijat kakinya yang sudah kehilangan tenaga itu. Dan akan terus berlangsung kalau saja dirinya tak di kejutkan dengan mobil yang melaju tepat kearahnya.
"HUWAAAA!"
CKIIIIIIT
BRAK
Suara benturan keras terdengar, membuat Furihata harus menutup kedua telinganya. Sepasang matanya tertutup rapat, mungkin reflek akibat keterkejutan dirinya mendengar suara dari benturan tadi. Memberanikan dirinya, Furihata mencoba membuka sebelah matanya. Dan betapa terkejutnya dirinya ketika melihat apa yang telah di tabrak mobil tadi hingga membuat suara sekeras itu.
Sepeda milik Kuroko dan juga rangkaian bunga yang ada di keranjangnya.
Di saat pikiran Furihata tengah berkecambuk tentang bagaimana dirinya harus mengganti sepeda Kuroko dan rangkaian bunga pesanan yang belum ia antarkan, si pemilik mobil dengan santainya keluar dari balik pintu kemudi. Sedikit memperbaiki pakaiannya entah dengan maksud apa. Furihata yang melihatnya dengan segera berdiri untuk menghampiri si pemilik mobil. Meminta agar dirinya bertanggung jawab.
"Hei, kau!"
Lelaki dengan rambut merah itu menoleh. "Apa?"
Furihata bersumpah jika lelaki berkepala merah itu barusan menatapnya dengan tatapan merendahkan. "K-kau harus mengganti sepedaku! Dan juga rangkaian bunga yang sudah kau hancurkan itu!"
Mendengar perkataan Furihata, lelaki tadi menyeringai. "Aku harus mengganti sepedamu? Apa aku tidak salah dengar?"
"M-memangnya kenapa? Wajar kan kalau aku meminta ganti pada orang yang sudah menabrak sepedaku. Lagipula tadi kau juga nyaris menabrakku!"
"Dengar ya, mobilku jadi rusak begitu karena sepedamu yang terparkir di sana. Jadi harusnya aku yang meminta ganti rugi."
"Hah?! Kau sudah gila ya?!" Jerit Furihata tidak percaya dengan apa yang ia dengar. "Jelas-jelas kau yang salah! Siapa suruh melaju di jalanan sepi begini?! Kau kira ini jalan nenek moyangmu?!"
"Ini memang jalan milik mendiang kakekku."
"Kau pasti bohong!"
"Aku ini bukan makhluk rendahan sepertimu yang suka berbohong."
"A-apa?! Kau ini benar-benar! Argh!"
Habis sudah kesabaran Furihata. Dengan kesal dirinya mulai menendangi ban dari mobil berwarna hitam itu. Mobil yang rasanya pernah ia lihat sebelumnya─
─mobil yang mencipratinya tadi pagi.
Ketika menyadarinya, kekesalan Furihata bertambah. Jadilah dirinya juga menendang bagian mobil yang kini terlihat penyok akibat tabrakan tadi.
"Oi, apa yang kau lakukan?"
"Aku sedang menendang mobilmu, sialan! Dasar orang sialan tak tahu diri! Sudah tadi pagi seenaknya menciprati bajuku dengan lumpur dan sekarang kau menghancurkan sepeda milik temanku! Mati saja kau!" Furihata berteriak kesal, jari tangannya menujuk-nunjuk wajah si merah.
Si merah hanya menatap Furihata datar. Kemudian menarik tangan Furihata yang tadi sudah dengan lancangnya menunjuk-nunjuk wajahnya.
"Kali ini dengarkan aku dengan benar ya. Aku tidak mau mengganti sepeda busukmu itu. Kau harusnya bersyukur aku tidak meminta ganti rugi. Jadi sekarang pergilah dan jadi anak baik."
"K-kau.."
"Apa? Kau mau bilang apa lagi? Aku bilang aku tidak akan mengganti sepedam─
PLAK
"DASAR KURANG AJAR! KAU KIRA ORANG KAYA SEPERTIMU BISA APA?! KAU HANYA BISA MEMPERBUDAK DAN MERENDAHKAN ORANG LAIN! DASAR MAKHLUK RENDAH! TAK BERPERASAAN! IBLIS! TAK PANTAS HIDUP! CEPATLAH MATI!"
Furihata melepaskan tangannya yang masih tergenggam oleh si merah dengan paksa. Kemudian ia langsung berlari tanpa mengingat akan sepedanya serta rangakain bunga tak berbentuk yang terabaikan. Dirinya sudah tak peduli lagi. Yang dia inginkan hanya cepat pergi dari tempat itu dan menjauhkan dirinya dari lelaki sialan tadi.
"Brengsek.." Desis Furihata.
Di sisi lain, si merah tengah memegangi pipinya yang terlihat memerah. Dengan senyum tercetak di wajah tampannya, ia berucap.
"Menarik. Mungkin aku akan bermain lagi dengannya nanti."
.
.
.
TBC
.
.
… lagi-lagi ngetik FF absurd bin gaje beginian –" Ini FF pertama Jei dengan AkaFuri sebagai main pairnya, jadi kalau masih agak aneh dan kurang greget harap di maafkan ._.v Dan karena ini FF AkaFuri perdana, jadilah Jei memutuskan di chapter ini sebagai chapter uji coba (?) Kalau banyak respon positif dari para readers, Jei bakal usahakan apdet FF ini secepatnya. Jadi mohon ripiunya ya para readers sekalian ~ Cukup sekian bacotannya, baibai ^o^)/
