Ohisashiburi….
Sudah lama aku tidak menulis fanfiction. Padahal ada beberapa fanfic yang belum sempat kutamatkan, sekarang aku malah menulis serial baru. Hehe gomen ne…ide cerita ini mendesak lebih kuat dibandingkan cerita yang lain. Kupikir kisah dari fanfic ini akan memberikan sedikit pesan moral pada para pembaca. Mudah-mudahan pesan yang ingin aku sampaikan mengena di hati.
Tulisan dalam fanfic ini kemungkinan banyak typo dan salah penggunaan tanda baca, mohon dimaklumi. Selain itu juga, aku banyak menggunakan bahasa Jepang padahal sejatinya author tidak pernah mendapat pendidikan bahasa Jepang, hanya belajar sendiri dan lebih banyak mendengar percakapan berbahasa jepang melalui anime dan dorama. Apabila ada ditemukan kesalahan, mohon dimaklumi.
Fanfic ini ber-rating M untuk jaga-jaga bagi anak dibawah umur. Bukan berarti ada adegan panas. Hanya saja banyak percakapan yang berhubungan dengan dunia orang dewasa. Tapi, bagi kamu yang masih di bawah umur (17 Tahun ke bawah) dan ngeyel membaca fanfic ini, dipersilakan. Daijoubu desu yo. Akhir kata, Otanoshimi ni kudasai.. (( _ _ ))
A MOMENT IN OUR LIFE
A fanfiction of Sasusaku
After story of First Kiss by the River
Chapter 1: Why Are We Never Done It?
Langkah kedua kaki jenjang itu tampak bersemangat. Meski hari telah sore, matahari tengah bersiap menuju persembunyiannya, bunga sakura masih tetap berguguran terbang ditiup angin yang berhembus dengan lembut. Langkah kaki itu berhenti di depan sebuah pintu di lantai dua gedung apartemen yang sudah agak tua. Sebuah kotak bertuliskan "momo" diletakkan di depan pintu, kemudian terdengar bunyi gemerincing. Sebuah tangan tengah memasangkan kunci di lubang kunci pintu itu sampai akhirnya si pemegang kunci menyadari pintu kamar apartemen tersebut tidak terkunci. "Are?" ujarnya heran. Dari suaranya ketahuan kalau dia seorang perempuan. Bola matanya hijau emerald, rambutnya merah muda sewarna bunga sakura diikat ekor kuda. Baju one piece berwarna krem tanpa lengan dengan motif bunga kamelia dengan pas menyelimuti tubuh mungilnya. Sepatu cokelat berhak tinggi 5 cm dengan tali melingkar di sekitar mata kakinya menambah kesan feminin. Ya. Dia seorang gadis.
Dengan tak sabar dibukanya pintu apartemen itu, "Tadaima~" serunya lantang sambil meletakkan tas tangannya di atas lantai lalu melepaskan tali sepatunya. "Tsukareta…." tambahnya.
"Okaeri" sebuah suara datar nan berat menyambut gadis itu.
Gadis itu menoleh ke sumber suara dan segera berlari menghampiri si empunya suara. "Sasuke-kyuuun~". Dipeluknya tubuh itu dengan gemas. Seorang pemuda. Rambutnya hitam kelam, agak panjang dikedua sisi kepalanya, dan di bagian belakang menjulur seperti ekor ayam. Rambutnya tampak setengah basah. Pemuda itu hanya mengenakan handuk menutupi bagian perut bawah hingga pertengahan pahanya, di beberapa bagian tubuhnya masih terdapat sisa-sisa air. Gadis yang memeluknya dibiarkannya begitu saja. Gadis itu mengendus-enduskan hidungnya, sambil mempererat pelukannya (baca:cekikannya) ia berseru pelan,"Sasuke no nioi, aitakatta~"
"Hn. Ore mo." Jawab pemuda itu sambil membalas pelukan si gadis.
"Uso!" gadis itu dengan cepat memindahkan kepalanya dari atas bahu pemuda itu ke depan wajahnya. Ditatapnya mata pemuda itu sambil merengut, "Selama seminggu ini kau tidak mengirimiku email, tidak menelpon, tidak membalas sms, bahkan tidak muncul di soscial media, apanya yang kangen?! Kau tidak mengkhawatirkanku sama sekali." Di kalimat terakhir ia memalingkan wajahnya.
Dengan perlahan pemuda yang dipanggil Sasuke itu melepaskan pelukan si gadis lalu beranjak menuju kamar mandi. "Kau pulang ke rumah orang tuamu, tidak ada gunanya khawatir, lagipula kau bilang akan kembali dalam satu minggu." Ujar Sasuke seraya meraih handuk untuk mengeringkan rambutnya.
"Deshou!" gadis itu memekik. Dihampirinya pemuda itu, ditatapnya lagi bola mata hitam kelam itu. "Setidaknya beri aku ciuman," pintanya manja.
Sasuke menghentikan kegiatannya mengusap-usapkan handuk di kepalanya, dengan segera diciumnya bibir gadis itu. Sebuah kecupan yang singkat.
Gadis itu tersenyum. "Mo ikkai" pintanya memanja.
Sasuke yang memang merindukan kehadiran kekasihnya itu tidak tanggung-tanggung menciuminya dengan lembut.
Gadis itu tersenyum seraya kembali memeluk tubuh Sasuke, "Daisuki" ujarnya.
"Hn. Ore mo."
Tidak sampai satu menit mereka berpelukan, sebuah suara menyadarkan mereka. Suara ponsel Sasuke.
"Chotto gomen" ujar Sasuke seraya meraih ponselnya yang terletak di saku jaketnya yang menggantung di dekat tempat tidur. "Ah, baito di konbini. Aku diminta segera kesana." Segera setelah mendapat pesan itu, pemuda yang masih mengenakan handuk itu segera mengambil pakaian lalu menggantinya. Sementara itu, gadis berambut merah muda itu duduk sambil melihat isi pesan di ponsel sang pacar.
"Shift-ku besok mulai jam 3." Gadis itu menghela napas ringan lalu menoleh ke arah Sasuke yang tengah memasukkan salah satu kakinya ke lubang celana panjang, kemeja bergaris yang dikenakannya belum dikancing sepenuhnya. Ia tampak terburu-buru. Dihadapkannya ponsel lipat hitam milik pemuda itu sambil menyalakan kamera. "Sasuke-kun lihat kesini!"
Sasuke menoleh tepat disaat dia telah berhasil memasukkan satu kakinya ke celana panjangnya. "Cekreek" suara shutter kamera ponsel menandakan sebuah foto telah berhasil diambil. "Oi, kau memotretku dalam keadaan setengah telanjang!"
Gadis bermata emerald itu tertawa cekikikan melihat foto dalam yang baru saja diambilnya. "Daijoubu desu yo! Akan kukirim ke hapeku." Seru gadis itu sambil mengambil ponselnya dari dalam tas tangannya yang masih terletak di sebelah rak sepatu dekat pintu masuk.
"Chotto, Sakura!" Sasuke berusaha meraih ponselnya kembali tetapi tidak berhasil karena kakinya sulit melangkah, akhirnya ia terjatuh di kasur. Dilanjutkannya lagi memakai celana dengan cepat. Sementara itu, gadis yang ia panggil Sakura sudah berhasil mengambil ponselnya dan bersiap mengirim foto itu ke ponselnya.
"Shoshin!" teriak Sakura bersemangat.
Sasuke menghela napas pasrah. "Jangan disebarkan!" teriaknya.
"Teehee.. ini untuk koleksi pribadi. Mana mungkin kusebar. Hai!" Sakura memberikan ponsel hitam itu kepada pemiliknya yang dengan segera dibuka hendak mencari foto tadi. "Fotonya sudah kuhapus." Ujar Sakura cekikikan.
Sasuke kembali menghela napas pasrah, "Omae.." ia terdiam sejenak. "Setidaknya biarkan aku melihatnya!" dicobanya merebut ponsel Sakura yang berwarna merah muda dengan corak bunga sakura dai tangan pemiliknya meskipun tidak bisa karena Sakura dengan cekatan memindahkan posisi ponselnya.
"Daijoubu! Aku tidak mungkin menyebarkannya."
"Dakara… biarkan aku melihatnya dulu"
"Dame da yo!" Sakura berusaha menjauhkan ponselnya dari tangan Sasuke.
"Omae" Sasuke terdengar pasrah.
"Aaahhhh….kalo tidak segera berangkat kau bisa terlambat Sasuke-kun."
"Ah.." Sasuke segera mengambil jaketnya yang berwarna hijau lumut, mengenakannya dengan cepat lalu melangkah cepat menuju pintu depan. Sambil menyandarkan tangan kirinya ke dinding ia memakai sepatu. "Jya, ittekimasu" ia membuka pintu lalu melangkah keluar.
"Itterasshai.." Sakura mendekati pintu depan yang baru saja ditinggalkan Sasuke sambil melihat sosok itu menuruni tangga. Ia pun melangkah keluar sampai di pembatas, ia mendongak ke bawah, dilihatnya Sasuke sedang mengambil sepeda. Pemuda itu menoleh ke atas sambil melambaikan tangan sebelum mulai mengayuh sepedanya meninggalkan gedung apartemen tua itu. Sakura membalas lambaian tangannya sambil tersenyum. "Daisuki!" teriaknya sambil meletakkan kedua tanggannya di sisi kiri dan kanan mulutnya.
"Urusai na!" teriak Sasuke tanpa menoleh. Ia mengayuh sepedanya sambil tersenyum tipis. "Yosha..!" bisiknya.
Sakura terus berdiri di pembatas apartemen sambil mengikuti arah pergerakan Sasuke, sampai akhirnya sosok pemuda itu menghilang di kejauhan. Ia berbalik, hendak masuk ke dalam kamar, namun baru disadarinya kotak yang ia bawa dari kampung halamannya masih di luar. Diangkatnya kotak itu lalu dibawanya masuk ke dalam. Saat ia meletakkan kotak itu di meja dapur kecilnya ponselnya berdering pendek. Sebuah email dair Sasuke.
[Makan malammu kuletakkan di lemari pendingin, hangatkan sebelum dimakan].
Sakura segera membalas email itu, [Arigatou, Sasuke-kun daisuki yo!]
[Baka!
Ore mo]
Di sebuah café beberap gadis berkumpul dalam kelompok. Salah satu diantaranya memiliki rambut berwarna ungu lavender, bola matanya abu-abu. Dari raut wajahnya ia seperti sedang ingin mengatakan sesuatu tetapi terus ditahannya. Berhadapan dengan gadis ungu itu, duduk seorang gadis bercepol dua mirip ikatan rambut gadis Cina di film-film, kebetulan gadis itu memakai pakaian Cina berwarna merah bata. Di sebelah kanan gadis berpakaian ala Cina itu duduk seorang gadis dengan rambut pirang diikat ekor kuda. Ia sedang menyeruput minuman dingin di hadapannya sambil sesekali mendongak ke arah pintu café.
"Osoi!" teriak si gadis pirang kesal.
Gadis ungu lavender yang sedari tadi gelisah mencoba menenangkannya. "Sakura-chan mungkin ketiduran. Bukankah dia baru kembali dari kampung halamannya sore tadi."
"Ma…ii n desu yo!" ujar gadis bercepol dua acuh seraya menyedut minumannya. "Jadi, sebenarnya apa yang akan diskusikan, Hinata-chan?"
Gadis yang dipanggil Hinata terperanjat mendengar pertanyaan gadis bercepol dua itu. Disentuhnya rambut ungu di sebelah kanan wajahnya lalu memindahkannya ke belakang telinganya. "E…e..eto..," ia berujar gugup. Bola mata abu-abunya melihat ke bawah ke kiri dan ke kanan entah pada apa, nafasnya tampak berat. Ditariknya nafasnya dalam-dalam lalu menghelanya perlahan. Di tatapnya kedua gadis dihadapannya bergantian. "Anu..sebenarnya aku… Ah Sakura-chan!" belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, sosok yang sedang mereka tunggu memasuki pintu café.
"Osu!" dengan girang Sakura menghampiri ketiga gadis itu. "O-hi-sa-shi-bu-ri…" ujarnya seraya duduk di sebelah Hinata.
"Osoi!" seru gadis bercepol dua.
Sakura tertawa ringan. "Hehe gomen ne.. tadi aku makan malam dulu, hamberger buatan Sasuke, chou saikou oishi! Teehee" ia berkata sedikit pamer.
"Ii ne… aku juga mau makan hamburger buatan Sasuke." Si gadis pirang berkata sambil membayangkan seolah-olah dia sedang makan hamburger.
"Atashi mo…." Gadis bercepol dua menimpali.
"Dame desu yo ne." Sakura berkata sambil mendekatkan wajahnya ke wajah kedua gadis yang sedang berdelusi di hadapannya itu. "Minta dibuatkan oleh pacar kalian masing-masing!"
Kedua gadis itu memalingkan wajahnya.
"Muri ja….Sai-kun hanya terampil dalam kaligrafi dan lukisan. Tidak mungkin kubiarkan tangannya menyentuh pisau dapur. Tangannya adalah aset terpenting untuk masa depan kami." Gadis pirang kini berkata sambil berdelusi tentang dirinya dan sang pacar di masa depan.
"Kalau Neji-kun….." Gadis bercepol dua berkata sambil mengingat beberapa kejadian yang berhubungan dengan makanan buatan pacarnya. "Yappari, muri desu ne… aku sudah dua kali keracunan masakan buatan Neji!" ia seperti sedang menangis menelungkupkan wajahnya di atas meja.
"Hohohohoho…" Sakura menunjukkan tawa kemenangan. "Sasuga,, watashi no Sasuke-kun wa saikou desu ne…" ujarnya dengan cepat dan dengan rasa bangga. "Terus, gimana dengan Naruto-kun, Hinata-chan?" tanya Sakura seraya menatap ke arah Hinata yang duduk di sebelah kanannya. Dilihatnya Hinata terdiam seolah sedang berada di dunia lain. Senyum di wajah Sakura seketika berubah. Ia penasaran dengan keadaan sahabatnya itu. "Hinata-chan? Doushita no?"
"I iya..betsuni." jawab Hinata dengan cepat sambil menunduk. Melihat reaksi Hinata, gadis lainnya terdiam sambil menatap Hinata dengan serius. Jelas bahwa Hinata sedang menemui masalah yang berhubungan dengan pacarnya, Naruto. "Sebenarnya…." Suara Hinata terdengar begitu pelan sehingga ketiga gadis didekatnya mencoba memasang telinganya lebih dekat dengan sumber suara, mencoba mendengarkan lebih seksama. "…aku…sepertinya…ha.." ia berhenti di tengah sebuah kata.
"Ha…? Nani?" tanya Sakura dengan suara pelan.
Hinata menoleh kepada Sakura lalu berkata, "Anu…se..sepertinya…aku.. aku.." Hinata memandangi teman-temannya secara bergantian. Dilihatnya teman-temannya mengharapkan ia menyelesaikan kalimatnya. Ia pun melanjutkan, "Aku…ha..hamil."
"Haaahhh…" ketiga gadis itu menghela nafas seolah sedang merasa lega.
"Aku sampai menahan nafas, aku kira apa." Ujar si gadis pirang.
"Aku juga. Kupikir aku akan kehabisan nafas." Gadis bercepol dua menimpali.
Sakura pun turut berkata, "Kupikir kau putus dari Naruto. Ternyata kau hanya hamil….?" Diakhir kalimatnya Sakura terdiam. Ia mulai menggunakan otaknya. Dipandanginya gadis pirang dan gadis bercepol bergantian. "Eeeeeeeehhhh!?" bersamaan dengan kedua temannya ia berseru lantang. "Chotto mate!" Sakura menghentakkan tangannya di atas meja seraya menatap Hinata lekat-lekat. "Kapan kau dan Naruto menikah?"
Gadis pirang dan gadis bercepol dibuat sweatdrop oleh pertanyaan Sakura.
"Nee Sakura-chan," kata gadis pirang sambil menyilangkan kedua tangannya di dada. Lalu melanjutkan kalimatnya,"Jangankan menikah, Naruto bahkan tidak diterima oleh keluarga Hyuuga. Iya 'kan, Tenten-chan?" diakhir kalimatnya ia melirik gadis bercepol disebelahnya.
"So desu yo ne" jawab gadis yang dipanggil Tenten sambil manggut-manggut. "Bahkan Neji-kun juga menentang hubungan Hinata dengan Naruto."
"Maji de?" tanya Sakura semakin merasa kasihan terhadap Hinata. "Aku yang membantu mereka jadian, apakah ini salahku?" Sakura tampak frustrasi.
Hinata tiba-tiba menengahi, "Ti..tidak, Sakura-chan." Ia berkata sambil menata Sakura. "Aku sangat berterima kasih karena kau membantu hubunganku dengan Naruto."
"Ah, tidak justru aku yang berterima kasih karena kau dan Naruto yang membuat aku dan Sasuke jadian." Sakura berkata dengan cepat. "Tapi,…" sakura berpikir di tengah kalimatnya. "…kalau kau dan Naruto belum menikah,…" matanya memandang ke bawah seolah sedang berpikir lalu melanjutkan kalimatnya, "Bagaimana kau bisa hamil, Hinata-chan?"
Pertanyaan Sakura membuat ketiga temannya terdiam. Dipandanginya mereka satu persatu. Saat mata Sakura bertemu dengan mata si gadis pirang, mata si gadis pirang segera berpaling, begitu pun yang terjadi saat matanya bertemu dengan mata Tenten. Ketika matanya bertemu dengan mata Hinata, justru dirinya yang memalingkan pandangannya.
"Maksudku,.." Sakura berkata sambil memikirkan kata-kata yang akan ia ucapkan. "anu…bukankah untuk bisa hamil kau harus menikah dulu..?"
"Gomen nasai" bisik Hinata.
Sakura tertawa canggung.
Tenten secara mengejutkan berkata seperti sedang berguman, "Ini pasti salah si jabrik! Dia pasti tidak mau menggunakan kondom, makanya Hinata sampai hamil. Padahal sudah sering kuperingatkan untuk berhati-hati. Neji-kun saja sangat berhati-hati kalau sudah mengenai itu."
"Eh?" Sakura dibuat bingung.
"Si jabrik tidak tau diuntung! Sampai kapan dia mau melakukan kecerobohan seperti ini. Memangnya dia siap menjadi ayah! Kalau Sai-kun sih tidak mungkin melakukan kebodohan seperti itu." Si gadis pirang menimpali.
"Huh?" Sakura semakin bingung. "Chotto mate!" Ia menunjukkan tanda "STOP" dengan kedua tangannya. Ditatapnya kedua temannya bergantian. Ia menghela napas perlahan. "Kondom?" Ia memasang wajah 'apa maksudnya ini' kepada kedua teman dihadapannya. "Apa selama ini kalian sudah melakukan….se…ss…sss…ssss…se…seks?"
"Tentu saja. Bukankah itu hal yang normal?" jawab Tenten.
"Normal?" Sakura tampak syok mendengar jawaban Tenten, matanya dengan cepat menatap si gadis pirang, "Ino-chan mo?"
Gadis pirang yang dipanggil Ino mengangguk. Tiba-tiba terlintas sebuah pikiran di pekalanya, iapun berkata, "Eh, masaka…kau dan Sasuke belum melakukannya?"
"Eh? Seriusan?" Tenten menatap Sakura tajam.
"Padahal kalian sudah pacaran selama 3 tahun bahkan sudah enam bulan ini tinggal bersama." Hinata berguman tidak percaya dengan kenyataan itu.
"Kawaisou ne.. Sasuke-kun ga.." kata Ino menambah syok Sakura.
Lelah dengan percakapan yang baru saja ia lakukan dengan sahabat-sahabatnya, Sakura memasuki pintu apartemennya dengan lemas. "Kenapa? Kenapa hanya aku yang belum melakukannya?" tanyanya dengan suara berbisik entah pada siapa. "Normal katanya? Sejak kapan seks pranikah itu normal?" diletakkannya sepatunya secara sembarangan. Tas tangannya ia lempar ke atas tempat tidur. Cepat-cepat ia lepaskan jaketnya lalu berbaring diatas kasur dalam posisi telentang. "Kenapa? Padahal aku dan Sasuke tinggal bersama. Apa dia tidak menyukai tubuhku? Apa aku bau badan?" diendusnya bagian ketiaknya, "ah…masih bau deodorant." Lalu kembali dipandanginya langit-langit kamar apartemen yang terbilang sempit itu sambil berteriak, "Nandeeee?"
Saat Sakura membuka matanya, ada sosok Sasuke berbaring disebelahnya. Sambil mengerjap-kerjapkan matanya, Sakura mengingat hal-hal yang dilakukannya semalam. "Aku ketiduran," gumannya sambil beranjak dari tidurnya.
Sasuke yang setengah bangun berujar, "Semalam saat aku sampai di rumah, kulihat kau tertidur mengenakan handuk, jadi kupakaikan T-shirt."
"Ah" serunya seraya meletakkan kedua tangannya di dadanya. Dilihatnya T-shirt yang ia kenakan. Otaknya mulai memutar ulang kejadian semalam. 'semalam, aku mau menggoda Sasuke tapi malah tertidur, baka baka baka' dihentakkannya kepalanya ke tempok dengan pelan.
"Bisa-bisanya kau tidur hanya mengenakan handuk. Kau sudah hilang akal ya…" kata Sasuke agak berbisik dengan suara yang sedikit serak. Matanya masih terpejam dengan tubuh terbungkus selimut. Dengan perlahan ia membalikkan tubuhnya lalu mengambil jam tangan di meja dekat tempat tidur dengan tangan kanannya. Dilihatnya jam tangan itu dengan mata yang masih sayu. Jarum pendek menunjuk angka tujuh dan jarum panjang menunjuk angka satu. ia beranjak dari tidurnya dengan perlahan. "Aku ada kuliah pagi. Dan kau baito di toko buku dari jam sembilan. Aku akan mandi duluan," ujarnya sambil meregangkan badannya. Ia pun berdiri dan melakukan gerakan-gerakan sederhana untuk melemaskan badannya.
"Nee, Sasuke-kun.." panggil Sakura.
Sasuke masih dalam kesibukannya. "Hn? Nani?" ujarnya sambil berkacak pinggang lalu menggerakkan dadanya ke samping kiri dan kanan bergantian.
"Nee… semalam aku dan Ino-tachi membicarakan tentang kehamilan Hinata..." jawab Sakura terdengar ragu-ragu. Ia menghentikan kalimatnya di tengah-tengah. Sementara Sasuke menghentikan gerakan exercise-nya dan menoleh ke arah Sakura. Pandangan mereka bertemu. "Anu…mereka bilang kalau…se..seks itu hal yang normal…mereka sudah melakukannya sejak SMA.." Sakura berkata dengan gugup. Suaranya terdengar ragu-ragu untuk berkata. Tapi ia tetap melanjutkan, "anu…bukan maksudku mempertanyakan ini…tapi aku agak penasaran….Sasuke-kun… kenapa kita tidak pernah melakukannya?" Diakhir kalimatnya Sakura menatap Sasuke dengan raut wajah yang agak menyedihkan. Puppy Eyes Attack.
"Hinata hamil?" Guman Sasuke terdengar syok. Ia tampak sedang memikirkan sesuatu.
'Eh? Apa aku sedang diabaikan?' pikir sakura tak kalah syok. "Sasuke-kun?" panggilnya kembali menggunakan PEA (Baca: Puppy Eyes Attack).
"Ah gomen. Aku sedang berpikir. Apa Naruto sudah tahu?"
Sakura menggeleng. 'Ternyata dia benar-benar mengabaikanku' pikir Sakura mulai kesal.
"So ka..." ujar Sasuke sambil menghela napas ringan. Ia melanjutkan berguman, "Si bodoh itu melakukan kesalahan fatal. Ma…bukan urusanku. Aku mandi dulu.." Saat Sasuke akan melangkah ke kamar mandi Sakura mencegatnya.
Sambil berkacak pinggang ia berkata dengan kesal, "Chotto…kenapa kau mengabaikan pertanyaanku?"
Sasuke yang juga sedang berkacak pinggang menoleh ke kanan dan ke kiri menghindari tatapan tajam Sakura. "Saa" ujarnya kebingungan.
Sakura memasang wajah seperti orang yang akan menangis, di tariknya kaos yang dikenakan Sasuke di bagian dada lalu berkata, "Sasuke-kun, apa kau.. g..gay?"
"Hah? Darimana kau mendapatkan ide bodoh seperti itu?" sahut Sasuke tidak percaya dengan pemikiran pacarnya yang ia tahu benar sangat lugu.
"Kalau begitu, kenapa? Kenapa kita tidak melakukan se…se..seks sampai sekarang padahal kita tinggal serumah?" tanya Sakura sambil menarik-narik kaos Sasuke, kelakuan manjanya kumat. "Nande? Nande?"
Sasuke menghela napas pasrah. Dipegangnya kedua pundak Sakura untuk menghentikan pergerakannya. Mereka saling menatap untuk beberapa saat. Sasuke lalu berkata, "Dengar, apa kau ingat pertama kali aku ke rumahmu dan bertemu dengan ayahmu?"
Sakura menggeleng dengan cepat. Jelas ia lupa.
"Sudah kuduga." Sasuke menghela napas. Ia berpikir sejenak lalu bercerita singkat tentang pertemuannya dengan ayah Sakura.
Flashback start.
Liburan musim panas segera tiba, suara serangga khas musim panas memenuhi telinga ditemani teriknya sinar matahari. Dengan mengenakan seragam sekolahnya Sasuke yang saat itu kelas 2 SMA berdiri di depan pintu sebuah rumah yang berisi plat nama "Haruno". Dengan pasti ia memencet bel rumah itu. Tak berapa lama pintu itu terbuka. Sosok pria setengah baya berkumis menyambut Sasuke dengan raut wajah 'kau mau apa?'.
Dengan sopan dan tanpa ragu Sasuke bertanya, "Apa Sakura-san ada?"
"Apa kau teman Sakura?" tanya pria setengah baya itu menyelidik. "Lagipula bagaimana mungkin dia punya teman lelaki sementara dia bersekolah di sekolah khusus perempuan?"
"Boku wa Sakura-san no kareshi desu. (baca: Saya pacarnya Sakura-san)" Kata Sasuke dengan mantap.
"Hmm..?"
Entah bagaimana, Sasuke dipersilakan masuk ke dalam rumah dan dibiarkan duduk di ruang tamu. Di atas meja didepannya terhidang secangkir teh yang dibawakan oleh seorang wanita setengah baya yang ia yakini sebagai ibu Sakura. Wanita itu duduk di dekat pria setengah baya yang sedari tadi menatap tajam pada Sasuke tanpa mengatakan sepatah katapun. Sasuke yang memang telah menyadari tatapan tajam dari pria itu hanya menatap ke depan entah pada apa.
Deheman yang seolah dibuat-buat oleh si pria setengah baya membuat Sasuke menoleh kepada pria itu. "Otou-sama" ujarnya sambil meletakkan kedua tangannya di atas pahanya. "Sebaiknya anda minum teh dulu." Tambahnya.
Ibu Sakura yang sedari tadi tertarik dengan keberadaan Sasuke dan sepertinya ingin mengajukan banyak pertanyaan tapi takut dengan sang suami berkata dengan gugup, "Deshou" ia segera mengulurkan tangannya hendak mengambilkan teh untuk suaminya.
"Aku tidak sedang membutuhkan teh." Ujar ayah Sakura yang seketika membuat sang istri menghentikan gerakannya lalu kembali duduk. "Katakan, sudah berapa lama kau pacaran dengan putriku dan apa saja yang sudah kalian lakukan? Sudah sampai sejauh mana hubungan kalian dan bagaimana kalian bisa sampai pacaran?" tanya ayah Sakura bertubi-tubi.
Dengan tenang Sasuke menjawab, "5 bulan. Hubungan kami hanya sampai sebatas ciuman. Aku yang mengajaknya pacaran."
Ibu Sakura tersenyum geli mendengar jawaban Sasuke. "Nani….bukankah seharusnya pertanyaan itu tidak usah dijawab. Nee Otou-san?" kata ibu Sakura sambil tertawa kecil.
Ayah Sakura yang keheranan mendengar jawaban Sasuke menghela napasnya beberapa kali lalu berkata, "Anak muda, kalau kau melakukan hal-hal yang melebihi hubungan kalian saat ini aku akan mematahkan tulang-tulangmu. Begini-begini aku adalah seorang instruktur karate, mematahkan tulangmu bukan hal yang sulit bagiku."
"Hai, wakarimashita" sahut Sasuke sambil mengangguk.
Setelah mendengar jawaban Sasuke, ayah Sakura berdiri lalu berkata, "Minumlah tehmu, Sakura akan pulang sebentar lagi." Ia pun melangkah meninggalkan ruang tamu.
Ibu Sakura yang masih duduk di tempatnya terus menerus memandangi Sasuke sambil tersenyum. "Ini pertama kalinya ada seorang pemuda bertamu ke rumah ini. Sejak SMP Sakura bersekolah di sekolah khusus perempuan, aku tidak menyangka dia bisa memiliki pacar. Ayah pasti syok. Maaf atas kelakukan suamiku ya.."
"Ah, tidak apa-apa. Maaf karena aku datang secara tiba-tiba."
"Daijoubu. Sekali-sekali ayah harus diberi kejutan…"
Pintu depan rumah itu tiba-tiba terbuka dan muncul sosok Sakura yang mengenakan seragam sekolah. "Tadaima" ujarnya.
"Okaeri nasai" sahut sang ibu.
"Okaeri" Sasuke ikut menyambut.
"Sasuke-kun? Kau sudah datang?"
Flashback end.
Semakin diingat-ingat, Sasuke semakin sadar kenapa Sakura tidak tahu kapan pertama kali dirinya bertemu dengan sang ayah.
"Naruhodo.." kata Sakura sambil manggut-manggut setelah mendengar penjelasan Sasuke.
"Tapi, sebenarnya ada alasan lain kenapa aku tidak pernah membahas mengenai seks."
Sakura memiringkan kepalanya 45 derajat ke kanan sambil mengerutkan keningnya. "Nani?"
"Kalau yang itu biar kusimpan untuk diriku saja." Sasuke melepaskan pegangannya dari pundak Sakura lalu beranjak menuju kamar mandi.
"Ehhh..nande da yo…"
Meskipun Sakura masih belum mengerti sepenuhnya mengenai alasan dirinya dan Sasuke tidak melakukan seks selama ini, ia sudah merasa puas mendengar Sasuke bukanlah gay. Itu sudah cukup baginya. Ditambah lagi, hari ini ia tahu kenapa ayahnya dengan mudah memberikan ijin kepada Sasuke untuk mengajak dirinya tinggal bersama. Ia masih ingat kata-kata ayahnya saat ia meminta ijin tinggal bersama Sasuke, 'kalau dengan Sasuke, ayah mengijinkan'. Sesederhana itu. Semudah itu ayahnya memberikan ijin.
Sakura terduduk di tempat tidur. Sambil berpikir ia berguman, "Kupikir ayah menyerah mengenai aku. Kupikir ayah menganggapku tidak berharga sebagai putrinya. Aku tidak tahu kalau ayah ingin mematahkan tulang Sasuke." Ia tertawa ringan.
Secara mengejutkan pintu kamar mandi dibuka oleh Sasuke, ia mendongakkan kepalanya keluar memandang ke sosok Sakura. "Mengenai Hinata. Kupikir sebaiknya dia memberi tahu Naruto tentang kehamilannya."
Sakura tersenyum geli melihat kelakuan Sasuke. Sasuke yang ia kenal kaku dan dingin. Siapa yang menyangka ia memiliki kepedulian yang besar pada teman-temannya. "Hai!" sahut Sakura mengangguk, tak lupa disertai senyum.
==========end of chapter 1==========
To be continued…..
Review onegaishimasu… (^_^)v
