Faded

pt1

BGM: Alan Walker Cover – Faded Accoustic Version

"Jingyoung, bangunlah!"

"JINYOUNG-AAAAH~!"

"Jinyoung hyung, sadarlah..."

Suara-suara itu...

Suara JB, Jackson, bahkan Yugyeom.

Jinyoung dapat mendengarnya dengan samar. Penglihatannya kabur sejenak dan kepalanya tiba-tiba terasa berat.

"Kurasa dia selamat…" Suara Youngjae terdengar ragu sesaat setelah melihat pergerakan tangan Jinyoung.

"Sal... sal... sallyeo...sallyeojuseyo..." Dengan susah payah Jinyoung mengucapkan kata tersebut. Dirinya merasa terancam. Tubuhnya terombang ambing. Dan air terasa sedang mengelilinginya.

"Kami sudah menolongmu, Jinyoung-ah! Kumohon sadarlah!" Suara Jackson terdengar jelas di telinganya.

"Jack... Jackson?" Jinyoung kembali bergumam. Matanya telah sepenuhnya terbuka. Dan terlihatlah dengan jelas wajah Jackson. "Ja-Jackson-ah..." Jinyoung terbata, masih belum mengerti dengan apa yang baru saja terjadi padanya.

"Eoh?" Jackson yang berada di hadapannya kini benar-benar sudah menangis.

Jinyoung merasa tubuhnya di angkat dan kemudian di letakkan di atas permukaan yang berpasir.

"Jinyoung-ah, neo gwenchana?" JB yang rupanya tadi bertugas membopong tubuh Jinyoung bersama Yugyeom menampakkan wajahnya.

"Aku..." Jinyoung masih tidak bisa berpikir. Ditatapnya wajah JB dan Jackson yang terlihat berantakan. Youngjae dan Yugyeom juga basah dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Kita... Dimana ini?" tanya Jinyoung saat matanya menatap ke sekeliling. "Apa yang terjadi?"

JB menunduk, menahan gejolak perasaan yang membuncah di benaknya. "Uri..."

"Dimana Mark hyung?" Tiba-tiba Jinyoung menyela ketika menyadari ketidakhadiran Mark. "Dan Bambam?"

Memang benar. Kedua orang itu tak terlihat dimana-mana. Hanya ada mereka berlima. Jackson, Youngjae, dan Yugyeom bahkan kini menangis begitu pilu.

"Yaa, apa yang sebenarnya terjadi?Dimana Mark hyung?" tanya Jinyoung sambil mengguncang tubuh JB.

"Bencana..."

"Bencana alam?" Jinyoung terlalu cepat menyimpulkan sendiri. "Apa? Gempa? Tsunami?"

"Ombak besar..." Rahang JB semakin mengeras. "Kami berhasil menyelamatkanmu. Tapi Mark..."

"Mark hyung!" Jinyoung bangkit berdiri dan berlari menuju pantai yang ada di hadapannya tanpa menghiraukan teriakkan teman-temannya di belakang.

Entah itu bencana atau apa, Jinyoung tidak mau menerima kenyataan kalau Mark tidak ada untuk saat ini. Apa yang dikatakan JB, dia tidak mau percaya. Jinyoung sendiri merasa bingung dengan keanehan ini. Dia tiba-tiba di pantai bersama ke empat member lainnya. Dan Mark tiada?

Belum sampai menyentuh bibir pantai, seseorang menangkap tubuh Jinyoung dan mencegahnya.

"Lepaskan!" Jinyoung meraung sambil berusaha melepaskan diri. Tapi lengan yang melingkar di perutnya terlalu kuat. "Kubilang lepaskan!"

"Jinyoung, jangan!" Suara itu... Suara JB.

Entah apa yang membuatnya jadi seperti ini, tapi Jinyoung bahkan menolak untuk menoleh ke belakang. Tatapannya hanya terfokus ke depan, ke bentangan laut lepas yang begitu biru dan luas. Ombak yang bergerak-gerak seolah memanggilnya untuk mendekat.

"Mark hyunggg~" Jinyoung hampir mengangis ketika menggumamkan nama itu.

"Mark hyung sudah tiadaaaa~!" Jackson rupanya ikut mencegah. Dan teriakkannya terdengar menyayat hati.

"Tidak!" Jinyoung menolak untuk sependapat. Mark mungkin saja masih hidup. Dia harus mencarinya. "Lepaskan aku!"

Jinyoung kembali mengamuk. Tapi kekuatannya kalah oleh JB dan Jackson yang semakin kuat menariknya menjauhi pantai.

"Andweeeee~" Tangis Jinyoung pecah seketika. "Mark hyuuunnnggggg~!"

"Mark hyung!"

Seketika Jinyoung membuka matanya lebar. Teriakannya barusan yang membangunkannya dari mimpi buruk. Tubuhnya yang berkeringat meringkuk di atas ranjang.

Pupil matanya bergerak dengan cepat untuk melihat kondisi di sekitarnya. Bukan pantai, melainkan sebuah kamar. Kamarnya sendiri.

"Hhhhh~" Jinyoung menghela napas lega dan memejamkan matanya sejenak. Jadi dia tadi benar-benar hanya sedang bermimpi. Tapi kenapa terasa seperti kenyataan?

Pertanyaan itu mengingatkan Jinyoung pada seseorang.

Mark.

Kenapa perasaan kehilangan yang dirasakannya di dalam mimpi tadi terasa begitu nyata?

Jinyoung menarik tubuhnya bangkit dengan cepat. Membuka pintu kamar dan melangkah lebar-lebar menuju suatu tempat. Bahkan dia melewati begitu saja JB yang sedang duduk santai membaca koran.

Jinyoung langsung membuka pintu kayu yang sedari tadi menjadi fokus utamanya tersebut, kamar Mark.

Mark, dengan rambut pirangnya, ada disana. Yang tadinya sedang membelakangi pintu, lalu tiba-tiba menoleh karena kehadiran Jinyoung yang membuatnya terkejut.

Jinyoung menatap sosok di hadapannya tanpa berkedip. Mark hyung yang dicintainya itu masih berdiri disana. Terlihat sehat dan segar bugar.

"Wae?" Yang ditatap merasa keheranan.

Tanpa pikir panjang, Jinyoung langsung berlari memeluk Mark dengan erat.

"Yaa, wae irae?" Mark semakin kebingungan.

"Hiks~" Jinyoung kembali terisak, tapi berusaha sebisa mungkin untuk tidak menangis.

"Yaa, kenapa kau menangis?" Mark terdengar cemas.

Jinyoung menelan ludahnya dengan susah payah. Tenggorokannya kering sehabis berteriak di dalam mimpi tadi. "Tadi..." Jinyoung berdeham sejenak untuk menghilangkan suara seraknya. "Aku bermimpi buruk..."

Jinyoung tak sanggup. Dia kembali berurai air mata.

"Mimpi apa?" Mark menarik tubuhnya menjauh sedikit supaya bisa melihat wajah Jinyoung yang sudah bersimbah air mata.

"Aku bermimpi... Ada bencana..." Jinyoung menceritakan sambil terceguk, seperti anak kecil. "Tapi hyung menghilang!" Tangisnya kembali pecah dan mendekap kembali tubuh Mark, seakan tak ingin kehilangan.

"Aigoo~" Mark kewalahan menangani Jinyoung yang seperti ini. Tapi dia pun berusaha menenangkan sambil mengelus-elus pundak Jinyoung dengan lembut. "Itu kan hanya mimpi, Jinyoungie. Gwenchana..."

Ucapan Mark benar. Tapi Jinyoung seakan masih shock dengan mimpi yang baru saja dialaminya.

"Lihatlah! Aku sekarang masih berada dalam dekapanmu!" Mark kembali berusaha melunakkan bocah cengeng berwajah imut itu.

Perlahan tapi pasti tangisan Jinyoung berkurang. "Ya... Benar..." ucapnya ketika sudah lebih tenang. Yang terpenting adalah kini Mark sekarang berada di hadapannya.

"Nah, sekarang... Hapus dulu air matamu." Mark menyapu kantong mata dan pipi Jinyoung dengan jempolnya.

"Aku tidak mau kehilanganmu, hyung," ucap Jinyoung dengan mata yang masih berkaca-kaca.

"Aku juga tidak mau kehilanganmu," balas Mark lembut. "Tapi sekarang kau harus minum air putih dulu, ya..." Mark menyadari suara Jinyoung yang sedikit berubah. Mungkin pengaruh mimpi buruknya tadi, pikir Mark.

Jinyoung sendiri bahkan tak terpikir soal air putih. Kepalanya hanya dipenuhi oleh Mark.

"Aku akan mengambilkannya untukmu." Mark menawarkan diri dan berusaha melepaskan lengan Jinyoung dari pinggangnya.

"Ah, andwe!" Belum sempat jari mereka terpisah, Jinyoung kembali menarik lengan Mark.

"Kenapa?"

Jinyoung melirik ke kiri dan kanan. Entah kenapa dirinya beranggapan kalau Mark akan kembali menghilang dari pandangannya. "Aku takut... kalau hyung akan menghilang lagi..." ucapnya pelan.

Mark terperangah begitu mendengarnya. Sebegitu parahnya kah ketergantungan Jinyoung akan dirinya? "Aku hanya ke dapur untuk mengambil minuman, Jinyoung-ah."

"Tetap saja!" Jinyoung kekeh pada pendiriannya. "Kita pergi bersama. Yah?"

Keputusan Jinyoung terdengar konyol di telinga Mark. Tapi dia pun membiarkan, dari pada Jinyoung mati kehausan karena terus berdebat.

Mereka berdua keluar dari kamar menuju dapur, kembali melewati JB yang kini menatap mereka keheranan. Mark terlihat tak peduli, tapi Jinyoung merasa aneh melihat tatapan JB yang mengikuti gerakan mereka hingga ke dapur. Ah, mungkin saja JB sependapat dengan Mark yang mengganggap Jinyoung berlebihan dan konyol.

"Nih, minumlah."

Jinyoung meraih mug yang berisi air putih dari atas meja. Meminumnya dalam satu tenggak hingga habis tak tersisa.

Mark yang melihatnya pun tersenyum puas. "Sudah jauh lebih baik kan?"

Jinyoung mengangguk mengiyakan, membuatnya mendapat belaian di kepala dari Mark.

"Tapi..." Jinyoung kembali bergumam.

"Hmm?"

"Bolehkah aku menghabiskan waktu bersama Mark hyung di kamar?"

Mark terdiam sejenak mendengar permintaan Jinyoung. Saat ini masih siang, dan walaupun Mark sedang tidak ada kegiatan, tetap saja hal tersebut terasa membuang-buang waktu.

"Yah?" Jinyoung kembali memohon dengan puppy eyes dan membuat Mark luluh, lalu menyetujuinya.

Senyum Jinyoung segera merekah. Dia bahkan tak menghiraukan lagi tatapan JB yang terlihat khawatir.

Sesampainya di kamar Mark, Jinyoung minta dimanjakan. Mimpi buruk tadi benar-benar berdampak cukup hebat pada mentalnya. Jinyoung meminta Mark memeluknya sambil berbaring di atas ranjang.

"Hari ini kau tidak akan membiarkanku jauh darimu kan, Jinyoungie?"

"Tidak akan!" Jawaban Jinyoung membuat Mark tersenyum kecil. Jinyoung memang berniat seperti itu. Dia tidak ingin kehilangan Mark hyungnya. Mimpi itu benar-benar membuatnya kesal dan berubah menjadi egois seperti ini. Bagaimana jadinya jika hal seperti ini terus terjadi untuk beberapa hari ke depan? Jinyoung akan menempel terus di sisi Mark. Mark harus selalu berada dalam pantauannya. Apakah itu mungkin?

Secara tak sadar, Jinyoung terlelap ketika memikirkan itu semua.

Jinyoung terbangun karena posisi lehernya yang terlalu menekuk hingga membuatnya sedikit kram. Dirinya tak sadar sudah tertidur beberapa saat yang lalu, walaupun hanya sebentar, dia merasa pulas dan yang terpenting, dia tidak bermimpi. Mungkin karena tidur dalam pelukan Mark membuatnya nyaman.

Mark.

Pria itu tidak ada di sebelahnya. Jinyoung terbangun seorang diri di atas ranjang.

"Aiishh~ kemana lagi dia?" Jinyoung harus segera mencari Mark. Jika tidak, kecemasan akan menghampirinya.

Jinyoung membuka pintu kamar dan bertemu Jackson yang sepertinya baru pulang. "Kau lihat Mark hyung?"

Jackson terlihat sedikit terkejut dengan pertanyaan Jinyoung barusan. "Eh-oh, Mark hyung sedang keluar. Katanya ada urusan."

"Oh, begitu." Jinyoung menerima kenyataan dengan kecewa. Gara-gara tertidur, kini Mark pergi tanpa sepengetahuannya. Baiklah, dia akan mencoba menunggu hingga hyung kesayangannya itu pulang.

"Ah, kenapa kepalaku terasa pusing ya?"

Jackson mendengar Jinyoung yang melewatinya sambil mengeluh.

"Kau mau obat?"

Jinyoung yang tadinya bergerak menuju kamarnya kembali menoleh.

"Aku punya vitamin yang bisa meringankan sakit kepala." Jackson menghampiri Jinyoung dan memberinya satu botol kecil yang berisi pil kecil berwarna putih.

"Oh ya?"

Jackson mengangguk yakin.

"Baiklah, aku akan meminumnya. Gomapta."

"Ne~" Jackson menyahut.

"Eh tapi, kenapa belakangan ini kau sering memakai pakaian serba hitam?"

Jackson terdiam sejenak. "Eh... Mmm... Ini styleku untuk saat ini. Hehe~"

"Aaah..." Jinyoung mengangguk paham lalu berpamitan kepada Jackson untuk masuk ke dalam kamarnya.

Dua jam setelah meminum vitamin pemberian Jackson, kepalanya sudah jauh lebih baik. Tidak lagi pusing. Dan tubuhnya terasa segar.

Jinyoung sudah berpakaian rapi-celana panjang, kaos, dan jaket denim. Sebentar lagi dia akan pergi ke tempat syuting. Tapi ada satu hal yang membuatnya sedari tadi terlihat tak tenang.

Jinyoung kembali mengecek ponselnya. Pesan yang dikirimkannya kepada Mark belum juga mendapat balasan. Berkali-kali di telepon pun tak dijawab. Jinyoung bahkan tidak tahu apa dia bisa menjalani syuting dalam keadaan gelisah seperti ini atau tidak.

Tiba-tiba pintu dorm terbuka. Jinyoung berpikir mungkin saja itu adalah Mark. Tapi ternyata Youngjae dan Yugyeom yang baru saja pulang.

Ketiganya bertemu tatap. Namun Youngjae yang sedang meneguk air dari botol mineral,matanya terus terarah ke Jinyoung yang terlihat tak nyaman dengan tatapan itu. Lain halnya dengan Yugyeom yang memilih duduk di seberang Jinyoung dalam diam sambil mengecek ponselnya.

"Ada apa?" tanya Jinyoung penasaran dengan wajah muram dua membernya itu.

Youngjae hanya menggeleng, menghela napas, lalu melengos pergi ke kamarnya.

Kini hanya Jinyoung dan Yugyeom yang berada di ruang tengah. Mereka berdua tergolong tidak cukup dekat. Sehingga atmosfer di antara keduanya menjadi sedikit canggung. Namun tiba-tiba terdengar suara isakan.

Jinyoung memperhatikan tubuh Yugyueom yang sedikit bergetar.

"Yugyeom-ah, wae keurae?"

Pertanyaan Jinyoung membuat Yugyeom semakin terisak.

"Yaa, kau menangis?" tanyanya tak percaya. Segera dihampirinya magnae satu itu.

"Yaa, ada apa? Kenapa kau menangis?"

"Ini..." Yugyeom memperlihatkan foto Bambam di layar ponselnya sambil sesegukkan.

Jinyoung menatap bergantian foto Bambam dan Yugyeom yang menangis, sedikit keheranan.

"Aku merindukannya... Hiks~" Yugyeom seolah menjawab kebingungan di raut wajah Jinyoung.

"Aaah~" Jinyoung mengerti sekarang. Yugyeom dan Bambam adalah couple lainnya di dorm ini selain Mark dan Jinyoung.

Jinyoung juga seolah baru menyadari ketidakberadaan Bambam di dorm belakangan ini. Apa mungkin jadwalnya padat hingga tidak sempat pulang?

"Memangnya kemana dia?"

Pertanyaan Jinyoung membuat tangisan Yugyeom terhenti sejenak. Si magnae menatapnya cukup lama sebelum menjawab dengan terbata. "Ah, itu..."

Jinyoung sedang menunggu kalimat Yugyeom saat JB pulang.

"Oh, hyung!" Jinyoung segera menghampiri JB dan melupakan perkara Yugyeom yang menangis. "Apa kau tahu kemana Mark hyung?"

Wajah JB sama persis seperti Jackson dan Yugyeom saat pertanyaan Jinyoung terlalu tidak masuk akal.

JB malah menghela napas. "Kau tidak bisa seperti ini terus, Jinyoung-ah."

"Seperti... apanya?"

"Kau masih terus mencari Mark?" Nada bicara JB naik satu oktaf.

"Kenapa kau tiba-tiba jadi kesal?" tanya Jinyoung kebingungan.

"Kau benar-benar ingin tahu Mark ada dimana?" JB maju selangkah ke arah Jinyoung dengan wajah menantang, membuat Jinyoung yang tak tahu apa-apa bergerak mundur.

"Dia sudah mati!"

tbc

Bingung? Pasti.

Huaaaa~ Author milih untuk posting FF ini dulu deh. Sorii buat FF SweetNC kayaknya harus di skip dulu karena setelah diliat-liat sepertinya terlalu eksplisit hehe~ Sabar yaaa ada saatnya itu bakal di upload.

Ini FF Hurt pertama Author. Semoga ga mengecewakan yaaa… Nataluigi ga biasa bikin cerita mewek2an gini. Sebenarnya FF ini udah kelar sebelum libur kemaren. Tapi masih acak-acakan. Dan editin nya baru sampe segini.

Nyari NC? Tunggu di part2 ya^^ Pliss review nyaaaa ini genre yang ga biasanya Author buat. Jadi butuh asupan kritik dan saran. Gomawonggg~~

Nb: FF ini juga dipost di Wattpad pinksmile77