Golden Ichor

" Ethereal fluid that is the blood of the gods and/or immortals."

魔法所

[Mah - hoot - o - koh - ro]

; Magic Place

Sekolah sihir kuno di Jepang ini mempunyai siswa dengan tubuh terkecil dari kesebelas sekolah sihir terkemuka di dunia. Mahoutokoro merekrut siswa baru sejak umur mereka masih 7 tahun (walaupun mereka tidak akan naik tingkat sampai umur mereka mencapai 11 tahun). Hiasan dan ornamen kuil Mahoutokoro terbuat dari giok lemak domba, dan mencuar di titik paling atas gunung tidak berpenghuni ( yang biasa Muggle pikir), yaitu Minami Iwojima

[Ie]

; Houses

Siswa Mahoutokoro dibagi ke dalam 4 Ie.

Ie dibentuk berdasarkan cara belajar dan kemampuan bawaan setiap siswa yang dikelompokkan menjadi 4 kategori dasar.

; House system

Sistem Ie di Mahoutokoro didesain untuk menyajikan fasilitas akademik yang sesuai dengan kebutuhan belajar khusus siswa-siswinya. Walaupun house pride memiliki tujuan untuk mempersembahkan sesuatu yang menyenangkan dan menghibur, ada sedikit pertentangan yang terjalin di antara Ie dengan cara yang cukup kompetitif. Siswa tidak dibatasi dari ruang utama Ie selain milik mereka sendiri, dan diatur duduk bersama-sama di Shokudou tanpa dibagi berdasarkan Ie nya masing-masing.

; Sorting

Proses pemilahan Ie dilakukan secara semi privat yang mana memungkinkan siswa untuk mempelajari kemungkinan dari penempatan Ie mereka sebelum pemilahan terjadi. Sebuah gulungan perkamen panjang ditampilkan di muka ruang utama. Siswa dapat mendekati gulungan perkamen tersebut dan menempatkan tangan mereka di pusatnya. Kanji dari Ie yang terpilah untuk mereka akan muncul, bersamaan dengan narasi singkat yang menjelaskan tentang kehormatan dan rasa bangga dari setiap Ienya. Setiap Ie mewakili sejarah panjang atas prestasi gemilang dengan lambang yang agung. Pada umumnya, siswa Mahoutokoro tidak menyesal atas penempatan Ie mereka, karena biasanya Ie juga dapat diwariskan secara garis keturunan.

Ie of Mahoutokoro*

Seiran

Warna : Slate gray (Abu-abu kebiruan)

Lambang : Rusa

Sifat karakteristik :

Berani

Imajinatif

Bijaksana

Intuitif

Ruang Utama : Seiran Observatory (Observatorium Seiran)

Seiran dikarakterisasikan oleh kekuatan batin dan intuisi yang tajam dari anggotanya. Siswa seiran mengikuti Quest mereka sampai akhir, lalu mengejutkan yang lainnya dengan pendekatan yang kreatif untuk perbaikan alternatif. Mereka adalah pribadi yang tekun dan sangat protektif kepada orang yang mereka sayangi.

Ruang utama Seiran terletak di sayap tertinggi puncak kuil, ditemani dengan geladak observasi yang luas untuk melihat awan yang sedang menari-nari di bawahnya. Suara desiran angin dari luar kaca geladak observasi membisu, membuat pemandangan jauh lebih menakjubkan. Banyak siswa Mahoutokoro menggunakannya sebagai tempat yang tentram untuk menyelesaikan tugas atau menjadi tempat yang sunyi untuk merenung.

Siswa Seiran unggul di bidang arithmancy.

Yosamu

Warna : Midnight blue ( biru gelap)

Lambang : Burung rajawali

Sifat karakteristik :

Sabar

Idealistis

Mudah beradaptasi

Protektif

Ruang utama : Yosamu Meadow( Padang rumput Yosamu)

Yosamu dikarakteristikan sebagai pribadi yang sabar dan mudah beradaptasi. Siswa dari Yosamu sangat menjunjung tinggi nilai kebenaran, walaupun itu dapat mengakibatkan kematian orang lain. Mereka dapat menyusun teka-teki dan petunjuk dengan mudah sebelum yang lain sadar akan kemungkinan dari petunjuk-petunjuk tersebut. Siswa Yosamu selalu mencari hal-hal positif dari keadaan di sekitarnya dan menanamkan hal itu ke dalam diri mereka sendiri.

Ruang umum Yosamu mempunyai lantai dari rumput-rumput halus yang tidak perlu dipangkas, dan udara kering nan sejuk yang menenangkan seperti hari pertama musim gugur. Sebuah sungai mengaliri pusat ruangan, pembatas magis menahan aliran sungai tersebut agar penghuninya tetap mudah berjalan di atas permukaan rumput yang lembab.

Siswa Yosamu biasanya ahli di bidang ramalan.

Toppu

Warna : Turqouise (pirus)

Lambang : belut

Sifat karakteristik :

Teliti

Cepat tanggap

Mempersepsi

Menghargai

Common Room : Toppuu Porthole( Jendela Kapal Toppu)

Toppu dikarakteristikan sebagai pribadi yang cepat tanggap dan pengamat di berbagai situasi. Walaupun siswa Toppu sering terlihat riang dan gembira, mereka mempunyai pikiran yang penuh akan detail di sekitarnya. Mereka teliti akan apa yang dikejarnya dan fokus untuk membuat usaha sebaik mungkin, akan menjadi sangat marah dan menyalahi diri sendiri jika ada kesalahan sedikitpun. Siswa Toppu pandai bergaul dan supel, namun mereka tidak akan ragu memutus hubungan dengan orang yg sudah mematahkan kepercayaannya.

Ruang umum Toppu terletak di atas tebing yang menghadap ke lautan. Benturan ombak di sepanjang jendela kaca pembatas Ie membuat cahaya yang berkilauan memendar dengan indah ke dalam ruangan. Suara ombak yang membentur tebing dengan tegas pun juga disebut sebagai alasan mengapa Toppu dapat menjadi tempat yang paling nyaman untuk tidur.

Siswa Toppu biasanya unggul di bidang alkimia

Shunrai

Warna : Dusty lavender ( lembayung remang)

Lambang : Kucing

Sifat karakteristik :

Percaya diri

Tidak dapat diprediksi

Humoris

Penuh rasa ingin tahu

Ruang utama : Shunrai Planetarium( Planetarium Shunrai)

Shunrai dikarakteristikan sebagai pribadi yang penuh rasa ingin tahu dan percaya diri. Siswa Shunrai dikenal sebagai sosok yang tidak dapat diprediksi, penuh rasa ingin tau, walaupun begitu mereka juga humoris dan supel. Mereka senang untuk menguji batas yang ada pada diri mereka sendiri dan mencari tahu hal-hal yang tidak pernah dinyatakan secara eksplisit. Mereka kreatif dan haus akan ilmu, pasti yang pertama terucap adalah "Mengapa?", dan mau tak mau harus memberi jawabannya.

Ruang umum Shunrai terletak dekat dari puncak sekolah. Ruangannya dilengkapi dengan cahaya kubah yang besar dengan citra surgawi seolah-olah mempunyai atap dari langit malam yang asli. Ruangan ini mempunyai hiasan yang paling indah dengan pernak-pernik yang berkilauan menghiasi setiap lapisan tirai dan tiang ranjang. Para siswa diingatkan kembali bahwa imbalan besar untuk ketekunan, kegigihan dan imajinasi yang tangguh tidak dapat diketahui ataupun diprediksi, semuanya akan datang dengan sendirinya.

Siswa Shunrai pada umumnya ahli di bidang astronomy

(source : fandomwiki, mahoutokoro)

Note

Maaf kalau translate-an deskripsinya ancur sekali. Englishku jelek mohon dimaklumi x(

.

.

.

! WARNING – adanya perubahan nama untuk penyesuaian latar tempat !

Park Chanyeol as Chal Park – Hufflepuff ( A brave and vigilant boy)

Byun Baekhyun as Hayama Yuu – Shunrai ( a soft feather mountain )

This is ChanBaek Fanfic

Hope you like it

.

.

; Sapporo – musim dingin

#1.1 Betelgeuse

Gemerlap natal menghiasi malam. Syair manis bak biskuit renyah dan susu coklat hangat berdendang asyik di seluruh penjuru kota. Gemerincing bising dari lonceng yang dimainkan dapat membaur dengan udara yang sudah mengkristal. Gemilangnya suasana ini sungguh tidak dapat terbantahkan, dengan pancaran lampu bercelak memenuhi pandangan, aku sampai tidak sadar bahwa langit sudah memasang wajah terlampau kelabu. Dengan setitik rona remang di balik hiruk pikuk kota, aku yakin bahwa alam sedang tidak baik-baik saja.

Aku menatap satu-satunya bintang yang dapat berkilauan di tengah kelamnya malam, cahayanya dapat menembus waktu dan datang menyinari wajahku malu, membelaiku dengan lembut bagai kelopak bunga yang rapuh.

"Apakah itu Sirius?"

"Tidak, ini Betelgeuse"

"Betelgeuse?"

"Ya.." aku mengangkat pandanganku, menatap wajahnya yang berubah sendu "Kenapa..." ucapku menerka-nerka, yang sebetulnya tak ingin kujumpai alasannya, namun...

"...apa kau tidak dapat merasakannya?" pertanyaan itu meluncur walau sudah kuperingati.

Ia bungkam, responnya sedingin angin malam, namun di samping itu jemarinya juga tidak diam. Usakan lembutnya membuatku ingin meremas genggamannya dengan erat, namun niatanku sia-sia ketika ia melepas tautan kami setelahnya.

Ia menundukkan tubuhnya agar sejajar dengan manik hazelku, terus memandanginya dengan pandangan sayu. Sedangkan aku membalasnya dengan pandangan tidak mengerti.

"Yuu...", denyut nadiku berkedut-kedut saat nama itu mendesau dari bibirnya. Ia terlihat tidak baik-baik saja, seperti langit dengan rona yang memudar. Cahaya tidak lagi memancar dari wajahnya yang dahulu berseri-seri. Kini yang tertinggal hanya kegelisahan, kecemasan dan kekecewaan. Namun, di balik itu semua, ada rasa yang begitu mendominasi...

Rasa takut dan kehilangan.

Perasaan itu menular. Meremang bulu romaku dalam sekejap. Tiba-tiba, aku takut merasa kehilangan.

Tepat setelah garis keemasan itu mencuat dari pangkal tenggorokannya, ia menghilang, tersapu dengan angin malam.

Tanpa ucapan selamat tinggal, tanpa pelukan hangat, ia berlalu bagaikan abu.

Itu adalah malam terakhirku bersama ibu.

*

; Pulau Minami iwojima – Musim gugur

#1.2 Tirai putih

"Hayama-san[1]?"

Aku mengangkat kepala, memusatkan pandangan kepada Hikaru yang tengah menatapku dengan pandangan kelabu. Pegangan pada quill merah jambu miliknya mengerat tanpa kendali. Aku mengerutkan alisku rumit.

"Ya?"

"Apa kau sudah selesai dengan tintanya? Aku ingin menulis.." aku tersentak kaku mengingat cairan berwarna hitam kelam itu sudah terlalu lama berada di sisiku. Aku merutuk menyadari kebodohanku selagi memberikan wadah itu ke arahnya. Pandangan kami bertemu dalam beberapa detik dan aku memanfaatkannya untuk melempar senyuman tipis atas permohonan maaf yang-yah ala kadarnya.

Namun, pegangan pada Quill merah jambu miliknya tidak juga kian mengendur, dan ia juga tidak terlihat seperti... ingin menulis sesuatu.

Setelah pergantian kelas dimulai. Dengan gusar, Hikaru pergi meninggalkan ruangan tanpa mengatakan sepatah kata apapun. Aku sama sekali tidak terkejut melihat sikapnya, lebih tepatnya aku sudah terbiasa. Terlalu lama memikirkan hal yang tidak penting benar-benar menyia-nyiakan waktu, itulah kalimat yang selalu kuucapkan kepada diri sendiri selama beberapa tahun terakhir. Demi menghibur diri.

Aku membereskan perkamen milikku dan menyusunnya dengan tumpukan buku yang lain, membawanya dalam satu jinjingan besar untuk kubaca saat makan siang nanti. Nouryoku Shikken[2] akan berlangsung di waktu-waktu dekat, aku akan memanfaatkan waktuku sebanyak mungkin untuk mempelajari materi yang belum penuh kukuasai.

Setibanya di sana, aku menghela nafasku berat, suasana makan siang sungguh tidak dapat mendukung aktifitasku.

Hilir mudik siswa dan siswi bersorak layaknya di festival musik. Takahashi yang memimpin kerumunan itu sedang tertawa terpingkal-pingkal seperti sedang tersengat Rictusempra. Semuanya mengikuti arus situasi dengan tertawa tak kalah geli. Aku merasa baik-baik saja sampai salah satu dari mereka menunjuk kehadiranku yang kukira tidak akan terdeteksi, membuat pusat perhatian ada pada diriku, menatapku tak tahu malu.

"Tanyalah kepada Hayama! Bagaimana rasanya menggunakan jubah putih milik ibunya!" celetukan itu membuat tawa menggelegar seisi ruangan. Sedangkan aku hanya terdiam tak membalas celetukannya.

Aku duduk di salah satu kursi kosong yang berada di ruangan itu dan mulai membaca satu persatu buku yang kubawa. Naasnya, pikiranku buyar kembali akan bualan dan lelucon yang saling mereka lontarkan, responnya pun memperburuk keadaan, membuatku benar-benar tidak dapat fokus untuk mencermati kajian dalam-dalam. Aku pun tidak dapat meminta lebih, toh ini jam makan siang, siswa/i pasti memanfaatkan jam ini untuk saling melempar canda dan tawa. Kata mereka, aku sama sekali tidak berguna karena berpikir bahwa itu adalah hal yang sia-sia.

Terlalu lama berlarut dalam euforia ini benar-benar membuatku gundah. Kubereskan buku-buku milikku dan bergegas pergi meninggalkan Shokudou[3]. Koridor bahkan tidak seburuk ini, pikirku. Namun, bagaimanapun juga aku akan memilih tempat yang layak untuk meresap energi positif dari udara yang kuhirup, mungkinkah beranda kuil?

Namun..beranda kuil terletak tak jauh dari Seiran Observatory. Aku mempunyai hubungan yang tidak baik dengan penghuni Seiran. Si kepala brokoli yang sedang memimpin tawa menggelegar-Takahashi- itulah salah satunya. Aku sungguh tidak mau berurusan dengannya lagi.

Sepertinya aku harus kembali ke Shunrai Planetarium, habitatku. Karena pada kenyataannya, kawananku adalah bintang, bukan kepulan awan tebal dan desiran angin lembut yang biasa aku jumpai di beranda kuil. Walaupun aku sudah kepalang bosan dengan pemandangan yang sudah kujumpai selama 5 tahun terakhir, namun apa daya?

Aku bangkit dari dudukku, membereskan barang-barangku dan pergi ke tempat yang ingin kutuju. Namun, belum sempat aku melangkahkan kaki, aku mendapati lendir di sepatuku yang membuatku jatuh terjerambab.

Tawa menggelegar di penjuru ruangan, mereka bersorak dan tertawa geli melihat posisiku yang memalukan.

Tak ingin terlalu lama menjadi bahan tontonan, cepat-cepat aku bangkit dari posisiku sampai sebuah piring besar- yang entah berasal dari mana- berisi wasabi[4] di dalamnya jatuh tepat di atas kepalaku. Tekstur kehijauan memenuhi kepalaku, mengenai kulit kepalaku dan hampir menyentuh sudut mataku. Selang beberapa detik, rasa panas menjalar dari sana. Benar-benar perih bukan main.

Aku mendesis kesakitan ketika wasabi itu ingin memasuki mataku, namun tawa mereka tidak juga kian meredup. Aku berusaha bangkit dari sana untuk mengambil wadah air untuk menumpahkannya di wajahku, membasuh hijau di wajahku sampai rasa perih itu hilang walau tidak sepenuhnya.

"Wasabi untuk makan siangmu hari ini Hayama! Makanlah dengan nikmat!" Takahashi tertawa renyah dengan sebuah wand di genggamannya, yang kutandai sebagai pelaku utama atas wasabi yang entah datang dari mana jatuh tepat di atas kepalaku.

Sialan, dia memang suka sekali bermain-main denganku, walaupun luka patah di tangan dan kaki tidak dapat membuatnya jera. Aku benar-benaar ingin membunuhnya saja jika itu bisa membuat mulut berbisanya diam.

Aku menatap sang pelopor dengan pandangan datar selagi mendekat ke arahnya. Tawa bising itu meredam seiring langkah yang kuambil. Mereka terus memperhatikan setiap pijakan yang kubawa dengan pandangan yang menuntut. Menuntutku untuk menghentikannya namun pada kenyataannya mereka tidak berani, mereka takut, mereka pengecut.

"Apa yang ingin kau lakukan?!" tanya Takahashi garang, wand miliknya ia sosorkan kepadaku, hendak mengancamku. Namun nyalinya menjadi ciut begitu aku dengan mudahnya melucuti wand itu dari genggamannya. Nafasnya berubah memburu, Aku tertawa dalam hati melihat ketakutan bersarang di setiap gerak-geriknya. Mengejek namun tak berani, sungguh pecundang.

Yang lain tahu akan situasi dan beberapa ada yang berusaha untuk melarikan diri, Takahashi yang merasa 'kalah' jumlah pun mulai melihat ke sekelilingnya dengan panik. Tanpa kawanan, ia sungguh tidak berarti. Ia hanya berani ketika ia mendapatkan banyak dorongan untuk bangkit, ia tidak dapat membangun pondasi miliknya sendiri.

Sudah cukup bermain-mainnya, bajingan ini memang harus diberi pelajaran.

"Kau ingin tahu bagaimana rasanya menggunakan jubah putih bukan?" jari telunjukku terarah menusuk dadanya main-main, sentuhan itu membuat batinnya memberontak dengan bentakan yang hampir menyerupai jeritan minta tolong, meminta tolong kepada siapapun yang tersisa, yang sebelumnya ikut tertawa dalam suasana, namun mereka semua bisu dan lebih memilih untuk menjadikannya bahan tontonan.

"Berani-beraninya kau menyentuhku! Tanganmu sama kotornya dengan wanita kotor yang kau sebut ibu!" setelah tusukanku ketiga, Takahashi menepis tanganku untuk menjauh darinya. Aku tersenyum tipis setelahnya, dan ia menganggap itu sebagai penghinaan.

Belum sempat ia menghardikku, tirai-tirai putih yang menghiasi bilik Shokudou itu menghentikkan aksinya, melilit tubuhnya, lalu membawanya ke udara, melayang kesana kemari ditemani teriakan riuh dari berbagai penjuru ruangan. Mereka saling mendorong untuk mengambil kesempatan pergi secepat mungkin dari sini, seperti sebelum-sebelumnya, tidak ada satupun dari mereka yang berani menantangku.

Shokudou berubah menjadi kosong melompong, namun aku tetap asyik melihat Takahashi dengan balutan tirai putih di tubuhnya, ia berteriak meminta pengampunan kepadaku namun aku menutup telinga. Memangnya kenapa? Ini sungguh mengasyikkan.

Tubuhnya melayang ke sana kemari dan aku tidak mempunyai niatan untuk berhenti. Amarahku membuih dan mendidihkan isi kepalaku saat ia berani-beraninya menyebut wanita itu. Ia tidak berhak atas apapun, aku berbeda dengannya, aku berbeda dengan ibu!

"Expelliarmus!", wandku terlucuti begitu saja dari genggamanku. Di daun pintu, terlihat Hiroshi-Sensei[5] dengan beberapa siswi berlindung dari balik punggungnya. Putaran yang dialami Takahashi pun berhenti dan ia terjatuh di atas lantai dengan naas. Lilitan tirai itu kian mengendur dan Takahashi segera melepaskan diri dengan tubuh yang hampir sempoyongan.

"Hayama Yuu!" ucap Hiroshi-Sensei dengan suara yang menggelegar. "Kau sudah melanggar peraturan untuk kesekian kalinya"

"Takahashi yang memulainya! Ia menjatuhkan wadah berisi wasabi di atas kepalaku!"

"Namun kau membalasnya terlampau keterlaluan. Kau tidak liat bagaimana keadaannya sekarang?"

Suara itu terdengar, aku menoleh kebelakang dan mendapati Takahashi dengan muntahan yang berceceran di mana-mana. Siswi yang ikut mengintip mengernyit jijik dan memilih untuk meninggalkan tempat kejadian. Aku tidak merasa bersalah barang sedikitpun, Takahashi memang pantas mendapatkannya.

"Ia pantas mendapatkannya"

Hiroshi-Sensei menghela nafasnya jengkel .

"Setelah pelajaran selesai, datanglah ke ruanganku. Dan kau, Takahashi-san cepat datang keruanganku sekarang! ", setelah ucapan final itu, Hiroshi-sensei pun pergi meninggalkan ruangan. Menyisakan diriku dan Takahashi yang masih sempoyongan.

"Sialan kau Hayama bajingan! Kenapa Mahoutokoro tetap mempertahankan anak pengkhianat sepertimu-Hoekkk", beberapa siswa menghampiri Takahashi dan membantunya untuk berdiri, sedangkan aku memasang wajah tak peduli dan pergi meninggalkan shokudou tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Wanita itu menjadi pengkhianat pun benar-benar bukan urusanku.

*

# 1.3 Bintang Jatuh

"Masuklah".

Aku menggeser Shouji[6] ruangan Hiroshi-Sensei dengan perlahan, berusaha untuk menjaga sikap. Setelah meluangkan banyak waktu untuk merenung, aku sadar bahwa tingkahku mungkin terlampau kekanakan. Hiroshi-Sensei sudah cukup melewati banyak persoalan, yaitu hasil dari buah yang kutanam sendiri. Buah kering maupun busuk, keduanya tidak dapat dinikmati. Mungkin ucapan Takahashi tidak ada salahnya, bahwa aku memang tidak pantas.

"Yuu", sudah lama sekali rasanya aku tidak mendengar panggilan itu. entahlah, aku mempunyai perasaan yang ganjil saat mendengarnya, entah harus marah, rindu ataupun senang, aku sungguh tidak tahu. Semuanya bercampur menjadi satu.

"Ada hal yang menganggumu bukan?", suara api yang melahap sumbu menemani pertemuan kami, ditambah dengan sinar rembulan yang ikut menerangi suasana, semuanya terasa pas menjadi penambah esensi dalam perbicangan kami di malam hari ini.

Sebuah cawan kecil yang terletak di sudut meja bergerak di udara dan menawariku secangkir Kocha[7] hangat penawar dinginnya angin musim gugur yang lembab. Aku tidak merasa keberatan saat menerimanya, kusesap dalam nikmat dan seperti biasa, ia menambahinya dengan perasan lemon dan daun mint. Ototku mengendur, badanku yang sedikit menegang terasa rileks. Sensei memang tahu cara yang tepat untuk menemaniku berbincang.

"Apapun itu, perlukah Sensei tahu?", setelah sesapan terakhir, kocha itu terisi penuh kembali.

"Bukankah akulah yang paling mengetahui dirimu di sekolah ini?"

Aku terkekeh kecil, "Walaupun sensei adalah sahabat karib ayahku, itu tetap tidak mengubah apapun"

"Ya, mungkin aku terlalu memanjakanmu sampai saat ini",

Aku menambahinya dengan kekehan ringan dan Sensei pun ikut ke dalamnya. Merasa tidak mempunyai timpalan apapun, tawa itu kian meredup, bergantian dengan suara lahapan api yang menemani tamasya pikiranku.

"Sensei..", Hiroshi-Sensei mengangkat kepalanya "...Apakah aku sama seperti...wanita itu?"

"Jadi inikah yang kau resahkan?"

"Aku tidak tahu", aku menghela napasku pelan "Namun seiring berjalannya waktu... aku merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam diriku, yang sama sekali tidak ingin kuakui keberadaannya. Yang lain pun berpikiran seperti itu, bahkan Takahashi.."

"Mungkin kau terlalu memaksakan dirimu sendiri karena Nouryoku Shikken akan menjelang, terlalu banyak yang kau pikirkan, Yuu", Ia menyesap kocha nya sesekali, sebelum menulis sesuatu di perkamen miliknya kembali. "Baiklah, satu pertanyaan untukmu. Apakah kau merasakan kesamaan di antara dirimu dan dirinya? terlepas dari apa yang lain katakan kepadamu?"

"Tidak", sergahku cepat-cepat.

"Maka jawabannya adalah tidak" ia menaruh Quill miliknya, lalu mencondongkan tubuhnya ke arahku. "Jangan biarkan seseorang menggoyah inti dari dirimu sendiri. kaulah yang lebih mengetahuinya, sampai kapanpun", senyuman itu sebagai penutup dari basa-basi kami di malam ini. Aku sangat bersyukur telah mempunyai Hiroshi-Sensei yang dapat meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluh kesahku. Aku tidak dapat membayangkan bagaimana hidupku jika tanpa ada dirinya.

"Baiklah, kalau begitu. Malam sudah semakin larut, aku akan kembali ke Ie. Terima kasih, Sensei", setelah bangkit dari tempat duduk untuk membungkukkan badan, aku pun melangkahkan kaki untuk pergi.

"Ya, tidurlah dengan nyenyak. Oh tunggu, aku hampir lupa akan sesuatu!", aku menutup Shouji itudan kembali mendekat ke arahnya. Hiroshi-Sensei memberikan sebuah surat gulungan perkamen kepadaku, aku menatapnya dengan pandangan bingung.

"Berikan Keikokujou[8]ini kepada walimu, jangan berbuat onar lagi oke?", tepat setelah Hiroshi-Sensei mengucapkannya, kanji-kanji yang tertera di bagian luar perkamen itu muncul ke permukaan dengan perlahan yang mana membuatku meringis ngeri.

Sial, aku lupa tentang masalah ini, masalah Keikokujou ini. Aku menerimanya dengan pandangan ragu, haruskah aku?

"Tapi bukankah kau adalah waliku?"

"Tidak Hayama Yuu. Byun Hyena lah walimu yang sebenarnya"

"Ia tidak pernah merawat ataupun menjagaku. Ia bahkan pernah mencoba untuk membun-"

"Yuu-"

"Kau adalah satu-satunya orang yang peduli kepadaku Sensei.." pandanganku menyendu, berusaha untuk meminta perlindungan. Bibi pasti akan menyiksaku lagi, ia benar-benar wanita yang menyeramkan!

Namun ucapanku sama sekali tidak mengubah apapun.

"Aku tahu, namun aku tidak mempunyai kuasa apapun Yuu. Maafkan aku"

Aku meremas surat peringatan itu dengan kuat sembari mempertanyakan eksistensiku di bumi. Kenapa dunia seakan sangat membenciku? Sebenarnya, adakah tujuanku untuk hidup?

Lorong sudah tidak berpenghuni, suara langkah kakiku menderap di antara kebisuan yang nyaring. Sinar purnama sudah terhalang oleh gumpalan awan yang kelam, menjadikan langit berubah kelabu seperti di malam itu. malam di mana ia menghilang bagaikan abu, malam yang sebetulnya tidak ingin kuingat kembali kenangannya.

Aku mengangkat tanganku, mencoba untuk meraih sinar cahaya yang tersisa, namun yang kudapati hanyalah serpihan angin yang kosong..

Kini langit sudah hampa, bagaikan canvas tanpa goresan warna yang berarti. Aku sudah tidak dapat merasakannya membelai wajahku kembali. Bintang itu menghilang bagaikan di siang hari.

Awan semakin menghitam, menandakan badai akan datang. Petir yang menggelegar mulai menguasai langit malam. Aku terlalu lama terpaku akan kondisi alam sampai tidak sadar bahwa ini sudah memasuki jam tidur, aku akan terkena masalah kembali jika tidak segera kembali ke dalam Ie.

Belum sempat aku melangkahkan kakiku kembali, suara aneh terdengar. Tidak..tidak, ini bukanlah suara petir yang menyambar, namun...

Teriakan seseorang?

Aku mencondongkan tubuhku dari jendela kuil, melihat kemungkinan siapapun yang tengah bertarung melawan badai. Namun yang kutemui hanyalah kekelaman yang tak berujung, siapa juga yang berkelana di malam hari seperti ini? di tengah cuaca seperti ini? kecuali kalau ia ingin bunuh diri aku pun tidak akan heran.

Mungkin benar kata Hiroshi-Sensei, terlalu banyak yang aku pikirkan sampai-sampai aku berhalusinasi di saat-saat seperti ini. Uh- aku butuh istirahat.

Namun, lagi-lagi pergerakanku terhenti karena suara itu terulang kembali. Kali ini suara itu semakin keras, mendekat ke arahku dan itu terasa sangat nyata. Kali ini, aku yakin aku tidak berhalusinasi, aku benar-benar dalam kesadaran penuh saat mendengarnya!

Aku segera kembali ke jendela kuil untuk melihat apa yang terjadi, dan terkesima dengan pemandangan yang kutemui.

Seseorang sedang menaiki sapu terbang miliknya, berlomba-lomba dengan sambaran petir yang membabi buta. Ia terhempas ke kiri dan kanan dan kehilangan keseimbangan. Beberapa saat setelahnya ia terjatuh bagaikan bintang dan membuat guncangan kecil tak jauh dari tempatku berdiri.

Dengan sigap, aku menyiapkan wandku untuk berjaga-jaga menuju ke lokasi. Siapa tau ia adalah penyusup ataupun bandit? Aku tidak dapat mempercayai seseorang yang habis berkelahi melawan petir di malam seperti ini! pasti ia adalah pengguna dark magic!

"Lumos!"

Kepulan asap itu menghilang, menyinari objek yang tengah kuselidiki. Aku bersiap untuk berancang-ancang jika ia tiba-tiba melakukan pergerakan yang mencurigakan. Walau sebenarnya ini cukup membuatku khawatir karena aku tidak tahu betul kemampuan penyihir yang akan kuhadapi kali ini.

Namun, alih-alih pengguna dark magic dengan tampilan eksentrik, yang kudapati hanyalah-

Seorang laki-laki jangkung dengan rambut ikal berwarna coklat lusuh. Mata hijau gelapnya menyipit karena sinar yang terlampau dekat kuarahkan kepadanya. Ia sama sekali tidak terlihat seperti pengguna Dark magic pada umumnya. Ia terlihat begitu basic dan lugu?

"Apa yang kau inginkan!" tanyaku sembari terus menyodorkan wand milikku dengan tak gentar. Ia terlihat begitu kebingungan, tak tahu arah.

"I don't know what you're talking about! Where am i now?"

Bahasa Inggris? Aku menurunkan wandku ke bagian tubuhnya untuk melihat lambang dari jubah ataupun syal yang ia pakai.

Draco dormiens nunquam titillandus ...

Hogwarts? Apa yang dilakukan siswa hogwarts sampai tersasar kemari?

"Kenapa kau sampai di sini?", aku tahu sebanyak apapun aku bertanya ia tidak akan mengerti. Uh- aku benar-benar payah dalam berbahasa inggris.

"Is it Japan? Am i in Japan now? In Ma-ma-hutukukoro? Wow this is insane! I can't belive i can flies that far!", ia terlihat begitu bersemangat. Ia bangkit dari posisinya dengan gegabah dan menatap ke sekitar dengan senyum yang mengembang. Aku tetap memposisikan wandku ke arahnya dengan penuh ketelitian. hey, dibalik penampilannya yang seperti itu bisa saja ia adalah pengguna dark magic yang tengah menyamar sebagai siswa hogwarts jangkung dengan penampilan lugu, bukan? Ia bahkan terlihat baik-baik saja walau jatuh dengan ketinggian seperti itu. Ya! Ia pasti adalah pengguna darkmagic! Aku tidak akan terkelabui!

"A-are you.. a dark magic people?", aku meringis mendapati kemampuan bahasa inggrisku yang sangat buruk. Tapi, persetan akan hal itu. lagipula ini bukanlah kelas bahasa inggris!

"No..no i am not. I am from Hogwarts!", dengan kaki yang panjang, ia mendekat ke arahku dengan antusias sembari memperkenalkan diri. Aku sampai kewalahan untuk tetap menjaga jarak yang aman antara diriku dengannya.

"Can i stay here for a night? Oh-ok we haven't know each other yet. I am Chal Park!", ia menyodorkan tangannya ke arahku, aku menatapnya tidak mengerti.

"What other language y-you can speak?", entah apa yang ada di pikiranku saat menanyakannya. Namun mendengar namanya diakhiri dengan kata park membuat secercah harapan hinggap di hatiku.

Korea

Sudah lama sekali rasanya aku tidak menggunakan bahasa itu.

Ia terlihat berpikir sebentar, "Uh? Korean! why? you know korean too?"

bingo!

Namun detik setelahnya, aku terdiam. Hal yang berhubungan dengan korea tidak pernah menjadi sesuatu yang baik dalam sejarah hidupku Ada kenangan buruk saat mengingat nama itu, nama yang tidak ingin aku akui sebagai nama asliku. Lidahku terasa kelu saat ingin menggunakan bahasa itu kembali.

Namun, mau tak mau aku perlu berkomunikasi dengan baik untuk menggali informasi yang belum sepenuhnya kuketahui tentang pria yang ada di hadapanku kali ini. Pria yang terlihat lugu, namun entah mengapa aku merasakan ada sesuatu yang kuat bersemayam di dalam dirinya, sesuatu yang sangat... absolut.

"Baiklah kalau begitu", aku menerima jabatan tangannya. Memantabkan hati untuk mengucapkan nama itu kembali sebagai identitas diri.

"Namaku, Byun Baekhyun"

.

.

.

END OF THIS CHAPTER

Memo :

[1] san : Gelar kehormatan yang universal, dan mempunyai arti hormat yang sama dengan "tuan", "nyonya", "nona"

[2] Mahou Nouryoku Shikken : Test untuk menguji kemampuan sihir di Mahoutokoro

[3] Shokudou : ruang besar yang digunakan siswa/i untuk menyantap makanan

[4] wasabi : Tanaman asli Jepang dari suku kubis-kubisan. Parutannya dimakan sebagai penyedap makanan jepang seperti sashimi, sushi dan soba.

[5] Sensei : sufiks yang digunakan oleh orang-orang Jepang sebagai panggilan untuk yang dihormati karena posisinya. gelar sensei biasanya diberikan kepada orang yang menekuni pekerjaan yang memerlukan pengetahuan khusus seperti guru, profesor, dokter, mangaka dll.

[6] Shouji : panel dari rangka kayu berlapis kertas transparan, berfungsi sebagai pintu geser Jepang, atau dipasang permanen sebagai jendela atau partisi. Biasanya dijumpai di rumah tradisional Jepang.

[7] Kocha : Teh Jepang. Warnanya lebih pekat dari teh hijau pada biasanya, mempunyai rasa yang kuat karena proses oksidasi yang lebih lama dari teh lain.

[8] Keikokujou : Perkamen gulung yang berisi surat peringatan kepada siswa/i mahoutokoro yang melanggar peraturan.

*

Catatan penulis :

Hello fellas!

Apa kabar kalian semua? sekarang aku kembali dengan ff baru. (astra, estelle apa kabar woy) hehehe.

oke kembali ke topik

Untuk yang bingung, yaaa! aku buat fanfic dengan tema colongan dari Harry Potter tapi dengan latar yang berbeda, bukan di Hogwarts melainkan Mahoutokoro (Jepang) hehe. Jadi untuk seterusnya akan ada banyak istilah-istilah jepang yang bakalan kamu temuin di ff ini. FF ini agak berbeda dari ff-ffku sebelummya karena aku mencampurkan 2 komponen yaitu : wizard!au dan moon elvesh!au.

Kalau ada yang nanya, "zhir, ini ceritanya bakal kayak Harry Potter gak?"

Maka jawabannya tidak sama sekali. Ff ini akan berbeda banget sama HP. Aku hanya minjem konsep dasar dari wizarding world yang udah ada di pottermore. Tapi kalau jalan dan alurnya akan berbeda banget dengan HP.

Alasan aku memilih mahoutokoro karena aku mahasiswi sastra jepang (HAHAHAHA), aku pengen banget daridulu bikin fiksi dengan nuansa Jepang dan akhirnya baru kesampean sekarang.

Untuk informasi sekilas Mahoutokoro, sebenarnya aku kesusahan di bagian sini. Ada perlu banyak pertimbangan pas ngebentuk kerangka cerita dari fanfic ini. ditambah, informasi dari pottermore seputar mahoutokoro tuh dikit banget, kayak seputar housesnya, systemnya tuh gaada. Bahkan aku perlu ambil referensi dari wiki fandom, alias itu referensi yang tidak official dan buatan fans

Jadi, kalau misalnya temen-temen sekalian yang kebetulan juga pottermore baca cerita ini dan nemu kejanggalan yang ga sesuai. Bisa komen di bawah yaa karena aku masih belajar dalam wizarding world huhuhu, teach me senpai!

Oiya, untuk cast member exo lain. Aku belum mikir ke sana. Karena di sini latarnya bukan korea, jadi aku perlu ganti nama cast untuk mengentalkan kesan kejepangannya. kalau semua member ada nama jepangnya sendiri-sendiri kalian yang ada bingung nanti xD.

Cukup segitu aja cuap-cuap di chapter ini. sesungguhnya review kalian sangat membantu aku untuk melanjutkan chapter selanjutnya, jadi aku butuh dukungan kalian

See you on next chapter~