Ketika Taufan tercyduk manjat pohon di rumah tetangga.

Warning :awas yang baca terkejoed terheran heran, matanya awas belekan, awas bagi yang Fujo (?) Karena ini merupakan sebuah asupan (?)/slap. Pair :Halitau yeay/digaplok.

oOo

"Oper oper! Shot!!!"

"Gol!!!"

Taufan bersorak ria di tengah lapangan.Seperti yang terlihat, Taufan sedang asyik bermain bola dilapangan.Ia bersama tim kesayangan nya berteriak keras.

"Blaze! Itu keren sekali! Nanti ajari aku teknik itu ya!"

"Khuhuhu~ Tenang saja, aku akan mengajarimu Taufan."

Pemuda bernuansa merah menyala itu tersenyum lebar.Blaze bergaya bangga karena Gol yang berhasil Ia cetak tadi.Sampai tiba tiba sebuah jitakan mendarat di surai hitamnya.

"Jangan banyak gaya! Ayo pulang!"

"Aduh! Ice! Sakit tau!"

Saudara kembarnya, Ice, menarik paksa Blaze ku luar lapangan.

"Hoi! Lepaskan aku polar bear! Kenapa kau bisa sekuat ini sih?!"

Ice yang menarik Blaze hanya mengeluarkan suara suara kesal.Tak peduli dengan ocehan Blaze dibelakangnya.

"Kau sudah main bola sepanjang hari! Aku disuruh mencari mu tau! Cepat pulang atau kupecahkan bola mu itu!"

Ice protes dan semakin kuat menarik Blaze pergi dari panggungnya merayakan kemenangan tadi.

"Argh! Jangan sentuh benda berhargaku ini! Taufan! Tangkap bolanya! Nanti kuhubungi!"

Blaze berkata dengan wajah kesal lalu melempar bolanya ke arah Taufan. Dengan sigap Taufan menangkap bola itu dan melambai pelan pada sang sahabat yang diseret kembarannya.

'Sungguh tragis' batin Taufan.

"Astaga! Sudah sore?! Aku main berapa lama?!"

Taufan memekik panik saat melihat langit.Ia pasti akan dicekik sang kakak jika pulang terlambat.Dengan gerakan kilat Ia berlari menuju rumah tercinta.Tetapi, Ia malah berhenti di depan rumah sang tetangga yang terlihat sepi dengan pagar tertutup rapat.

"Hah..hah..aduh..kakiku sakit!"

Taufan menarik napas dalam dan melirik ke pagar rumahnya.Sebelum tiba dan diceramahi di rumah, Taufan ingin mencoba teknik sepak bola seperti yang dipertunjukkan Blaze.

"Huft..satu kali saja lalu kau pulang Fan."

Taufan membiarkan bola yang sedari tadi Ia pegang menyentuh aspal.Jalanan ini memang bukan lapangan dengan alas tanah.Taufan mencoba dengan sepenuh tenaga yang tersisa.Ia tersenyum puas saat berhasil meniru gerakan Blaze walau belum sempurna dan hampir terjatuh.

"Aku berhasil! Aku bisa! Sekarang, saatnya pulang--eh?"

Taufan mengedipkan matanya.Kemana sang bola pergi?

"Mungkin..disana? Atau disana? Disini tidak ada.."

Untuk beberapa saat Taufan mencari dengan cekatan sebelum akhirnya menyerah dan hanya menghela napas.

"Astaga..Blaze pasti akan mengamuk."

Taufan menepuk dahinya.Ia tau itu bukan sembarang bola yang bisa dibeli di toko kecil.Di bola itu tercantum tanda tangan pemain bola favorit Blaze.Mana mungkin Ia bisa mendapatkan hal seperti itu dalam semalam kan? Sudah dipastikan Ia akan mati di tangan Blaze.

"Astaga--ah! Kau disana!"

Taufan menunjuk bola yang menyangkut di salah satu dahan pohon.Entah bagaimana bisa sampai di atas sana namun Taufan akan berusaha mengambilnya.Ia berjalan pelan ke depan pagar dan membukanya dengan perlahan.

"Anu.. permisi.."

Hening.Benar benar sepi seperti tak berpenghuni.Taufan jadi berpikir kalau tak ada orang di rumah dua tingkat ini.

"Langsung ku ambil sajalah."

Dengan cepat Taufan berjalan menuju pohon yang dengan gagah nya berdiri. Memang pohon itu tidak terlalu besar, tapi tinggi sekali.Untuk ukuran tubuh Taufan pohon itu menjadi 2x lipat tingginya.

"Oh..astaga..aku seperti akan memanjat gunung Everst saja."

Taufan menghela nafas dan mulai menyentuh batang pohon.Ia harus bisa mengambil sang bola jika masih mau hidup.

"Hiii.."

Taufan menatap rumput dibawahnya. Mungkin sekitar 2 meter dibawahnya.Ia kembali menatap sang bola dan berdiri di atas ranting.

"S-sedikit lagi..ugh..ayolah.. "

Taufan melompat kecil guna meraih si bola.Tapi nihil.Ia sepertinya harus memanjat lebih tinggi.

"Ugh..menyebalkan--"

"Taufan! Hati hati!!!"

"Eh?"

Taufan menoleh dan tepat pada saat itu, dahan yang dipijaknya mengeluarkan suara retak.Tak berselang lama pekikan Taufan terdengar nyaring.

"Huwaa!"

SRAK!

BLUGH..!

Tubuhnya ditangkap tepat waktu.Taufan membuka kelopak matanya.Yang pertama kali Ia lihat adalah leher seseorang.

"Kau..tidak apa apa?"

DEG!

"Eh..? Oh..A-aku baik baik saja..Hali."

Wajah Taufan memerah saat menyebut nama itu.Ia tersentak saat Hali menatap tepat ke mata shappire nya.

"Apa yang kau lakukan sih? Bodoh."

"A-aku sudah mengetuk pintu tau! Kau saja yang tidak dengar! Ku pikir tak ada orang di rumah."

Taufan menggembungkan pipi nya. Sampai tiba tiba kakinya terasa nyeri.

"Ugh..! S-sakit.."

"Apa yang sakit?"

Hali menyibak surai hitam Taufan guna memeriksa apakah ada luka atau lecet dibagian kepala.Taufan menggeleng dan menatap kakinya.

"Kakiku sakit..aku akan pulang dan minta kak Gempa mengobatinya--"

"Hup!"

Mata Taufan melebar.Tubuhnya terangkat.

"T-tunggu Hali! Turunkan aku!"

"Berisik.Kakimu kan sakit, akan ku obati di dalam."

"T-tapi--"

"Sudah diam saja dan pegangan yang erat."

Taufan hanya bisa mengangguk pasrah.Tubuhnya didudukkan si sofa.

"Tunggu sebentar, aku akan mengambil kotak P3K."

Setelah itu Taufan ditinggalkan seorang diri.Ia melihat ke sekeliling dan mendapati sebuah bingkai foto.Ia berjalan pelan ke arah meja untuk melihat lebih dekat.

"Uwah..lucunya.."

Foto seorang Halilintar saat berumur 8 tahun.Taufan jadi ingat saat pertama kali Ia mampir di rumah ini.Saat itu Hali hanya menatap Taufan dan keluarganya dari lantai dua.Tak berniat untuk turun dan memberi salam.Orang tua Hali bilang kalau Hali sedikit pemalu, makanya Taufan tersenyum manis saat bertatapan dengan mata ruby itu.

"Hei! Bukankah ku bilang tunggu saja?!"

"Habis kau lama.."

Taufan mengerucutkan bibirnya dan menatap Hali sebal.Tubuhnya didorong pelan hingga kembali terduduk di sofa.

"Aduh..pelan pelan dong--"

"Bagaimana jika aku tidak mau?"

DEG!

Wajah Taufan bersemu merah.Hali terlalu dekat!

PLAK!

"Hoi! Apa apaan?!--"

"Terlalu dekat tau!"

Taufan menutupi wajahnya dengan bantal.Ia menatap Hali yang masih terdiam karena heran.

"Hah..sudahlah, sini berikan kakimu."

"Ugh..pelan pelan! Hali! Huwaa!!!"

PLETAK!

BUAGH!

Hali membisu.Ia harus menahan emosi nya lantaran ditendang oleh kaki Taufan.

"Bisakah kau diam sebentar?"

Hali tersenyum sinis sambil menatap lurus pada mata shappire itu.Taufan membeku seketika.Tangannya mencakar bantal tak berdosa di sofa.

"P-pelan pelan.."

Pemuda bermata ruby itu sweatdrop melihat sang tetangga yang kini terisak.Dengan cekatan ia mengobati luka di kaki Taufan.Tak lama, hanya 2 menit.

"Cengeng."

Terdengar dengusan geli dari manusia dihadapannya.Taufan refleks menggembungkan pipinya.Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Enggan menatap Hali yang kini bangkit.

"Apa sesakit itu? Mau ke klinik?"

Taufan tersentak saat rambutnya dibelai lembut.Tanpa sadar malah menatap tepat di iris ruby itu.

"Hm?"

"A-a-aku mau pulang!"

Taufan bangkit dari sofa.Wajahnya memerah padam.Sialnya ia lupa kalau kakinya masih nyeri.Tentu saja tanpa aba aba ia jatuh.

"Ah!"

"Dasar ceroboh."

"Aku bisa pulang sendiri! Turunkan aku! Hali--umph?!"

"Berisik! pegangan yang erat."

"Hmph..! Biarkan aku bernafas!!!"

Taufan terengah saat berhasil menarik bantal dari kepalanya. Ia menggerutu dan menatap Hali jengkel.

"Ah! Bola nya--"

"Nanti ku ambilkan, yang penting kau pulang dulu.Masih mau hidup kan?"

Taufan tersentak dan mengangguk cepat.Ia lupa kalau kakak nya menunggu di rumah.Semoga Taufan masih bisa menghirup oksigen di kemudian hari.

oOo

"Ugh.. sakit.."

Taufan meringis di atas ranjangnya.Iris shappire itu menatap kaki yang kini terbalut perban.Taufan jadi ingat wajah serius Hali saat mengobati kakinya.Lantas wajahnya berubah merah.

"Uah..! Cukup Fan! Jangan bayangkan yang tidak tidak!"

"Bayangkan yang tidak tidak itu yang bagaimana?"

Taufan tersentak.Ia bangkit dan menyingkap tirai jendela di sampingnya.Terlihat Hali menopang dagu, menatap lurus padanya.

"H-Hali?! Kenapa--"

"Kaki mu masih sakit?"

"S-sedikit.."

"Taufan, tangkap."

"Apa--uah?!"

Taufan refleks menangkap benda bulat yang hampir menabrak wajahnya.

"Ah! Terima kasih Hali!"

Taufan menghela nafas lega.Nyawa nya terselamatkan.

"Taufan.."

"Ya?"

Refleks Taufan menoleh dengan senyum lebarnya.Menatap Hali yang masih diam di tempat.

"Aku menyukaimu."

"He?"

"Aku.Suka.Padamu."

Hali mengeja kata kata nya satu persatu.Kata kata yang membuat Taufan terdiam beberapa saat.Mulut nya terbuka kecil dengan wajah semerah tomat.

"S-selamat tidur!"

BRAK!

SRAK!

Hali menyeringai.Menatap jendela disebrang nya yang kini tertutup.

"Selamat malam, Taufan."

oOo

"Kau yakin tak mau diantar saja?"

"Aku baik baik saja kak Gem--"

"Tapi nanti--"

"kakak! Taufan sudah besar!"

Taufan merebut balik tas di tangan sang kakak.Dengan cemberut menghiasi wajah nya pagi ini, Taufan membuka pintu rumahnya.

"Selamat pagi, Taufan."

DEG!

Taufan mematung.Wajahnya kembali memerah saat melihat Hali tersenyum padanya.

"Selamat pagi Halilintar, ada apa?"

Taufan tersentak saat mendengar suara berat sang kakak di belakangnya.Ia menunduk.Menatap lantai yang kini entah kenapa terlihat cantik.

"Selamat pagi kak Gempa.Saya mau menjemput Taufan."

"H-ha?!"

oOo

"Kau belum menjawab pengakuan ku semalam."

Taufan tersentak.Ia melepaskan pegangan tangannya di leher Hali.

"M-maaf Hali, aku--"

KRING!!!

Bel masuk menjadi penjeda jawaban Taufan.Ia menatap Hali yang baru saja menurunkannya di depan pintu kelas.Menggenggam tas nya lebih erat.

"Juga menyukai mu.."

oOo

#APA INI?!?!?!?!/plak.

Kay ingin membagikan thr asupan/telat woe/digampar.

Maapkan kalo ada yang kurang/kayak lebaran gak dapet thr/slap.

Maapkan kalo ada typo TvT

Sekian arigathanks~

Jaa~