Author : kimsangraa/simplesoul ( simpleSoul11)
Cast : Kim Jongin, Do Kyungsoo, Lee Taemin.
Annyong, kimie imnida *bow*.
Ini adalah replace ff , soalnya saya kan g tau kalo ternyata tu ada beberapa karakter yg emang dihapus kl ngirim ff ke sini, jadi jeongmal jwesonghamnida atas yang pertama itu. ^^v.
Happy reading!
.
D.O POV
.
Aku melihat dia. Kim Jongin. Sedang menari dan… sepertinya having fun bersama Lee Taemin. Aku menendang dinding. Muak! Aku muak melihat semuanya! Sudahlah, Jongin. Kau memang menyukai Taemin, aku tahu itu. Mata kelammu membiaskan perasaan padaku. Kau menyukai Lee Taemin! Bodoh! Kim Jongin bodoh! Aku mendengus kasar dan berbalik, sedikit berlari. Tapi seseorang menahan tanganku.
"Kyungsoo-hyung… Wae?"
Aku mendongak. Tingginya tak berbeda dengan Jongin. Maknae EXOK, Oh Sehun. Seseorang yang dulu pernah mempunyai rasa padaku. Seseorang yang kuabaikan demi Kim Jongin bodoh itu. Seseorang yang namjachingu-nya sangat mengerti kalau dia belum bisa melupakanku sepenuhnya. Bodoh. Semuanya bodoh.
"Gwenchana, Sehun… Hiks…"
Aku pun bodoh. Kenapa air mata ini harus keluar ketika melihat hazel Sehun yang khawatir? Kenapa air ini menitik sehingga membuatku terlihat sangat rapuh dan lemah di depan Sehun? Ada apa, tubuhku? Kalian menyayangi Sehun? Maaf, dia sudah milik Luhan-hyung.
"Hyung…" Sehun menarikku ke pelukannya. Ke dada bidangnya yang hangat dan nyaman. Memberiku ruang aman untuk menangis, bercerita, dan bahkan ditopang olehnya. Harum, kenapa tubuhnya harum sekali? Bukan harum khas parfum yang menyengat itu… Ini memang bau alami tubuhnya. Nyaman. Sungguh, aku iri dengan Luhan-hyung. Kenapa tidak kuterima saja Sehun dulu? Hanya karena Kim Jongin bodoh itu, aku melepasnya. Melepasnya yang…
"Auh…" Aku meringis ketika nafas Sehun menerpa leherku. Hangat, serasa menggelitik. Aku tahu ini salah, maka aku mendorong bahunya. "Jangan coba-coba, Sehun… Mian…"
Aku berlari meninggalkannya; hanya berlari, tak tentu arah. Aku ingin sendiri, sekaligus ingin ditemani. Tapi kupikir sendiri lebih baik. Maka aku pergi. Dan satu-satunya tempat yang bisa dan biasa kudatangi adalah…
.
"Oppa, bukan begini caranya kau kabur. Ingat, kau juga seorang 'eomma' dalam arti konotatif, semua membutuhkanmu."
Aku terdiam. Tapi aku memang benar-benar tersakiti saat melihat senyuman Jongin yang berbeda saat dia bersama Taemin. Aku membencinya; entah Jongin atau Taemin. Atau mungkin dua-duanya.
"… Aku benci. Aku capek menghadapinya. Kenapa dia tidak mengakhiri hubungannya denganku saja? Kenapa dia membiarkanku merasa sakit? Tahukah dia, saat SM Town kemarin, moment-nya bersama Taemin membuatku semalaman menangis di kamar mandi? Dia tidak tahu… Dan tidak berusaha mencari tahu…" aku menjawab dingin. Bodoh sekali, menyimpan perasaan yang sudah tahu bertepuk sebelah tangan.
"Oppa… Aku mengerti. Kalaupun ada yang bisa kulakukan untukmu, akan kulakukan."
Aku menatap matanya yang membiaskan rasa lelah karena semua ini, membuatku kebencianku pada Taemin menumpuk. Tidak dapat dipungkiri, Lee Taemin memang merupakan sunbae dan hoobae yang cute, dan polos, atas segala tingkahnya… Yang kutanyakan hanya satu, soal 'bisakah dia memikirkan orang-orang yang merasa tersakiti atas ulahnya?'
Jung Krystal hanya satu-satunya yeoja yang mengerti atas perasaanku pada Jongin. Dia mengerti, padahal aku tidak berharap dia paham sedikitpun. Lagu Hot Summer mengalun, menjeda heningku bersamanya di ruang latihan SM yang sudah tidak pernah disentuh; tidak dipakai dan berdebu, letaknya paling jauh dibanding ruang latihan yang lain.
"Yeoboseyo? Oh, Victoria Eonni. Aku segera kembali. Eumm… Aku baru membeli minum, mian. Ne." Krystal memasukkan ponsel ke sakunya. "Mian, Oppa. Aku harus kembali. Aku… berharap, jangan melakukan apapun, ya?"
Aku hanya mengangguk sambil tersenyum kecil. Krystal beringsut dan keluar dari ruangan gelap itu. Aku menghela nafas. Dia juga bodoh, mencintai Taemin dan sedikit berharap terbalas… Aku menghela nafas lagi, pendek dan kasar. Untunglah aku tidak membawa ponsel, itu membuatku tidak mudah ditemukan. Aku yang dari tadi duduk di atas meja yang menghadap ke jendela, memajukan tubuhku. Melihat ke langit senja yang bercampur lembut dengan biru yang indah.
"Jongin…"
Nama itu kembali meluncur dari bibirku… Aku memejamkan mataku sejenak; mengira-ngira bayanganku dari luar seperti apa. Mungkin seperti wanita di foto yang ada di film The Woman in Black itu, haha. Aku tertawa pelan dan hambar; hampa. Background gelap dan wajah menyedihkan, itu aku.
Aku berdiri dan menyebarkan uap di jendela, menuliskan tiga suku hangeul, dan keluar.
Kim Jong-In.
.
"Kyungsoo! Darimana saja kau? Aku khawatir!"
Aku baru saja kembali ke dorm. Kyuhyun-sunbae yang mengantarku pulang, katanya aku terlihat sakit. Aku memang sakit, di hati. Joonmyun-hyung menatapku dengan tatapan tajam, dan aku menghindarinya. Aku takut dia akan menemukan luka lagi di mataku dan berakhir dengan nasihatnya. Aku menatap belakangnya, Baekhyun-hyung dan Chanyeol-hyung sedang membaca komik, Sehun bermain PSP, dan Kai menonton televisi. Tapi sekarang tatap kelamnya mengarah padaku. "Kyungsoo, jawab!"
"Oh… Mian, tadi aku masih di gedung latihan…" jawabku, sedikit kaget dengan sentakan Joonmyun-hyung, dan sekali lagi menghindari tatapannya yang terkesan menyelidik. Dia menghela nafas, rasa lelahnya sedikit menguar dalam mataku. Menjadi leader memang bukan suatu hal yang mudah.
"Lain kali jangan begini. Kau tidak membawa ponselmu, kan? Itu membuatku… khawatir. Bukan, bukan hanya aku, tapi yang lain juga khawatir."
Yang lain? Benarkah? Aku mengumpat sinis dalam hati.
"Ne, hyung. Mianhaeyo. Eum, aku akan ke kamar sekarang. Aku lelah." ujarku dan langsung menuju kamar, melepas jaketku, dan mengambil handuk. Masuk ke kamar mandi dan menyalakan shower, lalu tubuhku dengan sendirinya merosot ke lantai, dan akhirnya membasahi kaos dan jeans yang masih kupakai.
Aku menggeram pelan, dan meremas rambutku sendiri. Menangis lagi dalam kesendirian, dan kegelapan. Mengulang; memikirkan segalanya yang pernah terjadi antara Jongin dan Taemin. Aku membenci mereka, aku terisak. Jongin… jahat sekali.
Mereka sering berpelukan. Tidakkah Minho-hyung cemburu? Jongin bahkan tidak pernah memelukku secara tulus, aku bersumpah.
Mereka sering melakukan adegan romantis… Taemin yang tersenyum manis pada Jongin, dan Jongin menyambutnya dengan senyuman karismatik… Seperti sepasang kekasih. Aku menggigit bibir sambil menahan isakan. Oh, Tuhan…
Mereka sering melakukan skinship. Mereka berdiri berdua, bersebelahan sambil mengobrol, padahal aku tahu ada tangan tertaut di belakang tubuh mereka. Tangan besar yang menggenggam hangat tangan mungil yang… begitu... seolah, menyampaikan perasaan. Aku meloloskan isakan panjang yang suaranya teredam oleh bunyi air mengalir.
Manikku terpejam menutup rasa penasaranku yang sudah mencapai, 'apakah mereka sudah melakukan hal yang akan membuat Do Kyungsoo pingsan dan mengalami tekanan darah rendah saking shock-nya?'
Aku adalah main vocal EXOK. Aku tahu, dan bukan sombong, bahwa isakanku terdengar merdu tapi menyakitkan. Isakanku adalah ungkapan hati yang tersayat berkali-kali.
Aku kekanakan-kah?
Tunggu dulu, apa kalian bisa melihat namjachingu kalian bermesraan dengan orang lain, dan melihat para penonton mendukung mereka? Ulu hatiku sakit sampai rasanya aku akan pingsan. Bibirku bergetar, aku kedinginan. Aku harus keluar dari sini atau nanti mereka menemukanku dalam keadaan tidak bernyawa.
Hyperbolis? I'm sure.
.
"Hana, dul, set, net, dul, dul, set, net! Nah, begitu! Kyungsoo, kakimu sedikit mundur! Nah… Bagus! Ayo kita ulangi lagi!"
Hanya aku, Joonmyun-hyung, dan Sehun, yang masih latihan untuk comeback kami. EXO-M akan datang seminggu sebelum comeback. Mereka dilatih di China terlebih dahulu karena masih ada beberapa jadwal photoshoot. Aku memang agak lelet dalam dance, Sehun juga, sementara Joonmyun-hyung melewatkan latihan yang kemarin karena badannya sedikit demam.
Sang main dancer dan duo happy virus sudah meninggalkan ruangan ini sejak satu jam yang lalu. Tujuan salah satu di antara mereka adalah ruang latihan SHINee, aku tahu. Sementara dua lainnya… Aku tidak yakin, mungkin sudah pulang ke dorm. Aku menghela nafas saat mendapat waktu istirahat lima belas menit. Duduk, dan Sehun menyodorkan botol minumnya.
"Minum, hyung."
"Gomawo." kataku, menerima dan meminumnya sedikit, lalu berpikir apakah aku dan Joonmyun-hyung akan mampu merelakan waktu lagi selama tiga jam kedepan untuk latihan vokal. Aku tidak menyalahkan siapa-siapa tentang hal ini; bukankah sudah menjadi sebuah resiko? Hanya saja aku menyesalkan seseorang yang sudah membuat hariku buruk belakangan ini.
"Bagaimana dengan Jongin?" tanyanya pelan.
"Setiap malam kami hanya diam. Kau tahu kan tempat favoritnya setelah sofa depan televisi? Kau tahu kafe yang buka setiap malam yang berjarak tiga rumah dari dorm kita itu? Dia sering kesana untuk mengobrol sampai malam, dengan Taemin. Kemarin dia baru pulang jam sebelas malam… Mengobrol, dengan Lee itu…" jawabku, menghembuskan nafas kasar.
"Eum…"
Dia ragu untuk memberikan komentar. Walaupun maknae ini frontal jika mengemukakan idenya, tapi dia tidak begitu padaku dan Luhan-hyung. Ah, ya. Luhan-hyung… aku melupakannya sejenak…
"Aku merasa bersalah pada Luhan-hyung." ujarku pelan.
Sehun menggeleng. "Luhan-hyung sudah bilang padaku, 'kalau Kyungsoo menangis, tariklah dia ke pelukanmu, Sehun'. Luhan-hyung sangat sayang padamu, hyung."
Aku terdiam, sementara pelatihkami sudah memanggil.
"Kajja kita latihan lagi… Sehun, Kyungsoo, Joonmyun, ayo! Fighting!" ujarnya. Aku tersenyum kecil.
"Fighting."
.
"Kyungsoo, kau kelelahan?"
Kami ada di van, pulang menuju dorm. Joonmyun-hyung menatapku. Aku hanya dapat mengangguk. Memang itu yang kurasakan; kali ini aku tak perlu berbohong.
"Seperti biasa, hyung." jawabku, kembali beranjak untuk mengambil botol yang baru kubeli dan meminumnya. Tenggorokanku kering. Berlatih vokal setelah debut memang mengenaskan bagi yang belum terbiasa. Tangan Joonmyun-hyung mengelus rambutku pelan. "Tidak apa-apa?"
"Eh, apanya?"
"Nanti Yixing-hyung cemburu, lho… Hehehe~" tawaku. Joonmyun-hyung memutar bola mata ketika mendengar nama namjachingu-nya kusebutkan.
"Sebagai bentuk perhatian dari hyung ke dongsaengnya, kau tahu?" tukasnya, dan aku hanya mengangguk. Usapannya di rambutku berlanjut. "Hubunganmu dengan Jongin… Eotthe?"
Aku menggeleng, dan menjawabnya sama dengan jawabanku pada Sehun. Joonmyun-hyung mengangguk, dan menghela nafas keras.
"Putuskan saja dia." ujarnya. Aku terdiam selama beberapa saat. Aku ingin, hanya saja… aku takut untuk mengira-ngira bagaimana reaksinya. Aku takut kalau dia makin dekat dengan Taemin dan nanti akan berkata bahwa 'tidak ada lagi KaiD.O, yang real hanya KaiTae'. Aku takut kalau aku makin hancur. Aku takut aku akan kehilangan penopang hidup. Aku sadar kalau aku membutuhkannya. Aku sudah gila. Tidak sekali-dua kali aku bermimpi menemukan Taemin tergolek di depanku dan aku membawa pisau berdarah di tanganku.
Kenapa aku jadi seperti ini?
Aku tidak boleh kehilangan akal sehatku. Sungguh.
"Aku bisa memperkirakan rasa takutmu. Tenang, yang mendukungmu bukan hanya aku. Tapi member lainnya juga. Kau bisa minta ditopang siapa saja untuk menghilangkan kesedihanmu. Aku mohon, hidup melihatmu seperti ini lebih menyakitkan dibanding melihatmu tertidur di ranjang karena demam atau penyakit lainnya. Bahkan Yang-ahjussi juga berpikiran begitu, kan?"
Yang-ahjussi, supir pribadi kami, menatap kami sambil tersenyum. Umurnya sekitar 35 tahun. Beliau mengerti permasalahan kami dan jalan hidup yang kami ambil. Beliau juga sangat baik pada kami, kadang-kadang bahkan mendengarkan curahan Joonmyun-hyung tentang masalah yang dihadapinya sebagai leader. "Tentu, Joonmyun-ah, Kyungsoo-ya."
Aku masih terdiam. Aku tidak tahu akan bagaimana jika cara itu kucoba.
.
Sesungguhnya, pertanyaan ini tidak aneh, namun menyakitkan untukku karena sudah mengira jawabannya. MC sialan di interview kali ini melontarkan pertanyaan yang membuatku ingin menyumpal mulutnya dengan kaleng softdrink yang ada di dekat tempatnya duduk.
"Siapa sunbae satu manajemen yang paling kalian kagumi?"
Aku merasa tertohok. Sungguh, mengerikan, aku ingin secepatnya ber-metamorfosa menjadi burung merpati yang mengabarkan bahwa dunia akan kiamat agar dia tak perlu mengucapkan nama itu. Tubuhku bergetar tanpa kusadari. Nafasku terasa lebih cepat dan pendek-pendek, nyaris seperti orang yang bertemu malaikat maut. Aku menelan ludah. Joonmyun-hyung memilih Leeteuk-sunbae, alasannya karena karisma Leeteuk-sunbae sebagai leader dan dia ingin menirunya.
Chanyeol-hyung memilih Key-sunbae karena lidahnya yang fasih mengucapkan rapp dalam dua bahasa.
Baekhyun-hyung memilih Changmin-sunbae karena suaranya.
Sehun memilih Eunhyuk-sunbae karena hafalannya sangat cepat pada dance.
Aku? Aku sempat ragu sebelum menyebutkan Kangta-sunbae. Aku memang kagum dengan kerja keras, dan semangatnya yang tinggi, serta talent-nya yang luar biasa.
"Kai-ssi? Kau memilih siapa?"
"Taemin SHINee-sunbae. Karena dia, seperti Eunhyuk-sunbae, mudah menghafalkan dance dan suaranya juga indah. Selain itu, Taemin-sunbae juga ramah kepada kami semua dan sering memberikan motivasi agar kami tidak putus asa."
Sering?
Tubuhku linglung dan goyah. Aku dapat merasakan Sehun melirikku. Aku mencengkram microphone yang kupegang dengan kuat. Dia terlihat malu-malu ketika menyampaikannya. Bodoh! Aku ingin berteriak pada dunia kalau seorang Lee Taemin itu bukan seperti yang kalian semua pikirkan…!
Kesadaranku kembali penuh, dan aku kembali fokus. Fokus, tapi… aku merasa mataku benar-benar menyiratkan kepedihan yang mendalam. Mungkin KaiD.O-shipper di sini bisa melihat perubahan air wajahku yang sangat kentara.
…
Interview itu selesai. Aku menghela nafas dan mengucapkan terimakasih pada staf-staf yang bekerja saat itu.
Aku berjalan menuju kamar mandi dan membasuh mukaku, mencoba membersihkan sisa make up yang masih tertinggal. Aku menatap wajahku yang nampak pucat. Aku membenci mereka. Dari perasaan jatuh ini, menderita, disakiti, berubah menjadi benci.
Kau tahu, kalau orang saking bencinya, dia bisa berbuat bahkan yang tidak rasional sekalipun?
Seolah akal sehatku menguap entah kemana…
Dan aku membenturkan kepalaku pada cermin di depan sampai retak. Di sini tidak ada siapapun, membuatku mengulang-ulang hal itu sampai tak kusadari sakit menggigit didahiku yang berdarah. Menetes… Cairan pekat itu menetes, banyak, sampai mengenai bibirku, dan meninggalkan rasa besi di sana. Perasaanku beku.
Aku menuju ruang dimana member lain menungguku. Ternyata hanya ada Baekhyun-hyung dan Chanyeol-hyung.
"Ayo, pulang, Kyung – Astaga! Kyungsoo!" jerit Baekhyun-hyung. Aku terdiam, aku ingin bicara, namun aku tidak tahu akal sehatku kemana.
"Kyungsoo, kepalamu berdarah! Kau melakukan apa?!" Chanyeol-hyung juga menjerit panik. Aku tetap diam, menampakkan wajah datarku, dan sorotan mata kosongku. Chanyeol-hyung mencoba mencari kapas dan larutan alkohol, atau apapun yang sekiranya bisa digunakan menutupi lukaku. Baekhyun-hyung berputar-putar panik di sebelahku. Joonmyun-hyung, Sehun, dan Jongin datang.
"Astaga! Kyungsoo-hyung! Hyung! Gwenchana?!"
"Kyungsoo, kau kenapa?!"
Jeritan mereka teredam dalam telingaku. Rasa sakit mulai menyerangku. Aku mendesah lemah, dan mataku tertutup setengah. Mereka mendengar desahanku, dan terdiam. Hening menyapa sejenak dalam ruangan ini.
"… hyung?"
Suara Sehun…
Terdengar lembut, ya?
Aku tersenyum kecil dan sebelum kehilangan kesadaranku, aku melihat Jongin membeku di pintu sambil menatapku dengan mulut terbuka.
Kim Jongin…
.
Aku mengerjapkan mataku, perlahan. Bau obat-obatan dengan leluasa menginterupsi kepalaku yang masih pening. Aku merasakan ada sesuatu yang mengikat kepalaku.
"Hyung?"
Aku melihat seseorang berdiri di sebelahku dan menatapku dari atas, menghalangi cahaya lampu yang menghantam mataku. Wajahnya tampan sekali dalam jarak sedekat ini. Seperti siluet.
"Se…hun?" ucapku lemah. Sehun mengangguk, dan menggenggam tanganku.
"Syukurlah, syukurlah hyung sudah sadar…"
Dia memelukku. Hangat, dan aroma tubuhnya lagi-lagi menguar, membuatku tenang seketika. Ini kamar rumah sakit. Tanganku terinfus dan pakaianku serasa lebih nyaman, walaupun celanaku masih celana yang kupakai pada interview…
Oh iya, soal itu. "Jongin… eodisseo?" bisikku. Sehun melepas pelukannya dan mencium keningku. Tuhan, aku merasa bersalah pada Luhan-hyung karena merasa nyaman dengan perlakuan Sehun.
"Jongin sudah pulang duluan, dari tadi…"
Jawabannya juga dalam bisikan. Jadi begitu? Bukan dia yang menungguku, tapi malah maknae ini? Bodoh… Aku jadi ingin melakukan percobaan bunuh diri. Benar-benar moodbreaker. "Aku ingin pulang…" bisikku.
"Tapi… Kondisimu juga belum sembuh benar, hyung…"
"Gwenchana. Bisakah kita pulang sekarang, jebal?" aku memohon. Sehun akhirnya mengangguk dan merapikan barang-barang yang berada di atas meja, lalu ke resepsionis. Setelah itu aku menunggu beberapa menit dengannya karena harus menghabiskan infus.
"Nyanyikan lagu Into Your World…"
"Mwo?"
"Tolong, nyanyikan Into Your World…" kataku. Sehun menggaruk tengkuk dan menjilat bibirnya.
"Neoui sesangeuro… Yori barameul tago… Ne gyeoteuro… Eodioseo wanyago… Haemarkge mutneun nege bimirira malhaesseo… Manyang idaero hamkke georeumyeon… Eodideun cheongugilteni…"
Aku memejamkan mata. Suaranya lirihnya menyenandung dengan lembut. Tidak sebagus suara Joonmyun-hyung memang, tapi cukup membuatku tenang.
"Ah, charanta…" aku tersenyum. Sehun membelai rambutku dan menatap ke arah infus.
"Oh, sebentar lagi habis. Aku keluar sebentar, hyung, sekalian memanggil eoga." katanya. Aku hanya mengangguk lemah. Aku ingin menangis, tapi air mata ini rasanya sudah keberatan untuk dikeluarkan. Kalau aku menangis, bekasnya akan terlihat sampai besok. Salahkan kulit wajahku yang benar-benar menjadi merah kalau aku habis menangis.
Sehun kembali dengan eoga, dan eoga itu membuka infusku dengan hati-hati. Sehun menyampirkan tas slempang itu di pundak dengan gaya yang sangat keren, lalu tangan kirinya menggenggam tangan kananku, memberiku kekuatan untuk…
Entahlah, aku merasa kuat ketika sebelumnya dia memberiku suntikan semangat berupa senyum manis di wajahnya.
.
"Kyungsoo… Gwenchana?"
Malam ini Joonmyun-hyung sudah menanyakan hal itu lebih dari empat kali. Aku mengangguk lagi sebagai jawaban, lalu memainkan jariku pada mug berisi coklat panas yang dibuatkan Baekhyun-hyung itu.
"Aku tidak tahu apa-apa, Kyungsoo. Jangan-jangan kau begini karena… Jongin?"
"Hyung, Kyungsoo masih lelah begitu. Jangan kau tanyakan perihal Jongin dulu padanya." celetuk Chanyeol-hyung yang kebetulan lewat. Joonmyun-hyung menatapku, dan menghela nafas pelan – sekaligus berat.
"Baiklah, aku tak mengejar jawabanmu hari ini. Tapi… kau berhutang penjelasan padaku, Kyungsoo. Aku mau istirahat. Jaljayo." ujarnya. Aku hanya mengangguk ringan.
"Jalja, hyung." balasku. Joonmyun-hyung memasuki kamarnya dan meninggalkanku dengan Chanyeol-hyung.
"Oke, sebaiknya kau istirahat juga." Chanyeol-hyung berkata pelan, lalu memasuki kamarnya. Dorm ini tampak begitu sepi jika semua sudah tertidur. Aku menghela nafas. Kalau boleh bertukar kamar dengan Joonmyun-hyung, aku akan benar-benar melakukannya. Aku merasa berat jika harus seruangan dengan Jongin.
Tapi kakiku tidak menurut, dia berjalan ke arah kamarku dan Jongin. Tanganku pun begitu, jari-jarinya sudah menempel di handel, dan ototku bekerja sama untuk menekan handel itu lalu membukanya.
Uh-oh, Jongin duduk di pinggir bednya dengan tatapan yang sayu untukku.
Apa yang akan dia lakukan? Minta penjelasan akan luka di kepalaku? Aku terduduk di pinggir bedku dan memejamkan mata sejenak, merasakan apa yang mungkin Jongin rasa.
Greeppp…
Aku merasakan nafas hangat di tengkukku. Tanganku bergerak untuk membalas pelukannya. Tubuh tingginya serasa hangat sekali; aku begitu merindukan aromanya.
"Aku… aku bukan mainan, Jongin… Jangan mempermainkanku…" ujarku, tersedak karena air mata yang siap turun sebelum aku mengupayakan kalimat itu keluar. Dia terdiam, tetap menghembuskan nafas dalam tempo yang lambat dan teratur ke tengkukku. Sedikit geli, tapi nyaman luar biasa. Aku ingin Jongin yang seperti ini…
Bukan Jongin yang hanya peduli pada Taemin…
"Mianhae…"
.
~TBC~
*liat ke atas *bengong *tutup muka *screaming kaya kai di mama *muntah-muntah (?) *abaikan *maaf curcol
Untunglah saya akhirnya tau cara mengeditnyaa lewat kakek google (?), karena saya benar2 tidak berpengalaman publish ff di sini ^^.
