Mianhae, Nado Saranghae

Author : KeiLee

Main Pair : Yunjae (Jung Yunho x Kim Jaejoong)

Other Pair : Yoosu, Changkyu, TOPGD.

Other Cast : Jung Ahra, Choi Siwon, Choi (Kim) Kibum, dan lainnya akan ditemukan seiring berjalannya cerita.

Genre : Romance, Drama (banget) sinetron Indonesia aja kalah.

Rate : T-M. Gue mulai sedikit terkontaminasi.

Warning : YAOI. BxB. Little STRAIGHT. Typo (s) bertebaran dan selalu masih ada meskipun udah diedit layaknya YJS di dunia, DLDR. Lebih sinetron dari sinetron yang paling sinetron (?). Tidak menerima Kritik dengan bahasa yang kasar. Biasakan RnR. Kalo bisa baca dulu yang Noona, I Love Him biar lebih nyambung. Judul menipu. Isi berantakan dan maksa banget.

Okelah, seperti biasa. Gue cool jadi ngga banyak bacot.

So, Check It Out..

.

.

.

.

.

~ Summary ~

"Jaga dirimu baik-baik." Pesan Nyonya Kim sebelum Jaejoong berjalan menjauh menuju tempat pemberangkatan.

'Selamat tinggal, Yunho. Annyeong, nae sarang."

Tepat dengan Jaejoong yang memasuki gerbang keberangkatan, seorang namja bermata musang berlari berteriak memanggil namanya sekeras mungkin membuatnya menjadi pusat perhatian.

"JAEJOOOONGGG... KIM JAEJOOONGGG!" Yoochun dan Seunghyun menahan Yunho yang hendak menerobos, "JAEJOOONGGG, BOOJAEJOONGIIIEEE.. KAJIMA!" teriaknya.

"Percuma, dia sudah berangkat." Yunho menatap kosong ke depan. Air matanya jatuh setetes kemudian tetes lainnya menyusul. Yoochun segera memapah Yunho menuju mobilnya. Beruntung Junsu, Jiyoung, dan Kyuhyun pergi lebih dulu begitu melihat wajah Yunho. Kalau seandainya mereka disana, mereka bertiga pasti akan mencaci maki Yunho.

"Dia pergi, Chun. Dia pergi." Gumam Yunho.

Kau lihat, Jung? Penyesalan selalu datang paling akhir. Sekarang nikmatilah hidupmu tanpa kehadiran namja cantikmu itu lagi..

.

.

Start Story

.

.

Ahra, keluarga Kim dan Jung menatap kepergian Yunho dengan bermacam-macam ekspresi. Ahra hanya menatap sendu punggung Yunho sedangkan Kibum menatap anaknya dengan datar.

"Anak bodoh!" umpatnya kemudian berlalu dari sana. 'Sudah kuduga kau akan menyesal, Jung Yunho.' Lanjut batinnya.

Skip Time

Three Years Later...

Banyak yang terjadi selama 3 tahun ini. Mulai dari Jiyoung dan Seunghyun yang bertunangan. Ini benar-benar mengejutkan karena mereka sebenarnya sudah ditunangkan sejak kecil dan mereka juga saling mencintai. Tapi karena kesalahpahaman, Jiyoung memutuskan untuk menjauhi Seunghyun. Changmin dan Kyuhyun juga akan segera bertunangan. Sedangkan Yoochun dan Junsu tetap seperti dulu.

Tapi lebih dari itu semua, ada yang lebih mengejutkan yaitu dibatalkannya pernikahan antara Yunho dan Ahra. Dan yang membuat mereka semua tidak percaya adalah kenyataan bahwa Ahra lah yang membatalkannya dengan alasan yang hanya diketahui olehnya dan Yunho.

Berbicara tentang Yunho, dia sekarang menjadi CEO di perusahaan appanya. Dia memutuskan untuk pindah dari Fakultas Seni ke Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen Bisnis. Sifatnya sekarang juga berubah total. Tidak pernah lagi mendatangi club malam dan menggoda wanita-wanita seksi yang ada di depannya. Hidupnya hanya berisi dengan bekerja, bekerja, dan bekerja. Pribadinya yang dingin menjadi semakin dingin. Dia juga tidak segan-segan untuk membentak bahkan memecat karyawan yang melakukan sedikit saja kesalahan.

Ya. Seorang Jung Yunho yang dulu sudah tidak ada lagi. Seorang Jung Yunho yang selalu menebar senyum mempesona sudah mati semenjak kepergian sahabatnya. Sahabat yang lebih dianggapnya sebagai belahan jiwa. Dan bodohnya dia baru merasakannya selepas dia pergi. Kim Jaejoong. Namja cantik yang awalnya hanya bahan mainannya saja. Ya. Pada akhirnya sang pangeran jatuh cinta pada bonekanya sendiri.

Author PoV End

Jung Yunho PoV

Hai, aku Jung Yunho. Dan aku bersyukur aku masih hidup sehingga bisa menyapa kalian. Aku tahu kalian pasti kesal padaku karena sikapku pada Jaejoong, kalian tidak salah karena aku pun begitu. Bahkan aku jauh lebih membenci diriku sendiri daripada kalian. Tapi sungguh aku benar-benar menyesal menyia-nyiakan Jaejoong dulu.

Sebelum kalian menghakimiku lebih jauh, maukah kau mendengar cerita berdasarkan sisi perasaanku? Aku harap dengan ini kalian bisa sedikit bersimpati dan mengerti diriku.

Kalian tahu aku berasal dari keluarga terpandang bukan? Kalian juga tahu bahwa orang tuaku adalah pasangan sesama jenis. Tentu aku tahu bagaimana rintangan yang harus dilewati oleh pasangan seperti itu. Appa dan eomma sempat tidak mendapat restu dari keluarga Jung sampai kemudian aku lahir dari rahim eomma sendiri. Beruntungnya perusahaan Jung Corp adalah perusahaan yang besar dan menguasai hampir semua perdagangan di Korea dan Asia. Oleh sebab itu, kami tidak mengalami banyak kerugian ketika beberapa relasi bisnis memutuskan kerjasama.

Mungkin kalian merasa bahwa semua itu tidak berhubungan dengan Jaejoong dan aku, tapi bagiku, itu sangat berpengaruh. Aku adalah namja yang suka sekali dengan tantangan hingga saat aku melihat Jaejoong untuk pertama kalinya disaat Masa Orientasi Mahasiswa, aku tertarik padanya. Aku ingin dia menjadi kekasihku dan membuatku merasakan secara langsung bagaimana menjalani hubungan dengan sesama namja. Tapi semua tidak semudah yang kubayangkan. Dia berbeda dengan yang lain. Begitu sulit untuk ditaklukkan.

Aku berusaha keras hanya untuk bisa berbicara dengannya. Hingga akhirnya kesempatan itu datang. Aku melewati koridor menuju perpustakaan dengan kepala menunduk fokus dengan ponsel yang kupegang. Aku tidak menyadari di depanku ada namja cantik incaranku dengan tumpukan buku tebal yang menghalangi penglihatannya.

Brugghhh..

"Aw.. ya! Kau tidak punya mata, ya?" aku menatap tajam namja yang terduduk itu sebelum namja itu mendongak dan membuat mataku melebar melihat siapa namja yang tadi kutabrak.

'Kim Jaejoong..' batinku. Aku bersorak dalam hati, akhirnya kesempatan ini datang. Perlahan aku mengulurkan tanganku menawarkan diri untuk menolongnya tapi dia menepisnya. Perempatan mulai terbentuk di keningku. Selama ini tidaka ada yang pernah menolakku.

"Kau tidak punya mata? Sudah jelas aku berjalan di depanmu kenapa kau masih menabrakku? Apa aku kurang besar sampai kau tidak melihatku?" semburnya membuatku tersenyum tipis meski hatiku kesal.

"Kau memang terlalu pendek. Pantas membawa buku sejumlah itu kau sudah kesusahan." Cibirku membuatnya membulatkan mata bulatnya.

"Mwo?! Neo!" aku menepis tangan mungil yang menunjuk tepat di wajahku itu.

"Jae! Kenapa kau masih disitu? Kami sudah menunggumu!" aku menoleh kebelakangku dan menemukan teman satu angkatanku dan Jaejoong yang tidak salah bernama Jinyoung memanggil Jaejoong dan menghampirinya.

"Ah, mian. Tadi aku ditabrak beruang. Jadi aku menjatuhkan bukunya." Jawabnya setengah menyindirku.

"Aish, arasseo. Kajja, aku akan membantumu." Namja itu mengambil setengah dari buku yang dibawa Jaejoong dan mereka berdua berjalan melewatiku setelah pamit meskipun hanya Jinyoung.

"Urusan kita belum selesai." Desis Jaejoong disampingku. Aku tersenyum menatap punggung kecilnya yang menjauh. Kini aku tahu bagaimana cara untuk mendekatinya.

Flashback Off

Saat itu aku benar-benar tidak tahu kalau ternyata aku akan benar-benar jatuh untuknya. Kalau tahu akan begini jadinya, aku tidak akan melepasnya. Kalau saja aku tidak memenangkan ego-ku dan datang lebih cepat ke bandara, mungkin dia masih disini atau setidaknya kami masih berhubungan.

Flashback On

Aku terkejut mengetahui kenyataan bahwa dia mencintaiku. Aku sedang bertamu karena permintaan Ahra. Ketika Ahra di dapur membuatkan minuman, aku memutuskan untuk menemui Jaejoong di kamarnya. Begitu aku hendak membuka pintu kamar yang kuketahui adalah kamar Jaejoong, aku mendengar suara Eomma Kim sedang berbicara dengan namja yang kuyakini adalah Jaejoong di kamar dengan pintu bercat putih. Aku memutuskan untuk mengintip karena kebetulan pintu kamar itu tidak tertutup rapat.

Disana aku mendengar semuanya. Mendengar bagaimana perasaan Jaejoong padaku. Kalian tidak tahu betapa jantungku berdetak keras saat itu. Bibirku membentuk lengkungan keatas tanah kuperintah. Tapi kilasan rintangan hubungan sesama jenis kembali menghinggapi kepalaku. Lengkungan dibibirku menghilang secepat kemunculannya tadi. Hatiku makin sakit ketika mendengar apa yang membuat Jaejoong jatuh untukku. Apalagi ketika dia mengatakan bahwa itu semua adalah salahnya. Aku sangat ingin menerjang masuk dan mengatakan bahwa itu bukan kesalahan karena aku juga jatuh untuknya. Tapi, sekali lagi aku kembali merasa bahwa ini salah. Aku dan Jaejoong tidak bisa bersama karena kami memang tidak ditakdirkan menjadi pasangan. Dan seperti yang kuduga, Kim Eomma tidak akan merestui kami. Sakit, tapi aku merasa ini lebib baik. Untukku dan terutama untuknya. Aku bersembunyi begitu Eomma Kim keluar dari kamar Jaejoong dengan air mata mengalir dari matanya.

Aku menghela nafas dan mengumpulkan keberanian sebelum memasuki kamar Jaejoong. Sekuat tenaga aku menahan segala perasaanku dan menampilkan ekspresi marah di wajahku. Berat. Amat sangat berat apalagi ketika melihatnya begitu rapuh dengan air mata di pipinya. Lagi. Aku harus menahan diriku lebih keras untuk tidak berlari memeluknya dan menenagkannya.

Aku menghampirinya dengan tangan terkepal. Bukan karena ingin memukulnya, aku tidak akan mungkin bisa melakukan itu. Dia sahabatku –setidaknya aku menganggapnya begitu saat itu-. ini semua lebih karena aku tidak sanggup melihat dirinya yang lebih menyedihkan jika dilihat dari dekat.

"Y-yunho?" cicitnya begitu aku mencengkram bahunya lumayan keras.

"Katakan padaku bahwa kau tidak benar-benar menyukaiku, Kim Jaejoong! Katakan bahwa semua yang kau katakan pada eommamu itu hanya lelucon!" matanya terbelalak. Dari ekspresinya aku bisa menebak bahwa dia tidak percaya aku mengetahui semuanya.

"Kenapa kau diam, Kim Jaejoong! Jawab aku seperti yang biasa kau lakukan!" aku mengguncang badannya keras. Mian, Jae. Aku hanya ingin mendengar langsung dari bibirmu. Kalau seandainya kau merasakan lebih jauh tanganku yang mencengkram pundakmu, kau akan tahu kalau tanganku bergetar hebat. Aku melihatnya memejamkan mata.

"Itu bukan lelucon. Itu semua kenyataan. Aku mencintaimu, Jung Yunho! Kau puas?!" dia berteriak di depan wajahku. Aku tersentak tidak tahu harus berkata apa. Aku senang mendengar itu, tapi otakku menolak dan memegang teguh keyakinan bahwa ini semua salah. Kulepas cengkramanku di bahunya kemudian berjalan menjauh.

"Kau... Kau menjijikkan, Kim! Jangan pernah menunjukkan wajahmu dihadapanku lagi setelah ini. Temui aku ketika kau sudah memiliki calon istri yang tentunya adalah seorang wanita." Aku keluar dari kamarnya dan menutup pintu itu keras. Aku berbalik dan bersandar pada pintu yang tertutup. Tanganku bergerak memegang dada kiriku yang terasa sakit. Amat sangat.

Aku merutuki mulutku yang bisa berbicara sekejam itu padanya. Entah kenapa dari semua kata-kata yang bisa kuucapkan, kalimat itu yang keluar. Aku yakin Jaejoong tengah hancur sekarang dan itu semua karenaku. Aku melangkah keluar dari kediaman Kim mengacuhkan panggilan Ahra yang menanyakan kenapa aku pulang begitu cepat. Aku tidak peduli. Yang aku inginkan hanya menenangkan diri dan.. hatiku yang terus sakit sejak tadi. Kukendarai mobilku dengan kecepatan lumayan tinggi. Aku tidak peduli jika nanti aku kecelakaan. Aku hanya ingin meredakan rasa sakit ini.

Aku terus memikirkan Jaejoong semalaman, dan akhirnya aku mengambil keputusan yang membuat Eomma memakiku keras.

"Aku ingin menikahi Ahra setelah lulus kuliah." Pintaku berusaha terdengar tegas. Aku bertatapan dengan Eomma yang menatapku dengan mata tajamnya.

"Terserah kau saja. Yang pasti jangan pernah mendatangi eomma jika kau menyesal suatu saat nanti. Kau benar-benar namja paling bodoh yang pernah eomma temui!" Eomma berlalu dengan tetap memasang wajah datarnya. Aku tahu. Aku tahu seberapa kecewanya eomma pada pilihanku. Tapi sekali lagi, aku tidak bisa. aku tidakbisa membawa Jaejong kedalam masalah.

Setelah mengatakan itu, kami sekeluarga pergi ke kediaman keluarga Kim untuk mengutarakan niatku. Di dalam mobil suasanan sangat hening. Sejak tadi pagi eomma menolak bicara denganku, eomma juga hanya menjawab pertanyaan appa dengan singkat. Aku tersenyum miris.

"Bagaimana kalau empat atau lima tahun lagi? Menunggu Ahra meraih gelar S2-nya?" usul Tuan Kim begitu appa mengutarakan maksud kedatangan keluarga kami.

"Tidakkah itu terlalu cepat? Saat itu Yunho masih belum merai gelar S2-nya." tanya appa. Aku melirik kearah Jaejoong yang menundukkan kepalanya. Lagi-lagi tubuhku bereaksi aneh. Aku ingin sekali mendekatinya dan memeluknya mengatakan apa yang kukatakan kemarin hanyalah kebohongan belaka. Aku memejamkan kepalaku dan menggelengkan kepalaku berusaha mengusir keinginna bodoh itu dari otakku.

"Tidak apa, appa. Lebih cepat lebih baik. Bagaimana kalau pernikahannya diadakan tiga tahun lagi? Kuharap kalian menyetujui keputusanku karena aku sudah memikirkan semuanya." Ujarku akhirnya. Aku mengatupkan rahangku kuat dan menahan diri untuk tidak melihat kearah Jaejoong sedikitpun. Tapi aku kalah, mataku bergerak dengan sendirinya dan menatap sendu kearah Jaejoong-Ku.

Aku bisa melihat Jaejoong tersentak mendengar keputusanku. Dia mengarahkan tatapannya kearahku dan karena itu aku segera merubah tatapan senduku menjadi tatapan tajam dan mengejek yang seolah mengatakan kalau aku normal. Aku melihat dia memejamkan mata. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan, tapi kuharap dia tidak melakukan hal yang bodoh.

"Itu bagus. Dengan begitu Ahra noona tidak perlu cemburu setiap hari karena tingkah playboymu itu." sinis Jaejoong akhirnya. Aku tersenyum miring untuk menyembunyikan ekspresiku yang sesungguhnya.

"Baguslah kalau kau setuju." Balasku tidak kalah sinis. Aku tidak pernah berpikir semua akan berakhir seperti ini.

"Eomma, Appa. Bukan hanya Ahra noona yang memiliki kabar gembira dengan pernikahan mereka. Aku juga memiliki kabar gembira untuk kalian. Aku mendapat beasiswa di sebuah Fakultas Seni di London. Dua hari lagi aku akan berangkat kesana." Ucapan Jaejoong membuat kami semua tersentak, terutama aku. Aku menatap tajam kearahnya seolah meminta penjelasan meskipun dia tidak melihtana karena dia mengalihkan pandangannya kearah bumonimnya.

"Kenapa kau baru mengatakannya sekarang?" tanya Kim eomma. Aku menganggukkan kepalaku tanpa sadar.

"Dulunya aku ingin menolak karena aku ingin bersama dengan sahabatku disini. Tapi ternyata setelah kupikirkan baik-baik, di London aku bisa lebih mendalami bakatku. Jadi kuputuskan untuk menerimanya." Semua diam. Tidak ada yang membantah keputusan Jaejoong, "Aku mengepak barang-barangku dulu."

"Eomma bantu."

"Ani, eomma. Aku ingin sendirian. Lagipula eomma herus menemani Siwon abeonim dan Kibum eommonim disini." Jaejoong menaiki tangga dengan kepala ditundukkan. Aku tahu dia menangis sekarang. dapat dilihat dari bahunya yang bergetar pelan. aku mengepalkan tanganku. Bukan seperti yang kuinginkan. Bukan seperti ini. Aku tidak ingin Jaejoong pergi. Aku tidak ingin jauh dari Jaejoong. Baru saja aku hendak berdiri untuk menyusul Jaejoong dan memohon padanya untuk membatalkan niatannya it, mataku bersitatap dengan Ahra noona. Aku mengerti tatapan itu. Dan bodohnya aku malah mengikuti permintaannya dan mendudukkan diriku kembali.

"Aku naik." Junsu mengikuti Jaejoong menaiki tangga menuju kamarnya. Aku tahu Junsu kecewa padaku.

"Junsu, tidak baik meninggalkan tamu seperti itu." larang Tuan Kim lembut. Bisa kulihat rahang Junsu mengeras.

"Yunho adalah tamu eomma, appa, dan Ahra noona. Bukan tamuku. Lagipula aku tidak mengenalnya." Aku tersenyum miris. Aku tahu Junsu muak terhadapku. Aku pun begitu. Aku menoleh kesamping begitu merasakan pergerakan disana. Eomma berdiri dengan memberikan lirikan tajam dan dingin untukku.

"Aku butuh udara segar. Aku keluar dulu." Suasana mendadak hening. Meskipun hanya sebentar karena appa yang meminta maaf atas kelakuan eommaku. Setelah itu aku tidak tahu lagi apa yang mereka bicarakan. Otakku berputar di satu arah.

Jaejoong akan pergi. Dia akan pergi. Belahan jiwaku akan pergi. Demi Tuhan, bukan ini yang aku inginkan. Aku tahu aku egois. Aku menginginkan Jaejoong disini agar aku tetap tenang melihatnya ada di depanku. Dalam jangkauanku. Tapi aku sedniri memberikan kesakitan mendalam untukknya.

Aku mengangkat kepalaku mendengar langkah seseorang menuruni tangga. Katakan aku tidak tahu malu karena aku sempat berharap kalau yang turun bukan Junsu melainkan Jaejoong. "Kau mau kemana?" tanyaku spontan. Dekat dengannya dan pernah menjadi appanya –dalam permainan Changmin- membuatku terbiasa untuk menanyakan kemanapun mereka –Kyuhyun, Changmin, Junsu, Jiyoung- pergi.

Junsu berbalik menatap nyalang kearahku. Aku sedkit kaget karena setahuku Junsu adalah namja manis yang tidak akan pernah bisa menunjukkan tatapan seperti itu untuk orang lain. Tapi kemudian aku sadar kalau aku bukanlah orang lain. Aku adalah namja brengsek yang menyakiti hyung kesayangannya.

"Jangan pernah menyapaku, Jung Yunho ssi. Jangan pernah tunjukkan wajahmu di depanku kalau kau tak ingin tanganku mendarat di wajahmu!"

"Apa maksudmu?" tanyaku. Aku tahu dia muak kepadaku, tapi aku benar-benar tidak menyangka dia akan mengatakan ha seperti itu padaku.

"Aku muak denganmu! Aku benar-benar menyesal pernah kenal denganmu! Mulai sekarang anggaplah kita tidak pernah saling mengenal! Meskipun sebentar lagi kau akan menjadi kakak iparku, aku takkan pernah mengakuimu!" aku tersenyum mengejek. Kalau saja kau tahu kalau aku juga berharap aku tidak pernah menjadi kakak iparmu dengan cara seperti ini, Su-ie.

"Junsu! Kau keterlaluan!" teriakan eommnya tidak menyurutkan emosi Junsu sama sekali. Yang ada kulihat dia makin emosi. Dia melangkah pergi. Tidak! Dia tidak boleh pergi sebelum dia melampiaskan semuanya.

"Apa maksudmu?! Jangan membuatku terlihat seperti orang bodoh!" aku menahan tangan Junsu yang langsung ditepis oleh namja manis itu.

Bugh...

Aku mengusap pipi kananku yang baru saja dipukul Junsu, "Jangan pernah menyentuhku dengan tangan kotormu itu! Kukatakan padamu, kau tidak akan mendapatkan apa-apa setelah ini, Jung. Kau akan hidup dalam penyesalan. Aku pastikan itu!"

'Lagi. Apa maksudnya? Aku sudah menyesal sekarang. Apa menurut mereka aku akan lebih menyesal dengan keputusanku ini?' aku menepis tangan Ahra yang hendak menyentuhku. Aku naik ke lantai dua menuju kamar Jaejoong. Dan saat itulah aku tahu kenapa Junsu sebenci itu padaku. Disana, malaikatku menangis sesenggukan sendirian tidak peduli dengan darah yang keluar dari bibirnya. Aku berbalik pergi. Aku tidak akan sanggup melihat itu lebih lama. Aku keluar dari kediaman keluarga Kim dan berjalan tak tentu arah.

Skip Time

Di hari keberangkatan Jaejoong ke luar negeri, aku hanya mendudukkan diriku diatas ranjang tidak ada niatan untuk mengantarnya. Tanganku mengenggam ponsel yang sejak tadi bergetar karena menerima panggilan. Tanpa kulihat lagi, aku tahu siapa itu. Yoochun, Changmin, dan Seunghyun. Sejak beberapa jam yang lalu, ketiga sahabtaku itu terus menghubungiku. Mengirimiku pesan yang berisi pemberitahuan bahwa Jaejoong akan berangkat sebentar lagi. Jengah dengan semua pesan mereka, aku akhirnya membalas bahwa aku tidak peduli sama sekali meskipun Jaejoong pergi dan tidak kembali lagi.

Setelah membalas pesan Yoochun, aku melempar ponselku dan mengusap wajahku kasar. Bohong jika aku mengatakan aku tidak peduli karena pada kenyataannya aku tidak ingin dia pergi. Bohong jika aku berkata aku tidak kaget mendengar dia mengatakan akan meneruskan pendidikannya di luar negeri. Bersikap seolah aku setuju dengan keputusan yang dikatakannya di depan keluarganya dan keluargaku, padahal dalam hati aku menahan diriku untuk tidak berteriak mengatakan bahwa aku tidak menyetujuinya dan menginginkan dia terus ada disini.

Itu kenapa aku tidak sanggup untuk mengantarnya. Aku tidak yakin aku hanya akan diam disana. Aku tidak yakin aku tidak akan berteriak seperti orang gila untuk menahannya agar tetap tinggal. Tapi akhirnya aku harus melakukannya. Aku harus karena pesan itu. Pesan yang membuatku kesulitan untuk bernafas. Tanpa pikir panjang, aku segera berlari. Meraih kunci mobil dan mengendarainya secepat yang aku bisa. Pikiranku hanya tertuju pada satu orang. Namja yang telah berhasil membuat perasaanku berantakan. Namja yang berhasil merubah orientasi seksualku. My Other Half. Kim Jaejoong.

From :Jaejoongie My Boo

kau tidak langsug menghapus pesan ini. Mian jika aku lancang mengirim pesan padamu. Tapi aku tidak tenang jika harus pergi tanpa berpamitan padamu lebih dulu. Aku ingin minta maaf karena perasaanku membuatmu tidak nyaman. Aku berjanji setelah aku kembali, aku akan menjad Jaejoong yang kau inginkan. Aku akan melupakanmu dan mencari yeoja yang akan kujadikan istri. Setelah itu aku berjanji kau adalah orang pertama yang kukenalkan padanya atau mungkin juga tidak. Selamat tinggal, Yunho. Berbahagialah dengan Ahra noona.

.

Aku tahu ka tidak akan membalasnya, tapi aku akan tetap mengatakannya.

Saranghae, Jung Yunho.

Aku berlari sekuat tenaga menuju gerbang keberangkatan tetapi Yoochun dan Seunghyun menahanku. Aku berontak dan mengatakan pada mereka bahwa aku ingin menyusul Joongieku. Tapi percuma. Aku melihat pesawat yang ditumpangi Jaejoong sudah berangkat. Aku tahu kalau aku sudah terlambat kali ini. Sudah sangat terlambat. Kakiku melemas dan aku jatuh berlutut disana. Air mataku mengalir tanpa bisa kubendung. Boojae. Ani. Kau tidak boleh melupakanku. Kau juga tidak boleh mencari yeoja. Nado saranghae, Boojae.

Flashback Off

Katakan aku bodoh. Maki aku sesuka kalian. Bantu aku untuk terus mengingat betapa bodohnya aku. Karena jujur, aku sendiri sudah tidak memiliki daftar makian lagi yang harus kutujukan pada diriku sendiri. Aku menghabiskan seluruh waktuku selama tiga tahun ini dalam penyesalan. Kalian harus tahu itu.

Aku bukannya tidak menyadari perubahan dalam diriku. Menjadi lebih temperamen, lebih dingin, dan lebih tidak memiliki perasaan –karena perasaanku mati bersamaan dengan perginya belahan jiwaku, Kim Jaejoong-. Aku tidak segan membentak dan memukul orang yang sedikit saja mengusikku. Aku benar-benar kehilangan arah dan tujuan sekarang.

Kalian bertanya kenapa aku tidak menyusulnya saja? Jawabannya adalah, bukan karena aku tidak ingin menyusul Jaejoong dan menyeretnya kembali kesini, disampingku. Tapi eomma melarangku. Dia benar-benar tidak ingin aku menemui Jaejoong lagi. Sikap eomma juga berubah 180 derajat padaku. Tidak pernah tersenyum dan bicara seperlunya saja denganku –itupun hanya berisi sindiran betapa bodohnya aku-.

Apa kalian masih ingin menghakimiku? Aku juga sakit disini. Aku juga hancur. Aku tahu ini semua kesalahanku, tapi bisakah kalian mendukungku? Aku juga ingin Jaejoong kembali lebih dari yang kalian tahu. Aku... aku tidak bisa tanpanya. Aku akui itu.

Selama tiga tahun ini, aku menyibukkan diri dengan bekerja hanya sekedar untuk sedikit membuatku melupakannya. Meskipun terkadang aku masih teringat padanya dan melihat fotonya yang kusimpan di laci sambil menangis. Seperti saat ini. Aku sedang memeriksa kembali dokumen kerja sama dengan perusahaan lain ketika pintu ruanganku diketuk.

"Masuk." Suruhku tanpa mengalihkan perhatianku dari dokumen.

"Yo, man... Ini sudah saatnya makan siang, kau tidak ingin makan siang denganku?" dari suaranya kutebak dia pasti si Jidat. Park Yoocun.

"Aku tidak lapar." Jawabku acuh.

"Ayolah.. kau belum makan sejak semalam. Kau mau masuk rumah sakit lagi?" aku bisa menangkap nada kesal dari suara Yoochun.

"Arasseo. Aku makan sekarang." Aku merapikan bebeapa dokumen dan memasukkannya ke dalam tas kerjaku.

Kami berdua memutuskan untuk makan siang di tempat biasa kami –aku, Yoochun, Seunghyun, Changmin, dan pasangan kami masing-masing- makan siang. Sudah lama aku tidak makan di luar seperti ini. Kalau boleh jujur, aku merindukannya.

"Aish.. kemana mereka? Kenapa mereka telat?"

Gerakanku terhenti ketika baru saja aku hendak menyuapkan sesendok bulgogi kedalam mulutku. Suara ini. Suara yang sangat kurindukan. Suara yang amat sangat ingin kudengar lagi selama ini.

Perlahan aku menolehkan kepalaku kesamping tempat dimana suara itu berasal. Disana aku melihat seseorang yang -aku bersumpah- mirip dengan orang yang kucintai. Kim Jaejoong. Tanpa kuperintah, aku berdiri dan berjalan menghampiri orang itu. ataku terus menatap lurus kearah namaj itu. Aroma ini. Ini benar-benar sama dengan miliknya. Bolehkah aku berharap, Tuhan?

Kutepuk pundaknya pelan. Waktu berjalan begitu lambat bagiku seiring dengan orang itu yang menolehkan kepalanya kearahku. Dan, aku melihanya. Aku menemukannya. Aku menemukan belahan jiwaku lagi. Apakah ini mimpi? Jika memang iya, kuharap aku tidak akan pernah bangun lagi.

"J-joongie.." lirihku. Mataku berembun sekarang. Kuharap dia tidak jatuh disini. Aku melihat dia terkejut dengan mata membulat. Tuhan, aku benar-benar merindukannya.

Grepp...

Aku memeluknya erat tidak ingin dia pergi lagi dari hidupku. Air mataku yang tadi kutahan setengah mati kini jatuh tanpa hambatan. Tuhan bolehkah aku berharap dia masih mencintaiku? Katakan aku tidak tahu malu.

"J-jae.. BooJaeJoongie.. Joongie.. kau kembali? Bogoshippeo, jeongmal bogoshippeo.." bisikku.

Aku bisa merasakan bahwa Jaejoong tidak membalas pelukanku, tapi tak apa. Asalkan aku bisa memeluknya kembali. Asalkan dia ada disini bersamaku. Asalkan dia berada di jarak dimana aku bisa dengan mudah menjangkaunya.

"Mian. Aku tidak mengenalmu, Tuan." Aku tersentak mendengar kalimat bernada dingin yang keluar dari bibir Cherry yang menjadi canduku itu. Tanganku yang memeluknya melemas membuatnya dengan mudah keluar dari kungkunganku dan berjalan pergi. Aku ingin menyusulnya dan mengatakan betapa aku mencintainya meminta maaf atas kesalahanku dulu, dan menjelaskan semuanya, tapi aku tidak bisa. Aku masih terngiang dengan kalimatnya. Apa aku benar-benar sudah dilupakan olehnya? Andwae!

"Hyung, kau bertemu dengan Jae hyung?" tanya Yoochun setelah menepuk pundakku pelan. Aku menatapnya dengan dahi mengernyit. Apa dia tahu?

"Aku ingin bicara denganmu, Park Yoochun." Aku menariknya menuju mobil setelah meletakkan beberapa lembar won diatas mejaku mengacuhkan Yoochun yang berteriak mengatakan dia lapar.

Bugh...

"Kau pasti tahu kalau Jaejoong sudah kembali. Katakan padaku, kau tau, kan?" aku tak menghiraukan Yoochun yang jatuh tersungkur di depanku. Aku mengepalkan tanganku erat.

"Aku memang tahu. Lantas kau mau apa?" tanya Yoochun sambil menyeka darah yang keluar dari bibirnya. Aku mengepalkan tanganku mendengar jawabannya.

"Jaejoong melarang. Dia bilang dia tidak ingin lagi bertemu dan berhubungan denganmu." aku menghentikan tanganku yang akan memukul Yoochun dan menoleh kebelakang dimana disana berdiri Seunghyun dan Changmin. Seunghyun maju melewatiku dan membantu Yoochun berdiri.

"I-itu tidak benar. Kalian pasti berbohong. J-joongie mencintaiku. Tidak mungkin dia mnegatakan hal seperti itu."

"Kurasa kalimatmu perlu dikoreksi. Jaejoong hyung bukannya mencintaimu, tapi pernah mencintaimu."

Deg!

"Benarkah?" bisikku.

"Kau tidak mempercayainya, hyung?" aku menggeleng ragu, "Kami pun tidak percaya." Tambah Changmin membuatku mengernyitkan dahi heran. Apa yang sebenarnya terjadi? Jaejoongie?

Jung Yunho PoV End

Author PoV

Di kediaman keluarga Kim. Sarapan keluarga ini terasa sepi meskipun semua anggota keluarga ada disana. Ya. Kim Jaejoong sudah kembali. Tepatnya dua hari yang lalu.

"Aku selesai." Ujarnya kemudian beranjak dari duduknya tanpa menunggu keluarganya selesai.

"Kau mau kemana, Jae? Diamlah dirumah. Eomma, appa dan saudaramu masih merindukanmu." Tanya dan saran Nyonya Kim membuat Jaejoong menghentikan langkahnya sebentar.

"Mian. Aku sudah ada janji. Mungkin aku pulang larut nanti." Jaejoong kembali melanjutkan langkahnya tanpa menoleh lagi kebelakang.

"Aku tidak mengenal Jae hyung yang sekarang. Kalau saja tidak ada yang melakukan kesalahan dulu, pasti Jae hyung tidak akan berubah." Sindir Junsu membuat Ahra dan Nyonya Kim menunduk. Sedangkan Tuan Kim hanya menghela nafas. Keadaan ini memang sudah terjadi selama bertahun-tahun. Tepatnya ketika hari pertama keberangkatan Jaejoong.

"Su-ie, berhenti menyalahkan orang lain. Semua sudah ditakdirkan, chagi." Ujar Eomma Kim yang hanya dibalas dengusan oleh Junsu.

"Terserah." Jawabnya sebelum beranjak pergi karena Yoochun sudah menjemputnya.

Ya. Semuanya berubah total. Tidak ada lagi kehangatan di dalam keluarga Kim. Bahkan kedatangan kembali Jaejoong tidak merubah apapun malah semuanya bertambah rumit. Sikap Jaejoong yang berubah 360 derajat membuat semuanya makin memburuk. Tidak ada lagi Jaejoong yang manis dan manja seperti dulu. Jaejoong sekarang adalah namja egois, dingin, dan seorang player.

"Su-ie... ada apa dengan wajahmu?" tanya Yoochun penasaran karena namjachingu imutnya itu memasang wajah masam.

"Jae hyung. Aku benar-benar tidak mengenal Jae hyung yang sekarang. dia benar-benar berubah." Lirih Junsu. Kali ini dia tidak menangis. Sudah cukup semenjak kepulangan Jaejoong dia menangis melihat perubahan sikap hyung tersayangnya.

"Kita tunggu saja. Aku yakin Jae hyung hanya bersikap seperti itu untuk menutupi perasaannya yang sesungguhnya. Semuanya pasti akan kembali menjadi seperti semula. Aku yakin itu." kata Yoochun lembut berusaha menenangkan perasaan namjachingunya.

Skip Time

Hari ini adalah hari minggu. Saat dimana seluruh anggota keluarga berbaur dalam kebersamaan yang hangat. Tapi semua itu hanya khayalan bagi keluarga Kim. Semua anggota keluarga memang berkumpu di ruang keluarga termasuk Jaejoong yang akhirnya memutuskan untuk tetap dirumah setelah dibujuk oleh orang tuanya dan Junsu.

"Yeobo, kita harus segera berangkat ke Jepang untuk menemui klien sekarang." kata Mr. Kim setelah menerima telefon yang kemungkinan adalah kliennya.

Mrs. Kim sedikit melirik kearah ketiga anaknya sebelum mengangguk menyetujui ajakan suaminya. Mrs. Kim beranjak dari duduknya dan mengikuti suaminya masuk kedalam kamar mereka.

"Cih, lalu untuk apa aku ditahan disini? Menyebalkan sekali!" cibir Jaejoong pelan tapi masih bisa didengar oleh Mrs. Kim yang kebetulan lewat disebelahnya. Mrs. Kim mempercepat langkahnya seraya menahan air mata yang membendung di pelupuk matanya memaksa untuk turun.

Selepas kepergian Mr dan Mrs. Kim, keadaan di ruang tamu tetap tidak berubah. Hening. Mereka memang tidak dijinkan mengantar kedua orang tuanya ke bandara. Junsu melirik hyungnya yang duduk disebelahnya dengan tatapan datar meskipun aktor komedi di drama yang dilihatnya sedang melakukan adegan lucu.

"Hyung." Panggilnya lirih. Tanpa diduganya, ternyata Jaejoong menoleh. Senyum segera terkembang di bibir mungilnya. Meskipun hanya tatapan datar yang Jaejoong berikan, setidaknya hyungnya mulai menanggapi panggilannya.

"Apa hyung tidak ingin keluar hari ini?"

Jaejoong kembali mengalihkan perhatiannya kearah layar televisi. "Ani. Wae?"

Junsu makin melebarkan senyumnya, "Aku akan mengundang Kyunie, Jiyoungie, dan kekasih mereka masing-masing kesini."

"Apa namja berjidat lebar itu juga ikut?"

"Ne. Hyung tidak keberatan, kan?"

"Kenapa aku harus keberatan? Ini bukan hanya rumahku. Kalian bebas melakukan apapun disini."

"Ne, hyung."

"Ah, kurasa aku akan keluar sebentar. Aku akan menjemput temanku dan mengajaknya kemari. Kau tidak keberatan kalau temanku bergabung, kan?"

"Tentu saja tidak. Hyung boleh mengajak teman hyung bergabung juga." Jawab Junsu sumringah. Senyumnya masih belum terlepas sejak tadi.

"Apa aku juga boleh mengajak Yunho?" tanya Ahra yang mendatangkan tatapan tajam dari Junsu.

"Tentu saja. Aku juga sedikit merindukan namja brengsek itu. Aku penasaran bagaimana wajahnya sekarang." jawab Jaejoong dengan seringai tajam di bibirnya.

Tidak perlu menunggu waktu lama, semua undangan Junsu dan Hara datang. Mereka duduk diruang tamu dan menunggu kedatangan Jaejoong bersama temannya.

"Aku benar-benar merindukan Jae hyung yang dulu." Bisik Jiyoung yang diamini oleh Kyuhyun dan Junsu.

Yunho yang merasa dialah yang menyebabkan ini semua terjadi menundukkan kepalanua dalam. Perlahan dia berjalan kearah Junsu, Jiyoung, dan Kyuhyun.

"Mianhae." Katanya lirih masih dengan kepala tertunduk.

"Pergilah. Percuma kau meminta maaf ribuan kali. Itu tidak akan merubah apapun. Jae hyung akan tetap seperti itu." jawan Kyuhyun dingin.

Yunho baru saja hendak mengatakan sesuatu tapi suara merdu dari arah belakangnya berhasil mengalihkan perhatiannya. Dengan kecepatan cahaya, dia menoleh dan menemukan malaikatnya berdiri disana. Cantik meskipun hanya wajah datar yang dia tampilkan.

"Jae hyung. Mana temanmu?" tanya Junsu. Kepalanya melongok kebelakang Jaejoong mencari keberdaan teman dari hyungnya itu.

"Dia masih ada di belakang. Ah, Jihye-ah." Jaejoong tersenyum. Tangannya bergerak menggenggam tangan lentik yang melingkar di perutnya. "Kau tidak perlu terburu-buru seperti itu. Kajja, kau akan kukenalkan pada temanku yang lain."

Yeoja yang bernama Jihye itu melepaskan pelukannya dan berjalan kesampig Jaejoong dengan bibir yang mengerucut tidak lucu sama sekali. "Oppa, aku sudah tidak sabar. Cepat kenalkan aku." Jaejoong tersenyum dan berbisik di telinga yeoja itu. Entah apa yang dibisikkannya yang pasti itu membuat yeoja itu memerah.

"Kenalkan, dia Wang Jihye, temanku." Satu persatu sahabat Jaejoong mengenalkan diri. Jaejoong mengernyit melihat namja yang berdiri di paling pinggir. Jung Yunho. Dia hanya diam di tempat tidak berniat untuk mengenalkan dirinya.

"Jung Yunho imnida." Ujarnya akhirnya.

"Bagaimana kabarmu, Yunho-ssi?" tanya Jaejoong dengan senyuman meremehkan tersungging dibibir Cherrynya. Dia mengamati Yunho dari atas sampai bawah, " Apa kau tidak mengurus dirimu sendiri selama ini, Jung? Kau terlihat lebih kurus dari yang kuingat."

Yunho tersenyum tipis, "Aku senang kau masih mengingatku."

"Aku mengingatmu karena kau akan menjadi calon kakak iparku, Saekkia!"

"Jae, sebenarnya..."

"Oppa... sampai kapan pembicaraan ini berlanjut? Aku benar-benar tidak sabar." Rengekan manja dari yeoja disamping Jaejoong memotong apa yang akan Ahra katakan.

"Kau tidak sabar bermain denganku, chagi?" goda Jaejoong yang diangguki oleh yeoja itu, "Bagaimana kalau kita sedikit menunjukkan permainan yang biasa kita mainkan kepada teman barumu?"

"Kenapa tidak?" jawab yeoja itu manja. Dan setelah itu semua yang disana hanya bisa menahan nafas. Jaejoong dan Jihye berciuman panas di depan mereka. Bahkan tangan Jaejoong dengan berani berjalan dan meraba-raba tubuh Jihye membuat yeoja itu mendesah erotis.

Suara kecipak terdengar di telinga mereka. Yunho mengepalkan tangannya dan memalingkan wajahnya kesamping. Matanya tidak bisa melihat itu. hatinya menjerit keras.

"Ahh... opppa..." desah Jihye. Entah apa yang dilakukan Jaejoong hingga membuat yeoja itu mendesah sekeras itu.

"Kita lanjutkan dikamar." Bisik Jaejoong yang masih bia di dengar yang lainnya. "Kalian lanjutkan pembicaraan kalian. Dan usahakan bicaralah sekeras mungkin kalau kalian tidak ingin mendengar sesuatu yang tidak ingin kalian dengar." Jaejoong menggendong Jihye menuju kamar sepupunya, Kim Hyun Joong. Karena tidak mungkin dia membawa Jihye ke kamarnya sendiri. Meskipun sikap Jaejoong berubah, tapi dia tidak mau merubah tampilan kamarnya.

Semua yang ada diruang tamu hanya bisa diam setelah menyaksikan apa yang baru saja terjadi. Bersamaan mereka menoleh kearah namja yang berdiri paling ujung. Namja itu, Jung Yunho. Dia diam dengan mata kosong.

"H-hyung, gwaechanna?" tanya Changmin pelan. Tidak ada jawaban. Yunho masih tetap dengan muka tidak percayanya. Changmin menyentuh pelan pundak Yunho membuat namja itu sadar dari lamunannya.

"Ne?" tanyanya.

Changmin tersenyum miris, "Gwaechanna?" tanyanya kemudian.

"Ne, gwaechanna." Jawab Yunho berusaha membuat suaranya terdengar biasa. Dia juga menunjukkan senyumnya yang terlihat jelas kalau dia tidak memberikan perasaan pada senyumnya itu.

"Ah, apa yang akan kita lakukan? Bagaimana kalau aku ambil camilan untuk kita semua?" Yunho bangkit dan berjalan menuju dapur keluarga Kim.

Semua yang tersisa disana hanya menatap kepergian Yunho dengan pandangan sedih. Mereka tahu Yunho tidak dalam keadaan tidak apa-apa. Bahkan Junsu, Jiyoung, dan Kyuhyun yang sejak awal masih menyalahkan Yunho tidak bisa menyembunyikan perasaan ibanya. Mereka dapat menebak semuanya. Mereka tahu kalau Yunho sakit dan berusaha menyembunyikannya.

"Kurasa aku harus memaafkan Yunho hyung." Bisik Junsu yang diangguki Jiyoung dan Kyuhyun.

"Kuharap Yunho hyung bisa menemukan kebahagiaannya." Bisik Senghyun yang juga diangguki oleh Changmin dan Yoochun.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC

Eotte? Ini chap pertamanya...

Gue tahu ini ngga bagus banget dan kesannya maksa. Tapi inilah yang muncul di otak

gue setelah bertapa selama satu menit di toilet. Gue harap banya yang ngga kecewa. Bentar lagi penderitaan uri appa bear bakalan dimulai. Entah ini bisa dibilang penderitaan atau ngga. Mian kalau ada yang ngga suka kalo orang ketiganya yeoja. Tapi ini emang sengaja buat bikin uri appa makan akibat dari apa yang dia ucapin dulu.

Sekian deh. Makasih buat yang review di Noona, I Love Him. Mian ngga bisa bales satu-satu. Tapi tetep gue baca ko.

Mungkin FF ini bakalan lama banget di publish. Soalnya gue udah mulai praktikum tiap hari. So, sabar ya yang nungguin (kaya ada yang nungguin aja).

At last...

Mind to RnR?

Annyeong