A/N. Sequel dari Fict saya sebelumnya "Animosity". Jadi, biar ngerti jalan ceritanya lebih baik baca Animosity dulu yah. #kedip
.
.
+= Piece of Heart =+
Durarara! © Ryougo Narita & Akiyo Satogiri
Piece of Heart © Arale66
Pair: ShiZaya
Genre: Hurt/Comfort/Romance
Rated: M
Warning: TYPO, Yaoi, OOC, dan kekurangan lainnya…
.
Part 1
.
0o0o0o0o0o0o0
.
Pemuda berambut raven dengan mata crimson terlihat duduk diam di balik meja kerjanya dengan kondisi televisi menyala tapi dia tak sedikitpun menoleh ke arah televisi yang sedang menampilkan program yang membahas seputar selebriti ibukota itu. Matanya menerawang jauh melewati kaca besar apartemennya yang menampilkan nyaris seluruh wilayah Shinjuku.
[Aktris pendatang baru yang luar bisa tampan dan berbakat yang memulai karirnya di bidang modeling belum lama ini, Hirashima Delic.]
"Hoi, Izaya. Kalau kau tidak menonton, sebaiknya televisinya kau matikan saja! Aku tak suka mendengar gossip murahan yang ditayangkan siang-siang begini!" keluh wanita berambut panjang yang mengenakan apron dan memegang sendok sup itu.
"Kau terlalu banyak mengeluh, Namie. Biarkan televisinya tetap menyala, aku tak menontonnya tapi tetap mendengarkannya, bodoh!" jawab pemuda itu datar.
Wanita itu menghentakkan kakinya dan berdecih, tapi tetap menuruti kemauan aneh bosnya dan kembali ke dapur. Sedangkan Izaya melirik dan tersenyum jahil sekilas dan kembali melanjutkan lamunannya.
Setahun berlalu setelah hari berhujan itu, dimana dia bertekad untuk lebih jujur pada dirinya. Banyak yang berubah dari sosok seorang Orihara Izaya sekarang. Bukan fisik, melainkan kepribadian. Dia jauh lebih pendiam, dan tak terlalu banyak bicara yang tak penting. Tak banyak keluar rumah kecuali urusan pekerjaannya yang masih seorang informan kenamaan seantero Tokyo. Tapi ada satu kegiatannya yang sudah menjadi kebiasaan setiap minggunya sejak setahun belakangan ini. Mengunjungi sebuah komplek pemakaman di Ikebukuro setiap hari Rabu.
Ponselnya berdering nyaring dan menampangkan nama [Orihara Mairu] di LCD-nya.
"Moshi-moshi? Ada apa Mairu?"
["Nee… nee… Iza-nii kau ada kegiatan siang ini?"] teriakan nyaring di seberang sana membuat Izaya harus sedikit menjauhkan sedikit telinganya dari ponsel.
"Memangnya ada apa?" ucapnya sambil memindahkan ponsel ke telinga kiri dan menggosok-gosok telinga kanannya yang berdenging.
["Kau bisa tidak ke Russian Sushi jam satu siang ini?"] ucap gadis berkepang di seberang telepon dengan bersemangat.
"Memangnya kenapa? Kalian ingin kutraktir sushi?" Izaya menatap jam dinding di ruangannya. Masih pukul sebelas siang.
["Eee… Lebih kurang begitu."] kali ini terdengar suara Mairu yang datar.
Izaya tersenyum simpul dan mengingat kapan terakhir kalinya dia mentraktir adiknya makan. Biasanya dia hanya mengirimkan uang bulanan untuk membayar biaya sekolah dan kebutuhan sehari-hari mereka.
"Oke, jam satu di Russian Sushi! Aku akan sampai jam satu tepat. Kalau kalian datang terlambat, kalian batal kutraktir." perintah Izaya.
["Haaaaaiiiii'"] teriak kedua adiknya di seberang sana dan menutup telpon.
Izaya menatap ponselnya, bibirnnya menyunggingkan senyuman.
"Nee… Shizu-chan, apa kau tak rindu rasa Russian Sushi Ikebukuro tercinta kita?" lirihnya.
.
0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0
.
Izaya mengeluarkan jaket yang setahun lalu sempat dipenuhi darah pemuda yang begitu berarti bagi Izaya. Jaket musim dingin Shizuo masih tergantung rapi di lemari Izaya. Terkadang Izaya mengeluarkannya dan mendekapnya erat sambil mencium wangi khas Shizuo yang tak hilang bahkan sesudah di cuci. Jaket kesayangan Shizuo yang selalu dipakai saat udara dingin oleh hujan maupun salju. Di dalam sakunya masih tersimpan sekotak rokok mint kesukaan Shizuo.
Perlahan dikenakannya jaket itu ke tubuhnya dan merengkurnya erat sambil membayangkan bahwa Shizuolah yang memeluknya dari belakang, menyusupkan kepala pirangnya di perbatasan leher Izaya dan menghirup wangi tubuh Izaya sambil berbisik memanggil namanya dengan suara beratnya.
Izaya menggenggam benda di bagian selangkangannnya yang mulai memadati celananya. Fantasinya tentang Shizuo selalu berhasil membuatnya orgasme. Tubuhnya kini meringkuk di samping kasur sambil menggenggam kemaluannya yang kini berdiri tegak. Suara desahan dan rintihan kembali memenuhi ruangan bercat putih itu.
"Shizu-chan…" hanya nama itu yang berkali-kali disebutnya.
Namie yang lewat di depan kamar Izaya hanya bisa menghela nafas panjang dan merutuk kesal. "Kejadian lagi! Sejak Kematian monster Ikebukuro itu, Izaya selalu seperti itu. Kalau bukan aku yang membutuhkan pekerjaan, sudah lama aku berhenti jadi sekretaris dirumah pemuda homoseksual ini!"
"Ah, sepertinya lebih tepat kalau disebut Shizuo-seksual," tambahnya dalam hati.
.
0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0
.
Musim semi. Izaya menatap barisan pohon sakura di sepanjang sungai di perjalanannya menuju Ikebukuro. Ingatannya kembali ke masa mereka masih bersekolah di Raira Akademi. Barisan sakura itu menjadi salah satu saksi pertengkaran mereka. Shizuo yang berlari mengejarnya sambil mengacung-acungkan potongan pagar besi sekolah, Shizuo yang tertidur di bawah salah satu pohon sakura lalu dia akan terjun dari atas pohon untuk menginjak perut pemuda pirang yang sedang terlelap itu dan berakhir dengan adegan kejar-kejaran lagi, atau Izaya yang memandang dari atas pohon saat Shizuo dikerubungi sekumpulan kucing liar yang berebutan makanan di tangannya.
Langkahnya tiba-tiba terhenti saat melihat sesosok yang dia kenali di seberang sungai. Pupil matanya melebar sempurna. Jantungnya berdetak kencang. Otaknya meyakinkan dirinya bahwa matanya tidak salah lihat. Pemuda di seberang sungai yang sedang berdiri sambil menyisipkan lintingan rokok di bibirnya itu amat familiar di matanya. Pemuda itu menatap ke arah Izaya. Setidaknya itu salah satu opsi pilihan selain pemuda itu sedang menatap barisan Sakura di belakang Izaya.
"Shizu-chan," kata itu keluar dari bibirnya. Kakinya perlahan melangkah mendekati tepi sungai agar matanya bisa lebih jelas melihat sosok itu.
Tinggi pemuda itu lebih kurang 180an, rambut kecoklatan, setelah jas putih dengan padanan kemeja berwarna magenta dan dasi hitam polos yang sepadan, ditambah headphone putih dengan ornament berwarna magenta. Wajahnya tak terlihat jelas akibat tertutup sunglasses yang dikenakannya.
Tiba-tiba seorang gadis menghampiri sosok pemuda itu. Mereka berbicara sebentar, sosok itu tersenyum lalu terlihat mematikan linting rokoknya dengan asbak portable yang diambil dari saku jas putihnya, kemudian mencium pipi gadis itu dan meninggalkannya dengan wajah bersemu merah. Saat Izaya memandang ke sekelilingnya, terlihat sekelompok orang yang membawa kamera, lampu sorot, papan cahaya, dan beberapa kotak besar berkumpul tak jauh darinya.
Pemuda mirip Shizuo yang dilihat Izaya tadi terlihat berjalan menghampiri sekelompok orang tadi.
"Delic-san, sesi pemotretan kalin ini kau akan berpose di bawah pohon sakura ini," ucap seorang lelaki bertopi.
Pemuda mirip Shizuo itu hanya mengangguk dan tersenyum komersil sambil melambaikan tangan pada sekumpulan gadis yang entah sejak kapan sudah berkumpul.
"Kyaaaa Delic-san! Kakkoi!" teriakan mereka membahana saat pemuda bernama Delic itu mulai berpose di depan kamera.
Izaya yang masih terpaku di tempatnya sampai seorang petugas berlari ke arahnya dan menegurnya.
"Tuan, bisa menyingkir dari sini, kami sedang dalam sesi pemotretan,"
Izaya tersentak, "Ah, maafkan aku," ucapnya sambil tersenyum dan berjalan menjauhi lokasi itu.
"Shizu-chan? Apa yang kupikirkan? Tak mungkin lelaki itu dirimu, kan? Aku kenapa sih?" ucapnya pada diri sendiri dan melanjutkan langkahnya menuju Russian Sushi tanpa menoleh lagi ke belakang.
Tanpa dirinya sadari sosok pemuda berambut coklat yang sedang berpose di bawah pohon sakura itu menatapnya hingga sosoknya menghilang di tengah keramaian.
.
0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0
.
"Hoi-hoi! Apa-apaan ini!" rutuk Izaya saat plang CLOSED terpampang di depan Russian Sushi.
Tangannya segera meraih ponsel-nya dan menghubungi adik kembarnya.
"Hoi! Russian Sushi tutup. Kita tidak bisa makan hari ini, Mairu," ucapnya saat tersambung.
["Kita pindah lokasi ke kediaman Shinra-san, Iza-nii,"] ucap gadis itu enteng.
"Eh? Bukannya kalian bilang ingin makan Russian Sushi?"
["Pokoknya Iza-nii kesini dulu. Nanti kami jelaskan. Cepat ya. Aku dan Kuru-nee menunggu disini,"] desaknya.
Izaya hanya bisa menghela nafas panjang melihat keegoisan adik-adik kembarnya. "Baiklah!"
Pemuda raven berhoodie gelap itu segera membalikkan badan dan melangkah menuju kediaman Kishitani Shinra.
BUK!
Tubuhnya menabrak sesuatu di depannya.
"Ah, Restorannya tutup, aku sudah jauh-jauh ke Ikebukuro. Padahal aku penasaran dengan Restoran Sushi yang di sarankan Yuuhei-san,"
Suara berat yang Izaya kenal, tapi dengan gaya bicara yang sama sekali tak disukai Izaya. Saat kepalanya mendongak, terlihat di hadapannya berdiri pemuda model bernama Delic yang dilihatnya di tepi sungai tadi.
Pemuda itu sadar kalau tubuhnya menabrak seseorang yang lebih rendah darinya dan menunduk sambil membuka sunglassesnya dan tersenyum komersil (itupun kalau tak mau disebut senyum genit).
"Ah, aku menabrakmu?" ucapnya dengan gaya bicara seperti seorang host.
Mata kiri Izaya bergerak berdenyut. Sejujurnya dia merasa jijik dengan gaya bicara sok ramah dan lembut seperti itu.
Pemuda itu menundukkan tubuhnya sedikit sambil mengarahkan wajahnya ke telinga kanan Izaya.
"Gomen ne," bisik pemuda itu diteruskan dengan mengecup pipi Izaya.
BUAK!
Benturan keras antara tinju Izaya dan pipi pemuda itu membuat beberapa orang di sekeliling pemuda itu menjerit histeris.
"DELIC-SAN!"
Dan menghardik Izaya yang memandangnya dingin. Jujur dia sedikit salut dengan pemuda itu yang masih bisa berdiri tegak setelah ditinju sekeras itu olehnya.
"APA YANG KAU LAKUKAN, BUNG! WAJAH ADALAH ASET BERHARGA SEORANG MODEL! BAGAIMANA KALAU WAJAH MODEL KAMI TERLUKA DAN MENINGALKAN JEJAK!" teriak seorang gadis dengan tatapan sedingin es dan mengintimidasi.
Sebuah lengan tiba-tiba terulur di depan wajah gadis pirang itu.
"Cukup Haruna. Aku tidak apa-apa. Lagipula aku yang salah karena tiba-tiba mencium pipinya," ucap pemuda bernama Delic itu tersenyum.
"Kau juga Delic-san. Apa kau tidak bisa menghilangkan kebiasaanmu menggoda wanita?" bentak gadis bernama Haruna yang sepertinya manager model bernama Delic itu.
Izaya menatap pemuda itu lekat-lekat dan berdecih, "Bisa-bisanya kukira kau Shizu-chan. Shizu-chan bukan orang rendahan sepertimu! Dasar host kampungan!" Izaya melangkah pergi menjauhi orang-orang dari dunia modeling itu. Tapi kakinya tiba-tiba berhenti, "Satu tambahan. Aku bukan perempuan!"
.
0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0
.
"OTANJOUBI OMEDETTOU!" teriak serombongan orang yang ternyata berkumpul di apartemen Kishitani Shinra.
Izaya hanya bisa tersenyum setelah dikagetkan dengan surprise yang dibuat adik-adik kembarnya. "Arigatou minna."
Hari ini, tanggal 4 Mei, memang ulang tahunnya ke 26. Dia sendiri terkadang melewatkan begitu saja ulang tahunnya. Sejujurnya diapun tak menyangka ulang tahunnya dirayakan seperti ini. Terakhir kali ulang tahunnya dirayakan saat dia berusia 17 tahun dan itupun hanya dirayakan bersama Shizuo, Kadota dan Shinra dengan sepotong kecil cake di atas atap sekolah mereka.
Kali ini ulang tahunnya dirayakan dengan sebuah cake ukuran besar dengan lilin berukirkan angka 26 yang menyala di tengahnya. Bersama teman-temannya, Shinra, Kadota, Celty, dan dua orang adik perempuannya.
"Iza-nii ayo tiup lilinnya," ucap Mairu bersemangat dan Kururi yang tersenyum simpul dengan muka bersemu di sampingnya.
[Jangan lupa make a wish,] ketik Celty di papan PDA-nya.
Izaya memejamkan mata dan mengucapkan permohonannya di dalam hatinya. "Semoga Shizu-chan tenang di alam sana,"
Entah pada siapa Izaya memanjatkan permohonan itu, sedangkan dirinya seorang atheis.
.
0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0
.
Mereka pesta sampai malam hingga Mairu dan Kururi tertidur di sofa rumah Shinra. Pemuda raven yang sedang merayakan ulang tahunnya itu menghela nafas panjang sambil berfikir bagaimana membawa kedua adiknya pulang.
"Hei, Mairu, Kururi. Ayo bangun. Kita pulang sekarang," ucapnya sambil mengguncang tubuh dua gadis remaja itu yang tak kunjung bangun dan menjawab panggilang Izaya dengan erangan malas.
"Bagaimana kalau malam ini mereka tidur di sini saja. Mereka bisa pakai kamar Celty," tawar Shinra. "Lalu aku dan Celty bisa tidur berdua di kamarku malam ini!" lanjutnya dengan ekspresi aneh yang dihadiahi lemparan buku tebal dari Celty yang kini pundaknya bergetar. Kalau saja Celty punya kepala, pasti kini wajahnya sudah merah padam.
Izaya hanya tertawa dan akhirnya meng-iya-kan tawaran Shinra.
"Lalu, sekarang?" Kadota yang dari tadi lebih banyak diam angkat bicara.
"KITA MINUM-MINUM DI BAR!" teriak Shinra bersemangat. "WAKTUNYA ORANG DEWASA!"
Kadota mengangguk dan segera berdiri menyambar jaket dan topinya.
Shinra terlihat mengatupkan kedua tangannya di depan wajah sambil memasang tampang memelas pada Celty. "Please, kali ini saja. Mumpung ulang tahun Izaya dan aku berjanji tidak akan menggoda wanita manapun disana karena di hatiku hanya ada kau, Celty."
Dullahan tanpa kepala itu terlihat mengetikkan sesuatu pada PDA-nya dan menghadapkannya pada wajah Shinra.
[Aku percaya padamu. Pergilah.] Dan Shinra menerjang tubuh Celty hingga mereka jatuh di atas sofa.
Izaya yang masih kaget dengan keputusan yang begitu cepat ini tak bisa melawan ketika tangannya di tarik Kadota dan punggungnya di dorong Shinra dan mereka berjalan menuju pub yang terletak tak jauh dari sana.
.
0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0
.
"KANPAI!" teriak mereka bertiga sambil mengadu ketiga gelas bir mereka.
Hari ini hari yang menyenangkan. Itu yang ada di kepala Izaya. Yah setidaknya kejadiannya dirinya di cium model bernama Delic itu tidak layak masuk hitungan.
"Gomen ne," bisik pemuda itu diteruskan dengan mengecup pipi Izaya.
Izaya menggelengkan kepala cepat saat mengingat kejadian itu.
"Ada apa Izaya?" tanya Kadota yang heran dengan kelakuan Izaya.
Pemuda raven itu hanya menggelengkan kepalanya sambil tertawa, "Tidak apa-apa, Dotachin."
Kadota mengerutkan dahinya, "Sudah berkali-kali kukatakan padamu jangan memanggiiku begitu, Izaya!"
Shinra hanya tertawa melihat Izaya bukannya menghentikan panggilan itu, tapi malah menyeringai dan mengulangnya berkali-kali tepat di telinga Kadota.
"Dotachin… Dotachin… Dotachin… Dotachin…"
Tiba-tiba seseorang menghantam tubuh Izaya dari belakang sembari memeluknya.
"KETEMU!"
Izaya yang kaget, reflek melompat ke atas meja counter setelah melepaskan pelukan dari sosok itu dan mengacungkan pisau lipatnya.
"SIAPA!" hardiknya.
"Hei. Kita bertemu lagi!" ucap sosok mirip Shizuo yang ditemui Izaya tadi siang. Kali ini dia hanya mengenakan kemeja bergaris dengan warna coklat dan celana panjang hitam. Kacamatanya yang baru dilepaskannya membuat Izaya tercekat dengan warna mata almond yang amat sangat mirip dengan bola mata milik Shizuo.
"Pisau ini tak cocok untuk jemari indahmu," ucapnya sambil mengambil pisau lipat dari genggaman Izaya dan mencium punggung tangannya.
"Sepertinya kita diikat benang takdir. Sudah beberapa kali kita bertemu seharian ini. Ternyata Ikebukuro memang tempat yang menyenangkan.
Izaya hanya bisa menyeringit sebal dengan perlakuan sang model dan menyentakkan tangannya dari genggaman Delic.
"Ah! Kau bukannya Hirashima Delic, top model yang sedang hangat di berbagai media itu?" celetuk Shinra sambil menunjuk pemuda di hadapannya.
"Ah, beruntung sekali aku di kenali warga Ikebukuro. Salam kenal, Hirashima Delic," ucapnya sambil menjabat tangan Shinra dan Kadota.
"Kishitani Shinra, dia Kyouhei kadota, dan pria berjemari indah itu namanya Orihara Izaya," ucap Shinra sambil menahan tawa.
"Senang berkenalan dengan kalian, Shinra-san, Kadota-san, dan—" Delic melirik nakal dan menarik lengan Izaya hingg pemuda itu terjatuh dari meja counter. "Iza-chan," dan mengecup pipi putih pemuda raven yang kini berada dalam pelukannya. Dan sudah pasti berakhir dengan tinjuan dari Izaya.
.
0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0
.
"Ah, gawat! Dia ketiduran," rutuk Shinra sambil sesekali cegukan dan menatap sosok raven yang tertidur dengan kepala di atas meja counter.
"Gawat! Aku harus segera pergi!" Kadota bergegas berdiri dan menghabiskan minumannya dalam sekali teguk.
"EH! Lalu, Izaya bagaimana?" protes Shinra.
"Dia kan bisa menginap di rumahmu?" jawab Kadota acuh sambil bergegas pergi meninggalkan tiga orang pemuda mabuk.
"Huaaaaa, kenapa harus aku!" Kini Shinra menangis sambil memukul-mukul meja counter.
"Kalau begitu, biar malam ini Iza-chan menginap di kamar hotelku saja. Kebetulan hotelku tak jauh dari sini," Delic menawarkan diri.
"IDE BAGUS!" teriak Shinra lantang hingga beberapa pengunjung pub melirik mereka. "Kalau begitu aku pulang dulu! Celty pasti sudah menungguku!" ucapnya sambil melangkah keluar pub setelah membeyar tagihan minuman mereka.
Delic melambai sampai sosok Shinra menghilang di pintu keluar pub. Tangannya mengambil sebuah ponsel dari sakunya dan menghubungi seseorang.
"Haruna, jemput aku di depan pub. Aku agak sedikit mabuk."
Kemudian matanya beralih ke sosok raven yang mabuk dan tertidur itu.
"Baru kali ini aku melihatmu mabuk hingga terkapar begini, Izaya," ucapnya dengan nada bicara yang berbeda dari yang biasa dia pakai.
Lengan kekar itu meraih lengan atas Izaya dan menariknya. "Hora, Iza-chan. Ayo bangun. Kita harus pulang.
Sosok itu hanya mengerang, "Aku masih mengantuk, Shizu-chan."
Mata Delic terbelalak. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman. Kini tangannya terulur untuk membopong sosok kurus itu.
"Baiklah kalau kau tidak mau bangun. Aku akan menggendongmu," ucapnya.
Sosok mabuk itu hanya tersenyum berbisik, "Aku tahu kau pasti akan menggendongku kok," dan melingkarkan lengan putihnya ke leher Delic yang kini mencium lembut helaian raven milik Izaya.
Mobil Benz terlihat sudah terparkir di depan pub saat Delic sudah di luar denan kondisi membopong Izaya ala bridal.
"Delic-san, wanita mana lagi yang mau kau bawa ke hotel!" protes Haruna.
"Kau diam saja dan bawa aku ke hotel, Haruna," jawab sinis Delic setelah membaringkan Izaya di jok belakang mobil dan memangku kepalanya.
"Ta-tapi."
"Aku tak pernah membawa wanita manapun pulang bersamaku, dan kau tahu itu. Lagipula dia bukan wanita. Dia lelaki paling berarti dalam hidupku," ucap Delic sambil membelai perlahan helaian raven di pangkuannya.
Manager muda itu hanya menelan ludah dan menjalankan mobil sesuai perintah Delic, "Baiklah. Tapi aku tak mau tahu kalau Yuuhei-san mengetahui hal ini,"
"Kau tak perlu khawatir akan hal itu. Aku tak akan menyalahkanmu jika Kasuka mengetahui hal ini, selama mulutmu tak mengatakan apapun."
Sosok rupawan itu kini hanya diam memandang pemuda raven dalam pangkuannya. Rambutnya, matanya, aromanya, masih sama seperti setahun lalu. Yang berbeda kini dia terlihat lebih diam, lebih tenang, dan terlihat lebih jujur. Ditundukkannya wajahnya untuk menggapai pipi putih susu itu dan mengecupnya perlahan.
"Izaya, aku merindukanmu," lirihnya.
.
0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0o0
.
Delic baru saja membaringkan Izaya di atas ranjang ketika pintu kamar hotelnya diketuk seseorang. Mungkin Haruna mengantarkan barangnya yang tertinggal, itu yang ada dalam pikiranya. Kakinya dilangkahkan menuju pintu kamar, tapi yang sosok yang ditemukannya di depan kamar bukanlah Haruna, melainkan.
"Apa aku mengganggu istirahatmu, Shizuo-niisan?"
"Kasuka,"
.
To Be Continued
.
WAIIIIIIIIIIII….
OTANJOUBI OMEDETTOU IZAIZA…
Semoga berbahagia dengan Shizu-chan… #hug
Fict ini pertama saya dedikasikan untuk Izaya yang lagi Ultah Hari ini, dan para fujo yang sudah bersedia membaca Fict Durarara saya sebelum ini…
Ditunggu RnR-nya #kedip
