Disclaimer: Harry Potter milik J.K. Rowling.
Pairing: Hermione Granger & Theodore Nott.
Rating: T
"Amortentia merupakan ramuan cinta terkuat dan bisa menimbulkan obsesi mendalam."
Suara Hermione Jean Granger mengalun jernih di ruang bawah tanah yang siang itu diselimuti gulungan asap tipis dan bau khas ramuan yang menyengat indra penciuman.
Memandang guru Ramuan, Profesor Horace Slughorn yang berpijak tenang di depan papan tulis, Hermione melengkapi narasi dengan semangat berapi-api, berharap bisa menambah perolehan nilai asrama Gryffindor dengan deskripsi akurat dan meyakinkan.
"Amortentia tak bisa menciptakan cinta sejati dan berpotensi menjadi ramuan paling berbahaya di dunia jika jatuh di tangan yang salah."
Bersandar angkuh di ujung ruangan, Theodore Nott menyeringai samar mendengar pemaparan panjang lebar tersebut. Di balik roman muka dingin dan datar yang identik dengan penyihir berdarah murni, mata Nott yang sehijau ladang semanggi tak berkedip menelusuri lekuk tubuh penyihir kecil berambut lebat yang berdiam di deretan bangku paling depan.
Mau tak mau, Nott harus mengakui bahwa meskipun berdarah kotor, penampilan si Nona-Sok-Tahu-Segala cukup lumayan. Tak kalah jika dibandingkan dengan gadis ras murni lainnya.
"Pah! Aku yakin si Darah Lumpur Granger pasti butuh satu gerobak Amortentia untuk meraih cinta. Gelandangan kelas rendah sejelek Weasley saja tak berselera dan mencampakkan dia demi si centil Lavender Brown."
Draco Malfoy, pemuda pirang platina yang mengaku-aku sebagai Pangeran Slytherin mengerucutkan bibir hingga maju beberapa senti ke depan. Mendekatkan kepala ke kuping Nott, pewaris takhta kerajaan bisnis Malfoy itu kembali bertutur, tak peduli sama sekali jika cercaan pahit menusuk yang mengalir keluar dari mulutnya mengusik selubung imajinasi liar Nott.
"Tahun ini sungguh memuakkan," Malfoy menggerutu sebal, menggerigiti pena bulu elang hingga compang-camping.
"Seharusnya aku tak kembali ke sekolah penuh kotoran selokan seperti ini. Tapi, Mother bersikeras menyuruhku meneruskan sisa pelajaran. Nah, lihat saja apa hasilnya! Membosankan sekali mengulang materi yang pernah kita lahap di tahun keenam lalu."
Berdecak tak sabar, Nott pura-pura menggaris bawahi catatan penting di buku Pembuatan Ramuan Tingkat Lanjut. Jika tak mengingat kedudukan Malfoy sebagai karib terdekat, mungkin Nott sudah mendepak remaja ningrat itu karena berkeluh-kesah seperti nenek-nenek datang bulan.
"Kalau kau jenuh, sana cari kesenangan lain. Lanjutkan kembali aktivitas olahraga malam dengan tiap gadis berbeda. Yah, seperti yang selalu kau lakukan dulu," Nott mencibir ketus, melirik tak suka tatkala alis pirang Malfoy bertaut di tengah.
"Tetap saja tak menghibur," desis Malfoy sinis, memutar-mutar ujung pena bulu elang yang sudah tak berbentuk lagi.
"Kita butuh permainan baru yang lebih menarik. Kalau tidak, kita bisa mati bosan di sini."
Unek-unek Malfoy menumbuhkan ilham di benak Nott yang sedari dulu terkenal sebagai perancang strategi permainan.
Atraksi menantang dan berbeda...
Itu dia hal yang diperlukan untuk memuluskan misi terbaru. Misi balas dendam yang terlahir semenjak jatuhnya vonis Pengadilan Sihir Wizengamot, akhir musim semi lalu.
Dengan memanfaatkan keampuhan Amortentia, yang kebetulan sekali tersedia dalam jumlah banyak sehingga mudah dicuri, rencana besarnya pasti terlaksana.
"Jangan mati muda dulu, Malfoy. Dengar, aku punya ide hebat."
Bergumam di ambang telinga Malfoy, bibir Nott melengkung ke atas. Mata hijau gelapnya berkilat kejam saat mengamati punggung Hermione.
Penyihir berpembuluh lumpur yang menjadi alasan di balik lahirnya ide balas dendam ini...
Bersenandung pelan, Hermione melangkah ringan ke pojok lemari. Sejak tahun ketiga, Hermione telah menjadikan bangku empuk di sudut perpustakaan sebagai surga pribadi. Di sana, ia bebas belajar dan membaca tanpa terganggu desau obrolan murid-murid lain. Di sana, ia leluasa menumpuk banyak buku tanpa terinterupsi tatapan paranoid pustakawati Madam Irma Pince.
Memanggul puluhan buku edisi terbaru, Hermione berdendang riang, mensyukuri keputusan bijak untuk meneruskan tahun ajaran. Seusai pertempuran akbar melawan Lord Voldemort yang berakhir dengan kemenangan Harry Potter, Sekolah Sihir Hogwarts langsung direnovasi ulang.
Selepas restorasi, sekolah berasrama di Skotlandia itu kembali dibuka untuk para pelajar yang ingin menuntut ilmu. Termasuk Hermione dan rekan seangkatannya yang belum menyelesaikan studi karena pecah perang.
Tanpa berpikir dua kali, Hermione langsung menyabet peluang tersebut. Bagi Hermione, ijazah kelulusan Hogwarts sangat diperlukan untuk melancarkan impian berkarier di Kementerian Sihir Inggris. Meskipun sebenarnya, sebagai salah satu pahlawan perang, ia memiliki hak khusus menembus Kementerian Sihir tanpa proses seleksi.
Berbeda halnya dengan dua sobat kentalnya, Harry James Potter dan Ronald Bilius Weasley. Kedua pemuda berbeda karakter itu memilih mengambil beasiswa di Akademi Auror Internasional demi mewujudkan ambisi menjadi Auror Junior termuda sepanjang sejarah.
Kendati tak lagi dikawal Harry dan Ron, Hermione tak berkecil hati. Sejumlah kawan terdekatnya seperti Ginny Weasley, Luna Lovegood, Neville Longbottom dan Lavender Brown tetap bersekolah bersamanya. Setidaknya, kehadiran mereka membuat hati dan hari Hermione tetap bersinar cerah seperti biasanya.
Semakin mendekati lokasi favorit yang dituju, langkah Hermione perlahan-lahan terhenti. Di sana, di kursi berlengan bermotif sulaman burung moorgrame, duduk seorang remaja tampan berambut hitam kecokelatan.
"Theodore Nott," tanpa sadar Hermione mendesah pelan seiring dengan detak jantung yang bergoyang seperti gendang.
Nott yang semula tekun membaca tiba-tiba mendongakkan wajah menawan yang terukir sempurna. Napas Hermione seolah tercuri dari paru-paru tatkala manik cokelatnya beradu pandang dengan iris hijau gelap Nott.
Terbatuk-batuk gugup, Hermione melangkah kikuk, beranjur ragu-ragu mendekati Nott yang terus mengawasi lekat-lekat.
"Halo, Nott. Err... ngapain kau di sini?" Hermione mencoba berbasa-basi menyapa, meringis sendiri saat menyadari pertanyaan bego yang diajukan barusan.
Menarik sudut bibir ke atas, Nott melempar seringai seksi. Senyuman sensual yang digilai seluruh pelajar perempuan dari berbagai tingkatan.
"Mengingat ini perpustakaan, tentu aku di sini bertujuan untuk membaca buku."
Berdeham salah tingkah, Hermione berupaya mengendalikan diri. Menarik kursi lain, Hermione buru-buru duduk dan mengatur gundukan pustaka di atas meja. Sadar sepenuhnya bahwa setiap gerakannya diamati oleh mata tajam pemuda di hadapannya.
Sesaat, keheningan kental tercipta di ruangan nyaman ber-atmosfer tenang itu. Menarik napas pendek-pendek untuk meredakan dentuman nadi yang berdenyut menggila, Hermione mulai membuka helaian kamus Terjemahan Rune Kuno Tingkat Lanjut.
"Bagaimana liburan musim panasmu, Hermione?"
Hermione terperanjat mendengar nama depannya disebut. Selama ini, Nott tak pernah memanggil dirinya dengan cara seintim itu. Tak hanya itu, teknik pengucapan namanya terdengar sangat manis, seperti lelehan gula-gula. Tanpa bisa dielakkan, rona panas merambati lereng pipi Hermione, menumbuhkan noda merah muda yang tercetak nyata.
"Mmm, cukup menyenangkan. Aku mengunjungi orangtuaku di Australia," jawab Hermione singkat, menunduk cepat-cepat tatkala Nott tersenyum hangat.
Sebenarnya bukan wisata biasa semata, pikir Hermione gundah, pura-pura mengeja deretan lambang aneh yang bertebaran di lembaran kamus. Di negara asal kanguru dan koala itu, ia harus banting tulang mencari orangtuanya yang sudah dimodifikasi ingatannya.
Untungnya, berkat bantuan semua pihak, termasuk Deluminator (alat pengatur cahaya dan pemadam pelita) milik Ron dan kontribusi Menteri Sihir Inggris yang baru, Kingsley Shacklebolt, Hermione bisa menemukan sekaligus membawa pulang kedua orangtuanya dengan selamat.
"Liburanmu sendiri bagaimana, Nott?" Hermione balik bertanya, perlahan-lahan mengangkat muka yang memerah cerah.
Memasang wajah muram, Nott meremas lembaran perkamen yang dipenuhi diagram dan gambar-gambar planet tata surya. Pupil hijau kelamnya menggelap suram disaput gelombang kabut kesedihan.
"Sangat buruk. Aku harus mondar-mandir membesuk ayahku di Azkaban."
Pengakuan terang-terangan Nott meresahkan sanubari Hermione. Memaki dalam hati, Hermione menyesali pertanyaan bodohnya. Seharusnya ia menyadari kalau ayah Nott, Mister Nott Senior dijatuhi hukuman seumur hidup meringkuk di Penjara Sihir Azkaban karena terbukti bersekutu dengan Pangeran Kegelapan.
"Maaf, aku tak bermaksud menyinggungmu."
Mengawasi ekspresi menyesal Hermione, Nott tak kuasa menahan seringai culas yang menari-nari di ujung bibir. Merapikan perkamen esai Astronomi yang setengah kusut, Nott tersenyum tipis, mensyukuri kepolosan mangsanya. Dengan karakter naif dan mudah diperdaya seperti ini, Nott yakin permainan balas dendam akan sukses luar biasa.
"Tak apa-apa, Hermione. Bukan salahmu ayahku mendekam di terali besi," ujar Nott menenangkan, mengilaskan sejumput senyum penghiburan.
Mengangguk singkat, Hermione kembali mencermati buku, mencoba menerjemahkan barisan paragraf di hadapannya. Sialnya, tak ada satu kata pun yang menempel di serabut otak. Kedekatan posisinya dengan Nott efektif menumpulkan akal sehat dan konsentrasi.
Sejujurnya, Hermione tak yakin kapan dirinya mulai mengamati Nott secara saksama. Mungkin jika diputar balik, ketertarikan tersebut dimulai di tahun kelima. Atau tepatnya di jam pelajaran Pemeliharaan Satwa Gaib yang digawangi guru setengah raksasa, Rubeus Hagrid.
Kala itu, Hagrid yang mengetahui Nott bisa melihat Thestral meminta pemuda bertubuh atletis itu untuk membantunya memberi makan kawanan hewan tak kasat mata yang hanya bisa dilihat oleh seseorang yang pernah menyaksikan kematian tragis orang terdekatnya.
Meski kamerad-kamerad Slytherin beramai-ramai menuntut Nott untuk menolak permohonan tersebut, bangsawan darah biru itu tak bergeming. Melangkah sigap ke lahan kosong, Nott dengan penuh kasih melempar daging rusa mentah yang langsung habis dilalap dalam sekejap.
Sewaktu menonton diam-diam, tanpa sengaja Hermione menangkap sorot duka di bola mata Nott. Gelombang kesedihan yang bergulung-gulung itu mengguncang kisi-kisi hati Hermione. Menumbuhkan hasrat untuk menenangkan sekaligus memenangkan hati salah satu idola Slytherin tersebut.
Hermione terhenyak saat Nott menggenggam jemarinya. Sensasi dingin menyenangkan yang menjalari urat nadi membuat Hermione tak bisa berpikir masak-masak tatkala Nott mengajukan harapan yang tak disangka-sangka.
"Aku ingin mengubur masa lalu, Hermione. Aku ingin menjadi sahabatmu."
Tapi aku ingin lebih dari sekadar sahabat, Nott. Aku ingin menjadi teman hidupmu untuk selamanya...
Menenangkan diri, Hermione tersenyum mengiyakan. Saat ini, persahabatan biasa sudah lebih dari cukup. Biar bagaimanapun juga, pembauran antara Slytherin dan Gryffindor merupakan hal yang patut disyukuri.
"Aku juga ingin menjadi sahabatmu, Nott," Hermione menyeringai berseri-seri, memperlihatkan barisan geligi putih yang terawat rapi.
"Theo. Panggil aku Theo," jempol Nott memutar halus di telapak tangan Hermione. Setiap sentuhan menggodanya membuat sekujur saraf Hermione bergetar bahagia.
"Theo... Theo," tanpa jemu, Hermione melafalkan nama tersebut. Nama seorang pemuda yang sudah mengisi hati dan hari-hari. Sadar pipinya dihiasi rona merah menyala, Hermione buru-buru menundukkan wajah.
Tak sadar sama sekali dengan tatapan benci yang ditikamkan Nott padanya...
"Hei, Nott," Malfoy menyenggol pundak Nott saat mereka bersantap malam di Aula Besar. Mencomot sekeping bolu kelapa bertabur gula, Malfoy mengempaskan pinggul di kursi kiri yang tak berpenghuni.
"Bagaimana perkembangan rencana dahsyat kita?"
Menusuk sekerat paha domba panggang dengan garpu, Nott memasukkan irisan daging ke mulut. Mengunyah perlahan, Nott memandangi seringai menjengkelkan yang terpoles di wajah arogan Malfoy.
"Sabar, Malfoy. Kau tunggu saja hasilnya pertengahan Februari tahun depan," balas Nott ketus, mereguk sekaleng esens lidah buaya untuk menetralisir aroma prengus di lidah.
Menyeringai lebar, Malfoy menoleh ke meja Gryffindor. Mata kelabu perak sewarna sinar rembulan miliknya mengamati Hermione yang sibuk membolak-balik lembaran harian Evening Prophet dengan kecepatan tinggi.
"Apa rumor itu benar kalau Granger masih perawan? Apa segitu tak menariknya dia sampai Weasley enggan menyentuhnya? Atau jangan-jangan si Darah Lumpur kotor itu memakai celana dalam bergembok besi?"
Mengedikkan sebelah bahu, Nott mencincang kasar hidangan malam yang mulai mendingin. Bagi Nott, kegadisan Hermione bukan masalah besar. Satu-satunya yang diinginkan hanyalah menuntaskan rencana kesumat yang tersusun masak-masak.
"Perawan atau tidak, pakai celana dalam besi atau tanpa celana dalam sekalipun bukan hal utama bagiku. Yang penting, permainan kali ini tetap bergulir sesuai skenario."
Menaikkan sebelah alis, Malfoy berdecak kurang ajar. Menyambar sepiring sosis darah, penyihir bangsawan berdagu runcing itu menggigit habis penganan yang terbuat dari organ dalam dan usus babi tersebut.
"Kau beruntung tak pemilih dalam hal wanita, tak seperti diriku yang elit dan eksklusif ini. Sampai Lord Voldemort bangkit lagi dari peti mati pun, aku tak akan sudi menjamah penyihir najis seperti dia. Perawan atau tidak," ejek Malfoy, merenggangkan tubuh dengan penuh gaya.
Meletakkan garpu dengan sedikit tekanan, Nott menyeka sudut mulut dengan saputangan bermotif ular boa membelit. Butiran mata Nott yang sebening zamrud menyipit jengkel menyikapi sindiran pedas yang penuh penghinaan tersebut.
"Ini hanya demi balas dendam, Malfoy. Cuma itu."
Tersenyum sok bersahabat, Malfoy mengangkat bahu sembari terkekeh meremehkan. Menarik lepas dasi hijau bergaris-garis, Malfoy berbisik rendah, menjabarkan rencana gila yang biasa dilakukan siswa Slytherin untuk menghabiskan sisa malam yang menjemukan.
"Tengah malam ini aku bakal meniduri dua siswi kelas lima Ravenclaw. Kau mau ikut berpesta denganku?" Malfoy menunjuk sepasang gadis berpipi menor yang duduk di meja berlambang burung elang. Sadar tengah dimata-matai, dua penyihir pesolek itu balas mengedip genit sebelum terkikik bersamaan.
Menggelengkan kepala, Nott menolak tawaran menggiurkan tersebut. Undangan vulgar yang di masa lalu selalu disambut tanpa ragu.
"Sayang sekali, Malfoy. Waktunya tidak tepat. Mulai sekarang, aku tak boleh lagi meneruskan citra petualang cinta."
Menjotos bahu Nott, Malfoy mendesis terheran-heran. Jelas-jelas kebingungan dengan gelagat sok alim teman sejak kecilnya.
"Astaga! Apa gunanya hidup selibat seperti biarawan? Kau kan bisa tetap bersenang-senang naik ranjang sambil memainkan rencana kita?" cetus Malfoy, mengipasi otak Nott dengan rancangan agenda mesum yang bakal dijalankan larut malam nanti.
Jengah mendengar perincian kegiatan seksual Malfoy, Nott bangkit dari bangku. Menepis tangan pucat Malfoy yang hinggap di bahu, Nott mendesiskan tekad baru dengan suara sehalus deru bayu.
"Itulah perbedaan antara aku dengan kau, Malfoy. Tak seperti dirimu, aku tak pernah setengah-setengah dalam menjalankan rencana."
Mengabaikan siulan panjang Malfoy yang sarat nada melecehkan, Nott beranjak ke meja Gryffindor. Menempelkan senyum paling manis yang dimiliki, Nott menghampiri kursi Hermione.
Bersiap-siap menebar jaring perangkap mematikan ke gadis bermata cokelat yang mengangguk hangat padanya...
"Hermione, akhir-akhir ini kau akrab dengan Theodore Nott ya?"
Nada penasaran di pertanyaan Ginny menghentikan gerakan tangan Hermione di lembar perkamen Herbologi. Menutup botol tinta rapat-rapat, Hermione menguatkan diri mengatakan hal yang sejujurnya. Hermione sadar, ia tak bisa selamanya menyembunyikan rahasia. Cepat atau lambat, ia harus membuka diri. Membeberkan isi hati pada orang-orang terdekatnya.
"Sebenarnya bukan sekadar akrab, Gin. Sudah beberapa bulan ini aku berpacaran dengan Theo."
Reaksi Ginny persis seperti yang dipikirkan Hermione. Menganga tak percaya sebelum kemarahan bergelora mengambil alih semua tindakan.
"Sempak Somplak! Hermione, apa kau sudah gila?"
Lengkingan tak terima Ginny membuat penghuni Ruang Rekreasi melongok ingin tahu. Beberapa murid tahun keempat bahkan menebar lusinan Telinga Terjulur. Berniat menguping obrolan bombastis dengan produk andalan toko Sihir Sakti Weasley tersebut.
Menarik paksa lengan Ginny, Hermione menyeret gadis bersurai semerah api itu ke kamar tidur yang terletak di menara paling atas. Selama menapaki tangga spiral, Hermione kalang kabut menjinakkan sobat baiknya yang terus merepet ribut.
Usai mengunci daun pintu dengan Mantra Segel, Hermione menempatkan Ginny di ranjang besar berbalut seprai bermotif bunga-bunga poppy bermekaran. Menghembuskan napas lelah, Hermione mengambil posisi di samping Ginny yang bersedekap menantang.
"Gin, kumohon mengertilah. Sudah sejak tiga tahun lalu aku menyukainya."
Menyipitkan mata, putri bungsu keluarga Weasley itu mempelajari mimik muka Hermione. Pupil cokelat keemasan Ginny yang biasanya berpijar teduh kini berkobar murka. Jika pandangan bisa membunuh, Hermione yakin dirinya sudah hangus terbakar detik itu juga.
"Itu sebabnya kau dan Ron putus? Karena kau kepincut anak laki-laki lain? Bajingan brengsek tak berguna yang sialnya lebih kaya-raya dan berkuasa?"
Hati Hermione teriris mencecap nada menghakimi di intonasi junior kesayangannya. Memegang kedua pundak Ginny, Hermione mencoba membujuk sahabat perempuan pertamanya di Hogwarts itu untuk mengerti dan memahami situasi serta kondisi yang terjadi.
"Aku dan Ron hanya cocok sebagai teman. Tak ada api, hasrat maupun daya tarik kimiawi di antara kami."
"Oh, lalu dengan Nott ada? Bujug buneng, Hermione! Dia itu warga Slytherin! Asrama yang beken dengan kecurangan mereka! Apa kau tak curiga dia menyimpan niat busuk padamu?" Ginny menjulang secepat kilat, menyilangkan lengan erat-erat di depan dada.
"Theo sudah berubah, Gin. Perang Besar Mei lalu telah mengubah pandangan picik dan sempitnya."
Untuk sesaat, kedua remaja itu berdiam diri, hanya saling memandang tanpa mengeluarkan suara. Setelah lengang sejenak, Ginny melengos dan menghambur ke pintu. Merapalkan Mantra Pembuka Pintu, Alohomora, Ginny memelototi Hermione dari balik pundak ramping yang bergetar kaku.
"Aku harap kali ini kau benar bahwa Nott tak bermaksud buruk padamu. Kau teman baikku, Hermione. Aku tak mau melihat kau menderita dan terluka."
Usai mengucapkan nasihat terakhir, Ginny membanting pintu dengan kasar, meninggalkan Hermione yang terpaku membisu...
"Ada apa? Kau kelihatan sedih."
Melingkarkan ikal lebat Hermione di ujung jari, Nott memperhatikan aura sendu yang menghiasi paras pacar terbarunya. Selama dua bulan lebih berkencan, baru kali ini Nott melihat mendung bergantung di wajah Hermione.
Biasanya, Hermione selalu bersemangat dan berenergi. Sekarang, manik cokelat tenang dan indah Hermione meredup layu, membuat Nott disandera hasrat mengusir pergi semua kesedihan dan kabut duka yang membayang.
Idiot, Nott menggeram dalam hati. Fokus, Theodore Nott. Fokus! Memangnya kenapa kalau si Darah Lum-, Nott terdiam, tak bisa meneruskan sisa kalimat yang melekat di ujung lidah.
Pelan tapi pasti, gejolak aneh melingkupi nurani Nott, mencabik-cabik ketenangan dinding sanubari. Lazimnya, selama bertahun-tahun ini lidah tak bertulangnya terbilang lancar melafalkan ejekan Darah Lumpur. Tapi sekarang, alat pengecapnya terasa kelu. Seolah-olah tak rela mengejek kekasihnya sendiri dengan panggilan hina dina tersebut.
Kekasihnya...
Nott memandangi gadis yang bersandar lemas di bahu kanan. Awalnya, strategi keji yang diracik bersama Malfoy terasa sangat menyenangkan. Namun, ibarat senjata makan tuan, misi balas dendam itu mulai menjeratnya dalam dilema. Semakin dirinya mengenal Hermione, ia semakin terpesona. Semakin lama ia bersama Hermione, ia semakin menyayangi gadis yang dulu sempat dianggap sebagai anjing buduk dan hama menjijikkan perusak mata.
Tolol, tolol, tolol, Nott merutuki diri sendiri, mengumpat kesal karena terjebak dalam kebimbangan. Seharusnya, bukan dia yang terpikat seperti ini. Semestinya, Hermione-lah yang menjadi korban Amortentia.
Amortentia...
Mengingat ramuan cinta berbahaya itu, bulu tengkuk Nott meriap, tegak merinding seperti ilalang tinggi yang memadati rerumputan. Benaknya tanpa diminta melayang ke insiden di minggu pertama bulan Oktober lalu. Momen di mana ia secara diam-diam meracuni pikiran Hermione dengan ramuan sewarna kerang mutiara berkilau itu.
Waktu itu, dengan alasan ingin memamerkan kehebatan dalam urusan masak-memasak, Nott mengajak Hermione menyelusup ke Dapur Hogwarts. Di ruangan besar penuh panci, kuali dan barisan peri rumah itu, Nott menggodok sup sayuran spesial. Menu sehat bergizi yang sudah dikuasai sedari usia dini.
Memanfaatkan kelengahan Hermione yang tengah bersenda gurau dengan Dobby, bekas peri rumah keluarga Malfoy, Nott membubuhkan Amortentia ke mangkuk sup Hermione.
Sejak menyantap sup Amortentia, Hermione semakin lengket seperti ulat keket. Gadis berhidung penuh bintik itu juga tak menolak ketika diajak berpacaran, kendati tak ada satu kalimat cinta pun terucap di sesi pengungkapan perasaan yang terjadi di Ruang Piala.
Bahu Nott berderak ketika tubuh Hermione menggigil kecil terhantam angin dingin yang berhembus dari pinggiran Danau Hitam. Terdorong insting melindungi, Nott merapatkan Hermione ke pelukan. Mengecup puncak kepala Hermione, Nott mengusap lembut punggung dan leher pacarnya, berkeinginan melepaskan ketegangan saraf yang dirasakan di sana.
Bergelung manja seperti anak kucing kekenyangan, Hermione mengerang lirih, menikmati belaian tangan Nott yang sarat kasih sayang. Seperti api tersiram bensin, desahan rendah Hermione menyalakan gairah pria Nott. Nafsu duniawi yang selama dua bulan terakhir ini dilawan mati-matian.
Tak bisa menangkal hasrat yang bergejolak, Nott mengusap bibir bawah Hermione dengan ibu jari. Tersenyum melihat wajah membara Hermione, Nott membungkukkan wajah, dengan lembut memagut bibir Hermione dalam ciuman sensual yang memabukkan.
Awalnya, Nott hanya ingin mengecup ala kadarnya saja. Hanya sekadar melampiaskan rasa penasaran. Namun, manisnya bibir Hermione melunturkan tekad awal Nott. Menangkup wajah Hermione, Nott mencium lahap dan dalam. Ciuman posesifnya semakin panas dan bergairah saat Hermione merespon dengan antusias.
"Amortentia tak bisa menciptakan cinta sejati."
Ingatan tentang dampak Amortentia menjatuhkan Nott ke dasar bumi. Melepaskan pagutan bibir, Nott mengatur ulang napas yang terengah memburu. Menelusuri paras Hermione yang semerah musim ceri, Nott merutuk tertahan saat narasi efek Amortentia kembali mengepak-ngepak di ingatan.
"Amortentia tak bisa menciptakan cinta sejati. Amortentia hanya menimbulkan obsesi mendalam."
Ya, jika bukan karena pengaruh Amortentia, mungkin Hermione tak akan mau berbagi ciuman membara dengannya. Jika bukan karena Amortentia, mungkin Hermione tak akan pernah bersedia menjadi kekasihnya.
Tak akan pernah mencintai dengan sepenuh jiwa...
Entah kenapa, pikiran itu mencabik-cabik hati Nott. Mengirimkan tusukan sepahit empedu ke relung kalbu yang merindu...
"Theo... oh Sayangku..."
Desahan familier itu memaksa Hermione menyetop langkah di depan kelas kosong yang temaram. Menajamkan pendengaran, Hermione merayap mendekati pintu yang sedikit terbuka. Mengintip melalui celah sempit, Hermione tercengang menyaksikan pemandangan di depannya.
Di sana, di ruang remang-remang itu, Theodore Nott, pemuda yang sangat disayanginya tengah merangkul erat seorang gadis seksi berambut pirang kecokelatan. Penyihir berseragam Slytherin yang langsung dikenali Hermione sebagai mantan tunangan Nott.
Daphne Greengrass...
Seingat Hermione, di awal masa pacaran mereka, Nott pernah mengisahkan tentang pembatalan pertunangan dengan Daphne, si putri sulung keluarga bangsawan Greengrass. Kata Nott, klan Greengrass yang termasuk salah satu anggota terhormat kerajaan darah murni memutuskan ikatan perjodohan karena tak sudi berhubungan dengan narapidana Azkaban.
Sepertinya, meski ditentang orangtua, Nott dan Daphne masih merajut hubungan terlarang. Melihat adegan mesra di hadapannya, batin dan logika Hermione saling tumpang tindih. Mempertanyakan kemurnian niat Nott dalam mendekatinya.
Capek menebak-nebak, Hermione memantapkan diri meminta klarifikasi. Menggedor daun pintu keras-keras, mengagetkan sejoli yang bergelayut lekat, Hermione melangkah masuk.
Jika kondisinya berbeda, Hermione mungkin akan terbahak menonton perubahan raut muka Nott. Wajah tampan Nott yang biasanya bersinar kini memucat seperti terkena serangan jantung kelas kakap.
Di lain pihak, Daphne bersandar pongah. Tak bergerak satu senti pun, calon kakak ipar Draco Malfoy itu tetap mengalungkan sepasang lengan langsing di lingkar pinggang Nott.
"Hermione, aku bisa menjelaskan. Itu tadi bukan apa-apa. Hanya pelukan antar sahabat," Nott mendorong kasar tubuh Daphne, tak menggubris dengusan sinis bekas calon istrinya itu.
Sadar dirinya harus segera meninggalkan gelanggang pertempuran, Daphne melenggang angkuh. Sebelum menghilang di balik pintu, Daphne melemparkan ciuman jarak jauh. Kecupan mesra yang tentu saja disambut pelototan tajam dua pasang mata yang tersisa.
"Hermione, aku bersumpah tak ada hal nista yang terjadi. Tadi Daphne hanya memintaku untuk kembali padanya dan aku sudah menepis keinginan absurd tersebut," jelas Nott memelas, manik hijau hutan musim semi miliknya berkilap cemas dalam keremangan ruangan.
Bergumam tak jelas, Hermione membuang muka. Melihat respon skeptis itu, dunia Nott seketika jungkir balik. Nott benar-benar tak ingin Hermione meragukan kesetiaannya. Lebih dari itu, ia juga tak mau Hermione meninggalkan dirinya. Ia tak akan sanggup jika harus melepas Hermione. Tidak di saat hidupnya yang selama ini hampa mulai terasa bermakna.
Nott terperangah menyadari lintasan perasaan yang saling berkejaran di rongga benak. Ya Tuhan, sejak kapan rasa benci membara berubah menjadi suka? Sejak kapan dendam kesumat mematikan berganti asmara memabukkan? Sejak kapan dirinya tak lagi berkeinginan menyakiti hati Hermione?
Kekagetan Nott kian bertambah saat Hermione tersenyum dan beringsut memeluk. Mengusap-usapkan pipi di kemeja putih Nott, Hermione berujar perlahan.
"Tenang saja. Aku percaya padamu, Theo."
Menunduk menatap wajah memuja Hermione, Nott didera tusukan rasa bersalah. Jika bukan karena Amortentia, Hermione pasti tak akan memaklumi semudah ini.
Nott tahu, semua kasih sayang ini imitasi, bukan perasaan asli Hermione. Ia sadar, semua pandangan memuja itu hanya efek obsesi yang ditimbulkan Amortentia. Hanya efek ramuan cinta paling berbahaya di dunia. Bukan perasaan hakiki Hermione yang sejati.
Entah kenapa, pemahaman itu membuat batinnya yang tersayat kian terasa perih...
"Hermione, apa liburan Natalmu menyenangkan?"
Bergoyang energik, Lavender Brown menyandangkan mantel bulu angsa di sandaran kursi meja rias. Dari senyum sumringah dan mata seterang langit pagi yang berkilat-kilat antusias, kentara sekali kalau gadis berambut ikal panjang itu sudah bersenang-senang menghabiskan masa liburan Natal bersama keluarga Ron di The Burrow.
"Sangat mengasyikkan, Lav. Meski rumah Theo sepi, kami masih bisa mengadakan banyak kegiatan."
Merebahkan tubuh di kasur, nyaris membangunkan Crookshanks yang tidur mendengkur, Lavender mengerjap menatap Hermione yang asyik membongkar isi koper.
"Won-Won titip salam. Dia berpesan jangan sungkan bercerita jika Nott melukai dan mengkhianati cintamu. Kau tahu, Won-Won dan Harry sudah mempelajari mantra canggih untuk menghajar hidung belang seperti Nott."
"Theo bukan hidung belang!" Hermione menyanggah keras, menghentikan kegiatan mengobrak-abrik muatan koper.
Membaringkan badan di sebelah Lavender, Hermione mengusap-usap bulu panjang Crookshanks yang meringkuk di dekat bantal. Menguap lebar sampai kumis panjang yang menghiasi muka bergetar, kucing jantan gemuk yang setia menemani Hermione sejak tahun ketiga itu mengintip sekilas sebelum berguling melingkar.
"Yah, terserahlah. Yang jelas, aku dan Won-Won pasti membela jika ada sesuatu. Kau tahu bukan, apa yang bisa aku lakukan dengan cakar dan gigi," Lavender membuka mulut lebar-lebar, melambaikan jari runcing di udara.
Memang, sejak digigit manusia serigala Fenrir Greyback di Perang Besar Hogwarts, Lavender berubah menjadi setengah manusia serigala. Kondisi yang dialami Lavender persis seperti situasi yang menimpa kakak sulung Ron, Bill Weasley maupun mantan guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam, Profesor Remus Lupin.
Tekad Lavender untuk berada di garis depan demi membela harga dirinya tak urung membuat Hermione terharu. Melayangkan senyum terima kasih, Hermione mensyukuri kehadiran Lavender di dalam hidupnya.
Selain menjadi teman sekamar yang bisa diandalkan, Lavender juga mampu mengembalikan kebahagiaan Ron yang padam semenjak dirinya memutuskan hubungan. Sejak Lavender berkencan dengan Ron, pemuda berhidung panjang itu kembali ceria dan bisa tertawa lepas seperti biasanya.
Hermione tahu, hanya Lavender-lah perempuan terbaik yang cocok mendampingi Ron. Sifat agresif Lavender mampu memunculkan hasrat dan gairah Ron. Faktor penting yang tak bisa dilakukannya mengingat perasaannya pada Ron hanya cinta antar teman semata.
Selain hanya menyimpan cinta antar sahabat, Hermione tak bisa menyayangi Ron secara mendalam sebab dirinya terlanjur jatuh hati pada Nott. Bahkan, sepulangnya dari liburan Natal di kediaman Nott, ia merasa kian terikat dan terpikat. Dari obrolan intens selama berlibur di kastil Nott, ia semakin mengetahui isi hati terdalam kekasih tercintanya.
Selama menjalani liburan Natal di Nott Manor, mereka menghabiskan waktu dengan membuka kado atau bergelung di depan perapian sambil membakar kentang mentega. Setiap saat, percakapan mengalir tanpa henti dan melalui obrolan itulah Hermione bisa mengetahui dalamnya duka Nott sewaktu menjadi anak piatu di usia delapan tahun. Melalui percakapan pribadi itulah, ia bisa mengetahui kesedihan Nott karena kehilangan ibunya yang meninggal di tengah proses melahirkan.
Dan yang paling penting, dari semua cerita yang dibeberkan Nott, Hermione menyadari bahwa pacarnya sangat menghormati ayahnya. Duda darah murni yang selama bertahun-tahun ini membesarkannya dengan penuh kasih sayang.
Bakti Nott pada ayahnya terlihat dengan kegigihan mempelajari cara memasak sup sayuran. Masakan hangat yang biasa dihidangkan mendiang ibunya untuk sang ayah.
Melalui sesi curahan hati itu jugalah Hermione memahami nestapa dan kemurkaan Nott saat mengetahui ayahnya dijatuhi sanksi kurungan seumur hidup di Azkaban. Penjara sihir paling sadis sedunia yang didirikan untuk menampung penjahat perang seperti ayah Nott.
Pelahap Maut yang ironisnya dipaksa bertekuk-lutut di bawah kaki Hermione di Perang Besar Hogwarts, Mei silam...
"Nott, kami turut berduka cita atas kematian ayahmu."
Melepaskan tangan dari wajah, bola mata Theodore Nott yang biasanya sehijau padang rumput kini memerah sepekat darah. Sisa-sisa genangan air mata masih terpahat jelas di cekungan rahang dan kedua lereng pipi. Pipi terhormat yang dulu sering diusap lembut oleh ayahnya. Narapidana Azkaban yang kemarin malam meregang nyawa di tangan kawanan Dementor.
Berdiri berjajar, Draco Malfoy dan Daphne Greengrass saling berpandangan. Tampak jelas kalau dua sahabat sejak kecil itu kelimpungan melawan tatapan berang Nott yang menohok.
Menggeram kasar seperti banteng terluka, Nott menyapukan tangan, mendesak dua tamu tak diundang itu untuk segera lenyap dari pandangan.
"Aku tak ingin bertemu orang lain saat ini. Pergi sana!"
Malfoy yang tidak terbiasa menerima perintah tak bisa semudah itu diminta menjauh. Menyandarkan tubuh tegap atletis di pagar balkon Menara Astronomi, iris kelabu perak Malfoy menyipit mengawasi keadaan di sekelilingnya.
"Ayahmu mati sengsara di Azkaban, Nott. Ini semua karena Potter Pitak dan teman-teman busuknya. Weasel Weasley dan si Jalang Granger."
Menyilangkan kaki dengan lagak superior, Malfoy melirik Nott yang menatap kosong gerumbulan pohon Hutan Terlarang yang mengintip di kejauhan.
Tanggapan nihil Nott membuat Malfoy meradang. Menyikut pinggang Nott, Malfoy melanjutkan provokasi keji, berharap bisa mengipasi bara kemarahan di benak kawan sepermainannya.
"Aku berharap yang terbaik darimu, Nott. Ingat, kau harus memberikan pertunjukan spektakuler di hari Valentine empat belas Februari nanti."
Saat Nott tetap membeku dalam keheningan, Malfoy menyerah kalah. Di lain pihak, Daphne Greengrass tetap pantang mundur. Sadar kebisuan Nott bisa berarti buruk bagi rencana agung mereka, gadis berhati dengki itu buru-buru melantunkan ancaman.
"Jangan mundur seperti pengecut, Theo. Jika kau berubah pikiran, aku bersumpah akan menghabisi Granger dengan tanganku sendiri. Ingat, rencana kita sudah diketahui satu asrama."
Setelah mengumandangkan gertakan, Daphne menggandeng lengan Malfoy, mendesak calon adik iparnya untuk meninggalkan Menara Astronomi.
Pergi menjauhi Nott yang tengah berperang dengan nuraninya sendiri...
Selama dua hari ini, Hermione gundah tak terkira. Semenjak mengetahui berita kematian ayahnya, Nott seolah menghilang ditelan bumi. Tampaknya, kali ini Nott tak mau membagi duka cita. Sesuatu yang amat disayangkan mengingat Hermione terlanjur menganggap mereka bisa saling terbuka satu sama lain. Bisa saling berbagi dan mengisi layaknya sepasang kekasih hati.
Setelah dua hari bergelut dalam keresahan, tak heran jika Hermione terkejut sewaktu menerima pesan dari Nott. Di memo tak terduga itu, Nott memintanya untuk datang diam-diam ke Ruang Kebutuhan di koridor lantai tujuh, tepat jam dua belas malam.
Merahasiakan pesan tersebut dari Ginny dan Lavender yang sampai detik ini masih sibuk mengendus-endus dosa terselubung Nott, Hermione berjingkat-jingkat menuju Ruang Kebutuhan.
Setelah merunduk-runduk menghindari sergapan penjaga sekolah, Argus Filch dan kucing tua pemarah, Mrs Norris, Hermione akhirnya sampai di depan Ruang Kebutuhan.
Usai merapalkan kata kunci yang dituliskan Nott dalam cabikan pesan, sebuah pintu kayu kenari bergagang ganda muncul seketika. Dengan tangan gemetar karena penasaran, Hermione memutar gagang pintu dan berangsur-angsur memasuki ruangan.
Saat di dalam ruangan, Hermione terkesiap kaget melihat panorama yang tersaji. Di sepanjang jalan, ratusan kelopak mawar berbau harum tumpah-ruah bertaburan.
Rangkaian kelopak semerbak itu berakhir di sebuah meja bertaplak merah marun yang dipenuhi sajian menggoda selera. Di tengah meja, lilin perak dan vas kristal berisi bunga bakung putih bertengger anggun, menambah efek romantis yang mengental di udara.
Di sudut lain ruangan, sebuah perapian pualam berkobar terang. Bayangan jilatan lidah api yang berderak-derak memekakkan telinga menari-nari riang, menimpa karpet Aubusson tebal yang disesaki puluhan bantal empuk berbagai ukuran.
Berdiri di dekat bangku meja makan, Nott mengamati Hermione lekat-lekat, bersabar menunggu gadisnya selesai mengagumi interior ruangan.
Setelah beberapa waktu, Hermione baru tersadar dari keasyikan mencermati dekor ruangan. Mengabaikan percikan ketegangan yang sempat terpancar di mata hijau Nott, Hermione beringsut menghampiri kekasihnya.
"Indah sekali, Theo. Semua ini-" Hermione tercekat sewaktu Nott menarik lengan dan mendesak tubuhnya ke dinding batu. Mengunci kedua lengan Hermione di atas kepala, Nott menguasai bibir Hermione dalam ciuman yang kasar, bergairah dan menuntut.
Melepaskan ciuman panas; ciuman kuat, liar dan dalam yang membuat Hermione meleleh dalam tarian hasrat, bibir Nott berpindah haluan ke lekuk leher dan tulang selangka Hermione. Mengulum dan menggigit lembut, Nott membuai leher Hermione dengan kecupan erotis yang menggiurkan. Selama bibir pintarnya berkelana, pinggul Nott terus bergerak, memaku Hermione ke dinding batu.
Aksi ganas Nott membuat kepala Hermione berputar-putar. Semua tindakan Nott malam ini bertentangan seratus delapan puluh derajat dengan karakter yang diperlihatkan Nott selama mereka berpacaran.
Selama ini, Nott selalu memperlakukan Hermione seolah-olah gadis bergigi berang-berang itu tak ubahnya patung kaca yang mudah pecah. Tak pernah sekalipun Nott hilang kendali seperti ini.
Satu-satunya ciuman mesra yang diberikan Nott hanya terjadi di malam pertengkaran Hermione dengan Ginny. Selepas ciuman panas di pinggiran Danau Hitam itu, Nott tak pernah bersikap berlebihan. Semua ciuman yang ditawarkan selalu terasa manis, lembut dan penuh kasih.
Tapi malam ini, makhluk buas seolah-olah telah merasuki dan menguasai diri Nott. Sosok beringas tak dikenal yang seakan-akan berniat menjadikan Hermione santapan utama.
"Hermione, Sayang..."
Mendesah parau, Nott menciumi seluruh bagian wajah Hermione dengan keganasan terang-terangan. Bibirnya tanpa henti meninggalkan bekas lembap di sekujur kulit Hermione. Tak memedulikan rintihan panik yang mengiringi eksplorasi liar yang mulai lepas kendali, tangan Nott dengan cekatan mempreteli kancing seragam Hermione.
Nott baru tersadar dan menghentikan serangan erotis yang kebablasan saat tetes bening berjatuhan dari sudut mata Hermione. Menundukkan wajah dan menempelkan kening ke dahi Hermione, Nott berbisik tertahan.
"Sssh, Sayang. Jangan menangis."
Mengusap air mata Hermione dengan ujung jempol, Nott berusaha meredakan isakan Hermione. Tangannya mengusap punggung Hermione, mencoba menghalau getar ketakutan di sana.
Selagi memeluk Hermione, Nott tak jemu-jemunya melaknati dan membodoh-bodohi diri sendiri. Hampir saja ia merusak rencana agungnya sendiri. Jika ia bergerak terlalu cepat, Hermione pasti lari menjerit-jerit dan membangunkan seluruh penghuni sekolah.
Setelah beberapa saat, kepanikan Hermione menyusut. Melepaskan rangkulan, Nott memandang Hermione. Raut muka tampannya dipenuhi gurat penyesalan mendalam.
"Seharusnya aku tak menyerangmu seperti itu. Tapi kau sangat manis jadi aku tak bisa menahan diri."
Tertawa cegukan, Hermione mengulas senyum simpul. Beranggapan bahwa rasa berkabung karena kehilangan ayah yang membuat Nott tak bisa mengontrol tindakan, Hermione berusaha memperbaiki suasana. Bergerak ke sisi meja makan, Hermione menyentuh kelopak bunga bakung putih yang tertanam dalam di vas kristal.
"Tak apa-apa, Theo. Ngomong-ngomong, makan malam romantis ini untuk merayakan apa?"
Menarik napas lega karena situasi sudah terkendali, Nott mendekati Hermione. Bersumpah tak akan melakukan tindakan konyol yang bisa mengacaukan rencana, Nott memasang roman semenawan mungkin.
"Di hari Valentine besok, aku akan memberikan pertunjukan khusus untukmu."
Meremas tangan Hermione, Nott membimbing kekasihnya untuk duduk di karpet tebal. Muka Hermione merona pekat saat Nott membaringkan tubuhnya secara perlahan-lahan.
"Makan malam ini sekadar pertanda. Pertanda untuk menandai perubahan masa depan hubungan kita."
"Perubahan seperti apa?" Hermione bertanya malu-malu, noda merah di pipi halusnya semakin kentara sewaktu jemari Nott meraba torso depan yang terbuka.
Mengukir senyum sensual, Nott membelai tulang pipi dan garis rahang Hermione. Mata hijau pekatnya menggelap oleh tekad dan hasrat tak tertahankan.
"Perubahan yang tak akan pernah kau sangka bisa terjadi di dalam hidupmu, Sayangku..."
"Bagaimana, Nott? Apa semua berjalan lancar?"
Duduk menyilangkan kaki sambil membaca literatur Quidditch Dari Masa ke Masa, Malfoy melirik Nott sekilas.
Risih mendengar pertanyaan usil Malfoy yang bertengger congkak di sofa empuk Ruang Rekreasi, Nott mempercepat langkah menuju tangga kamar. Laju kencang kesetanan itu baru terhenti setelah lengannya dicekal Daphne Greengrass yang muncul mendadak dari balik perapian.
"Jawab dulu, Theo. Berhasil atau tidak?" tanya Daphne galak, alis cantiknya melengkung tinggi, menuntut jawaban pasti secepatnya.
Menyentak tangan Daphne yang dimanikur apik, Nott balas membentak. Geraman jengkel yang sialnya disambut Daphne dengan kerlingan mengundang.
"Iya, aku sukses besar. Puas?"
Melempar buku ke sofa sebelah, Malfoy meletakkan kedua lengan di kepala. Iris rembulan peraknya menyipit tak percaya.
"Kau bawa bukti tidak? Suvenir dari aktivitas menjijikkan kalian tadi? Yah, celana dalam bergembok besi milik Granger mungkin?"
Berpaling ke arah Malfoy yang menyeringai meremehkan, Nott terbahak menghina. Mengepalkan tangan, Nott membendung dorongan mementung kepala berotak kosong Malfoy dengan besi pengorek perapian.
"Jangan merendahkan kemampuan seksualku, Malfoy. Aku tak perlu bukti apa-apa. Yang perlu kau ketahui adalah Granger berhasil aku tundukkan."
"Beruntung sekali Darah Lumpur itu. Dia akhirnya menjadi wanita seutuhnya berkat bantuanmu," desah Daphne manja, mengelus lengan kemeja Nott yang kusut dengan cakar runcing yang terpulas kuteks warna-warni.
Menatap Nott dari balik bulu mata lentik yang mengerjap-ngerjap, Daphne tersipu genit. Undangan cabul pun terlontar dari balik bibir rekah basah yang berkilat menantang.
"Kau kelihatan kesal, Theo. Aku yakin itu karena Granger masih amatiran. Mau memperbaiki suasana hati bersamaku?"
Melotot dongkol, Nott berbalik menuju kamar yang terletak di relung terdalam ruang bawah tanah, meninggalkan Daphne yang mendesis-desis bengis. Setibanya di depan pintu kamar, Nott mendengar Malfoy berteriak lantang.
"Tidur nyenyak, Nott. Besok akan menjadi hari yang berat untukmu."
Membanting pintu hingga menutup, Nott bersandar di daun pintu. Manik hijau gelapnya memandang nyalang lampu gantung kristal yang berpendar di atas kasau.
Ya, Malfoy benar.
Besok memang akan menjadi hari yang paling berat dalam kehidupan seorang Theodore Nott...
"Hermione, sini, sini. Ada paket cokelat dari Ron dan Harry untuk kita semua."
Melambaikan tangan, Lavender mengajak Hermione duduk di kursi kosong yang tersedia. Di depan Lavender, Ginny mengangguk kaku merespon senyuman tipis Hermione. Sampai sekarang, Ginny belum percaya sepenuhnya pada Nott dan keyakinan brutal tersebut membuat gadis kesayangan keluarga besar Weasley itu sedikit mengambil jarak dengan Hermione.
Menelan sesendok bubur tuna dengan antusias, Hermione meneliti setiap sudut Aula Besar yang penuh dengan hiasan semarak. Balon berbentuk hati, kertas perada berenda, rangkaian bunga dan awan merah jambu cemerlang bergambar Cupid tumpah-ruah menyelubungi Aula Besar. Menegaskan perayaan Valentine yang tengah diselenggarakan besar-besaran hari ini.
Derak pintu Aula Besar yang terbuka memaksa Hermione memalingkan pandangan dari tiga siswi Hufflepuff yang cekikikan mendengarkan puisi cinta yang dilantunkan peri cebol berpakaian penuh rimpel.
Di ambang pintu, sekelompok murid Slytherin melenggang arogan memasuki ruangan. Melihat Nott ada di antara kawanan merak sombong itu, Hermione buru-buru bangkit dari posisi.
"Hermione, kau mau ke mana?" Lavender bertanya keheranan, menghentikan kegiatan mengamati kalung emas bertuliskan My Sweetheart Lav-Lav yang dikirimkan Ron khusus untuknya.
"Aku mau menyerahkan cokelat ini untuk Theo."
Tak menghiraukan Lavender yang mengernyit tak setuju maupun Ginny yang memutar bola mata, Hermione bergegas mendatangi Nott yang duduk diapit kroni-kroni setia.
Sesampainya di meja Slytherin, Hermione mendengar ledekan tak senonoh yang sepertinya ditujukan untuknya. Sejumlah siswa Slytherin bahkan menatap dari atas sampai bawah dengan sorot mesum dan kurang ajar. Mengangkat hidung tinggi-tinggi untuk menunjukkan diri tak terintimidasi, Hermione mencolek Nott yang asyik berbicara dengan Daphne Greengrass.
"Theo, ini cokelat Valentine untukmu."
Memalingkan wajah ke arah Hermione, Nott tersenyum dingin. Tanpa banyak cakap, Nott mengambil bungkusan tersebut dan merobek isinya. Menatap tajam dan tak berperasaan, Nott menjatuhkan cokelat buatan tangan itu ke lantai.
"Theo, apa yang..."
"Granger, untuk apa kau memberiku cokelat Valentine?"
Sepatu hitam Nott yang tersemir mengilap tanpa ampun menginjak-injak cokelat tersebut. Seisi ruangan yang tadinya sekacau pasar pagi mendadak sunyi senyap. Semua perhatian tersedot ke melodrama yang berlangsung di meja Slytherin.
"Kau pacarku, Theo. Jadi, wajar saja jika aku memberimu cokelat," suara Hermione mulai bergetar sekarang, mata cokelat hangatnya yang membulat tampak berkaca-kaca.
"Pacar? Jangan besar kepala, Granger. Kalau bukan karena taruhan dengan Malfoy, mana mau aku merayu gembel mengenaskan sepertimu."
"Tapi, kemarin malam... di Ruang Kebutuhan..."
"Oh ya, malam menjijikkan di Ruang Kebutuhan itu," Nott menghela napas dan bangkit dari kursi. Di sampingnya, Daphne mendelik sinis, memandangi Hermione dengan tatapan yang mampu membekukan tungku perapian.
Berbalik menghadap ke penonton yang menyemut, Nott berkata lantang. Setiap tutur katanya sarat kebencian dan permusuhan.
"Malam itu di bawah kendali Amortentia, kau menyerahkan keperawanan, Granger. Tapi, jangan jadikan kejadian menggelikan itu sebagai hal istimewa sebab itu semua tak berarti apa-apa bagiku."
Debam kursi terbalik dan raungan murka Lavender Brown mengoyak dengungan syok yang memadati Aula Besar. Meronta-ronta melepaskan diri dari hadangan Neville Longbottom dan Dean Thomas, Lavender menjulurkan cakar runcing yang teracung mengerikan.
Dari deretan taring yang dipertontonkan, tampak jelas kalau gadis penggila bistik musang itu berniat menjadikan Nott sajian utama sarapan. Saat digiring menjauh dari arena drama pun, Lavender tetap menggeliat hebat sembari menyumpahi Nott dengan umpatan kotor yang dihafal luar dalam.
"Amortentia. Untuk apa kau memantraiku dengan Amortentia?" Hermione mulai terisak, memeluk tubuhnya sendiri yang bergetar nyeri.
Suara jawaban Nott mengalun dingin, membuat banyak punggung bergidik dan menggigil.
"Untuk balas dendam, Darah Lumpur. Sakit bukan mengalami apa yang disebut habis manis sepah dibuang? Nah, seperti itulah perasaan ayahku saat berada di Azkaban."
Sebuah kilatan sinar nyaris membentur tubuh Nott. Semua kepala menoleh cepat ke arah sumber cahaya. Di sana, mengacungkan tongkat sihir dalam posisi menyerang, Ginny Weasley berdiri mengancam. Mata cokelat kuningnya berkobar benci memelototi Nott yang mengendur terkejut.
"Miss Weasley! Dilarang mengeluarkan kutukan di luar jam pelajaran!"
Melesat tergopoh-gopoh, Kepala Sekolah Hogwarts, Profesor Minerva McGonagall bergegas menuju Ginny yang tengah ditenangkan oleh staf pengajar lain.
"Biar saja, Profesor. Bajingan tengik dan keparat kutuan seperti dia harus merasakan Kutukan Kepak Kelelawar!" Ginny berteriak sejadi-jadinya, pipinya memerah membendung debaran amarah.
"Sudah, sudah! Ayo, semuanya pergi ke kelas. Pelajaran hampir dimulai!"
Dibantu guru lain, Profesor McGonagall dengan sigap membubarkan kerumunan. Semula, para penonton enggan mengangkat kaki mereka. Hanya ancaman hukuman memangkas batang pohon Dedalu Perkasa tanpa bantuan sihir-lah yang membuat para siswa buru-buru mengambil langkah seribu.
Kecuali murid Slytherin tentunya. Yang masih setia menjengek dan mengejek di balik punggung tegap Nott.
"Miss Granger, sebaiknya kau pergi ke Ruang Kesehatan. Madam Pompfrey akan memberikanmu Ramuan Penenang," saran Profesor McGonagall, menatap prihatin wajah Hermione yang bersimbah duka.
Mengamati Nott yang terdiam membeku dengan sorot penuh perhitungan, Kepala Asrama Gryffindor itu mengeluarkan suara tegas yang paling berwibawa. Pupil kucingnya berkilat galak di balik bingkai kacamata persegi.
"Mister Nott, segera ke ruanganku sekarang juga! Kau harus memberi keterangan tentang insiden memalukan ini."
Memandang sayu dari balik tirai air mata, Hermione mengeluarkan pernyataan terakhir. Pernyataan yang membuat sorak-sorai dan keriuhan murid Slytherin teredam selama sepersekian detik.
"Kau tak perlu memakai Amortentia untuk mengguna-gunaiku, Theodore Nott. Aku sudah mencintaimu dari dulu. Dengan atau tanpa bantuan Amortentia."
Memandang punggung Hermione yang menghilang di ambang pintu Aula Besar, Nott berdiri mematung. Tubuhnya seolah mati rasa dan tak bisa menyerap apapun, termasuk tepukan selamat dari rekan-rekan Slytherin-nya...
Menaiki undakan tangga rumah dengan langkah lemas, Hermione mengomel pelan. Seharusnya ia mengambil cuti sehingga bisa pergi ke Spanyol, mengunjungi kota-kota eksotis di sana.
Tapi, Undang-Undang Persamaan Hak Peri Rumah yang digagasnya nyaris mendekati babak final. Dan sebagai Kepala Departemen Pengaturan dan Pengawasan Makhluk-Makhluk Gaib Kementerian Sihir Inggris, ia harus terus berada di meja konferensi sampai semua dekrit dirampungkan.
Akibatnya, selain niat cuti dan bergembira di Spanyol musnah, ia juga harus pulang ke rumah yang kosong dan tak berpenghuni.
Memasukkan anak kunci dan memutar perlahan-lahan dengan sedih, pikiran Hermione terus berandai-andai. Hari ini merupakan malam istimewa baginya dan sudah dari dulu ia berharap bisa mengulang kembali perayaan spesial tersebut.
Di tahun-tahun sebelumnya, ia tak bisa mengenang momen tersebut karena satu dan lain hal. Baru di tahun inilah kesempatan tersebut terbuka. Tapi apa daya, tugas negara memanggil dan untuk kesekian kali ia gagal merayakan malam paling berkesan dalam hidupnya.
Membuka dan menutup pintu dalam gerakan teratur, Hermione langsung berhadapan dengan suasana rumah yang gelap dan sunyi. Belum sempat tangannya menjangkau saklar lampu, sepasang lengan kokoh memeluknya dari belakang. Harum parfum maskulin menyerbu indra penciuman, membuat angan melayang ke angkasa.
"Theo, sedang apa kau di sini?"
Menciumi leher Hermione dengan penuh gelora, Theodore Nott bergumam pelan. Di sela-sela lumatan bibir yang tak kenal ampun, tangan Nott dengan lihai membuka kancing mantel kerja Hermione.
"Sedang apa? Sedang memanjakan istriku tercinta, tentu saja."
Menarik lepas ikatan rambut Hermione yang berbentuk cepol kecil, Nott membenamkan kepala ke untaian rambut lebat tersebut. Menghirup aroma tubuh Hermione dalam-dalam, Nott mendesah puas. Desahan bergairah yang membuat sekujur tubuh Hermione memanas dalam belenggu hasrat.
"Bukankah kau bilang baru bisa pulang dari Spanyol esok lusa?" Hermione terengah, tak berdaya menghadapi cumbuan erotis yang disemburkan suaminya.
"Proyeknya aku percepat dua hari. Jadi, aku bisa menghabiskan malam jelang Valentine bersama istriku tersayang," gumam Nott serak, mengecup dan mengulum daun telinga Hermione. Aktivitas yang langsung mengirimkan aliran sensasi listrik ke sekujur tubuh Hermione yang mendamba.
Mengangkat tubuh Hermione dan menggendongnya menuju ruang keluarga, bibir Nott tak berhenti membanjiri wajah istrinya dengan kecupan manis. Ciuman sehalus sayap kupu-kupu yang membuat Hermione terkikik senang.
"Lihat, aku buru-buru pulang dari Madrid agar bisa menyiapkan semua ini."
Menurunkan Hermione dari dekapan gendongan, Nott merentangkan tangan, berbangga hati memamerkan karya seni spektakuler yang disiapkan satu jam silam.
Hermione terperangah melihat ruang keluarga mereka yang ditata persis seperti malam di Ruang Kebutuhan, beberapa tahun silam.
Lantai ruang keluarga yang biasanya berbalut permadani kini dipenuhi taburan kelopak bunga mawar. Sebuah meja makan besar bertaplak merah marun dipadati sajian favorit kesayangan, termasuk sup penuh memori, sup sayuran spesial.
Efek romantis makin jelas karena lampu pijar modern digantikan cahaya obor dan lilin aromaterapi. Di depan perapian ruang keluarga, karpet Aubusson tebal dengan bantal-bantal empuk berbagai ukuran terbentang anggun. Di dekat karpet, bersemayam meja kecil yang diisi dua gelas Butterbeer Jahe, minuman kegemaran Hermione.
Membimbing Hermione untuk duduk di karpet tebal, Nott memandangi istrinya dengan sorot memuja. Menyenderkan kepala istrinya di pundaknya, Nott mengangsurkan gelas Butterbeer Jahe ke tangan Hermione.
"Mari bersulang untuk malam bersejarah ini. Malam tanggal tiga belas Februari yang mengubah masa depan kita untuk selamanya."
Tersenyum, Hermione mendentingkan gelas ke gelas Nott. Terus mengunci iris hijau Nott yang bersinar posesif, Hermione menyesap minuman hangat kaya rempah yang mengalir menyegarkan. Tanpa bisa dielakkan, setiap tegukan langsung membawa Hermione ke detail kenangan yang terjadi di Ruang Kebutuhan.
Kenangan malam tiga belas Februari yang mengubah masa depan percintaannya dengan Theodore Nott...
Menyusuri jemari di kelopak bunga bakung putih, Hermione mengedarkan perhatian ke sekeliling ruangan.
"Ngomong-ngomong, makan malam romantis ini untuk merayakan apa?"
Jantung Hermione semakin melonjak tak teratur saat Nott menggiring dan membaringkannya di karpet tebal. Meletakkan bantal empuk di bawah kepala Hermione, Nott tersenyum menawan.
"Makan malam ini sekadar pertanda. Pertanda untuk menandai perubahan masa depan hubungan kita."
"Perubahan seperti apa?"
Mengusap tulang pipi dan garis rahang Hermione, Nott berbisik menggoda, "Perubahan yang tak kau sangka-sangka, Sayangku."
"Perubahan seperti apa?" Hermione terus bertanya, sedikit mengalami kendala memfokuskan konsentrasi sebab bibir Nott telah menjelajahi tulang belikat dan batang lehernya.
Mengangkat kepala, Nott memandang Hermione. Sorot geli tampak di mata hijau kelam yang berkilat mengundang.
"Merlin, Hermione. Kau ini memang banyak bicara ya, bahkan di saat seperti ini."
Mengedikkan bahu, Hermione merapikan ujung rambut hitam kecokelatan Nott yang menggantung di dekat alis.
"Yah, inilah aku. Hermione Jean Granger yang cerewet dan serba ingin tahu."
Tersenyum hangat, Nott membalas ucapan polos tersebut dengan kalimat mengejutkan yang sarat rasa sayang.
"Karena itulah aku sangat mencintaimu, Hermione Jean Granger."
Suara terkesiap Hermione membuat Nott menyadari pengakuan impulsifnya sendiri. Demi para dewa, sebenarnya ia tak berniat menyatakan hal tersebut, namun entah kenapa semua rencana malam ini berantakan. Sisi jahat yang berhasrat membalas dendam tampaknya terkalahkan oleh hati baik yang tak ingin melukai Hermione.
"Kau mencintaiku?" Hermione mengerang senang, manik cokelat jernihnya membeliak girang. Bangun dari posisi tidur, Hermione memeluk Nott erat-erat.
"Ini pertama kalinya kau bilang cinta padaku, Theo. Aku bahagia sekali. Aku juga mencintaimu."
Pernyataan cinta Hermione membuat Nott tertegun. Betapapun indahnya kalimat tersebut, Nott tahu kalau itu semua palsu. Cuma efek imitasi yang ditimbulkan oleh pengaruh Amortentia.
Melepaskan rangkulan, Nott menangkup pipi Hermione dengan dua tangan. Iris teduh Hermione berbinar menatapnya. Pelan tapi pasti, pandangan menghipnotis itu membuat pertentangan batin Nott runtuh seutuhnya.
Detik itu juga, Nott tak sanggup lagi meneruskan jaringan perangkap mematikan yang dipintal penuh perhatian. Tadinya, ia berniat menodai Hermione yang terkontaminasi Amortentia. Dengan efek Amortentia, Hermione pasti tak akan sungkan menyerahkan mahkota keperawanan. Perampasan harta berharga yang tadinya akan dijadikan sebagai bahan bakar utama untuk menghancurkan harga diri dan keutuhan hidup Hermione.
Membayangkan Hermione ternoda dan dipermalukan esok hari membuat Nott terguncang. Nott merasa tak sanggup menanggung kepiluan di wajah Hermione. Akan lebih baik ia berkata jujur dan menanggung semua akibat. Termasuk risiko paling berat. Kehilangan Hermione untuk selama-lamanya.
Menghembuskan napas final, Nott menciumi pipi Hermione. Jemarinya terus mengelus lembut, merapikan gelungan anak rambut yang menggelayut di sekitar daun telinga Hermione.
"Aku sangat mencintaimu, Hermione. Apapun yang terjadi, ingatlah selalu bahwa aku sangat memujamu."
Tertawa riang, Hermione balas memeluk dan menciumi pipi Nott dengan kasih sayang nyata.
"Aku tahu, Theo."
Menggeleng lemah, Nott berujar pelan, "Tidak, Sayang. Kau tidak tahu yang sebenarnya."
Memasukkan tangan ke saku baju, Nott mengambil sebuah botol kecil yang berisi cairan ramuan penangkal Amortentia. Berusaha tak menanggapi tatapan heran Hermione, Nott menuangkan larutan penawar itu ke cawan Butterbeer Jahe milik Hermiona.
"Sebaiknya kau minum ini dulu."
Mengerutkan dahi, Hermione bertanya-tanya seraya memandangi isi gelas tersebut. Mutiara mata cokelatnya yang bersinar memuja diselipi sorot mengira-ngira.
"Apa tadi yang kau campurkan ke dalam sini?"
Mengusap lembut bibir Hermione, Nott tersenyum memohon, "Minum saja, Sayang. Aku jamin, itu tidak beracun."
Meski sebelah alis melengkung heran, Hermione tak bertanya lagi. Ditandaskannya Butterbeer Jahe itu dalam sekejap.
"Mmm, enak sekali. Butterbeer Jahe memang favoritku."
Menjilat bibir, Hermione memandangi wajah melongo Nott. Geli melihat raut tampan Nott diselimuti awan kebingungan, Hermione menjentikkan jari di depan mata Nott.
"Theo, kau kenapa?"
"Tidak..." Nott tergagap salah tingkah. "Seharusnya kau sudah sadar dan ribut bertanya kenapa kita berdua ada di sini."
Tersenyum manis, Hermione merapatkan tubuh ke dekapan hangat Nott.
"Aku tahu semuanya, Theo. Dari awal."
Nott seolah tak mempercayai kinerja kupingnya sendiri. Tahu semuanya? Dari awal?
"Aku tahu kau membubuhkan Amortentia di sup sayuran saat kita berada di Dapur Hogwarts, Oktober lalu. Dobby yang memberitahuku."
Memandang lekat mata Nott yang membeliak, Hermione kembali berujar perlahan. Menguraikan asal muasal kegagalan rencana Nott memantrainya dengan Amortentia.
"Dengan kekuatan istimewa yang hanya dimiliki peri rumah, Dobby menukar sup Amortentia dengan sup baru tanpa sepengetahuanmu. Dengan kata lain, semua tindakanku selama ini bebas dari pengaruh Ramuan Cinta," jelas Hermione, jemarinya dengan ringan memainkan butiran kancing kemeja putih Nott.
Terperangah mendengar kenyataan tak disangka-sangka itu, Nott menangkap gerakan tangan Hermione. Tak terima kesenangan barunya diganggu, Hermione merengut cemberut sebelum terkikik geli saat bibir Nott mencium dan mengulum jemarinya.
"Jadi, kau sungguh-sungguh mencintaiku? Bukan karena Ramuan Cinta?"
Mengacak-acak rambut gelap Nott, Hermione tertawa geli. Gelak melodik sebening nyanyian malaikat yang mengisi Ruang Kebutuhan dengan atmosfer nyaman menyenangkan.
"Iya, Tampan. Bukankah aku pernah berkata kalau aku sudah mencintaimu sejak tiga tahun lalu?"
Menyeringai puas, Nott berguling dan menindih Hermione. Membungkam jeritan kecil Hermione dengan ciuman lapar yang panjang dan dalam, Nott berbisik rendah di lubang telinga Hermione yang berdetak bahagia.
"Aku juga benar-benar mencintaimu. Akan kubuktikan supaya kau percaya."
Keinginan Nott untuk berlama-lama membelai dan memuja gadis tercintanya terbentur setelah bunyi keroncongan keras merebak dari perut Hermione. Mencubit ujung hidung Hermione yang memerah malu, Nott mengajak Hermione menuju meja makan.
Selama menyuapi Hermione dengan hidangan lezat, Nott menceritakan rangkaian plot jahat yang semula disusun untuk mempermalukan Hermione di depan seluruh penghuni Hogwarts.
Skenario itu di antaranya membuat Hermione tergila-gila dengan ramuan Amortentia sehingga mau diajak tidur bersama. Puncaknya, di hari Valentine, Nott akan mengakhiri hubungan sekaligus merusak nama baik Hermione.
Untungnya, cinta yang makin menguat membuat Nott mengurungkan niat biadab tersebut. Nott sendiri sangat bersyukur sikap jujurnya berujung positif. Hermione ternyata mencintainya dengan tulus dan mau memaafkan semua kekhilafan.
Satu-satunya masalah tersisa hanyalah akhir dari rencana tersebut. Jika dibatalkan, anak-anak Slytherin di bawah komando Draco Malfoy pasti tak akan berpangku tangan.
Berkat lidah ular Daphne Greengrass, seluruh penghuni asrama Slytherin sudah mengetahui rencana Nott dan Malfoy untuk menjatuhkan reputasi dan nama baik Hermione. Jika Nott tiba-tiba berbalik arah, bisa dipastikan mereka bakal mengambil tindakan maupun rencana lain yang lebih ekstrem.
Untuk menyenangkan murid Slytherin sekaligus menyelamatkan Nott dan masa depan hubungan mereka, Hermione mengusulkan ide gila.
Nott harus berbohong telah menyetubuhi Hermione dan tetap menjalankan rencana mempermalukan Hermione di Aula Besar.
Awalnya, Nott menolak mentah-mentah gagasan tersebut. Bagaimanapun juga, ia memutuskan membuka rahasia karena tak ingin melihat ekspresi penderitaan Hermione.
Meski hanya akting pura-pura, Nott tetap tak mau menyaksikan Hermione dipermalukan di depan umum. Akhirnya, setelah berdebat bermenit-menit mengenai untung dan rugi, Nott mau mengalah dan bersedia melanjutkan atraksi permainan tidak senonoh yang dirancangnya berbulan-bulan silam.
Di malam itu, Nott juga mengutarakan prediksi mengenai reaksi mengerikan yang akan diterimanya dari teman-teman Hermione. Praduga yang terbukti adanya sewaktu tirai pertunjukan dibuka sepenuhnya.
Jika bukan karena pertolongan Neville Longbottom dan Dean Thomas, Lavender Brown pasti sudah menjadikan Nott potongan bistik mentah. Dan seandainya bukan karena gerak sigap yang lazim dimiliki penyihir berdarah murni, Nott yakin tubuh atletisnya pasti sudah dirambati sayap kelelawar kreasi kutukan Ginny Weasley.
Namun, seburuk apapun reaksi yang ditampung, Nott tetap bersabar demi memenangkan masa depan bahagia bersama Hermione. Setelah memberi penjelasan apa yang sesungguhnya terjadi, ditambah bantuan informasi dari Hermione, Profesor Minerva McGonagall yang tadinya bersiap menendang Nott keluar dari Hogwarts pun surut kemarahannya.
Kesabaran Nott makin diuji saat dirinya harus menjauh dari Hermione hingga mereka lulus sekolah. Sahabat-sahabat Hermione yang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi tak mengizinkannya mendekati Hermione dalam radius satu sentimeter. Bahkan, setiap kali berpapasan, Lavender Brown sering berlagak mengasah cakar runcing yang setajam pedang besar Gryffindor.
Sialnya, lepas dari Hogwarts tak berarti masalah Nott kelar. Kawan-kawan Hermione, termasuk duo Auror muda, Harry Potter dan Ron Weasley bersikeras memasang tembok pelindung di sekitar Hermione.
Nott yang menganggap reaksi emosional tersebut sebagai balasan atas tindakan jahat di masa lalu berusaha tak ambil pusing. Di sela-sela kegiatan memperluas kerajaan bisnis Nott Corporation, ia tetap berjuang mengambil hati orang-orang terdekat Hermione.
Akhirnya, setelah dua tahun perang dingin, bara kemurkaan teman Hermione padam. Informasi tentang hal yang sebenarnya membuat mereka bisa menerima Nott di sisi Hermione. Kesempatan itu tentu tak dilepaskan oleh Nott. Tak menunggu waktu lama, Nott langsung melamar dan menikahi Hermione.
Dan, di sinilah mereka sekarang, saling menyuapi sup sayuran dengan perasaan cinta mendalam.
"Enak sekali sup sayuran ini. Makin lama sup buatanmu makin sedap, Theo," Hermione menghirup kuah sup, matanya terpejam menikmati kaldu boga lezat racikan suaminya.
Menyapukan bibir dengan lembut di bibir Hermione, Nott berbisik rendah. Iris hijau gelapnya berkilat dalam lautan gairah.
"Jelas saja enak, soalnya aku membubuhkan ramuan spesial di dalamnya."
Mengangkat alis, Hermione meletakkan sendok perak di samping mangkuk. Raut nakal terpasang sempurna di wajah manis Hermione yang menggoda.
"Oh ya? Ramuan apakah itu, Mr Nott?"
Mengangkat Hermione ke pangkuan, Nott membingkai wajah istrinya dengan kedua tangan. Matanya membelai intim seiring dengan usapan jemari di ikal rambut Hermione.
"Namanya Ramuan Cinta Sejati. Cukup pikirkan cinta dan kesetiaan pada istrimu saat memasak dan eng... ing... eng... jadilah sup sayuran paling lezat sejagat."
Tersenyum hangat, Hermione mengusap-usapkan pipi di dada bidang suaminya. Jemarinya menggosok pelan, seirama dengan debur jantung yang dicecap perlahan.
"Aku tak keberatan cuma makan sup sayuran selama sembilan bulan ke depan."
Nott tercengang mendengar kalimat ganjil istrinya. Hanya mau makan sup sayuran? Bukankah selama ini Hermione terkenal doyan makan dan gemar menyantap aneka sajian? Lalu, kenapa untuk sembilan bulan ke depan kebiasaan menggemaskan itu harus berubah?
"Kenapa sembilan bulan? Apa maksud-" pertanyaan Nott terpotong saat otaknya berhasil bekerja dan menyatukan kepingan teka-teki yang tersirat dari perkataan istrinya.
Memandang wajah Hermione yang merona malu-malu, Nott tak kuasa membendung luapan gelombang bahagia yang melanda sekujur jiwa.
"Hermione, Sayang... kau hamil?"
Menangguk riang, jari Hermione menyusuri leher suaminya, berlama-lama di titik sensitif yang dikenalnya. Mata cokelat Hermione yang menarik seperti manik-manik menyorot posesif sewaktu memandangi wajah suaminya yang terpahat sempurna.
"Sepertinya, selama sembilan bulan ke depan kau harus jadi koki pribadiku. Aku mau kau setiap hari memasak untukku."
"Sebut saja semua yang kau mau. Apapun akan aku lakukan untuk istriku tercinta," bisik Nott lembut, mendekap Hermione seakan-akan istrinya itu sekuntum bunga yang baru dipetik.
"Aku mau semua masakan buatanmu asalkan ada ramuan cinta sejatimu di sana."
Melengkungkan senyum menawan, tangan Nott menyentuh jantung Hermione yang berdetak teratur. Suara Nott terdengar serak dan sensual sewaktu mengumandangkan komitmen dan janji setia.
"Cinta sejatiku selalu ada di sini, Hermione. Tertawan selamanya oleh mantra pesonamu. Aku tahanan abadimu, Mrs Nott."
Menarik kepala Nott, Hermione balik bergumam di bibir suaminya, "Baguslah kalau begitu. Asal kau tahu, kau tak akan pernah aku lepaskan, Theo."
Memagut bibir istrinya dalam ciuman membara yang menuntut penyerahan mutlak, Nott mengucapkan janji dan sumpah setia. Gairah, cinta dan pemujaan terdengar jelas di setiap suku kata yang dilesapkan.
"Kau juga tak akan pernah aku lepaskan, Hermione. Selamanya."
Dan, pasangan suami-istri yang berbahagia itu pun melanjutkan aktivitas pribadi mereka yang sayangnya demi keamanan rating tak bisa diceritakan di sini...
TAMAT
