"Hiks," meski sekuat apapun dia menahannya, satu isakan lolos dari bibir merah namja kecil itu. Menarik perhatian songsaenim yang berada di seberang meja.
"Kyuhyunie? Kyunie menangis?" tanya songsaenim muda tersebut. Dia mencoba melihat wajah muridnya yang menunduk. Dia tidak bisa melihatnya jadi dia meragu apa Kyuhyun menangis ataukah tidak.
Namun kemudian sesuatu jatuh diatas buku Kyuhyun. Liquid bening yang langsung membasahi buku. Si guru akhirnya yakin Kyuhyun menangis. Namun Kyuhyun dengan buru-buru mengusap kedua matanya.
"Kyunie kenapa? Sakit?" tanya songsaenim dengan lembut.
Tidak ada sahutan. Kyuhyun masih menulis, seolah memperlihatkan kalau dia tidak apa-apa. Si guru yang penuh pengertian itu menghela nafas. Dia menghentikan tangan Kyuhyun dan menarik pensilnya. Meletakkan benda panjang dengan ujung runcing itu diatas buku. Menutup buku dan menyingkirkannya ke samping.
Kyuhyun masih menunduk, bahkan ketika songsaenim memegang bahu kecilnya. Bertanya dengan lembut pertanyaan yang sama. Dan itu membuatnya terisak lagi. Air mata mengalir deras. "Kyunie lelah, saem. Boleh Kyunie istirahat?" rajuknya masih menyembunyikan wajah. "Kyunie ingin main dengan yang lain. Kyunie lelah belajar." Tubuh kecil itu bergetar memancing rasa iba sang guru.
Guru itu memandang kasihan dan prihatin pada Kyuhyun. Dia tahu perasaan namja kecil yang bahkan usianya baru 7 tahun. Diusianya yang masih sangat muda menerima semua pelajaran yang seharusnya didapatkannya di bangku SMP. Tidak masalah bagi otaknya yang genius tapi bagaimana dengan mentalnya. Anak kecil tetaplah anak kecil. Sejenius apapun mereka, naluriah anak kecil tetaplah sama. Saat ingin bermain, maka bermainlah yang harus dia lakukan. Tapi semua tidak bisa dia lakukan. Kyuhyun kecil yang malang. Dunianya telah terpasung sejak usianya 4 tahun. Waktu dimana ayahnya sadar betapa jeniusnya seorang Kyuhyun.
Songsaenim mengedarkan pandang ke sekiling kamar. Dan hatinya mencelos melihat desain ruangan ini. 'Ini bukan kamar anak 7 tahun.'
Ya, bukan mainan anak lelaki atau dinding kamar yang penuh warna melainkan rak lebar dan tinggi beserta buku-buku tebal dengan sampul membosankan. Satu set meja coklat dengan komputer. Bahkan Kyuhyun menggunakan pakaian semi formal. Kemeja biru dan celana kain. Sangsaenim menatapnya lebih iba. Dimatanya Kyuhyun jauh lebih tua dari usianya.
"Jangan menangis, ne. Kita berhenti sebentar dan Kyunie bisa istirahat," tutur songsaenim lembut serta mengusap sayang rambut hitam Kyuhyun. Namun Kyuhyun menggeleng keras dan semakin terisak.
"Bukan istirahat sebentar, Saem! Kyunie lelah! Kyunie bosan! Kyunie ingin main seperti yang lain. Kyunie ingin bersama hyungdeul. Kyunie ingin bisa sekolah seperti mereka. Kenapa aku harus berbeda? Kenapa Saem?"
Tidak tahan melihat muridnya menangis begitu hebat dan mengutarakan isi hatinya, songsaenim menarik Kyuhyun ke dalam pelukannya. Memeluknya dengan erat. Air matanya ikut mengalir. Hatinya terasa ikut pedih. "Gweanchana Kyuhyunie. Semua akan baik-baik saja. Semua akan berakhir. Semua akan lebih baik kelak. Gweanchana. Kyuhyunie memang berbeda. Tapi Kyunie istimewa dan Kunie kuat. Itu bagus. Sangat bagus."
"Ini menyebalkan dan membosankan, Saem. Kyunie sakit. Kyunie lelah. Kyunie tidak mau seperti ini."
Songsaenim tidak bisa menjawab. Dia hanya memeluk tubuh kecil itu semakin erat seolah ingin melindunginya. Dia tidak tahu bahwa itu adalah terakhir kali dia melihat sang guru mengajar untuknya. Besoknya Kyuhyun melihat guru lain. Guru lelaki yang sifat dan sikapnya berbeda dengan songsaenim sebelumnya. Dia protes pada sang ayah namun jawaban yang dia dapat membuatnya berputus asa. "Aku membutuhkan seorang yang tegar, kuat dan kokoh untuk mengajar penerusku. Bukan seorang pengasuh bayi."
Entah keuntungan atau malapetaka memilki otak jenius. Kalimat sang ayah sangat bisa dimengerti olehnya. Ayahnya mengetahui apa yang sempat terjadi pada nya dan songsaenim. Maka itulah yang membuatnya dipecat. Sejak hari itu dibawah pengajar lain, Kyuhyun meninggalkan semua harapannya. Menjadi seorang yang kesepian dan sendirian. Tidak punya teman, bahkan jauh dari saudara-saudaranya.
Saat usia Kyuhyun 10 tahun dia terbangun dari tidurnya di tengah malam. Keringat dingin membanjiri keningnya. Tenggorokannya terasa kering. Dia menyibak selimut setelah melihat jam diatas nakas samping tempat tidurnya. Ini tengah malam, dia terbangun karena merasa tidak nyaman. Seluruh tubuhnya terasa sakit dan kepalanya pening. Dia memaksa keluar demi mendapat segelas air putih.
Dia berjalan di lorong lantai dua. Di sebelah kirinya adalah deretan ruangan. Kamarnya ada di ujung lorong dan harus melewati 2 ruang kamar. Kamar yang tepat disamping kamarnya adalah kamar saudara kembarnya, Kibum. Kemudian kamar hyungnya yang hiper aktif Hyukjae. Tepat didepan tangga adalah kamar Sungmin hyung yang manis tapi atlet bela diri. Disanalah dia berhenti. Dia tinggal menuruni tangga. Tapi perhatiannya tertuju pada kamar hyung tertuanya, disamping kamar Sungmin. Dia melihat lampu ruangan tersebut masih menyala dan terdengar suara berisik.
Kyuhyun menjauhi tangga dan penasaran mendekati kamar tersebut. Kini dia berdiri didepan pintu bercat putih. Terdengar suara tawa keras disusul dengan teguran. Suara ini dia tahu sebagai suara Sungmin hyungnya.
"Jangan keras-keras Hyukjae-ah, kau bisa membangunkan yang lain!"
"Yang lain siapa hyung? Semua berkumpul di kamar Leeteuk hyung," balas Hyukjae dengan geli.
"Dia pasti sudah tidur." suara datar ini milik kembarannya. "Dia paling disayang appa. Selalu pergi dengan appa. Dia tidak perlu berkumpul seperti ini bersama kita."
"ah Kibummie, jangan bersedih seperti itu," suara Sungmin hyung melembut. "Kami semua menyanyangimu."
"Ne Bummie. Biarlah kasih sayang appa jadi miliknya. Tapi kita akan selalu bersama. Kita akan saling menyayangi dan menguatkan satu sama lain."
"Dongsaeng-ah kaliyan sangat manis. Sini hyung peluk." dan suara Leeteuk yang lembut memicu imajinasi Kyuhyun. Didalam bayangannya ketiga saudaranya berada dalam pelukan hyung tertuanya. Pelukan saudara yang hangat dan penuh perlindungan. Kyuhyun membeku di tempatnya berdiri. Hatinya terasa sakit. Semua hyungnya ada di satu ruangan berpelukan dan tertawa bersama. Dan dia berada di luar. Terpisah jauh dari mereka. Sendirian.
Kyuhyun kembali ke kamarnya. Tidak jadi ke dapur mengambil air minum. Dia sudah tidak ingin melepas dahaganya. Bukan sekedar air yang dibutuhkannya sekarang. Hal yang paling diinginkannya adalah pelukan yang sama seperti yang saudara-saudaranya dapatkan. Tapi siapa yang ada disisinya? Appanya? Tidak, appa tidak pernah berada disisinya. Appa hanya memilihnya untuk jadi boneka penggantinya kelak. Menggantikan seluruh saudaranya yang dianggap tidak kompeten. Tapi itulah yang justru sangat diinginkannya. Dianggap tidak kompeten juga dan bisa berkumpul bersama saudaranya. Tapi ini sudah jauh. Sangat jauh untuk memberontak dan kembali. Untuk kembalipun dia tidak tahu akan kemana. Dia tidak ada saudara yang berada disisinya.
"Oemma….." dan itulah mantra yang selalu ia ucapkan untuk mengisi hatinya. Hatinya yang kesepian. Hatinya yang terluka. Hatinya yang hampa. Hatinya yang rapuh melebihi siapapun.
Tbc-
