Disclaimer: seluruh tokoh milik agensi dan keluarga. Tidak mengambil keuntungan apa pun dalam membuat fanfiksi ini. Dibuat untuk kesenangan sendiri
Pair: Bobby/Hanbin
Selamat membaca...
.
let me see your face until the end of my life
.
Ada kalanya laut mengaum; membuat gelombang dengan lambungan tinggi menjulang mencapai cakrawala yang damai.
Memasukkan segala yang dapat digapai setelah bersusah payah mengumpulkan beribu-ribu kekuatan yang luar biasa ekstrem; lalu dibuang secara percuma—tidak sampai beberapa detik, dimuntahkan dengan santai tanpa mengingat bagaimana susahnya mengumpulkan. Tak ada suara yang mengiringi; hanya gemuruh dari langit serta dalam laut saja yang setia menemani. Awan hitam menjadi saksi bisu; dia diam, tidak memberitahu semua kejadian yang ada—seperti sudah ditelan dalam-dalam agar dunia tidak ada yang tahu; cukup sang pencipta dan keadaan saja yang boleh tahu.
Kejadiannya begitu cepat. Tidak sampai beberapa menit semuanya hancur antah berantah—seperti kilat yang menyambar tanah tandus dengan riangnya dari atas langit; membiarkan dunia rapuh yang merasakan deritanya. Krisis bantuan, tidak ada sesiapapun yang selamat—semua mati, sudah tak mengeluarkan oksigen dari dalam tubuh. Rupa wajah yang begitu elok dipandang—kini tak lagi indah untuk dilihat; rusak dengan celah yang berisi butiran pasir cokelat (yang mana asalnya berwarna putih bersih—kini telah ternodai oleh yang kotor). Tsunami begitu kejam menghajar pantai bersih yang tidak berdosa—layaknya bayi yang dibantai oleh oknum tak bertanggung jawab. Awalnya air asin terasa lembut ketika menyapa kaki yang tengah berendam sesaat, namun ia menjadi serakah—meminta lebih untuk menyapa seluruh tubuh yang tak berendam pada air.
.
.
"Laut itu indah dan tenang. Aku suka bunyi desiran pasir."
"Kamu tahu, Hanbin? Aku lebih suka kamu."
"Bobby... apa yang akan kamu lakukan ketika maut menjemputmu?"
"Aku akan melihat wajahmu, sampai akhir hayat menjemput."
"Baiklah, aku juga akan melakukan hal yang sama denganmu, Bob."
.
.
Raga menjadi koyak akibat ulah gelombang jahat, berhamburan di atas pasir berbalut butiran kerikil-kerikil kecil. Bahkan udang di balik batu mati; tidak ada yang tersisa. Bantuan datang terlambat, semua mayat tak terbentuk; tubuhnya terpisah-pisah seperti dibantai habis—oleh tsunami yang sepertinya tidak suka melihat kebahagiaan mereka, Entahlah, tidak ada yang tahu pasti. Para bantuan menemukan dua mayat yang—sudah tak dapat didefinisikan lagi bentuknya. Hancur lebur, sangat sukar untuk sekadar dikenali oleh orang awam. Namun yang pasti—mayat itu menatap satu sama lain.
Ya, setidaknya impian terakhir mereka bisa terwujud; menatap wajah masing-masing sampai akhir hayat.
Di bawah pijaran langit hitam.
.
end
Tangerang, 30 Mei 2018 - 14:11 PM
