Aku tidak tahu lagi…
Kegelapan, bersamaan dengan sensasi aneh mulai anak kecil berambut pirang dan bermata biru itu rasakan.
Seandainya dia hanyalah anak biasa, mungkin dia sudah menjerit-jerit dan terisak dalam tangisan. Sayangnya hal seperti itu dianggap menjijikan oleh si pirang kecil.
Hatinya seakan membeku karena betapa tidak sehat hidupnya di dunia ini, sebagai pengorbanan demi kejayaan klan.
Tap!
Itu suara tapak kaki, terdengar jelas seperti suara tapak kaki. Tapi kenapa hanya sekali?
Dia kecewa…
Padahal dia mengharapkan setidaknya ada seseorang yang akan datang menghampirinya. Dia tidak berharap diselamatkan, melainkan hanya ingin mengetahui dimana dia saat ini berada? Dan tempat apa ini, kenapa gelap sekali.
Berpikir bahwa tak ada yang akan muncul, mustahil untuk bisa memahami kenapa dirinya terseret ke kegelapan seperti ini, dia pun duduk pasrah.
"Lantainya…. Ini bukan lantai…. Air?"
kedua lututnya ditekuk, lalu dia membenamkan wajahnya disana.
Tap!
Mungkin aku salah dengar.
«‹Lalu bagaimana kalau kau tidak salah?›»
Mata merah pekat yang jahat nan menakutkan, tanpa skelera dan berpupil vertikal keemasan, bersinar terang yang menyeramkan dalam kegelapan.
Berdiri di hadapannya adalah sosok dewasa yang mirip dengannya. Tapi matanya, itu adalah mata yang menjadi sarang kegelapan amat pekat di dalamnya.
«‹Seperti yang diharapkan dari diriku yang lain. Kau bocah menjijiikan. Ketidak takutanmu membuatku muak…!›»
.
.
Disclaimer:
Naruto: Masashi Kishimoto
High School DxD : Ichiei Ishibumi
.
.
Chapter 1 : Firt Etude
.
.
.
.
~soste~
.
"Naruto-oniisan! Aku ingin kita putus!"
Astaga!
Setelah diceramahi oleh Ibu dosen menyebalkan di Universitas, tidak aku sangka sepulangnya hal semacam ini terjadi padaku.
Maksudku. Dia gadis SMA—orang yang berstatus sebagai pacarku, dan kemungkinan sebentar lagi akan jadi mantan pacarku—yang mengundangku agar datang ke atap sebuah Mall terdekat, hanya untuk mengatakan hal semacam itu. Kita putus!
Bah, terserah!
Lagipula, ini salahku juga menjadikan gadis SMA Kelas-12 sebagai pacarku. Tapi, kenapa juga dia harus repot-repot membuat agenda semacam ini 'sih. Maksudku, jika ingin mengatakan hal seperti itu dia tidak perlu memintaku datang kesini, kan!
Cukup cari nomerku dan kemudian tekan tombol panggil, aku juga pasti akan menjawab panggilan darinya, lalu setelah itu katakan kita putus. Hei! bukankah dengan begitu terasa jadi lebih mudah?
Dan aku tak perlu menahan lapar lebih lama dari ini—!
O-Oh. Yabai! Dia mulai menangis!
Gadis kecil macam apa kau ini!? Meminta putus hubungan sepihak, bukan berarti aku peduli, dan kau sendiri yang menangisinya.
"Aku mengerti. Kamu pasti sangat sibuk dengan tugasmu di sekolah, dan juga profesimu sebagai Idol. Lagipula, mengejar impianmu lebih penting ketimbang memikirkan sesuatu yang tidak pasti."
"Hiks…Naruto…Oniisan…?!"
Stop! Stoop! Jangan mengangis lagi! Lagian, aku mengatakan hal-hal semacam tadi hanya untuk menghibur diriku sendiri, tau! Astaga! Aku belum makan, bahkan pagi tadi aku juga tidak sarapan.
Sialnya lagi, pas lagi di kantin Universitasku, stok makanan habis terlebih dahulu sebelum aku tiba disana. Orang-orang macam apa yang memakan makanan sebanyak itu di kantin!
"Miyuna. Lakukan apa yang terbaik untuk dirimu. Oke! Aku akan mendukungmu juga!"
"Huaa! Onii-san!"
Apa aku salah bicara? Padahal aku sudah sedikit berhati-hati agar gadis ini tidak menangis keras, tapi sekarang apa? Dia menangis sambil dengan eratnya memelukku seolah aku ini boneka panda kesayangannya.
Oya! Aku benci panda!
.
~soste~
.
Berangkat kuliah tanpa sarapan, dan, kehabisan stok makan siang, sepulangnya dimintai datang kesuatu tempat yang cukuplah jauh hanya untuk mendengarkan tangisan seorang gadis. Uh, huh.
Apa lagi yang akan menghampiriku nanti, sialan!
Dan— Hei! Jangan mencium seseorang setelah mengatakan Kita berteman! kepada orang itu!
Akan jadi apa romansa di dunia ini kalau semua orang berakhir seperti itu.
"Hei. Kau kelihatan galau, Bung? Habis diputusin pacarmu, ya? Haha!"
"Diamlah Karin!"
Apa si Borjouis ini tidak bisa melihat situasiku?
Walau pun kau memiliki garis darah yang sama sepertiku, bukan berarti kita sama, tapi kau tidak sepantasnya menertawai kemalangan sepupumu.
"Sepupu-ku ini keras kepala sekali, ya. Harusnya Kau dengarkan kata-kataku. Saara menyukaimu sejak lama. Hargailah perasaannya, sedikit saja."
"Kau ini tungau, ya? Aku tak tertarik pada teman sesama merahmu itu."
"Aho na! Dia sepupu-mu juga. Dan jangan berani menghina warna rambutku! —Mau kemana Kau? Hei! Kita belum selesai!"
"Apa peduliku? Bye!"
Ngomong-ngomong, wanita itu adalah sepupuku; namanya Uzumaki Karin.
Dia sangat cerewet, aku sering tak tahan dengan ocehan-ocehannya yang membuatku pusing. Hal yang membuatku lebih pusing, apartement kami bersebelahan sejak dua tahun lalu.
Huh, apa yang kupikirkan?
Lupakan saja. Aku saat ini pada dasarnya hanya peduli makanan apa yang harus Aku beli dengan uangku yang kelewatan banyak ini. Sombong, ya.
Apa peduliku!
Sudah berapa kali Aku mengatakan itu? Ah, baik. Sepertinya makan Yakiniku terasa enak di cuaca yang agak dingin seperti ini.
.
~soste~
.
Aku Namikaze Naruto.
Seorang Mahasiswa di sekolah tinggi berstandar swasta — [Universitas Meiji]. Karena suatu hal, aku tidak terbiasa dengan kehidupan mahasiswa.
Ada beberapa orang yang harus kuhindari, salah satunya adalah perempuan di seberang mejaku.
Tidak kusangka akan berakhir seperti ini, karena suatu alasan juga–ini menyebalkan sekali–toko kedai yakiniku terdekat yang biasa aku kunjungi tutup. Pada akhirnya, aku berakhir di Caffe yang kupukir—karena agak sepi—bagus untuk datang kesini.
Tapi—kenapa aku malah berakhir dengan wanita ini! Salah satu orang yang ingin kuhindari sebisa mungkin, kini malah duduk satu meja denganku!
"Sendirian seperti biasa?"
Apa tidak ada tempat lain? Aku merasa ini buruk bagiku.
Sisi baiknya, perutku jadi tidak lapar.
"Stalker kah?"
"…Memanggil seorang wanita sebagai penguntit. Seperti yang dirumorkan, huh?"
"Kebanyakan wanita yang kutemui memiliki sifat mirip badak…. Aku penasaran rumor macam apa itu? Seolah mengenalku."
Aku jelas setuju jika wanita di depanku ini cantik dengan surai hitam panjangnya yang mengkilap, dan iris magenta yang lembut, tapi memberikan kesan misterius bagiku.
Aku tahu dia tahu—!
Dia masih menahan diri sejauh ini, bahkan untuk seorang wanita orang didepanku ini bukan orang biasa. —Dia hanya bermain-main sejauh ini. Jadi kupikir menanggapinya bukanlah hal yang buruk.
"Kau orang yang menarik, Namikaze-kun."
"Sayangnya aku tak tertarik…. Himejima."
Suzaku. Himejima Suzaku adalah nama wanita yang saat ini bicara denganku; dia menghiraukan fakta bahwa aku baru saja menolak permainan yang dia mainkan dan tertawa fufu seolah tidak ada yang terjadi.
Sudah aku bilang, aku benci panda—! Tidak tidak tidak, bukan itu. Maksudku… Aku tidak menyukai tipe orang yang pandai mempermainkan orang lain. Memang. Aku sendiri orang yang seperti itu.
Aku bukan orang baik-baik, bukan pula penjahat.
Tidak ada hak bagiku melarang kalian menyukai orang seperti itu, —aku hanya ingin mengatakan ketidaksukaanku dengan jujur.
"Kalau begitu, permisi."
"Ara?"
Aku sudah kehilangan moodku sejak awal. Tidak perlu bagiku lebih lama lagi disini. Hiraukan saja dia. Lagipula, kami pasti akan bertemu lagi nanti.
.
.
Setidaknya begitulah yang kupikirkan…
.
.
Tapi apa ini!? Kenapa aku harus berjalan dengan Himejima Suzaku di rute yang sama! Astaga apa orang ini tidak bisa lewat rute lain saja? Apa hari ini adalah Hari membuat Naruto kesal sedunia!
Geh!
"Fufu, Namikaze-kun. Kau kelihatan tidak baik?"
"Kau, benar-benar tahu caranya membuat orang lain kesal, ya? Sungguh. Itu sangat menganggu."
Dan tolong jangan dekat-dekat!
"Begitu 'kah? Maaf. Awalnya kukira kau seorang pengidap Gynophobia. Tapi ternyata kau hanya menghindari orang-orang yang seperti kami, ya?"
"Bukannya aku menghindar. Tapi sebisa mungkin tidak terlibat dengan kalian… Keluarga Himejima adalah salah satu Pemberantas Klan Sesatjadi sudah sewajarnya 'kan aku menjauhimu. Benar?"
"……. Jadi begitu!? Aku bahkan tidak tahu berasal darimana kamu sebelumnya — Uzumaki, kurasa?"
"Kenapa kau terkejut? Tapi ya, semua sepupuku beruntung karena tidak tahu menahu tentang ini."
Percakapan ini bahkan lebih panjang dari ketika aku berbicara dengan Miyuna—mantan pacarku.
Hanya memikirkan ini saja membuatku tertawa ironis.
Aku dengan para sepupuku memiliki garis darah yang sama, tapi entahlah ini sebuah berkah atau kutukan—hanya aku satu-satunya yang berbeda.
Benar-benar berbeda!
Keinginan leluhurku telah mencapaiku, mungkin?
Fakta bahwa, Suzaku, berasal dari keluarga yang telah membersihkan sampah keyakinan mereka tidak membuatku berpikiran pendek. —Himejima hanyalah satu dari sekian [Klan Onmyouji] yang membersihkan Klan Sesat Uzumaki, orangtuaku tak terkecuali. Kalau kuingat lagi, sepuluh tahun?
"Suzaku. Katakan saja tujuanmu."
Benar kalau aku agak tidak menyukai formalitas, semisalnya memanggil seseorang dengan nama keluarganya; untuk menyebut Himejima dengan mulutku sendiri, membuat lidahku terasa sangat kelu. Itulah alasanku merubah panggilanku pada wanita cantik tapi menyebalkan ini.
Lagipula —siapa yang menamai putrinya sendiri seperti nama makhluk mistis!
"Sebenarnya tidak ada alasan khusus. Aku hanya penasaran, dan tertarik untuk mengenal seorang Gynophobia sepertimu."
Hh?
Tolong jangan bicara yang aneh-aneh, jika bukan aku, kau akan membuat orang lain salah paham.
Aku tidak ingin punya kekasih dalam waktu yang sesingkat ini setelah diputuskan sepihak, lagian!
"Tapi… Kau lebih menarik dari yang aku pikirkan."
"Terserah."
Dasar aneh, untuk apa pula kau memikirkan aku! Tidak bisakah kau menargetkan orang lain? Jadi aku akan senang pada akhirnya. Jadi setidaknya, tidak ada yang perlu aku khawatirkan lagi jika itu benar-benar terjadi. Kurasa?
"Sepertinya, disini tempat tinggalmu?"
"Kau tahu?"
Awalnya, aku kira wanita ini menguntitku sampai sejauh ini, tapi melihat ke arah yang dia tunjuk—!
Oke lupakan saja!
Hei Karin sepupuku yang cantik! Sedang apa kau berdiri didepan gerbang apartement dan melihat sepupumu yang keren ini dengan tatapan seolah menangkap basah seorang penjahat kelamin itu?
Aku sedang tidak melucu, bego!
Ada keinginan untuk lari, namun apa yang dapat aku lakukan ketika kerah bajuku ditarik lumayan kuat. Melihatku yang diperlakukan seperti tikus got, Suzaku tertawa 'fufu' yang jadi ciri khasnya.
Karin, kau memang sepupu yang bisa diandalkan!
"Oya! Katakan semua ini tidak benar?"
Aku tidak mengerti apa maksudnya, menatapku seolah aku ini sampah tak berguna membuatku kesal didalam; aku tahu apapun yang kukatakan tidak akan membuatnya puas, dia akan mencari berbagai alasan agar bisa menguak masalahku.
Aku sendiri tidak tahu apa masalahku!?
"Umm, Himejima-san. Selamat malam. Jujur aku khawatir padamu. Apa orang ini berbuat sesuatu yang buruk padamu? Terakhir kali orang ini pergi kencan, gadis yang dia kencani mengalami cacat mental! Kau tau!"
"Eeeh!?"
"Oi! Apa-apaa—"
"Diam kau!"
Astaga—! Ada apa dengan wanita badak ini! Apa yang dia katakan, hah! Mana pernah aku berlaku seperti itu pada seorang wanita sampai-sampai mengalami cacat mental! Kau pikir aku psikopat!
"Orang ini agak sinting! Terlalu sering menonton film drama begini jadinya, maafkan sepupu gila."
"Enak saja kau! Rasakan ini!"
"Etto…Um?"
Jangan hanya bertingkah gugup! Suzaku! Tolong katakan sesuatu yang dapat membuat wanita ini melepaskanku. Mana sifat menyebalkanmu tadi!
Atau, kau ingin membalas sikapku tadi?
Dan Karin, aku mohon jangan memukul kepalaku seolah karung pasir yang biasa kau pakai latihan Boxing! Walau pun kau seorang wanita, tapi rasa pukulanmu itu lebih keras daripada binaragawan yang kelas pro sekalipun!
Dibandingkan sebagai wanita, kau lebih condong kearah maniak gulat!
Apakah ini akhirku? Berakhir ditangan terminator yang menjelma seorang wanita? Konyol sekali—!
"A-Aku baik-baik saja! Umm, Namikaze-kun juga memperlakukanku dengan baik jadi—whoaa! Itu pasti sakit! Maksudku! Bisa kamu hentikan itu?"
"Huh? Begitu 'kah?"
Aku sudah tidak peduli apa yang tengah mereka bicarakan! Oh sepupu sialan! Meski begitu—jika masalah ini sudah selesai—aku harus berterima kasih kepada Suzaku, yang kelihatan lega ketika melihatku lepas dari cengkraman terminator itu.
Baik, akan kukonfirmasikan kalau hari ini adalah hari terburuk dalam sejarahku!
"Suzaku. Terima ka—"
"Oya! Tidak semudah itu! Ferdegeul!"
"Apa lagi ituu!?"
Aku sudah tak tahan lagi! Aku yakin wajahku kini sudah memerah menahan emosi sampai sejauh ini—aku sendiri juga terkejut bisa melakukan itu!
Alasan aku tidak bisa meluapkan emosiku sudah tentu adalah Karin. Aku takkan pernah menyakiti sepupuku ini —meski kekerasan kepalanya patut diacungi jempol!
"Himejima-san 'kan? Benar kamu biak-baik saja?"
"Um! Sungguh!"
Tentu saja, memangnya apa yang kulakukan? Ya! Aku akan jujur, tadi memang bersikap acuh pada Suzaku. Hanya itu, tidak lebih.
"Apa salahku!?"
Karin! Tolong hentikan tatapan menuduhmu itu. Kau mulai membuatku takut, tau!
"Sebagai hukuman untukmu. Kau. Naruto! Antar Himejima-san pulang sampai rumahnya dengan sehat dan selamat! Himejima-san, aku permisi!"
"Eh–uh?"
"Sialan!"
.
.
~soste~
.
.
Seringnya, saat seseorang merasa nyaman pada satu hal maka ia akan enggan melakukan hal-hal lainnya yang dianggap mengganggu.
Maksudku. Sebagai contoh, seperti saat ini; saat kau menikmati waktu istirahatmu, tiba-tiba, kau mendengar suara gaduh dan yang memaksamu bangun dari tidur nyenyakmu. Apa yang pertama kali terpikirkan olehmu seandainya hal itu terjadi padamu?
Jika aku jadi kau, hal pertama yang aku pikirkan hanya ada satu. Sialan!
"Katakan dengan jujur! Kau membawa orang luar ke kuil ini! Kau pikir apa yang kau lakukan, huh!"
"Saya bisa jelas—"
"Tak perlu dijelaskan! Dan jangan disembunyikan! Kami memiliki saksi mata disini! Cepat tunjukan!"
Sambil setengah hati mendengarkan kegaduhan saat ini, aku pun bangun dari rebahan, lalu duduk diatas tatami sambil memijit pelipisku. Hei! Bisakah kalian diam!? Kepalaku nyut-nyutan, tau!
"Mereka berisik sekali!"
Tunggu—! Saat kata tatami keluar, kesadaranku perlahan mulai jelas setelah dihantam kenangan semalam yang terekam oleh ngatanku!
Sial!
Semalam Suzaku membawaku ketempat seperti bukit yang mana disana terdapat sebuah kuil. Itu memang biasanya begitu, di Jepang kebanyakan kuil didirikan di dataran yang tinggi, itu semacam bentuk penghormatan pada apalah yang mereka yakini, dan pada para leluhur mereka.
Maaf! Aku bukanlah orang yang religius!
—Akhirnya, dengan enggan dan terpaksa karena tidak diberi kesempatan untuk memilih, aku pun terpaksa menerima ajakan Suzaku mengunjungi kuil tersebut—ini. Ditemani secangkir teh hangat dan beberapa camilan ringan, lalu mulai dari hal-hal tidak penting sama sekali, dan hal yang agak privasi, percakapan panjang pun terjadi diantara kami berdua—sampai aku melupakan waktu dan sekitarku.
Berpikir lagi; apakah aku bisa pulang? Sepertinya tidak mungkin, Karin pasti mengkudeta wilayah kekuasaanku dengan cara yang kejam! Menyita kunci apartement-ku! Bukan berarti benar-benar tidak bisa pulang —itu akan jadi cerita dilain hari.
Dan—Aku berakhir disini!
Jam berapa sekarang? Aku tidak tahu. Suzaku– entah seberapa tidak ingin aku dekat dengannya, namun aku juga tahu diri untuk berterima kasih padanya karena telah membiarkanku bermalam disini. Omong-omong, aku mencium aroma yang segar dari makanan-makanan yang diletakan di atas kotatsu. Aku sedikit penasaran, apa Suzaku sengaja dan yang membuat semua ini, mungkin?
Sambil aku berpikir begitu, terdengar suara pintu bergeser, dibuka secara paksa hingga membuat suara Drakk atau apalah itu cukup keras.
"Ketemu kau! Tikus kecil!"
Kalau saja aku bukan orang yang keren aku pasti sudah berteriak "Huaa!" atau "Kyaaa!" —lupakan, ketika melihat segerombolan pria masuk ke sini dengan cara yang keren —seperti para penjahat yang sering kutonton di anime-anime mingguan, sambil membawa katana yang terhunus ke arah dimana satu-satunya orang yang sejak semalam di kuil ini. Tentu saja Tikus kecil itulah orangny—Hei!
"Kalian. Hentikan itu!"
Suzaku juga muncul, dia memakai pakaian yang berbeda dari yang semalam. Saat ini dia seperti seorang Miko yang cantik —tidak. Dia memang Gadis Kuil sungguhan dari Klan Himejima!
Ukuran Oppai Besar-nya juga tampak lebih jelas!
Aku tidak tahu siapa yang menambahkan kalimat absurd diatas—bukan aku! Tapi saat aku melihat Suzaku, dia segera berpaling dariku dengan raut wajahnya yang agak merah. Aku bertanya-tanya sejak kapan dia jadi seimut itu? Maksudku, apaan dengan reaksimu itu?
Tidak. Aku lebih peduli siapa yang tadi beraninya memanggilku Tikus kecil itu jadi mulai dari yang paling kiri, lalu ke kanan, aku menatap mereka di mata satu persatu. Perlu kutegaskan ke mereka setegas-tegasnya—
"Tidak ada Tikus kecil disini!"
Dengan begitu, aku yakin mereka akan langsung mengerti ucapanku. Bodoh sekali jika tidak! Aku sejak awal tak ada niatan untuk meladeni kalian, tapi kalau kalian memaksa, jangan salahkan aku seandainya Ojou-sama kalian melakukan hal-hal diluar perkiraan kalian. Tunggu, bicapa apa aku!?
Suara langkah kaki di atas lantai kayu, itu tenang tidak seperti orang-orang ini, kupikir. Mendengar dari suaranya, itu pasti akan menuju ke sini juga.
Akhirnya, dia muncul juga; seorang 'Ojii-san' yang tampak tenang diluar dan dalam. Ia membiarkan dirinya berdiri di ambang pintu, menatap mataku dengan matanya yang tajam seperti mata elang!
Untuk seukuran pak tua, dia sangat keren bagiku!
"Chiefhead-sama!"
"Ojii-sama!?"
Aku tak mengerti, namun orang-orang ini tampak terkejut seolah tidak menduga akan kemunculan Ojii-san yang terlihat keren itu. Kulihat, Suzaku di sana juga sama saja terkejutnya seperti mereka.
Chiefhead? Jadi begitu. Ojii-sama, huh.
Kemudian, sambil bersidekap dada, Ojii-san yang terlihat keren itu, berkata dengan penuh wibawa dan otoritas dalam suaranya.
"Aku mendengar ada keributan di tempat cucuku. Jadi aku datang."
Yah, kau sudah datang. Dan aku kira, kedatangan pak tua sepertimu akan membuatku bermasalah disini. —Tidak! Bisakah kau mengabaikan hal ini?
Hal-hal semacam ini…dipagi hariku…
Jika direka ulang, hal semacam ini mirip adegan "Pengepungan penjahat yang akan memperkosa seorang Tuan Putri di kediamannya" yang pernah aku baca di animanga, dan penjahat itu tidak lain adalah seorang pemuda Jepang yang anehnya ia memiliki rambut warna pirang sungguhan.
Akhirnya; Aku —penjahat itu dihukum mati tepat dimuka umum setelah berhasil diamankan. End!
Kupikir, cerita semacam itu benar-benar absurd seandainya aku berakhir sama dengan penjahat kelamin itu disini. Itu tidak boleh terjadi padaku!
"Oha! Ojiisan no Kakkoi!"
Karena itulah, Aku saat ini berdiri menghadap ke Ojiisan no Kakkoi, tanpa memperdulikan saat ini bagaiamana penampilanku —seorang yang baru bangun tidur. Setidaknya, aku harus menunjukan sopan santunku dan menghormati orang tua. Itu juga kulakukan demi diriku sendiri, semoga nanti tak terjadi hal merepotkan lebih dari perkiraanku.
"Hmm?"
Jangan hanya 'Hmm?' saja, Ojiisan!
Sementara aku kesal, salah seorang penggrebek mendekati Ojiisan no Kakkoi, membisikkan pada pak tua itu sesuatu cukup lama. Aku anggap dia sekarang sudah tahu masalah yang terjadi disini, yang aku sendiri tidak tahu masalahnya itu apa?
Aku pikir ini hanya kesalah-pahaman, atau kalian memang orang-orang fanatik yang tak menerima orang luar yang diluar sepemahaman kalian, huh?
"Siapa namamu?"
Ojiisan no Kakkoi, tolong jangan menanyakan itu dengan wajah mengobservasimu itu. Kalau yang diposisiku saat ini adalah orang lain, sudah pasti akan salah paham, kau tau? Kau kira ada berapa banyak pria jomblo di dunia ini yang berharap dia diberi pertanyaan seperti itu oleh orang tua yang di dalam keluarganya memiliki anak perempuan?
"Ini–Namikaze Naruto, di Universitas yang sama dengan Suzaku-san. Karena suatu alasan rumit, saya meminta tolong padanya, menginap disini."
Ojiisan no Kakkoi tampak puas mendengar yang barusan kukatakan, aku cukup percaya diri pada tata bahasaku. Kemudian dengan santainya dia…
"Baik. Tangkap pria ini segera!"
"Ojii-sama
.
~soste~
.
Setelah melalui perjalanan yang agak pelik serta merta menjengkelkan, dimana aku dipaksa agar mengikuti mereka, meski begitu aku tidak punya keinginan melawan. Tidak kusangka ada tempat seperti ini juga ditengah-tengah hutan, mungkin padang rumput ini biasa orang-orang Himejima ini gunakan untuk hal-hal tertentu.
Latihan tanding, misalnya?
Mungkin saja, soalnya, aku diberi sebuah katana yang pada saat ini kupegang dengan tangan kiri. Sedangkan di depanku, sekitar 5-8 meter disana sudah berdiri orang-orang yang tadi menyeretku. Totalnya lima orang, dan mereka memiliki wajah dingin yang lama kelamaan membuatku enggan memikirkan gagasanku.
Menengok ke kanan, tidak jauh disana Ojiisan no Kakkoi bersidekap seperti biasa bersama Suzaku berdiri di sampingnya.
Aku tidak terlalu paham, tapi melihat pak tua itu tampak tenang seolah menyembunyikan sesuatu membuatku berpikir, apa yang dia inginkan dariku sebenarnya? Lalu, ketika aku melihat ke Suzaku—
Aku tidak berharap dia melakukan itu lagi, sudah cukup, kenapa dia selalu memalingkan wajahnya dariku begitu aku menatapnya!? Seingatku, tidak ada yang terjadi diantara kami sampai kau harus melakukan tindakan–menggemaskan seperti itu!
Maksudku, aku hanya ingin meminta bantuanmu sedikit saja; katakan pada Ojiisan no Kakkoi apa yang diinginkannya dengan membawaku kemari.
Lagipula, kalau pun aku harus bertarung dengan kelima orang ini, apa alasannya? Kau pikir siapa aku? Gladiator!? Astaga! Tanganku sangat gatal!
"Chiefhead-sama. Silakan dimulai."
Apanya yang dimulai? Hei. Jangan memutuskan seenakmu sendiri. Aku disini tidak tahu apa yang harus aku mulai, setidaknya, beri aku penjelasan.
"Apa ini!?"
"Kau mengerti Tekad Seorang Pria, anak muda? Pilihlah. Siapa yang ingin kau jadikan musuhmu!"
Apa yang tidak kumengerti—! Pada akhirnya kau tidak ingin menjelaskan apapun padaku, Ojiisan! Pada akhirnya, kau hanya akan membuat situasi menjadi rumit! Astaga. Tanganku benar-benar….!
"Tidak ada pilihan, huh?"
Biasanya, aku memang sering kali mengabaikan sekitarku untuk membuat diri sendiri senyaman mungkin, dan menghindari terlibat masalah baik itu besar atau yang terkecil sekali pun. Biar saja dianggap pecundang, aku akan melibatkan diriku dalam masalah hanya ketika aku berada disuatu tempat yang jauh-jauh dari orang-orang terdekat denganku yang tersisa saat ini!
Karena bagiku melawan ‹Dewa› sekalipun bukan masalah kalau pun aku memang ingin melawan!
Intinya, aku tidak takut bertikai dengan kesatuan Keluarga Onmyouji. Dari Kelima Klan. Doumon, Kushihashi, Shinra, Himejima, terakhir —Ouryuu. Melawan mereka semua sekaligus pun tak akan membuatku melembek bagai tofuu!
Dimulai sejak kemarin, emosiku benar-benar jadi bahan ujian. Untuk sekali ini saja, akan kubiarkan diriku meluapkan semua yang telah kualami dari sejak kemarin sampai saat ini…. Kali ini aku yang akan memegang kendali penuh!
Astaga! Untuk sebuah Pembukaan Cerita, kupikir Historiku terlalu berat bahkan diawal-awal begini.
"Kalian semua. Majulah!"
.
.
.
.
—TBC—
