Di dalam sebuah caffe berdesign elegan dengan cat berwarna biru dan lantai berwarna hitam dengan aksen awan berwarna merah. Terdapat banyak meja dengan nomor masing-masing. Dalam Caffe yang dimiliki oleh seorang laki-laki bersurai merah dengan mata beriris berwarna ungu bernama Nagato Uzumaki itu terdapat sebuah panggung berukuran 6x4 meter.

Suasana sangat sunyi menunggu sesuatu terjadi diatas panggung berukuran 6x4 meter itu. Panggung yang berdekorasi dengan karpet merah pada bawahnya lalu nama caffe 'Akatsuki' itu sebagai background, 1 set drum yang berada didekat background, stand gitar dan bass yang berada disebelah kiri dan kanan panggung, sebuah grand piano di sebelah kiri panggung, sebuah keyboard berserta standnya disebelah kanan panggung, stand microphone berada ditengah panggung dan speaker berada didepan serta disetiap sudut panggung yang terhubung dengan sound system yang berada 2 meter dari panggung.

Di atas panggung itu terdapat sepasang manusia. Seorang gadis berparas cantik dengan dress one-piece selutut berwarna merah dipadukan dengan sepatu heels berwarna merah. Gadis itu bersurai sewarna dengan warna bunga musim semi, surai pendek sewarna bunga cantik yang hanya bermekaran pada musim semi. Bunga sakura. Gadis itu memegang sebuah microphone ditangan kanannya. Gadis yang bernama sesuai dengan surainya. Sakura Haruno.

Disebelah gadis itu ada seorang laki-laki bersurai pirang dengan model acak-acakan. Laki-laki dengan kemeja biru, celana jeans hitam yang dipadukan dengan sepatu putih bertali. Mata beriris bagai batu sapphire itu menatap jejeran meja-meja berisi pengunjung caffe itu dengan senyum khas terpatri diwajahnya. Dipangkuannya terdapat sebuah gitar akustik produkan dari dalam negeri sakura berwarna black-metallic.

Point of view.

Aku sedikit merapikan surai pirangku yang acak-acakan dengan tangan kiriku. Melihat kedepan ada banyak pengunjung caffe dimana aku berkerja sambilan sejak 6 bulan lalu disetiap jum'at malam dan sabtu malam dari jam 7 sampai dengan jam 9 malam yang tengah melihat kearah panggung dimana aku dan seorang gadis cantik disebelahku berada seolah menunggu pertunjukan yang mereka nantikan.

Aku Naruto Uzumaki, 17 tahun, kelas 2 koukou di Konoha Gakuen. Aku yang sekarang ini adalah seorang gitaris dari sebuah band indie bernama Orenji yang cukup terkenal dikota Tokyo ini… Tunggu! Maksud dari kata 'yang sekarang?' Ya, sebelumnya aku bukanlah seorang gitaris dan aku tidak suka membahas lebih lanjut.

Band Orenji terbentuk setahun lalu. Orenji beranggotakan 5 orang pelajar dari Konoha Gakuen yang secara kebetulannya kami satu angkatan, 5 orang itu adalah Sakura Haruno sebagai lead-vocal, diriku sebagai lead-guitar serta backing-vocal, Sasuke Uchiha sebagai rhythm-guitar serta backing vocal-sepertiku, Rock Lee sebagai drummer juga sebagai backing-vocal dan member baru band kami bernama Fuuma Sasame sebagai Bassist serta backing-vocal menggantikan sahabatku yang telah mendahului.

Sedikit membahas masa lalu, sebelumnya aku adalah seorang pianis pada saat usiaku 11 tahun, saat seusia itu aku berhasil menjuarai 3 ajang musik klasik bergengsi dalam 1 tahun dan pergi menuju Eropa untuk mengikuti ajang internasional namun aku terpaksa didiskualifikasi. Ada sesuatu yang terjadi padaku saat bermain piano namun aku memilih melarikan diri daripada aku menyentuh piano yang memiliki kenangan buruk denganku dan kini aku beralih menjadi seorang gitaris dengan menekuninya selama 6 tahun ini. Aku menyukai musik karena aku sangat mencintai kedua orang tuaku yang juga menyukai musik, dari musik akupun bisa merasakan kebahagiaan yang orang tuaku rasakan dalam bermusik. Ingin kembali menjadi pianis namun aku tak bisa melakukannya, itu terasa sangat sulit...

Bisa dibilang aku adalah anak laki-laki yang memiliki banyak uang di Tokyo. Uang dari asuransi kedua orang tuaku yang meninggal karena kecelakaan pesawat. Ayahku adalah seorang General Manager disebuah perusahaan swasta besar dikota ini, lalu Ibuku adalah seorang guru dari sebuah sekolah musik klasik ditempat les musik. Itu adalah profesi mereka sebelum mereka pergi menuju surga 6 tahun lalu.

Aku yang sebatang kara hanya tinggal berdua dengan saudaraku Ino Yamanaka yang seumuran denganku, entah itu bisa disebut saudara atau tidak karena selain marga kami berbeda, silsilah kami dalam keluarga juga mungkin tidak bisa disebut keluarga namun aku sudah menganggap Ino sebagai keluarga. Meski harus aku akui bahwa Ino memang cucu dari adik sepupu nenek dari mendiang ayahku. Cukup rumit kan?

Pertanyaan kenpa Ino bisa tinggal bersamaku? Karena Ino juga sebatang kara sepertiku. Kedua orang tua Ino meninggal dikecelakaan yang sama dengan kecelakaan kedua orang tuaku dan aku sudah mengenal Ino sejak kecil ditambah ayah Ino adalah teman ayahku. Ino dan aku sudah tidak memiliki saudara bahkan saudara jauh sekalipun, mungkin ada beberapa orang yang memiliki marga yang sama dengan margaku dan Ino namun mereka hanya orang-orang dari marga yang sama tanpa bersisilah keluarga yang mengalir dari darah keluarga jadi aku yang saat itu juga merasakan apa yang Ino rasakan akupun memintanya untuk bersamaku menjadi keluarga tanpa tahu siapa kakak dan adik meski aku tahu Ino lebih tua 17 hari dariku.

"Naruto!"

Terdengar suara lirih namun dengan intonasi yang tajam sukses menghentikanku dari acara mengingat siapa diriku ini. Mengalihkan pandangan mataku pada sumber suara, aku melihat sepasang mata beriris emerald itu menatapku tajam. Aku hanya memberikan sebuah senyum lebar yang menjadi ciri khasku lalu fokus pada gitar dipangkuanku.

Jemari tangan kananku memetik senar gitarku dengan lembut untuk mengetes suara dari gitarku pada sound system, merasa sudah cukup akupun mengarahkan pandanganku pada gadis yang tidak jauh dariku memberi sebuah anggukan sebagai tanda bahwa sudah siap dan kupetikan kembali gitarku sebagai intro untuk menyambut suara vocal dari penyanyi caffe dimana aku berkerja sambilan ini, mungkin ada pertanyaan kenapa aku berkerja sambilan sedangkan uang asuransi dari meninggalnya ayah dan ibuku cukup untuk memenuhi kebutuhanku dan Ino sampai tua bahkan sampai memiliki cucu? Jawabannya adalah aku hanya ingin bersenang-senang dengan bermusik dan hasil dari kerja sambilan ini biasanya aku habiskan untuk mentraktir anak-anak kecil disebuah panti asuhan yang tidak jauh dari rumahku.

.

Mimi wo sumaseba ima demo kikoeru

(Aku masih bisa mendengarnya.)

.

Terdengar suara merdu dari seorang gadis bersurai sewarna bunga sakura itu. Lagu berjudul Orenji yang dipopulerkan oleh 7!(Seven Oops) yang juga sebagai Original Sound Track dari sebuah anime yang cukup populer.

.

Kimi no koe orenji-iro ni somaru machi no naka

(Mendengar suaramu diantara senja dikota ini.)

.

Terus memetikan senar gitar ini mengiringi penyanyi yang juga merupakan sahabatku sejak shougakkou atau lebih tepatnya saat kelas 1 sekolah dasar. Suasana sangat sunyi dicaffe ini. Lantunan lagu ini seakan menghipnotis semua orang dicaffe ini bahkan sampai bagian bridge dari lagu ini pun suasana masih sama.

.

Kimi ga inai to hontou ni taikutsu da ne

(Jika kau tak ada disini sangatlah membosankan.)

.

Samishii to ieba warawarete shimau kedo

(Namun saat kukatakan aku kesepian, kau hanya tersenyum kepadaku.)

.

Nokosareta mono nando mo tashikameru yo

(Aku hanya terus memastikan hal-hal yang tersisa.)

.

Kieru koto naku kagayaiteiru

(Sesuatu yang terus bergemerlap dengan hebatnya tanpa memudar.)

.

Kulihat sahabatku menarik nafas menuju reff lagu ini untuk mencapai akhir dari lagu ini. Lagu yang mengingatkan sahabatku pada seseorang yang spesial juga seseorang yang merupakan sahabatku yang telah mendahului kami. Seseorang yang juga pendiri dari band yang aku banggakan. Dia adalah Hyuga Neji yang juga merupakan kekasih Sakura.

Kau pasti merindukannya, Sakura. Akupun demikian. Meski dia menyebalkan.

.

Kitto futari wa ano hi no mama mujaki na kodomo no mama

(Aku yakin kita akan seperti hari dimana kita seperti anak-anak yang polos.)

.

Meguru kisetsu wo kakenukete iku sorezore no ashita wo mite

(Berlari melalui musim yang terus berganti, melihat tiap-tiap dari hari esok.)

.

Point of view. End.

..

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Story: Baka DimDim

Inspired: Shigatsu wa Kimi no Uso

.

Orenji

Rate: T+

Warning: Alternative Universe, OOC, No-Baku, No-EYD, Rate sewaktu berubah, Typo(Maybe), Violence

~Don't Like, Don't Read~

..

Terdengar suara tepuk tangan dan pujian yang dilontarkan pengunjung caffe. Naruto dan Sakura memberikan senyuman pada mereka, bangkit dari tempat duduk dan sedikit membungkuk hormat pada mereka lalu turun dari panggung untuk menikmati makan malam bersama pegawai caffe disini setelah memainkan lagu terakhir mereka untuk hari ini.

Naruto berjalan beriringan dengan Sakura menuju pantry yang digunakan oleh pegawai caffe. Berjalan santai dan ada beberapa pegawai caffe yang menyapa karena mereka sudah mengenal Naruto dan Sakura sejak 6 bulan lalu, sejak Naruto dan Sakura mulai menjadi pengisi panggung di caffe itu.

Naruto mengeluarkan ponsel pintarnya menghubungi seseorang.

"Ino, kau sudah makan malam?"

"…"

"Kau ingin makan apa? Aku akan malam dulu sebelum pulang."

"…"

"Hm. Sukiyaki? Apa bahan makanan dirumah sudah habis sehingga kau belum makan? Ha'I, ha'I, aku akan belanja."

"…"

"Hm. Kirimkan email daftar belanjaannya, aku akan belanja bahan makanan sekalian membelikan titipanmu. Ja."

Hening.

Naruto seolah mengerti apa yang terjadi pada Sakura. Tentunya ia tahu lagu terakhir yang dinyanyikan Sakura adalah lagu favorit mendiang Neji. Naruto berinisiatif untuk mengajak Sakura mengobrol saat berjalan menuju pantry di caffe itu. "Sakura-chan, ku dengar dari Ino dikelas kalian ada siswi baru. Seperti apa orangnya?"

"Hm. Dia bernama Hyuga Hinata... siswi pindahan itu sepupu Neji-kun berbeda dengan Neji-kun yang pendiam dia cenderung berisik tetapi menyenangkan."

Salah. Naruto salah mencari topik obrolan. Bermaksud mengalihkan mood Sakura dari saat menyanyikan lagu yang habis dinyanyikannya.

Sesampainya dipantry mereka disambut beberapa pegawai caffe yang sedang beristirahat untuk makan malam.

"Naruto, Sakura. Ayo kita makan bersama." Ucap seorang pegawai perempuan yang terlihat beberapa tahun lebih tua dari Naruto dan Sakura yang muncul dari belakang mereka.

"Shizune-nee, hari ini menunya apa?" Tanya Naruto dengan semangat pada seorang perempuan bersurai hitam pendek berpakaian maid yang dipanggil Shizune-nee olehnya.

"Hari ini menunya teriyaki, ebi dan salad. Aku sudah memasaknya dengan tepat dan rasanya yang paling enak dari buatan orang lain." Ucap Shizune sambil menunjuk dirinya dengan ibu jarinya dengan bangga.

"Tentunya tidak bisa mengalahkan ramen Ichiraku, Shizune-nee." Ucap Naruto sambil memberi senyum khasnya.

"Maniak ramen. Kau tidak akan bisa melakukan tapping dengan benar bila otakmu hanya diasup ramen." Ucap Sakura sambil berjalan menuju meja makan yang berada dipantry.

"Tapi sayang sekali Sakura-chan. Tanpa atau dengan ramen aku sudah bisa melakukannya." Ucap Naruto sombong lalu menyusul Sakura.

Naruto berhenti lalu berbalik menghadap Shizune. "Ayo, kita makan bersama, Shizune-nee."

Shizune hanya tersenyum melihat interaksi sedari tadi melihat interaksi akrab Naruto dan Sakura.

"Kalian kenapa tidak menjadi sepasang kekasih kalau kalian bisa seakrab ini?" Sambil berjalan menuju meja makan menyusul Sakura dan Naruto.

"Aku sudah menolaknya sebelum ia menyatakan cinta padaku, Shizune-nee." Sakura menjawab sambil menyerahkan semangkuk nasi pada Naruto. Sedangkan Naruto hanya nyengir tidak jelas dengan bulir keringat didahinya begitupun Shizune.

'Jika memang terjadi pasti yang ditolak lebih memilih menjadi homoseksual karena trauma.' Batin Shizune.

Mereka makan malam sambil berbincang mengenai pelajaran, musik, kriteria pasangan idaman dan hingga akhirnya…

"Naruto, aku pernah mendengar namamu sebagai pianis berbakat termuda yang menjuarai 3 ajang pianis dalam setahun dan setelah kucari tahu ternyata itu benar dirimu. Kenapa kau tidak menjadi pianis atau keyboardist dibandmu?" Shizune bertanya sedangkan yang ditanya langsung berhenti menyuap makanannya.

"Entahlah, saat aku bermain awalnya terasa menyenangkan namun saat aku mulai menikmati suara piano itu seolah aku merasa piano itu memusuhiku sehingga aku merasa aku buta nada dalam sekejap dan aku tidak bisa merasakan dentingan nada yang aku buat. Hanya nada yang aku buat itu tidak berlaku pada dentingan piano yang dilakukan orang lain." Jawab Naruto dengan santainya seolah tak peduli.

Sakura melihat kearah Naruto dengan pandangan sendu. Ia lebih memilih mendengarkan, ia tentu ingin bertanya demikian seperti yang Shizune tanyakan namun ia tidak ingin melangkah untuk bertanya. Ia merasa ia akan dijauhi Naruto bila ia bertanya-tanya sesuatu yang dihindari Naruto karena ia tahu meski Naruto memiliki karakter yang hangat namun Naruto bukan orang yang memiliki rasa segan pada siapapun yang mencoba mengusik, mungkin Naruto bisa ditaklukkan oleh orang yang sangat dekat dengannya dan Sakura merasa ia belum berada diposisi itu meski ia adalah sahabat perempuan yang paling dekat dengannya. Ia ingin mendengar Naruto bermain piano kembali seperti dulu. Saat Naruto bermain piano, Naruto terlihat sangat keren dimatanya namun laki-laki itu memilih untuk tidak menyentuh kembali tiap tuts piano yang dulu sering Naruto tekan dengan jemarinya saat masih sekolah dasar disekolahnya dulu.

Sejujurnya Sakura merasakan sesuatu yang aneh dari sifat Naruto. Naruto dimatanya terlihat tertekan saat mendentingkan sebuah tuts piano setelah kepulangannya dari Eropa untuk perlombaan tahap internasional pertamanya atau mungkin saat Naruto kehilangan kedua orang tuanya lalu tak lama Naruto mulai belajar untuk bermain gitar.

"Kau tidak ingin kembali menjadi pianis?" Tanya Shizune masih penasaran.

"Tidak." Ucap Naruto santai sambil menggelengkan kepalanya dan kembali memasukkan sesuap makan malamnya kedalam mulutnya.

'Kau menahan emosimu Naruto. Sebenarnya kau menginginkannya kan?' Batin Sakura.

"Pasti kau akan sangat digemari banyak gadis bila kembali menjadi pianis, Naruto." Ucap Shizune kembali.

"Shizune-nee tolong jangan mengusik tentang masa laluku sebagai pianis." Ucap Naruto dengan tenang menjawab pertanyaan Shizune.

'Keluar juga sifat emosionalnya.' Batin Sakura.

"Sudahlah Shizune-nee. Menjadi gitaris sudah membuat Naruto digilai banyak gadis disekolah dan fansnya yang berada disekolah lain. Ngomong-ngomong bisa emailkan resep teriyaki ini?" Ucap Sakura mencoba mengalihkan pembicaraan.

Sakura berhasil mengalihkan pembicaraan mengenai Naruto yang dulunya adalah seorang pianis. Makan malam terus berlanjut dengan obrolan mengenai masakan antara Sakura dan Shizune. Hingga makan malam mereka pun berakhir.

Sepulang dari caffe Naruto selalu mengantar Sakura pulang karena ia selalu diberitahu oleh mendiang ayahnya kalau sudah besar tidak boleh membiarkan perempuan diluar rumah sendirian pada malam hari.

Berjalan sambil menyangkutkan hard case gitarnya pada bahu kanannya. Berjalan dengan obrolan ringan dan sesekali menertawakan kejadian lucu disepanjang jalan menuju rumah Sakura. Suasana masih ramai karena malam ini malam minggu, hingga sampai pada rumah Sakura yang berjarak 5 blok dari rumahnya.

"Arigato, Naruto." Ucap Sakura yang hanya dibalas dengan senyum dan sebuah anggukan oleh Naruto.

"Ja mata ashita, Naruto."

"Ja mata ashita."

Balas Naruto lalu berbalik menuju mini market untuk membeli Sukiyaki titipan Ino. Mengeluarkan sebungkus rokok American brended berinisial M berwarna putih dan pematiknya dari saku celana kemudian mengambil sebatang rokok lalu mematiknya, menghisap rokok untuk menemaninya berjalan menuju mini market. Sesampainya dimini market Naruto segera membeli makanan untuk Ino dan bahan makanan karena bahan makanan dirumah sudah mulai habis.

Setelah belanja Naruto segera berjalan menuju rumahnya. Entah mengapa ia merasa jalanan begitu sepi. Seperti sebelumnya, ia kembali merokok untuk menemaninya berjalan kemudian ia melihat jam tangannya.

"Hah? 9.50 pm. Biasanya jam segini masih ramai sepasang kekasih dimana sang pria mengantarkan pulang wanitanya." Gumamnya pada dirinya sendiri. Berjalan dengan santai dengan tali hard case gitarnya dibahu kanan dan belanjaannya ia bawa dengan tangan kirinya, menghisap rokoknya dan menghembuskannya perlahan.

"TOLONG!"

Naruto seketika berhenti karena mendengar sebuah suara perempuan meminta tolong. Namun ia tidak mendengar lagi suara itu. Mengalihkan pandangannya hingga sebuah gang yang gelap menjadi atensinya. Segera saja Naruto berjalan cepat menuju gang itu. Terlihat remang dengan pecahayaan yang minim dari lampu jalanan yang berada dibelakangnya yang bercampur dengan cahaya bulan yang bersinar terang.

Naruto melihat 3 orang laki-laki dengan seorang gadis bersurai indigo dengan dress one-piece semata kaki berwarna biru dan barang-barang yang sepertinya belanjaan yang berserakan tidak jauh dari keempat orang didepannya, disana 2 laki-laki memegang tangan kiri dan kanan gadis itu dan 1 laki-laki menutup mulut gadis itu. Laki-laki yang terlihat seperti berandal namun sepertinya memang berandal karena adanya tindikan dibibir, hidung dan telinga. Ketiga laki-laki itu meliki warna surai yang sama hitam dengan model mohawk dan dengan warna kaos yang sama pula terlihat sepertinya berandal-berandal itu tidak terpaut umur jauh darinya.

"Apa aku mengganggu?" Naruto berucap datar tanpa intonasi berlebih namun masih bisa didengar oleh orang-orang didepannya.

"Ya, kau mengganggu jadi pergilah!" Ucap seorang laki-laki yang terlihat seperti sedang mabuk sambil mengibaskan tangannya mengusir.

"Aku akan pergi kalau aku mendengar kesediaan gadis itu untuk bersama kalian." Naruto menyandarkan punggungnya pada dinding dari gang yang bercahaya remang itu.

Gadis itu menolehkan wajahnya ke kanan tepatnya kearah Naruto dengan cepat hingga dekapan tangan laki-laki yang sebelumnya mendekap mulutnya terlepas.

"Hemmm! TOLONG!"

Plak

Laki-laki yang mendekap mulut gadis itu menampar pipi kanan gadis itu. Naruto menghisap rokoknya lalu membuang rokok yang masih cukup panjang melempar puntungan rokok itu pada tong sampah yang terbuat dari bahan besi.

Naruto menghembuskan asap rokoknya.

"Aku mulai tidak suka. Boleh ia kuantar pulang sekarang?" Setelah mengucapkan pertanyaan bodoh Naruto tersenyum namun lebih terlihat seperti seringai.

Naruto bangkit dari bersandarnya. Setelah meletakan belanjaannya dijalanan begitu juga hard case gitar dibahu kanannya ia letakan dijalanan.

'Tidak baik alat musik kugunakan sebagai senjata.' Batin Naruto.

"Cih! Berlagak seperti pahlawan. Tahan perempuan ini." Ucap laki-laki yang sebelumnya mendekap mulu gadis didekatnya pada 2 temannya lalu berjalan menuju Naruto. Terlihat kedua berandal yang memgangi tangan gadis itu mengangguk lalu salah satunya menutup mulut dari gadis itu dengan telapak tangannya.

"Hemmp… Hemmp!"

Naruto berjalan santai sambil tersenyum atau mungkin menyeringai. Laki-laki berandal yang sebelumnya berjalan kini berlari kearah Naruto lalu mengantarkan sebuah pukulan kearah wajah Naruto.

"Baka." Ucap Naruto pelan lalu menghindar kearah kanan lalu menghadap berandal itu kemudian menarik rambut dari berandal yang mencoba menyerangnya lalu…

Buak

Naruto membenturkan kepala berandal itu ke dinding yang berada didepannya…

Buak

Kembali membenturkan…

Buak

Naruto mearik rambut berndal yang ia cengkram keatas lalu melihat kearah berndal itu.

"Hei, kau pingsan dengan 3 benturan seperti itu?" Ucap Naruto pada berandal yang sudah tak sadarkan diri. Melepas cengkramannya pada rambut berandal yang kepalanya ia benturkan ke dinding gang hingga berandal yang tak sadarkan diri itu terjatuh dengan dahi yang membentur jalanan terlebih dahulu.

Blush. Gadis itu merona melihat aksi keren Naruto yang terlihat seperti difilm action romance dimana seorang pria menyelamatkan wanita yang dicintainya.

Tercengan. Kedua berandal yang memegangi gadis itu tercengang melihat temannya dikalahkan dengan mudah.

"Maki!" Ucap salah satu berandal yang memegangi tangan kiri dari gadis itu.

"Shi! Maki itu tidak bisa berkelahi jadi wajar dia kalah." Ucap berandal yang memegangi tangan kanan gadis itu lalu melepasnya kemudian berjalan kearah Naruto.

"Mau bernasib sama dengan yang itu?" Tanya Naruto sambil menunjuk berandal dibelakangnya dengan ibu jari tangan kirinya.

"Majulah." Ucap berandal itu lalu memasng kuda-kuda bertarung. Naruto berjalan dengan santai, saat sudah merupakan jarak pukul Naruto tidak memukul tetapi menunggu berandal didepannya untuk melancarkan serangan.

Berandal didepannya melakukan serangan, mencoba memukul wajah Naruto dengan tangan kirinya yang berhasil dibaca oleh Naruto. Naruto menagkap pergelangan tangan kiri berandal itu dengan tangan kanan lalu memutarnya searah jarum jam hingga berandal itu berputar membelakangi Naruto.

Buak

Naruto membenturkan dahi berandal itu ke dinding yang sama dengan tangan kiri yang mencengkram rambut berandal itu dari belakang.

"Kau tahu. Aku juga bisa disebut berandal bila berlaku seperti yang sedang kulakukan ini, tatapi aku tidak menjijikan seperti kalian."

Buak

Kembali membenturkan kepala berandal itu ke dinding.

Buak

Lagi Naruto membenturkannya. Merasa tidak puas…

Buak

Naruto kembali membenturkannya hingga darah mengalir dari dahi berandal yang telah ia benturkan ke dinding. Naruto memutar berandal itu menghadapnya…

Bugh

Naruto meninju sudut bibir dari berandal hingga berandal itu terdorong ke belakang dan mereingis kesakitan.

'Keren tapi… kejam, itu pasti sakit, kasian berandal itu.' Batin gadis bersurai indigo itu.

Naruto tersenyum pada berandal terakhir yang memegang kedua pergelangan tangan gadis bersurai indigo itu dari belakang.

"Mau bernasib sama atau mau pergi dari sini sekarang?" Mendengar ucapan Naruto yang terdengar dingin membuat nyali berandal itu menciut lalu mendorong gadis itu kearah Naruto lalu berlari menjauh.

Hug

Naruto reflek memeluk gadis yang kehilangan keseimbangan akibat dorongan dari berandal yang melarikan diri.

"Dimana rumahmu?" Tanya Naruto masih dengan posisi yang sama.

Deg. Adegan yang sering terjadi disebuah drama roman picisan terjadi. Gadis itu sedikit menengok ke atas dan ia dapat melihat sepasang sapphire yang seolah bersinar dalam kegelapan. Sadar dengan posisi romantis dengan laki-laki yang menolongnya membuat jantungnya berdebar. Segera saja gadis itu melepas pelukan yang terjadi akibat dorongan seorang berandal yang melarikan diri.

'Dia… Aku tidak merasa asing.' Batin gadis itu heran.

'Mata itu. Neji?' Batin Naruto setelah ia melihat sepasang mata yang beriris amethyst seperti mendiang sahabatnya.

"A-arigato. Hontou ni arigato. Kalau kau tidak ada… aku... aku... Huaaaaa!" Gadis itu berterimakasih lalu menangis membuat seolah Naruto yang menjadi penyebabnya.

"Hei. Hei. Kau membuatku terlihat seperti orang jahat." Ucap Naruto panik sambil mengibaskan kedua telapak tangannya.

"Hei. Hei. Jangan mengangis. Dimana rumahmu?" Ucap Naruto masih panik karena gadis didepannya belum berhenti menangis.

"Huaaaa! Rumahku didekat perempatan itu." Gadis itu berucap masih dengan menagis lalu menunjuk sebuah perempatan.

'Kearah rumah Neji?' Batin Naruto. Ia tahu bahwa dekat perempatanlah tempat tinggal sahabatnya yang telah tiada tinggal.

"Aku akan mengantarmu. Tunggu sebentar aku ingin mengambil barang-barangku. Dan berhentilah menangis. Kau membuatku terlihat jahat-ttebayo" Naruto berucap cepat hingga aksen anehnya keluar tanpa ia sadari. Naruto berbalik kearah barang-barangnya yang ia letakan sebelumnya. Saat sedang mengambil barang-barangnya, berandal yang pertama ia jatuhkan bangkit lalu berlari menyerangnya.

"AWAS!" Teriak gadis itu memperingat Naruto.

Naruto sadar bahwa berandal itu menyerangnya. Dengan kaki telapak kaki kanannya…

Bugh

Naruto menendang dada dari berandal itu hingga berandal itu terjatuh sambil memegangi dadanya.

"Sudahlah, lebih baik kalian jadi berandal pembela yang benar. Itu lebih baik. Selama ini aku tidak pernah mendengar berandal yang menolong orang yang lemah secara nyata kecuali didrama dan dianime." Ucap Naruto sambil berjalan kearah gadis yang ia tolong dengan hard case dibahu kanan dan tangan kiri yang menentang belanjaan.

Naruto melihat gadis itu mengambil barang-barang yang berserakan dengan terlihat panik.

"Belanjaanku! Belanjaanku! Belanjaanku yang malang!" Ucap gadis itu.

'Dia juga habis belanja sepertiku dan… Sifatnya berubah drastis?!' Batin Naruto yang awalnya merasa gadis itu adalah gadis cengeng namun berubah menjadi seperti gadis yang penuh semangat.

"Berjalanlah duluan. Aku akan memperhatikanmu dari belakang memastikan kau tidak apa-apa."

Mendengar ucapan Naruto. Gadis itu mengangguk semangat dan tersenyum lebar lalu berjalan berbalik menuju rumah gadis itu yang tidak jauh dari lokasi ia berada seperti kata gadis itu sebelumnya.

'Gadis itu sebelumnya cengeng lalu sekarang ceria?'

Berjalan dengan keheningan. Naruto terus memperhatikan gadis yang telah ia tolong. Ia merasa nyeri pada kepalan tangan kirinya.

'Pukulanku sedikit meleset hingga terkena gigi berandal itu, jadi terluka begini. Pasti saat latihan Sakura-chan marah padaku.' Batin Naruto sedikit menyesal ia melihat pada kepalan tangan kirinya yang terdapat sebuah luka dengan sedikit darah.

"Ano, apa kau terluka? Etto…" Ucap gadis itu setelah berbalik untuk melihat laki-laki yang menolongnya. Mereka berhenti didepan sebuah rumah besar bergaya tradisional Jepang yang kental namun terlihat elegan.

Naruto memperhatikan gadis didepannya dengan intens membuat gadis itu gugup.

'Parasnya benar-benar, mirip Neji. Tapi sifatnya berbalik.' Batin Naruto. Naruto tersenyum pada gadis yang ia tolong.

"Hei apa yang kau lihat?! Kenapa kau melihatku seperti… Heh?! MESUM!" Gadis itu berucap lalu menutupi dadanya dengan menyilangkan tangannya didepan dadanya.

"Heh?! Nani?!" Naruto terkejut dengan ucapan gadis yang ia tolong.

"Siapa namamu?" Ucap gadis itu cepat sebelum Naruto menyangkal karena memperhatikan gadis itu.

Terliihat Naruto menghela nafasnya dengan berat setelah dituduh mesum.

Ia memberikan seulas senyum pada gadis itu.

"Kau akan mengenalku disekolah. Ja mata ashita." Ucap Naruto lalu berbalik menjauh menuju rumahnya.

"Heh?! Disekolah? Kita satu sekolah?!" Gadis itu terkejut namun pertanyaannya tidak jawab oleh Naruto.

"Hei!" Panggil gadis itu. Naruto tetap berjalan cepat kearah rumahnya. Ia takut sesampainya dirumah ia menemukan mayat Ino yang mati kelaparan.

'Ino pasti kelaparan. Bisa gawat kalau ia mati kelaparan. Aku tidak ingin masuk kedalam berita pagi hari atau masuk koran dengan citra yang aneh karena meninggalnya seseorang dirumahku karena kelaparan.' Batinnya ngaco.

Berjalan cepat melewati tempat ia melawan berandal-berandal sebelumnya namun sudah tidak ada berndal yang tergeletak. Kembali berjalan cepat hingga ia berada disebuah rumah yang cukup besar terdapat seunit mobil Honda Jazz putih yang terawat meski kenyataannya mobil itu tidak pernah berjalan sejak 6 tahun silam, bukan karena Naruto tidak bisa mengendarainya tetapi ia hanya malas menggendarainya lalu ada seunit motor sport biru bercilinder 600cc hadiah ulang tahun dari walinya, seunit motor sport yang hampir tidak pernah melaju dijalanan, hadiah dari walinya yang merupakan seorang pria yang dimentori oleh mendiang ayahnya saat pria itu kerja praktik diperusahaan tempat ayahnya berkerja untuk tugas kuliah pria itu dimana mendiang ayahnya masih menjadi General Manager disebuah perusahaan swasta.

"Tadaima!" Ucap Naruto saat memasuki rumah itu.

"Okaeri!" Terdengar suara sahutan dari dalam rumah lalu munculah seorang gadis beriris biru aquamarine dengan surai pirang pucat bermodel pony-tail dengan rambut depannya sedikit menutupi mata kanannya. Gadis itu mengenakan sebuah celana pendek 10 cm diatas lutut berwarna hitam dan sebuah kaos berlengan pendek berwarna oranye dengan aksen hijau disekitar bahunya.

"Naruto-kun, aku kelaparan!" Ucapnya mendaramatisir dengan air mata menggenang dipelupuk matanya.

Seketika Naruto tersenyum kikuk melihat aksi drama dari Ino.

"Kau kenapa tidak masak, Ino?" Naruto hanya mampu bertanya demikian. Kalau ia lapar kenapa tidak memasak lalu makan. Simpel.

"Tadi saat aku pulang dari les violin aku bertujuan untuk diet dan sesampainya dirumah aku masih memutuskan untuk diet lalu kau menghubungiku dan bertanya aku sudah makan atau belum itu membuatku lapar. Kau tahu, jadi mana pesananku?" Ucap Ino menggebu-gebu sedangkan Naruto hanya bisa tersenyum melihat Ino yang manja seperti ini. Terkadang ia sendiri heran dengan Ino. Ada saatnya Ino bersikap seperti kakak dan Naruto bersikap seperti adik lalu ada saatnya Ino bersikap seperti adik dan Naruto bersikap seperti kakak.

"Tidak perlu berdiet, olahragalah. Ini jangan lupa dihangatkan dulu sebelum dimakan, aku ingin mandi."

"Hm. Aku sudah menyiapkan air panas untukmu."

Dengan mata berbinar Ino merima titipannya dan bahan makanan untuk mereka. Naruto meletakan hard case gitarnya dalam sebuah ruangan dekat pintu ia masuk. Membuka pintu lalu terlihat sebuah mini studio yang berisi full set dari alat band. Dalam ruangan itu terdapat sebuah ruangan kaca yang berisikan sebuah grand piano berwarna putih gading. Terliha ada sebuah pintu berwarna biru. Naruto berjalan kearah pintu itu.

Naruto berjalan menuju pintu dan membukanya lalu terlihat sebuah altar dengan dua buah foto. Foto dari seorang pria bersurai pirang mirip seperti dirinya dan seorang wanita bersurai merah cantik.

"Tadaima. Tou-san, Kaa-san." Ucapnya lirih.

Setelah keluar dari ruangan tempat terdapatnya sebuah altar, Naruto berjalan menuju ruang sebelumnya dan menghampiri sebuah grand piano berwarna putih gading yang terawat. Naruto berjalan lalu mengelus piano itu dengan lembut.

"Sesekali mainkan piano itu, Naruto-kun."

Terdengar suara feminim dari arah belakang Naruto. Tersenyum kecut setelah mendengarnya lalu berbalik menghadap sumber suara.

"Aku sangat ingin tapi aku tidak bisa."

Naruto berucap lalu menunduk. Memejamkan matanya untuk sedikit menenangkan diri namun tiba-tiba ia merasakan sesuatu mendorong dada sebelah kirinya. Membuka matanya perlahan ia melihat kepala Ino yang bersandar pada dadanya.

"Nii-san-Otouto-san. Kau tidak sendiri." Suara lirih dari mulut Ino terdengar ditelingan Naruto. Panggilan aneh yang mereka sendiri heran kenapa bisa tidak konsisten seperti itu membuat Naruto tersenyum.

Naruto mengankat tangan kanannya lalu meletakan telapak tangannya pada puncak kelapa Ino dan mengelusnya lembut. "Ya, aku tahu itu. Nee-chan-Imouto-chan. Hanya kau yang aku punya." Dengan lembut Naruto mengucapkan kalimat itu sambil mengelus puncak kepala Ino.

Ino mengangguk mendengar ucapan Naruto. Sesuatu dikepalan tangan kiri Naruto mengalihkan atensi Ino. Dengan tangan kanannya Ino meraih pergelangan tangan kiri Naruto untuk lebih melihat dengan jelas.

"Kau berkelahi?!" Ucap Ino terkejut dengan nada khawatir dengan aquamarine yang menatap sapphire dengan intens meminta penjelasan.

"Aku hanya menolong seorang gadis yang diganggu oleh beberapa berandalan saat berjalan pulang. Tidak perlu khawatir aku masih bisa memegang neck gitar dan memasak makanan kesukaanmu." Ucap Naruto santai sambil memberikan senyum khas dirinya.

"Mandilah. Setelah itu akan aku obati lukanya." Ucap Ino lirih lalu berbalik pergi menuju dapur tempat ia sedang menghangatkan makan malamnya. Sejujurnya Ino ingin marah namun mengurungkan niatnya karena mendengar alasan Naruto.

"Gomen. Membuatmu khawatir." Naruto tahu Ino khawatir padanya. Ia juga tahu betapa inginnya Ino agar ia bisa bermain piano kembali.

Banyak usaha yang dilakukan Ino agar Naruto bisa bermain piano kembali. Ino pun mulai mengikuti les violin 5 tahun lalu berharap Naruto mau bermain piano dan menjadi pengiringnya meski itu hanya sekali tetapi Ino berharap Naruto bisa kembali bermain piano untuk seterusnya.

Naruto berjalan menuju kamarnya untuk menyiapkan pakaian dan bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Setelah membesihkan dirinya ia menuju kamarnya untuk mengambil beberapa buku untuk mengerjakan tugas sekolahnya dan membawanya keruang tengah untuk mengerjakannya. Diruang tengah terlihat Ino yang sedang menyantap makan malamnya sendirian terlihat tidak bernafsu.

"Ino."

Panggil Naruto. Ino hanya bergumam lalu menoleh kearah Naruto. Terlihat Naruto berpakaian kaos hijau bergambar pusaran diperutnya dan celana pendek cokelat selutut. Surai pirang acak-acakannya terlihat sedikit basah. Segera Naruto mendudukan dirinya berseberangan dengan Ino yang sedang makan.

Ino menghentikan makannya lalu berjalan bangkit dari duduknya dengan mengambil sebuah kotak P3K dari lemari diruangan itu. Membuka kotak itu lalu mengeluarkan sebotol alkohol 70%, kapas, perban, plester, dan cairan obat luka.

"Kemarikan tangan kirimu." Ucap Ino yang langsung dituruti Naruto.

Naruto mengulurkan tangan kirinya lalu Ino membasahkan kapas dengan alkohol dan segera membersihkan luka itu agar cepat mengering, terlihat Naruto meringis menahan perih, lalu Ino mengambil kapas lain lalu membungkusnya dengan perban kemudian dibasahi dengan obat luka dan menaruhnya diatas luka dan merekatkannya dengan plester agar tidak terlepas.

"Gomen, merepotkanmu." Ucap Naruto setelah Ino selesai membalut lukanya.

"Tidak geratis!" Ucap Ino ketus. Seolah mengerti maksud Ino, Naruto langsung berpikir keras.

"Hah~ Baiklah, besok kau mau ikut aku ke panti asuhan dekat sini untuk bermain bersama anak-anak kecil disana? Setelah itu aku akan menuruti permintaanmu." Ucap Naruto setelah menghela nafas. Seketika senyum manis terpatri diwajah Ino namun bagi Naruto itu adalah seringai kejam.

"Besok temani aku belanja!" Ucap Ino dengan semangat.

Bagaikan tersambar petir ditengah cuaca cerah Naruto tercengang. Bagaimanapun menemani seorang gadis untuk berbelanja adalah momok terbesar bagi banyak laki-laki. Menemani seorang gadis berbelanja adalah bagai mengikuti lomba berjalan sehat mengeliling negara. Bayangkan mengelilingi negara dengan berjalan kaki. Authornya berlebihan.

'Kami-sama berikan kekuatan untukku besok.' Batin Naruto.

..

TBC

Yang mau review silahkan review, yang mau curhat silahkan curhat dan yang mau flame karena pair dific ini tidak jelas(untuk pencinta pair garis keras) silahkan karena menurut saya tidak seru kalau pair disini terlihat sejak awal cerita pun juga silahkan dan untuk yang mau flame karena melanggar guidelines FFN juga silahkan.

Song : Orenji by 7!(Seven Oops) "Ost. Shigatsu wa Kimi no Uso (Ending 2)"

Untuk translate lirik lagu mungkin ada yang salah karena author tidak mahir untuk menerjemahkannya jadi bila ada yang salah saya akan sangat berterimakasih untuk yang mau mengoreksinya.

Pada fic ini author melanggar guidelines dari ffn namun karena saya hanya ingin 'membebaskan imajinasi' maka tetap saya langgar meski saya tau kalau ada pelanggaran yang saya lakukan.

Hmmm... lama tidak berjumpa sekalinya berjumpa author membuat 1 fic beberapa hari lalu namun bagi saya itu terasa hambar hingga saya menghapus fic itu dan membuat fic ini. Untuk fic author yang berjudul 'White Heart' saya discontinued untuk sementara, saya sudah lama buat chapter terusannya namun terasa hambar untuk saya jadi saya tahan untuk dirombak lagi.

Terimakasih sudah mau membaca.