Our Story

Story © Asterella Roxanne 2014

Naruto is Masashi Kishimoto's | SasuSaku

Genre : Romance, Hurt/comfort, Little bit Drama, Little bit Humor | WARNING : AU, OOC, OC, Dialog non baku, Typo's maybe. | Jika ada kesamaan ide, itu bukanlah sesuatu yang disengaja. Murni dari pemikiran penulis |


.

.

I. First Meeting

.


Pagi hari yang cerah, matahari bersinar seolah tersenyum kepada seluruh penghuni bumi. Menyebarkan kehangatan pagi, menghapus hawa dingin akibat hujan yang melanda bumi malam tadi. Seorang gadis tampak menggeliat kecil akibat sinar matahari yang merambat masuk melalui celah-celah gorden berwarna hijau tosca tersebut.

Mengerjapkan mata perlahan, ia pun segera bangkit dan mendudukkan tubuhnya yang masih diisi separuh roh di atas kasurnya. Setelah sadar sepenuhnya, ia melemparkan tatapannya ke arah jam beker yang tergeletak manis di atas meja kecil di samping ranjang tidurnya. Matanya seketika melotot melihat jarum panjang dan pendek menunjuk angka duabelas dan tujuh.

"Mampus!"

Tap tap tap.

Dor dor dor.

"Haruno Sakura!"

Cklek

"Dek bangun! Jam berapa lagi kamu mau ngebo hah? Ini udah jam tujuh. Kamu mau kakak tinggalin?"

Suara langkah kaki terburu-buru yang cukup menganggu pendengaran, disusul dengan gedoran pintu di depan kamar gadis itu serta suara cempreng yang memenuhi kamar bernuansa hijau setelah pintu yang di gedor tadi terbuka membuat gadis berambut merah muda yang baru sadar dari alam mimpi itu menutup telinganya.

"Iya iya, udah bangun kok. Ini baru mau mandi. Pagi-pagi udah ngomel, cepet tua baru tau rasa," sungutnya sambil berjalan ke arah kamar mandi yang berada di pojok kiri kamar itu.

Gadis yang berdiri di depan pintu mendengus mendengar sungutan adiknya yang baru bangun tidur itu. "Udah bagus kakak bangunin. Cepetan dikit jalannya, jangan kayak siput! Nanti si merah itu mulai ngomel lagi ke kakak."

Tidak ingin mendengar ocehan―sekaligus perintah―lebih lanjut, gadis berambut senada dengan bunga kebanggaan jepang itu mempercepat jalannya ke kamar mandi dan segera melakukan ritual membersihkan diri sekilat mungkin.

Lima belas menit kemudian, gadis yang memiliki nama kecil Sakura itu segera memakai seragam sekolahnya yang tergantung di dalam lemari berwarna cokelat, menyisir rambut merah muda sebahunya asal, memakai lotion ke wajah dan tangannya, mengambil kacamata berbingkai merah muda yang tergeletak di atas meja belajarnya dan tak lupa tas sekolah yang sebelumnya telah ia isi dengan berbagai keperluan sekolah.

Setelah meyakinkan diri kalau tidak ada barang yang tertinggal, Sakura segera keluar dari kamarnya. Menutup pintu dan langsung mengarahkan kedua kakinya menuruni tangga menuju ruang makan. Ia sudah menyiapkan diri untuk mendapatkan―

"Kamu lama banget sih dek! Udah jam berapa nih, cepet makan tuh sarapan," ucap seorang laki-laki berambut merah dengan cerewetnya.

ocehan dari kakak laki-lakinya yang super bawel.

"Nggak ah. Ayo buruan berangkat, aku nggak lapar. Pah, Saku berangkat dulu ya. Eh, Mama dimana?" Sakura segera mendekati Papanya yang sedang membaca koran dengan sesekali menyesap teh dihadapannya.

Laki-laki dewasa yang memiliki rambut berwarna semerah darah itu melipat koran yang baru ia baca dan menatap anak bungsunya, "Kamu harus sarapan dulu Sakura. Mama lagi di dapur," jawabnya.

Sakura menggelengkan kepalanya pelan, "Nggak lapar, Pah." Sakura mencium kedua pipi papanya bergantian.

Gadis yang tadi membangunkan Sakura berdecak, "makanya kamu tuh bangun jangan kesiangan mulu, mana bisa belajar dengan perut kosong gitu."

Suara dari belakang mereka menginterupsi percakapan keluarga itu, "Karin benar Sakura. Nih, bekal untukmu. Mama tau kamu bakal kesiangan lagi." Nyonya Haruno memberikan kotak bekal ke Sakura yang dibalas senyuman manis dan gumaman terima kasih.

"Yailah, aku udah telat banget ini. Kenapa masih pake ngobrol-ngobrol segala sih?! Ntar dosen aku yang marah, kalian gak mau disalahin."

Sakura menoleh ke arah Karin―kakak perempuannya sekaligus anak tertua di keluarga Haruno ―dan seakan mengerti, gadis berambut merah sepunggung itu menyeringai dan mengangguk pelan.

"Itu derita lo! Hahaha," ucap mereka berbarengan disertai tawa menggelegar di ruang makan itu. Tuan dan Nyonya Haruno hanya menggelengkan kepala melihat tingkah anak-anak mereka.

Haruno Sasori Hanya menatap tak percaya Kakak Kembar dan adik bungsunya.

'Bener-bener kurang ajar.'

"Gitu ya, kak, sama gue? Oke, adekmu yang paling ganteng ini―tentunya setelah papa―gak bakal bantuin kalo lo digangguin sama laki-laki hidung belang di kampus ntar," kata Sasori dengan wajah tertekuk luar biasa.

Karin memasang tampang ingin muntah mendengar nada narsis terselip dalam ucapan adik kembar beda lima menit dengannya itu. "Idih, siapa yang bilang lo ganteng? Yang ada orang-orang bilang lo muka bayi."

Haruno Shinichi―sang kepala keluarga―yang menangkap sinyal perkelahian diantar ketiga anaknya segera membuka suara.

"Kenapa jadi ribut? Ayo, berangkat sana."

Ucapan tenang namun tegas yang keluar dari mulut Haruno Shinichi membuat ketiganya berhenti saling melempar ejekan dan dengan cepat berebut untuk berpamitan dengan Papa dan Mama mereka.

"Kami berangkaaaaat~"

Kakak beradik itu segera melesat keluar dari ruang makan, dan beberapa menit kemudian suara mobil yang dihidupkan terdengar.

"Dasar mereka itu," keluh Haruno Kaoru. Walaupun begitu, beberapa detik kemudian senyuman menghiasi bibir tipisnya kala mengingat tingkah laku anak-anaknya.

"Mereka sudah besar, tapi kelakuan masih saja tak berubah. Apalagi Sasori dan Sakura, mereka sama cerewetnya denganmu," ungkap Shinichi kepada istrinya, Kaoru, yang langsung dihadiahi tatapan jengkel.

"Mereka bukan cerewet, tapi hiperaktif. Dan, maaf, aku tidak merasa cerewet."

Mendengar nada merajuk istrinya, Shinichi tertawa pelan, "Haha, ya ya. Terserahmulah. Aa, aku jadi merindukan dia, biasanya dialah yang bisa mengatur sifat kekanakan Sasori dan Sakura."

"Dia masih sibuk, Pah. Mungkin musim panas nanti, ia akan pulang kesini." Kaoru mendekati suaminya, mengelus lengan pria yang telah menikahinya lebih dari duapuluh lima tahun itu saat mendapati raut sedih terpancar dari manik sehijau hutannya.

Shinichi menghela napas, "Ya, mau bagaimana lagi."

Kaoru yang saat itu sedang membereskan sisa sarapan mereka, menghentikan gerakannya saat merasakan tangan sang suami mengelus pelan surai merah muda sepinggang miliknya. Menangkap sinyal-sinyal berbahaya, Kaoru sesegera mungkin menyelesaikan pekerjaannya.

"Pah, ini udah jam berapa. Mama juga harus ke rumah sakit. Jangan mulai lagi deh."

Shinichi menatap memelas istrinya, "Bentar aja deh, Mah, ya? Lagi berduaan juga…"

"Nggak! Udah, Mama udah di tunggu nih." Kaoru segera melepaskan apron biru yang di pakainya, dan mengambil tas serta jas putihnya di kamar dan bergegas pergi.

Set.

Shinichi dengan sigap menarik pergelangan tangan istrinya dan langsung merangkul pinggang Kaoru dengan sayang. "Iya, iya. Papa bercanda kok. Kita bareng yah, udah lama gak bareng ke rumah sakit." Tanpa memedulikan tatapan jengkel Kaoru, Shinichi dengan secepat kilat menyambar bibir tipis istrinya dan mengecupnya pelan.

"Itu bayaran untuk penolakan kamu tadi. Aku tunggu di depan." Shinichi segera kabur untuk menyiapkan mobil, takut pagi-pagi gini udah di gampar istrinya.

"Shinichiiiii!"

.

.

oOo

"Nah dek, mampus lo. Sekolah lo udah sepi kayak kuburan tanda bel udah masuk. Siap-siap dah, kena omel Guru Orochimaru yang paling judes seantero Konobi Academy. Hahaha," ledek Sasori melihat raut pucat adik bungsunya.

Glup. Sakura menelan ludahnya, dan melemparkan tatapan membunuh ke kakak super bawelnya. "Gue doa'in lu bakal kena amuk sama dosen lu, kak. Kalo perlu di keluarin dari kelas. Tega banget sih nakutin gue. Kak Karin~" Sakura mencoba mendapat pembelaan dari kakak perempuan kesayangannya yang saat ini duduk di depan mobil a.k.a disamping Sasori.

Bletak.

Karin menjitak kepala adik kembarnya. "Diem. Nah sakura, ayo buruan masuk. Kakak doa'in 'Si Moron' hari ini gak masuk atau malah udah berenti dari sini―haha, abaikan yang terakhir. Kakak yakin nunggu dia mati baru dia bisa berenti dari Konobi Academy―atau paling gak, dia gak ketemu sama kamu deh. Semangat!"

Menghirup napas sebentar untuk menenangkan degupan jantungnya, 'hiburan Kak Karin payah, malah buat aku tambah merinding.'

Setelah dirasa cukup tenang, Sakura membuka pintu mobilnya. "Sakura pergi dulu. Sampai jumpa kak."

Sakura melangkah takut-takut, ia melemparkan tatapan ke jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul tujuh lebih empatpuluh menit. Glup. Ini keterlambatan paling horor yang Sakura lakukan selama bersekolah di Konobi Academy.

Sebagai murid yang taat peraturan dan berbudi pekerti, Sakura melangkah ke ruang guru. Melapor atas keterlambatannya. Yah, ia tak ingin mempermalukan diri di depan kelas oleh guru yang saat ini mengajar di kelasnya, karena jika ia ke ruang guru terlebih dahulu pasti guru piket akan mengantarnya ke kelas dan dengan otomatis juga si guru piket menjelaskan alasan keterlambatannya. Dia pasti langsung di suruh duduk di kursinya tanpa adanya sesi untuk mempermalukan dirinya.

Tapi, entah ini pertanda baik atau buruk. Sakura telah meyakini dirinya sendiri bahwa ini adalah awal dari pertanda buruk bagi hidupnya di hari senin ini.

Ia bertemu Orochimaru di perjalanan menuju ruang guru.

Ya. Sakura. Bertemu. Orochimaru.

'Mati aku.'

Dan menyadari hawa kehadiran seseorang, Orochimaru membalikkan tubuhnya ke belakang. Menatap lurus ke arah Sakura.

"Aa, Haruno Sakura." Ia melihat jam tangan miliknya, "Kau mencetak keterlambatan yang fantastis hari ini."

Keringat dingin bercucuran di pelipisnya, poni merah muda yang di sisir ke samping terasa lepek karena keringatnya. Sakura menggigit bibir bawahnya, ia benar-benar takut saat ini.

"Ehhe, maaf guru…"

Sepertinya iblis yang biasa menyelimuti hati Guru Orochimaru terlepas begitu saja, digantikan dengan penghuni baru yaitu si malaikat putih suci baik hati, Orochimaru melemparkan senyuman tipis―tapi sumpah, itu malah membuat Sakura tambah merinding! ―lalu berucap, "Aku memaafkanmu kali ini, dan juga karena hari ini jadwalku piket, aku akan membebaskan dirimu dari hukuman." Terjadi penjedaan yang cukup lama sekitar sepuluh detik, "Tapi, tentu saja kau harus melakukan sesuatu."

Sakura yang awalnya ingin mengembangkan senyum kelegaan, harus menelan kekecewaan yang amat dalam saat mendengar kelanjutan ucapan Guru Orochimaru.

"A-apa, Guru?"

"Tidak terlalu berat, hanya mengantar seorang murid baru. Kebetulan ia satu kelas denganmu. Kelas 12-1. Dan, tentu bukan hanya itu saja. Kau juga harus menemaninya untuk berkeliling sekolah saat istirahat, agar ia dengan mudah bisa mengingat bagian-bagian sekolah kita yang lumayan luas ini. Bisa?"

Dan akhirnya, senyum kelegaan yang tadi sempat hilang akhirnya terpajang. Tentu itu bukan hal yang rumit baginya.

'Mengantar murid baru? Ahaha, terima kasih tuhan. Engkau sangat baik, aku tambah cinta. Muah muah hahaha.'

"Tentu saja itu bukan masalah, Guru Orochimaru. Anda bisa mempercayai saya. Dan terima kasih karena anda tidak menghukum saya." Sakura membungkuk hormat kepada guru yang biasa di panggil oleh seluruh siswa maupun siswi Konobi Academy dengan sebutan 'Si Moron' tersebut.

Saat mereka telah sampai di ruang guru, Orochimaru segera masuk diikuti Sakura di belakangnya. Sakura tidak terlalu memperhatikan keadaan sekitar. Beberapa saat setelah Orochimaru berbincang dengan seseorang melalui telepon genggamnya, akhirnya guru berambut hitam panjang itu kembali mengalihkan atensinya ke Sakura.

"Nah Sakura, ini Uchiha Sasuke. Murid pindahan dari Amerika. Seperti kataku tadi, ia satu kelas denganmu. Baru saja aku menghubungi Kakashi―guru yang saat ini mengajar di kelasmu―dan kalian di persilahkan langsung masuk ke dalam kelas saja."

Sakura mendongak―karena awalnya ia melihat kelantai―lalu memiringkan sedikit kepalanya ke arah kanan untuk melihat sosok yang berada di belakang Orochimaru.

Seketika itu juga matanya terbelalak, ia reflek mundur satu langkah. Tangan kanannya dengan gerakan perlahan menuju ke arah jantungnya yang berdetak cepat, diremasnya perlahan. Kepala Sakura telah berdenyut sakit, paru-parunya pun terasa ditikam sesuatu yang membuatnya kesulitan bernapas.

"Haruno, kamu kenapa?" Orochimaru yang melihat anak didiknya seperti kesakitan, segera melangkah mendekati Sakura. Ia meletakkan punggung tangannya ke dahi Sakura, dingin. "Haruno, kamu sakit?"

Sakura diam tidak menjawab. Otaknya sedang memutar kilasan-kilasan masa lalu yang sangat kelam baginya yang membuat dadanya semakin sesak. Entah kenapa, saat ia melihat tatapan onyx murid pindahan itu memori lama yang terpendam tiba-tiba langsung terkuak ke dasar ingatannya. Tapi, saat sang guru menyebut nama murid pindahan itu, ia sama sekali tidak ingat pernah mengenalnya.

Siapa pemuda itu?

'Kau gadis paling memuakan!'

Orang dari masa lalunya 'kah?

'Tapi aku suka, dengan begitu kau dengan mudah kuperalat.'

Atau hanya orang luar yang kebetulan mirip dengan seseorang yang memberikan memori kelam dimasa lalunya?

'Ayo kita habiskan hari ini dengan hal-hal menyenangkan. Hahaha.'

Sakura mencengkram kepalanya yang semakin berdenyut dengan tangan kirinya. Badannya bergetar. Sudut matanya terasa basah. Tidak tahu kenapa, segumpal emosi melingkupnya saat ini.

"Kamu baik-baik saja?" tanya pemuda itu akhirnya.

Suara yang mengalun dan merambat secara cepat ketelinganya membuat otak Sakura segera menganalisa. Ia tidak pernah mendengar suara asing itu. Menghirup napas beberapa kali, Sakura mencoba menghilangkan rasa sesak di paru-parunya dan juga denyut menyakitkan yang menghantam kepalanya.

"Aku … baik-baik saja."

"…"

"…"

"Aku … baik-baik saja. Maaf. Kalau begitu saya permisi Guru Orochimaru. Ayo, Uchiha-san sebaiknya kita segera ke kelas."

Membungkuk tanda pamit, Sakura membalikkan badannya untuk segera menuju kelasnya. Tapi, baru beberapa langkah yang Sakura ambil, tubuh itu tiba-tiba ambruk ke lantai…

Brukkk.

Sakura pingsan. Tidak sadarkan diri. Wajahnya yang pucat dan dingin, serta keringat yang tidak henti-hentinya mengalir di pelipis gadis itu.

"Haruno!"

.

.

oOo


TBC


A/N :

Nah loh, apa ini? Hahaha aku juga gak tau.

Selama hampir tiga minggu lebih untuk mencoba ngetik lanjutan Time Machine, tapi sampai sekarang belum ada satu kata pun yang terketik eh malah buat fanfict ini.

Maaf.

Sepertinya aku sangat depresi saat mendapatkan salah satu mata pelajaran yang remedi huhu T_T #di gampar malah curcol.

Udah ah, langsung aja.

Gimana menurut kalian? kasih pendapat dong~

Biar aku tahu, ini lebih baik di lanjut apa nggak, mohon bantuannya~

Akhir kata,

Terima kasih sudah sudi untuk membaca, dan Review please?

Sign, Asterella Roxanne- 23 Juni 2014.