TSUBASA

Chapter 1

Disclaimer: Tsubasa Reservoir Chronicle © CLAMP

Cerita baru lagi? Oke, maafkan saya. Tapi ide ini mengalir spontan saat saya justru sedang bingung waktu ingin menulis dan pikiran sedang ruwet-ruwetnya. Tenang saja karena draft untuk cerita ini sudah selesai dalam 3 chapter dan sebisa mungkin akan saya post tiap 2 hari^^

Kubuka gorden yang menutupi jendela kamarku. Sinar matahari yang menyilaukan masuk. Kupandangi sekitar rumah. Hari ini hari Senin, hari pertama di awal minggu. Suasana di luar sangat ramai. Kamarku ada di lantai tiga. Jadi dengan mudah aku bisa melihat semua aktivitas yang ada. Ada orang yang terburu-buru berangkat ke sekolah. Ada yang hendak bekerja.

Kutatap iri orang-orang di luar sana. Ingin rasanya aku berteriak pada mereka. Tapi suaraku tak pernah keluar. Aku menghela napas, memandang langit. Kalau saja aku bisa terbang, kataku dalam hati. Aku iri….Aku iri sekali.

Seekor burung hinggap di pohon yang dekat dengan kamarku.

"Kenapa kamu bisa begitu bebas?" tanyaku dalam hati. Aku ingin pergi… Aku ingin keluar dari sini! Siapapun juga, berikanlah aku sepasang sayap. Jemput aku dan bawalah aku ke negeri yang jauh!

Tapi aku tahu, itu tak mungkin terjadi. Aku hanya akan terperangkap di sini, selamanya…

"Selamat pagi, Syaoran!" Terdengar suara anak laki-laki yang menghampiri temannya.

"Pagi, Ryuuoh!" sahut anak yang bernama Syaoran itu.

Aku menghentikan lamunanku dan berfokus pada anak itu. Ah, itu dia! Anak laki-laki yang selalu kutunggu-tunggu!

Sudah dua tahun terakhir ini aku selalu memperhatikannya. Anak itu kira-kira seumur denganku. Rambut dan matanya berwarna cokelat. Dia selalu janjian bertemu dengan temannya di depan rumahku, sebelum berangkat sekolah. Dan saat pulang, mereka juga lewat di depan rumahku. Aku tak mengenal mereka, juga tak pernah berinteraksi dengan mereka. Aku hanya bisa melihat mereka dari jendela kamarku ini. Mereka mungkin tak menyadarinya. Tapi aku tak pernah bisa berhenti melepaskan pandanganku dari mereka setiap mereka lewat. Aku tak mengerti kenapa aku ingin melakukan hal ini. Melihat dan mengawasi orang yang sama setiap hari, tanpa bisa bicara pada mereka…bukankah itu adalah hal yang menyesakkan?

Aah…seandainya aku punya sayap untuk terbang!

Aku ingat, pertama kali aku melihat mereka sewaktu dua tahun yang lalu. Waktu itu kurasa awal tahun ajaran baru. Kelihatannya mereka baru masuk SMP. Mereka bertemu dan saling menyapa di depan rumahku, lalu pergi ke sekolah. Aku tak pernah lupa wajah ceria mereka saat itu. Dan esoknya, aku melihat mereka lagi. Entah sejak kapan hal itu menjadi kebiasaan. Aku hapal kapan mereka bertemu, dan kapan mereka pulang. Kalau orang lain berangkat sekolah dengan terburu-buru, panik atau cemberut, mereka berbeda. Mereka selalu terlihat ceria. Dan aku menyukainya. Rasanya, aku ikut menjadi gembira.

Saat liburan mereka tetap sering bertemu di depan rumahku untuk pergi bersama. Kadang-kadang Syaoran terlihat sendirian, berjalan ke arah dimana Ryuuoh selalu datang. Mungkin Syaoran pergi bermain ke rumah Ryuuoh. Kadang juga sebaliknya, Ryuuoh yang pergi ke rumah Syaoran.

Walau hanya sekedar lewat, kehadiran mereka memberikan sebuah makna bagiku.

'Tok..tok…tok…' Terdengar suara pintu diketuk pelan. Lalu celah kecil di bawah pintu kamarku terbuka dan seseorang memasukkan sebuah nampan yang berisi sepiring roti dan segelas susu. Setelah itu celah ditutup kembali.

Aku segera meraih nampan itu dan menikmati sarapanku. Ya, sepahit apapun hidup yang kujalani, aku harus tetap hidup. Agar suatu hari aku bisa mendapatkan sepasang sayap untuk keluar dari sini.

Hm… biar kuperkenalkan diriku. Namaku Sakura. Umurku 14 tahun. Saat ini aku berada di rumah seseorang yang mengaku sebagai kerabatku. Dulu, aku hidup seperti orang normal lainnya. Bermain, bersekolah, bermandikan cahaya matahari di luar rumah dengan bebas.

Tapi semua berubah saat usiaku menginjak 7 tahun. Kedua orang tuaku meninggal akibat kebakaran yang terjadi di rumahku. Aku tak tahu penyebabnya. Kejadiannya terjadi di malam hari. Entah bagaimana aku bisa selamat dari peristiwa itu. Saat aku terbangun, aku sudah berada di rumah sakit. Aku hampir tak terluka. Tapi entah kenapa sejak saat itu aku tak bisa lagi berbicara. Suaraku tak bisa keluar. Dokter dan semua orang mengatakan bahwa mungkin aku mengalami shock hebat hingga kehilangan kemampuan berbicara.

Setelah kehilangan orang tua, kehilangan rumah dan kehilangan suara…orang itu muncul. Namanya Fei Wang. Ia mengaku sebagai saudara jauh ayahku. Dan ia yang mengambilku dari rumah sakit lalu membiarkanku tinggal di sini, di rumahnya.

Tapi…. Ia tak benar-benar ingin merawatku. Setiap hari ia mengeluh. Sebenarnya ia tak ingin membawaku ke rumahnya. Tapi untuk menjaga image di mata orang lain, ia terpaksa melakukannya. Hanya ia satu-satunya kerabatku dan ia tak ingin dianggap menelantarkan saudaranya sendiri.

Tapi aku tak pernah mendapatkan kebahagiaan. Fei Wang mengurungku di kamar ini. Kamar ini besar. Ada meja, kursi, lemari dan ada kamar mandi juga. Setiap hari ada yang membawakanku makanan. Dan ada yang mengambil pakaian kotorku untuk dicuci, lalu dikembalikan setelah bersih. Kadang ada yang membawakanku pakaian baru. Hanya saja aku tak pernah diizinkan keluar dari kamar ini. Fei Wang tak ingin ada yang tahu ia sedang merawat anak yang bisu. Aku dianggap memalukan dan dianggap pembawa sial. Untuk itu…aku harus tetap berada di kamar ini…tanpa bisa bertemu dengan siapapun. Mungkin untuk selamanya…

Aku selesai makan. Kuketuk pintu dan seseorang membuka celah kecil itu dari luar. Celah itu tak bisa dibuka dari dalam. Kukeluarkan nampan berisi piring dan gelas yang telah kosong. Lalu handuk dan pakaian baru pun dimasukkan dan celah kembali ditutup.

Aku menggelengkan kepala. Akankah semua ini berakhir? Apakah aku bisa mendapatkan sepasang sayap dan terbang bebas?

Aku mengambil handuk dan pakaian baru itu. Sampai saat itu tiba, aku harus tetap hidup.

Sore pun tiba. Kutatap situasi di depan rumahku dari jendela lagi. Hanya jendela itu yang sangat berarti bagiku di kamar ini. Hanya jendela itu satu-satunya penghubungku dengan dunia luar. Aku selalu bisa melihat apa saja dari sana.

Hari ini aku melihat dua orang anak kecil berlarian sambil menendang bola. Mereka tertawa, lucu sekali. Lalu…Oh…terdengar suara langkah-langkah kaki yang cepat. Terlihat seorang ibu bertubuh besar sedang berolah raga dengan semangat. Tak lama kemudian, lewat seorang bapak. Ia memakai jas dan dasi yang sudah tampak kusut. Kelihatannya bapak itu baru pulang dari kantor. Tangannya menggenggam tas jinjing. Bapak itu berjalan dengan tertunduk.

Aku lantas menebak-nebak dalam hati, kira-kira kenapa bapak itu tampak tak bersemangat. Apakah ia baru saja dimarahi bosnya? Atau ada perselisihan dengan temannya?

Ya… selalu ada saja hal yang menarik perhatianku jika aku melihat dunia luar.

Matahari semakin terbenam. Aku hendak menutup jendela kamarku, karena angin malam yang dingin mulai berhembus. Tapi gerakanku terhenti. Anak laki-laki itu! Ia lewat di depan rumahku!

Aku melihat ke luar jendela. Syaoran! Sedang apa dia sore-sore begini? Apakah ia hendak bertemu Ryuuoh? Kulihat jalan di sekitar rumahku. Ryuuoh masih belum terlihat dari sini.

Syaoran hanya memakai pakaian santai. Kaos biasa berwarna hijau muda dan celana abu-abu sepanjang lutut. Hendak kemana dia?

Syaoran berhenti saat telah sedikit melewati rumahku. Ia menoleh ke sekeliling lalu melihat rumahku.

Hei…apa yang sedang ia pikirkan? Selama ini ia tak pernah peduli dengan rumahku.

Tak hanya sekedar melihat, ia memperhatikan rumahku baik-baik. Aku bisa melihat wajah seriusnya. Jantungku jadi berdebar-debar. Kenapa aku jadi gugup begini? Dan yang tak kusangka-sangka… ia melihat ke atas!

Aku tersentak. Syaoran melihatku! Kami bertemu mata dan saling pandang. Untuk pertama kalinya aku merasa sangat senang. Tapi aku juga merasa gugup. Kurasakan wajahku memanas.

"Dia melihatku! Dia melihatku!" sorakku dalam hati. Seandainya saja aku punya sepasang sayap untuk turun ke bawah dan menemuinya…

Syaoran tersenyum ke arahku. Aku pun membalas senyumnya. Lalu ia berjalan melewati rumahku dengan terburu-buru.

Kutatap kepergiannya dan aku bertanya-tanya dalam hati. Kenapa ia tadi sengaja memperhatikan rumahku…hal yang selama dua tahun ini tak pernah dilakukannya? Dia tadi melihatku…apa tanggapan dia tentangku? Apakah ia akan mengingatku?

Seandainya saja aku punya sepasang sayap…

Tapi seandainya aku punya sayap dan bisa bertemu dengannya…mungkin ia tak akan peduli padaku. Karena aku cuma seorang gadis yang tak lagi bisa bicara.

Benar kan?