"Hinata-chaaan~, pergilah denganku!" Naruto memohon kepada Hinata seraya menangkupkan kedua telapak tangannya. Entah sudah yang keberapakalinya pria pirang itu mengatakan hal yang sama. Dan entah sudah yang keberapakalinya pula Hinata menimpalinya dengan jawaban yang sama.

"Naruto… aku tidak bisa!" walau suaranya terkesan merdu dan lembut, tetapi tetap saja, perkataan Hinata mengandung kekesalan yang sedari tadi ditahannya. Pasalnya, pria yang berdiri di hadapannya dengan hanya dibatasi lemari kaca obat-obatan ini benar-benar keras kepala.

"Ayolah, Hinata-chan! Sekaaalii saja… ya?" Naruto memohon dengan tatapan menggoda. Pria itu meliuk-liukkan alisnya berharap agar wanita yang bahkan tidak menatapnya itu akan luluh dengan segala usaha dan godaan yang sejak tadi ia lakukan.

"Sekali? Jika kita pergi, maka besok kau akan datang lagi dan memintaku untuk pergi bersamamu…lagi." ujar gadis bersurai nila itu dengan penuh penekanan. Kali ini iris amethyst-nya manatap langsung ke dalam mata beriris safir itu.

"…baiklah, aku tidak akan mengajakmu lagi besok!" kata pria itu dengan nada dan ekspresi penuh kekecewaan. Tetapi, raut wajah pria berkulit tan itu kemudian terganti dengan tampang penjahat yang tengah menyeringai licik, "…tapi, aku akan mengajakmu lagi besok lusa. Hahahaha…" usai mengucapkan kata yang telah ia konsep itu, pria dengan tiga garis horisontal di kedua pipinya itu kemudian tertawa terbahak-bahak. Membuat para pelanggan yang ada di dalam Apotek besar milik Hyūga itu menatap dirinya dengan tatapan tidak suka. Seolah-olah dia adalah penganggu yang harus dijinakkan.

Hinata?

Jangan tanyakan dia, karena wanita cantik itu sudah minggat terlebih dahulu sebelum pria semampai itu menertawakannya.


Disclaimer:

Naruto © Masashi Kishimoto

Jalan Cintaku: Mengejar Cintamu © Author Unyu

Genre: Drama, Fluffy Romance.

Main Chara: Naruto U. Hinata H.

Rating: T(een)

Warning: OOC, AU, ABAL, OOT, Typo(s), Bad EYD, Mainstream, etc.

Summary: Menghindar, mengelak, berbohong, kesal, bosan. Itulah yang dilakukan dan dirasakan oleh wanita Hyūga itu. Hinata tidak pernah menyangka, bahwa pria yang bahkan ia tidak ketahui asal usulnya itu, begitu menginginkan cintanya. "Aku, Naruto Uzumaki, berjanji akan terus mengejar cintamu dan memilikimu seutuhnya. Karena itu adalah JALAN CINTAKU!"

RnR Please!

Don't Like? Think again!

.

.

.


Jalan Cintaku: 1. Mengejar Cintamu


"Hinata-chan? Pulang denganku?"

Hinata nyaris terjatuh ke belakang jika saja tidak ada meja yang menjadi pegangannya. Pria pirang itu lagi-lagi menampakkan diri di hadapannya secara tiba-tiba.

'Sejak kapan dia ada di sini?' bisik gadis itu dalam hati. Wanita itu dibuat sweatdropped oleh pria pirang yang ada di hadapannya. Pasalnya, kapan, di mana dan bagaimana pun itu, pria yang ada di hadapannya ini selalu mengetahui keberadaannya dan akan selalu ada mengejutkannya—seperti sekarang.

"Ssstt… jangan berisik! Ini perpustakaan." wanita cantik itu menegur dengan berbisik kepada pria yang memang dasarnya selalu berapi-api.

Sadar akan tingkahnya, Naruto kemudian membalikkan badannya—sekadar mengetahui bagaimana suasana perpustakaan saat ini. Dan benar saja, kini semua tatapan tajam menuju kepada dirinya.

Segera saja pria pemilik mata menawan itu membungkukkan badannya berkali-kali kepada semua mahasiswa yang ada di dalamnya—meminta maaf—

"Maaf!" seusai melakukan tanggung jawabnya, Naruto kemudian mengambil posisi dengan duduk di samping Hinata yang sedari tadi hanya diam—merasa malu akan tingkah Naruto yang membuat semua pasang mata menuju ke arah mereka.

2 menit telah berlalu. Naruto dan Hinata sama-sama bungkam setelah kejadian yang menurut Hinata sangat memalukan itu. Ingat akan ajakan yang ia lontarkan tadi belum dijawab Hinata. Membuat ia ingin bertanya kembali kepada Hinata dengan perasaan yang begitu menggebu-gebu.

Namun, karena kali ini mereka tidak berada di tempat terbuka ataupun di Apotek besar milik ayah Hinata. Membuat pria berumur 22 tahun itu harus menjaga tingkah laku dan intonasi suaranya.

Setelah beberapa detik, pria yang memiliki IQ rata-rata itu memiliki sebuah ide. Naruto melihat ke arah Hinata dengan seringai licik andalannya.

'Kali ini, kau akan menerima ajakanku. Khekhekhe…' gumam pria yang sebagian wanita menganggapnya tampan dan sebagian lagi mengatakan hal yang sebaliknya.

Hinata sendiri tidak ingin membahas tentang yang tadi. Gadis itu berharap agar Naruto melupakan ajakan yang beberapa menit lalu ia lontarkan kepadanya. Namun, sepertinya harapannya itu tidak akan terwujud, karena…

"He-hei!"

…Naruto sudah mengambil terlebih dahulu tas samping miliknya dan membawanya pergi.

Ingin rasanya gadis keturunan Hyūga itu berteriak sekencang mungkin kepada pria pemilik rambut blonde spike itu. Namun, niatnya itu ia urungkan ketika sekali lagi ia melihat tatapan-tatapan dari pasang mata yang menatapnya tidak suka.

"Ma-maaf!"

Segera saja gadis itu meninggalkan buku-buku yang sejak 30 menit lalu menemaninya itu. Pergi mengejar pria yang bahkan ia tidak ketahui asal-usulnya.


"Dasar hantu sialan! Pergi kemana dia?" gadis itu menggerutu seraya melengoskan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Berharap agar ia menlihat ataupun sekedar menangkap bayangan dari sang pemuda.

Namun, ketika Hinata tengah asyik-asyiknya mencari Naruto. Gadis itu tidak menyadari ketika orang yang di carinya kini berdiri di belakangnya dengan cengiran lima jari.

Dengan sangat tergesa-gesa Hinata berbalik ke belakang, membuat surai indigonya beterbangan. Dan detik itu pula, ia merasa jantungnya berhenti berdetak dan akan segera jatuh pingsan ketika wajahnya dengan wajah orang yang sedari tadi dicarinya kini hanya berjarak beberapa milimeter.

"…mencariku, Nona?"

Masih dengan posisi seperti itu, Hinata sudah mampu menguasai perasaan dan emosinya. Ia merasa ingin meledak saat itu juga.

BLETAAK

"A—aww! He—hei... ada apa denganmu?" tanya Naruto sesekali meringis kesakitan sembari memegang kepalanya yang terasa berdenyut akibat pukulan tiba-tiba yang Hinata berikan kepadanya.

Pria itu berpendapat bahwa ia adalah pria yang hebat karena mampu membuat seorang Hinata Hyūga menjadi out of character. Jangan tanyakan mengapa, karena gadis yang akan mengambil alih Apotek besar milik ayahnya itu adalah seorang gadis cantik yang terkenal dengan kelemah gemulaiannya dan keanggunannya.

Masih dalam seperti itu, Naruto dikejutkan dengan jari telunjuk Hinata yang mengarah ke hidungnya. Dengan takut-takut pria itu kemudian melirik ke arah Hinata yang siap meledak kapan saja.

"Kau… BERHENTILAH MENGGANGGUKU!" teriak Hinata di hadapan Naruto kemudian. Dengan kasar Hinata mengambil tasnya dari tangan pria pirang itu dan segera melangkah menjauhi Naruto dengan masih diliputi rasa kesal.

Tapi, Naruto tidak tinggal diam. Pria dengan satu tindik ditelinga kanannya itu kemudian mengejar Hinata dan menarik lengan gadis itu agar berbalik menghadap dirinya.

"Le—lepaskan aku!" pinta Hinata seraya meronta-ronta berusaha agar segera terlepas dari genggaman pria yang menurutnya aneh itu.

"Kau belum menerima ajakanku!" ujar pria itu. Kemudian melepaskan tangan seputih pualam milik Hinata.

"Aku tidak akan pulang denganmu." Hinata berkata seraya berbalik dan sesegera mungkin meninggalkan Naruto. Namun, lagi-lagi Naruto mengikutinya dan kini ikut berjalan berdampingan dengannya.

"Bagaimana jika aku memaksamu?" tanya pria itu dengan senyum nakal yang menghiasi wajah tampannya. Pria itu berjalan dengan posisi menyamping ke arah Hinata, berharap gadis itu menatapnya walau hanya sekilas.

Mendengar pertanyaan itu, membuat Hinata berhenti dari langkah-langkah kecilnya, Naruto pun ikut berhenti. "…Naruto, hari ini aku akan pulang dengan seorang pria yang lebih baik darimu!" jawab Hinata dengan nada sinis dan menatap sekilas ke arah Naruto kemudian melanjutkan langkahnya.

"Ara… Sebaik apakah dia sehingga melebihi diriku?" tanya Naruto lagi, kali ini dengan penuh percaya diri. Membuat Hinata benar-benar bosan sekaligus kesal.

Dan untuk kesekian kalinya, gadis itu harus berbohong hanya untuk menjauhi pria itu, "Dia adalah pria yang lebih tampan, pintar dan lebih kaya darimu. Kau mengerti itu?" kali ini Hinata tersenyum puas akan jawabannya sendiri. Ia yakin, dengan mengatakan itu, pria yang masih setia mengikutinya dan berjalan beriringan dengannya ini akan berhenti mengikutinya dan tidak lagi mengganggunya.

"Benarkah?" tanya Naruto dengan bibir mengerucut seraya memegang dagunya menggunakan satu jari—pose berpikir kesukaannya. Ia benar-benar down mendengar perkataan Hinata yang akan pulang dengan seorang pria yang lebih baik darinya.

Mendengar itu, Hinata mengangguk dengan penuh antusias.

"Jadi? Sampai jumpa, Naruto-san!" ketika Hinata akan berbalik arah. Lagi-lagi Naruto menahan lengannya untuk pergi. Kemudian pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Hinata.

"Hinata, tenang saja… walaupun kali ini kau pulang dengan pria yang lebih baik dariku. Tapi, besok kita bisa pulang bersama!" gumam Naruto dengan sepenuh hati kepada Hinata. Membuat gadis manis itu melongo akan perkataannya.

'Yang benar saja?' bisik Hinata dalam hati ketika melihat punggung lebar pria berambut pirang dengan iris safir menawan yang menurut Hinata biasa-biasa saja itu menjauh darinya.


Ingin rasanya Hinata segera pulang dan menjatuhkan dirinya di atas tempat tidurnya yang nyaman. Entah mengapa, hari ini rasanya ia begitu lelah. Padahal, hari ini sama dengan hari-hari sebelumnya. Bangun, mandi, menyiapkan sarapan, pergi kuliah dengan berjalan kaki—tidak jauh dari rumahnya —, mengikuti kelas, pergi ke perpustakaan.

Jadi, apa yang membuatnya begitu lelah, letih, lesu, lemah, lunglai? Dan jawabannya hanya satu. Itu semua dikarenakan seorang Naruto.

Yang ia tahu, pria itu bernama Naruto. Ia bahkan tidak tahu bocah pirang itu berasal dari jurusan mana. Yang jelasnya ia bukan dari jurusan Apoteker—menurut Hinata. Mengapa? Karena ia tidak pernah melihat Naruto berada dalam satu bangunan dengannya. Dan satu lagi, pria itu terlalu bodoh untuk jurusan obat-obatan.

Memikirkan Naruto, sama saja memikirkan orang asing yang ditemuinya tadi pagi dan kini menjadi hantu dalam kehidupannya. Lagi, ia bahkan tidak tahu apa nama marga pria itu, di mana pria itu tinggal, berapa umurnya, nomor ponselnya, apakah ia punya kakak atau adik, dan lain-lain sebagainya.

"Hahh…" Hinata menghela napas bosan, gadis itu kini dalam perjalanan pulang menuju rumahnya dengan berjalan kaki sendirian. Hinata tidak pernah habis pikir, pria yang awalnya hanya datang membeli sebuah obat batuk di Apotek milik ayahnya, akhirnya menjadi hantu dalam kehidupannya.

Pria itu tidak pernah absen dalam 3 minggu ini. Pria pemilik kulit kecokelatan itu selalu saja hadir di hadapannya. Yang paling sering adalah, pria itu selalu datang di malam hari ketika Hinata menjaga Apotek milik ayahnya. Hinata bahkan tahu jadwal kedatangannya—pukul 08:00 malam. Karena pria itu juga tahu, biasanya Hinata belum berjaga ketika sore karena gadis itu terkadang mengambil kelas sore.

Pertanyaannya adalah, mengapa Hinata tahu bahwa pria itu bernama Naruto?

Dan jawabannya adalah…

Flashback on

Sabtu sore itu, Hinata akan segera kembali ke rumah ketika hari itu ia sudah tidak ada kelas. Gadis cantik itu mulai beranda-andai, dengan siapa kah ia akan bermalam minggu kali ini?

Ketika ia sedang bahagia membayangkan pemuda tampan bak seorang pangeran. Hayalan itu terpaksa terhenti akibat suara-suara wanita kecentilan yang tengah meneriakkan nama seseorang.

"Narutooo…"

"Naruto-kuuunn~"

"Kyaaa…"

"Huwaaa~ tolong aku!"

Dan saat itu juga, Hinata melihat seoang pemuda pirang yang ia yakin ia mengenalnya. Pria itu kini berlari ke arahnya dengan sangat tergesa-gesa. Ketika pria pirang dengan iris mata safir itu telah sampai di hadapan Hinata, pria itu kemudian menggenggam tangan Hinata dan merangkul gadis itu kemudian mendekapnya dengan mesra.

Hinata sedikit lagi akan pingsan akibat perlakuan pria yang ia ketahui bernama Naruto tersebut, jika saja pria itu tidak mengagetkannya dengan teriakan yang memekakkan telinga.

"STOOPP! Lihat… aku sudah punya pacar, dan gadis cantik ini adalah pacarku." kata Pria itu yang Hinata yakin tidak ada yang salah dengan pendengarannya.

Gadis-gadis centil itu pun bubar dengan sesekali menggerutu dengan kesal. Naruto kemudian melepaskan dekapannya dan memegang pundak Hinata agar bertatapan langsung dengannya.

"Hei! Terimakasih. Perkenalkan, namaku Naruto—"

"Aku sudah tahu!"

Segera saja Hinata meninggalkan pria pirang itu dalam keadaan kesal. Meninggalkan Naruto yang masih berdiri dalam diam. Gadis mana yang tidak akan kesal ketika dijadikan alat hanya untuk mengusir para gadis-gadis centil?

End of Flashback

Hinata bertemu pria aneh itu pertama kali di Apotek, dan kedua ketika pria itu dikejar-kejar oleh gadis-gadis centil.

Hinata akui, walaupun pada awal pertemuannya dengan pria itu ia sempat terpesona akan ketampanannya. Siapa yang tidak terpesona? Wajahnya yang rupawan, rahang tegas, hidung mancung dengan bibir merah tipis. Rambut pirang spike dengan satu tindikan di telinga kirinya, tubuh yang tinggi tegap.

Oh ayolah, gadis mana yang tidak akan terpesona?

Tetapi, pemikiran-pemikiran positif Hinata segera sirna ketika mengetahui bahwa pria itu sangat konyol, menyebalkan dan memalukan.

Ilfeel?

Ya, mungkin itu adalah kata yang tepat untuk menggambarkan pria itu.

Tetapi, ada satu kenangan Hinata bersama pria itu yang tidak akan ia lupakan. Ketika untuk pertama kalinya mereka pergi berkencan akibat Hinata yang benar-benar sudah lelah dengan semua tingkah Naruto yang membuatnya mau tak mau harus mengikuti keinginan pria itu.

Yang tidak bisa Hinata lupakan, bukan ketika ia berkencan di sebuah café, tetapi yang tidak bisa ia lupakan adalah perkataan dari sang pemuda yang membuatnya tidak bernafsu makan selama dua hari dua malam itu.

Ketika gadis itu bertanya mengapa pria itu begitu inginnya mengajaknya selalu pergi bersama, dan dengan lantang pemuda itu kemudian menjawab.

"Aku, Naruto Uzumaki, berjanji akan terus mengejar cintamu dan memilikimu seutuhnya. Karena itu adalah JALAN CINTAKU!"


Deru mobil mengalihkan perhatian Kiba dan Sasuke. Kedua pria itu kemudian mengintip dari balik jendela, memastikan siapa gerangan pemilik mobil Audi silver pengeluaran terbaru tahun ini. Namun, ketika melihat siapa yang keluar dari mobil, kedua pria itu kemudian menggeleng secara bersamaan.

"Anak itu… sejak kapan dia ganti mobil lagi? Dasar!" dengus pria berambut cokelat spike—Kiba Inuzuka— seraya menggelengkan kepalanya.

"Hn." timpal si bungsu Uchiha menyetujui.

Krieett..

"E-eh, kalian di sini rupanya!" seru Naruto ketka melihat kedua sahabatnya sedang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Pria itu kemudian menjatuhkan dirinya di sebuah sofa putih dan meletakkan kunci mobilnya di atas meja.

"Kau punya mobil baru lagi?" tanya Kiba lagi, kali ini dengan nada sinis kepada Naruto. Pertanyaan itu membuat Naruto yang tadinya sedikit lagi akan tertidur, terbangun kembali.

"Kenapa kau sinis begitu? Itu bukan mobilku. Itu milik paman Yamato!" jawab Naruto dengan santainya seraya kembali ke posisi bermalas-malasannya.

"Yamato? Sejak kapan kau dipinjami olehnya?" tanya Sasuke dengan nada datar. Pria itu bertanya tanpa melepaskan perhatiannya dari buku yang sedari tadi dibacanya.

"Bukan urusanmu!" jawab Naruto, mengikuti gaya bicara Sasuke yang selalu ia lakukan terhadap dirinya.

"Lalu… dari mana saja kau? Mengejar si Hyuuga lagi?" tanya Kiba kepada Naruto ketika dilihatnya pria itu tidur-tiduran sambil senyum-senyum sendiri.

Naruto kemudian bangun, kali ini pertanyaan dari Kiba mengenai hatinya dengan telak—membuatnya begitu bersemangat.

"Hmm… semakin diperhatikan, gadis itu semakin cantik! Hhh…" kata Naruto dengan pemikiran yang penuh dengan bayang-bayang seorang Hinata Hyūga.

"Berhentilah mengejarnya, dia tidak akan mau!" ketus Kiba, kali ini sembari menatap langsung ke arah Naruto.

"Hei! Kau lupa dengan 'jalan cintaku'?" tanya Naruto dengan seringai kecil menghiasi wajahnya. Kiba dan Sasuke kemudian saling berpandangan dan untuk yang kesekian kalinya, kedua pria tampan itu menggeleng-gelengkan kepala.


To Be Continued


A/N: *poof* Ha-hai, Minna-san! Saya kembali lagi setelah hampir setahun vakum*kagakadayangnyari* baiklah kali ini saya membawakan sebuah fict yang tidak terinspirasi dari apapun. Hanya sebuah hayalan pengantar Author ketika akan tertidur.

Target Author sih, 3 chapter dan 4 fict *maksudnya?* fict ini akan terus berlanjut hingga fict ke-4 dengan judul yang berbeda dan terdiri dari beberapa chapter. Anda ngerti? Author juga gak ngerti apa yang diomongin.

Yang jelasnya, semuanya udah Author konsep. Tinggal nulis aja! Kalau masalah chapter yang berikutnya, Author tinggal langsung update karena Author sudah menulisnya… dengan syarat Review yang banyak, Minna-san. Karena Author punya target tersendiri!

Tentang fict Author yang berjudul posesif, Author ragu-ragu untuk mem-publish chapter berikutnya. *mengapa?* karena itu adalah fict yang sudah lama. Dan rata-rata fict yang sudah lama tidak memiliki peminat lagi *menurutane*

Dan akhir-akhir ini, Author miris melihat keadaan NaruHina Archive. Sudah lebih dari krisis, bisa dibilang Archive NaruHina udah jadi kota mati. Melihat itu, Author buru-buru buat fict asal jadi kayak di atas tuh! Hanya untuk meramaikan fict NaruHina.

Baru-baru Author baca fict, yang review cuman 9 orang dari 200 lebih pengunjung. Wah, nih parah banget nih! Itu aja sih, pengennya kita para Author dapet review(penyemangat) dari kalian. Entah itu hanya sekedar kata "Update." Kalau perlu cuman titik doing juga gak apa. Yang penting ninggalin jejak. Itu aja!

YOOSSSHH!

Kali ini permintaan Author, bukan sesajen, bukan hewan kurban, bukan apapun kecuali satu… REVIEW yang banyak dari kalian. Flame juga gak apa, membangun ataupun gak menjurus terserah deh. Yang penting review… hehehe. Just that!

Dan apakah ada diantara kalian yang ingin bertanya seputar fict ini? Siapa tau itu akan membantu Author untuk melengkapi chapter berikutnya.

Mungkin hanya itu yang dapat Author sampaikan. Lebih dan kurangnya, mohon disetujuin aja. Oke?

Wassalam. *poof*