Setiap siswa sekolah pasti punya kisahnya sendiri. Sekalipun ditempatkan di kelas yang sama, tapi pastinya mereka punya sudut pandang yang berbeda dari segi apapun. Sekalipun itu tipis, tetap saja tidak ada murid sekolah yang sama. Inilah kisah hari sekolah Sendou Aichi, yang penuh keabstrakan dan keunikan tersendiri...


.

.

.

My School Days

.

Made By © IllushaCerbeast

.

Disclaimer: Cardfight! Vanguard bukan punya kami, kami hanya meminjam karakter untuk fanfiction ini.

.

Genre(s): Romance (not sure, but maybe a little bits romance?), Humor, Parody.

.

Rate: T (for kissing, hugging, incest scene. Hehe XD)

.

WARNING(s): OOC, AU (alternative universe), Yaoi, BL, Shounen-Ai, Misstypo, Incest, Fail Romance, amateur humor, and all.

.

DON'T LIKE JUST DON'T READ!

.

Enjoy~

.

.


"Aku berangkat!" seru seorang pemuda berparas manis begitu langkah kakinya berjalan riang ke luar rumah. Ibunya, Shizuka, hanya tersenyum sembari memandang punggung anaknya yang tengah melesat menuju sekolah. Yah, sebenarnya tidak hanya hari ini kejadian ini terjadi. Sudah berulang-ulang dan sudah seperti sebuah kebiasaan tersendiri...

Pergi ke sekolah di pagi hari, dengan mengenakan seragam hitam gagah dan berkelas yang membawa nama sekolahnya.

Lalu sang ibunda melihat kepergian anaknya sebelum akhirnya kembali masuk untuk mengurusi pekerjaan rumah tangganya.

Ya, hal yang biasa. Pagi penuh kesibukan yang biasa.

Sendou Aichi, nama pemuda tadi. Yah, sekalipun terlahir sebagai seorang laki-laki, tetapi Yang Maha Kuasa memberikan anak ini kelebihan wajah cantik―atau manis? Andai saja dia memakai rok seragam, pasti tidak akan ada yang percaya kalau sesungguhnya Aichi adalah laki-laki.

Hampir sama seperti wajahnya, sifatnya pun tidak kalah lembut dari perempuan. Tapi lain soal kalau dia mulai naik pitam. Yahagi Kyou, berandal nomor satu di lingkungan tempat tinggalnya pun mengakui keperkasaan Aichi ketika anak itu marah besar. Jangankan pohon, besi pun dipatahkannya dengan tangan kosong. Sampai-sampai Kyou ditagih uang ganti rugi karena dialah yang memulai pertengkaran dengan Si Sulung Sendou itu.

Tapi itu kalau dia marah.

Sekarang ia hanya Aichi yang biasa. Dengan senyum manisnya, gerak-gerik lembutnya, ia berangkat ke sekolah dengan hati gembira.

―Lain soal dengan anak yang ditindas di sekolah dan menganggap sekolah sudah seperti sarang monster, justru Aichi sangat bahagia di sekolahnya. Sudah jelas, dengan sifatnya yang baik hati, tidak pelit, rajin menabung, ia pasti punya banyak teman di sekolahnya―terutama kelasnya, XI-2.

Dan di kelasnya Aichi sudah bagaikan dewa. Yah, mungkin julukan dewa itu terlalu berlebihan, tapi itulah kenyataannya.

Pertama, Aichi mengalahkan anak-anak perempuan di kelasnya dalam membawa kelengkapan barang. Yah, bukan bawah alat kosmetik atau kostum balerina maksudnya. Semua orang juga tahu 'kebutuhan ringan tapi penting' macam straples, selotip, persediaan air minum cadangan, gunting, stabilo, spidol cadangan, atau semacamnya itu selalu dibawah perempuan.

Laki-laki yang bawa? Tadinya itu sesuatu hal yang jarang, tapi tidak sejak ada Sendou Aichi. Semua lengkap di tas selempangnya. Dari gunting, straples, selotip, air minum cadangan, spidol cadangan, bekal cadangan, tas cadangan, rambut cadangan, seragam cadangan, semuanya yang bercadangan pun ada. Dan hal itu membuat semua murid di kelasnya―terutama perempuan―cengo seketika. Akhirnya ia dijuluki Deserba alias Dewa Serba Ada.

Kedua,―lagi-lagi― mengalahkan anak-anak perempuan, Aichi menjadi primadona di sekolahnya. Oke, demi kambing menari ballet, rasanya julukan 'primadona' sedikit menohok kalau ditujukan untuk Aichi yang pada kenyataannya laki-laki. Tapi apa boleh dikata, kenyataan memang tidak bisa ditolak. Hampir semua laki-laki―yang memiliki kelainan pecinta sesama jenis―menggila-gilai Aichi. Sampai ada yang mengirim surat lalu memenuhi loker sepatu-nya―yang bahkan beratnya sampai satu kilogram begitu ditimbang Aichi di timbangan rumahnya, entah untuk apa―. Lalu ada juga yang sampai mencuri selotip dan sampul buku Aichi untuk kenang-kenangan. Dan parahnya sampai rela terseret saat memegang kaki Aichi begitu anak itu sedang lomba lari jarak jauh di pelajaran olahraga.


My School Days

"A-apa-apaan ini!?" pekik Aichi cengo 180 derajat begitu menemukan loker sepatunya dalam kondisi yang tragis. Biar Aichi tebak, pasti dalamnya penuh surat cinta lagi. Karena kondisi luarnya sudah seperti kandang ayam yang satu tahun tidak dibersihkan. Menghela nafas, Aichi pun memberanikan diri untuk membukanya.

Tebakannya tepat. Lagi-lagi surat cinta. Padahal Aichi sendiri sudah kewalahan mengurus cowok-cowok yang menggila-gilainya di kelas. Sedangkan surat-surat yang didapatinya ini hampir mewakili satu sekolahan.

From: Christoper Lo (VI-3)

Ketika kupandangi kilauan shappire-mu,
Rasanya aku sakit jantung tiba-tiba,
Dan begitu helaian bluenette-mu terbawa hembusan angin,
Aku merasa melayang ke luar angkasa,
Sungguh hanya dirimu dihatiku,
Hanya dirimu yang bisa membuat impianku untuk terbang ke luar angkasa tercapai,
Love you, my sweet senpai.

With Love,
Chris

Aichi sweatdrop seketika membaca surat cinta dari adik kelasnya itu. Hebatnya Aichi tidak hanya merengut cinta dari senior atau teman seangkatannya. Bahkan juniornya pun sampai nekat menulis surat cinta seperti ini. Aichi masih ingat, Chris-lah anak yang paling sering menatapnya dengan tatapan ambigu setiap jam istirahat, sampai Aichi tidak bisa makan dengan tenang di kantin karena terus-terusan tersedak dan bersin sebab tatapan menyeramkan anak itu. Saat study tour tahun lalu, ketika Aichi dan Chris duduk di bangku bis bersebelahan, barang-barang dewa Aichi macam selotip, straples, kertas folio, dan lain-lainnya lenyap dimakan bumi ketika Aichi meninggalkan tasnya sebentar saja. Sungguh adik kelas yang cintanya mengerihkan.

Aku suka sama kamu.
With super dark evil love,
Tetsu.

Dan sekarang Aichi langsung jawdrop memandangi surat berikutnya. Ia tidak mengenal pengirim surat berinisial Tetsu itu, ini pertama kalinya ia menerima surat dengan nama itu―Atau dengan kata lain pengirim surat cinta di lokernya bertambah lagi. Rasanya Aichi ingin menangis dan meminta pada Tuhan untuk melahirkannya menjadi Betty La Vea saja. Tapi, hei, padahal banyak orang di luar sana yang ingin populer seperti Aichi. Kembali ke surat kedua, Aichi merasa ngeri membaca bagian 'With super dark evil love' sampai tidak bisa membayangkan sehitam apa cinta orang itu.

Hei, cantik!

Maukah siang ini kau makan bakso cinta bersamaku? Ehehe, aku yakin setelah kutraktir bakso cinta, kau akan jatuh cinta padaku, sayang. Kutunggu kau di pinggir toko Misawa. Jangan sampai tidak datang, ya! Sampai badai ataupun petir melanda, aku akan menunggumu!

Your love,
Kiriya Bidou.

"Hyii, ja-jangan di baksonya ada pelet lagi. Eh, tapi mau nge-pelet, kok, bilang-bilang? Bodoh banget, sih! Biarin, deh, dia kesambar petir atau apa. Mati sekalian! Eh, jangan mati, deh, koma saja!" umpat Aichi dalam hatinya langsung melipat surat itu takut pengambil sepatu lainnya melihat. Nah, itu baru tiga, belum sisanya yang pasti akan memenuhi tas selempang kesayangannya itu.

"Hei, Aichi," bisik seseorang yang secara tidak sengaja tiba-tiba muncul. Kaget, Aichi langsung memutar kepalanya ke belakang dan mendapati sesosok familiar berdiri disana. Bisa dibilang teman sekelas―plus teman sebangkunya―.

"A-apa―Oh, Leon-kun ternyata... Ja-jangan buat kaget, dong!" rengek Aichi sembari mengelus dadanya. Tadinya ia kira senior yang mengirim surat malah melabraknya lalu memaksanya untuk makan bakso pelet tadi. Yang dipanggil, Leon, hanya memasang wajah ambigu dan tidak berdosa khasnya.

"Maaf," ujarnya singkat tanpa nada penyesalan sama sekali. Aichi menghela nafas, ia tahu Souryuu Leon tidak punya hati untuk merasa penyesalan atau semacamnya. Mungkin karena mereka duduk bersebelahan di kelas, makanya Aichi jadi tahu banyak tentangnya yang sulit bersosialisasi dengan lainnya. Kemudian si pirang―Leon, menengok ke arah surat-surat yang dibawah Aichi. "Surat cinta?"

"E-eh, iya! Ti-tidak penting, kok, ehehe..." jawab Aichi sembari merapikan kembali surat-surat itu yang pasti nantinya akan dibuang diam-diam ke tong sampah. Lagi-lagi si pirang mengangguk, tapi kemudian dia mendekati si bluenette membuat gadis-gadis yang tak sengaja berlalu lalang disana menengok ke arah mereka.

"Biar kubantu membawakannya," sahutnya menawarkan diri untuk membantu. Aichi terbelalak, kena sambar petir apa sampai anak satu ini berkata demikian.

"Ti-tidak perlu, ini pasti berat. Kau tidak akan sanggup membawanya," balas Aichi menolak dengan halus. Mungkin si bluenette terlalu berlebihan, mana ada surat cinta berat dan tidak sanggup dibawa laki-laki.

"Tidak apa-apa, hitung-hitung bayar hutang karena aku selalu... menghabiskan air minum cadanganmu," kata Leon dengan senyum singkat juga tanpa rasa berdosa pada kata-kata terakhir dialognya tadi. Aichi langsung sweatdrop mengingat Leon paling sering mengambil air minum cadangannya entah untuk apa, bahkan pernah sampai botolnya pun juga diambil. Dan tanpa sadar ia menjulukinya Leon Si Anak Air. Tapi please, tidak elit sekali ganti air minum dengan membawa surat cinta―sampah―Aichi.

"Ba-baiklah kalau begitu, terima kasih, ya..." dengan berkata demikian, si shappire pun menyerahkan seluruh surat cinta―sampah― yang tadi dibawanya pada si pirang. Dan tanpa sadar adegan itu membuat gadis-gadis lainnya jadi fangirling tidak jelas. Mungkin adegan peserahan antara dua insan yang sama-sama 'laki-laki berwajah cantik' ini sungguh mengharukan―terutama yang sudah langganan menjadi fujoshi tetap.

Aichi yang menyerahkan surat-surat itu dengan wajah merah malu-malu, plus Leon yang berwajah dominan seme menerimanya dengan pertanggung-jawaban tinggi, sungguh adegan yang tidak ingin dilewatkan para fujoshi. Sesegera mungkin mereka mengeluarkan kamera ponsel lalu memotret―Dan bahkan ada yang merekamnya sekalipun.

"Tidak perlu berterima kasih, aku senang bisa membantumu, Aichi." Balasnya lagi dengan tatapan datar khasnya. Aichi hanya mengangguk dengan sedikit semburat merah di pipinya. Adegan itu tidak berlangsung lama, karena di luar panggung sudah ada yang cemburu memandanginya.

"Ehm, pagi." Sahut seseorang sedikit menyadarkan kedua insan itu akan keberadaannya. Bersamaan menengok ke sumber suara, kini si shappire dan violet bertubrukan dengan sepasang iris emerald yang memandang keduanya cemburu.

"Ah, Kai-kun, se-selamat pagi!" seru Aichi seiring perubahan yang terjadi pada raut wajahnya. Senyum manisnya mengembang begitu memandang orang dengan ciri-ciri kulit putih, tubuh atletis, iris emerald tajam nan indah, juga rambut brunet itu. Daripada berkelit, sebut saja dia Kai Toshiki. Bisa dibilang, orang inilah yang menaklukan hati Si Sulung Sendou. Ya, dengan kata lain adalah kekasihnya dan sudah berpacaran hampir setengah tahun ini.

Ekor mata Kai tertuju pada kumpulan surat-surat cinta (sampah) dari banyak orang untuk kekasihnya, yang sekarang sedang dibawah oleh Souryuu Leon (yang juga masih berdiri disana). "Itu... biar aku yang bawakan saja," ucap Kai lalu mengulurkan tangannya ingin meminta surat-surat itu dari tangan Leon (dengan sedikit maksa).

"Heh? Kenapa harus?" balas Leon sembari menatap Kai dengan tatapan stoic-nya. Ini dia yang membuat Aichi sweatdrop. Karena keduanya memiliki tatapan stoic yang hampir sama, jadi sulit menentukan siapa yang menang kalau sekarang mereka adu glare begini.

"Ya, tentu saja karena aku kekasihnya. Cepat berikan padaku," jawab Kai terdengar sedikit memaksa lalu semakin mendekatkan tangannya untuk meraih surat-surat itu. Alasan sebetulnya sedikit simple, karena di surat-surat itu... tadinya ada bekas sidik jari kekasihnya juga. Dan apapun yang disentuh Aichi tidak boleh disentuh orang lain. Makanya Kai jadi cemburu begitu Leon menjadi orang pertama yang menyentuh surat-surat cinta untuk Aichi itu.

"Yah, baiklah kalau kau memaksa," ujar si pirang membuat Aichi kembali sweatdrop. Dan akhirnya terjadi adegan peserahan surat cinta (sampah) season kedua, dimana Leon yang menyerahkan dan Kai yang menerimanya. Dengan tatapan dramatis, para fujoshi yang tadi sempat lesuh karena hints LeonAichi-nya hilang langsung menjerit begitu diganti dengan hints KaiLeon. Kamera-kamera mereka kembali diarahkan lalu munculah suara flash-flash dari alat itu.

"Oke, terima kasih," akhirnya surat-surat itu jatuh ke tangan Kai. Aichi yang dari tadi menonton adegan peserahan tidak jelas itu hanya bisa speechless. Keheningan melanda mereka seketika sampai akhirnya munculah orang keempat yang datang menghampiri mereka...

"Morning all!" sapa si orang keempat menunjukan deretan gigi putihnya yang berkilauan. Aichi dan Kai menyipitkan mata mereka serempak tidak kuat dengan sinar yang mendadak menyerang mereka berdua―Ralat, bertiga, hanya satunya lagi diam saja seperti pasrah kalau nanti matanya harus katarak karena senyum si orang keempat itu.

"Tolong, ya, nggak perlu menyalahkan lampu di pagi hari," Kai pun membuka pembicaraan―Plus menyindir orang itu tanpa rasa berdosa sama sekali. Aichi yang mendengarnya hanya bisa sweatdrop sembari menengok siapa orang itu. Dan ternyata si bluenette tidak perlu menebak siapa karena dia teman sekelasnya juga.

"Ck, apa maksudmu menyalahkan lampu di pagi hari, hah? Kau pikir aku ini tukang listrik yang membawa flash kemana-mana?" sunggut si orang keempat sembari mengerucutkan bibirnya kesal. Aichi tertawa kecil kemudian menyapanya,

"Selamat pagi, Daigo-kun," sapanya dengan senyum ramah seperti biasa.

"Morning," sambung Leon singkat sembari melirik ke arah si orang keempat―Daigo―tanpa menggerakan lehernya sama sekali.

"Morning, Aichi-kun! Leon-kun! Lalu..." sebelum melanjutkan kalimatnya, Daigo melirik ke arah Kai dengan tatapan ragu. Niatnya ingin melanjutkannya dengan 'Kai-kun,'. Tapi karena terlanjur kesal tadi disindir 'menyalahkan lampu di pagi hari', Daigo pun berubah pikiran. "...Landak,"

Kening Kai berkedut begitu mendengar kata tabu baginya yang dibisik pelan oleh Daigo tadi. "Apa tadi kau bilang?" tanya Kai dengan aura tidak ramah yang menyelimutinya tiba-tiba. Raut wajah Aichi berubah menjadi panik, dengan segera ia menghampiri Kai dan menahannya untuk tidak menjadikan Daigo sushi instan saat itu juga.

"Aku bilang lan-dak. Perlu ku-replay? LANDAK!" semua yang berlalu lalang di dekat mereka―tak terkecuali fujoshi-fujoshi yang masih beta menunggu disana―cengo bersama begitu Daigo malah berteriak tanpa pikir panjang. Aichi pun ikut cengo dan rasanya ingin menggantikan Kai untuk menjadikan Daigo sushi instan. Si shappire paling tahu kalau kata 'landak' yang mirip dengan model rambut Kai adalah kata yang paling dibenci Kai. Aichi berani bersumpah kalau semua buku ensiklopedia milik Kai pasti robek di bagian yang membahas landak. Semuanya. Jenis apapun. Model apapun. Gaya apapun.

"Kau..." mendengar suara bariton Kai yang kian memberat membuat Aichi berkeringat dingin. Dengan kaku ia berupaya untuk menengok ke wajah sang kekasih―setidaknya tahu bagaimana reaksinya sekarang―. Dan Aichi menyesali perbuatannya karena yang didapatnya disana adalah wajah preman bangkotan yang siap melempar apa saja ke arah Daigo.

"Kai-kun! Kumohon tahan dirimu! Kumohon! Aku tahu kau sangat membenci lan―Err, maksudnya jangan bertengkar disini!" seru Aichi langsung memeluk Kai berusaha untuk menghentikan pertarungan semi-smackdown yang sebentar lagi akan terjadi. Aichi pun merutuki Daigo yang bukannya meminta maaf, tapi malah mengambil ancang-ancang untuk meninju. Kemudian ekor mata birunya melirik Leon yang ternyata masih disana, dan Aichi hanya bisa sweatdrop begitu melihat si pirang itu sedang mengambil posisi untuk...

...meditasi.

"Leon-kun! Apa yang kau lakukan, hah!? Ini bukan saatnya meditasi, Leon-kun! Aku tahu kau selalu berhalusinasi bermeditasi di bawah air terjun yang sejuk karena kau sangat suka air! Ta-tapi tolong hentikan pacarmu itu!" teriak Aichi mulai frustasi.

Eh...

...Pacar?

"Justru aku sedang memanggil pertolongan pada dewa air, makanya ini saat yang tepat untuk bermeditasi." Balasnya dengan tatapan tidak berdosa membuat Aichi jawdrop di tempat. Ingin rasanya meninju kepala pirang itu dan menyadarkannya bahwa ini bukan saatnya untuk menghalusinasikan dewa air atau sejenisnya. Kekasih mereka siap untuk bertengkar sekarang.

"Ouh, ayolah, Leon-kun! Aku akan memberikan apa saja yang kau mau, deh! Kau mau air kemasan gelas, kemasan botol, kemasan galon juga kubelikan nanti! Cepat lakukan sesuatu!" Seruan penuh keputus-asaan dan kepasrahan itu membuat Leon mendelik singkat. Sebenarnya ia tidak terlalu peduli kalau sekolah mereka harus runtuh karena pertarungan Kai VS Daigo ini. Tapi yang didengarnya penuh konsentrasi adalah...

"Benarkah? Air kemasan apapun?"

Aichi mengangguk cepat seiring keringat dingin mulai membasahi wajahnya. Dirasakannya tubuh Kai yang sedari tadi diam dalam pelukannya mulai bergerak minta Aichi melepasnya. Tentunya si bluenette tidak akan melepasnya, ia semakin mengeratkan pelukannya dengan wajah panik―uke―khasnya. Fujoshi-fujoshi yang mendeteksi hints KaiAichi pun kembali menjalankan ritual―mengabadikannya di foto dan video―mereka.

"Daigo," bisik Leon sembari mendekat ke arah orang yang menjabat menjadi kekasihnya itu sedang bersiap-siap untuk menonjok Kai, parahnya Daigo memasang wajah penuh semangat. Si honey-brown menengok ke arah Leon yang merajuk lengannya pelan.

"Please, Dear. Jangan ganggu aku sekarang, aku sudah menunggu momen-momen untuk memukul lan―"

...Aichi, Kai, Daigo, juga para fujoshi-fujoshi yang sedari tadi asyik memperhatikan mereka pun syok seketika dengan apa yang dilakukan si maniak air barusan.

Oke, lebih tepatnya fujoshi yang sedari tadi memperhatikan mereka mulai menjerit layaknya ulat kesurupan, karena tadi dengan beraninya Leon mengalungkan tangannya di leher sang kekasih dan memagut bibir keduanya. Bahkan Kai yang tidak pernah terpancing film porno kini langsung membulatkan kedua iris emeraldnya.

"KYAAAAAAA!" para fujoshi tak kuasa menahan jeritan mereka. Entah terkejut, kecewa, atau saking senangnya. Yang jelas jeritan mereka bisa sampai terdengar ke lantai dua.

"Leon-kun, kau berani..." bisik Daigo begitu ciuman mereka terlepas. Mengabaikan Kai sesaat, kini ia memeluk pinggang ramping si pirang hingga keduanya semakin rapat saja.

"Jam masuk kelas masih lama, kau mau melanjutkannya di atap?" balas Leon dengan tatapan yang sulit diartikan. Daigo yang mendengar tawaran itu membulatkan mata, kesambar apa anak ini sampai berani 'mengajak'nya duluan. Tentu saja iblis yang senang menyalakan lampu di pagi hari ini tidak akan melewatkan kesempatan emas tersebut, kalau perlu ia berdoa pada dewa air untuk terus menyambar Leon setiap hari.

"Oh, tentu saja, Dear~" kini ia menggendong sang kekasih ala pengantin baru membuat fujoshi disana mimisan instan. Aichi pun syok sampai tak kuat untuk berkata-kata melihatnya. "Sorry, ya, Kai-kun! Tadi aku salah bilang, bukan landak, tapi Justin Bibir! Ya, kau mirip Justin Bibir! See you, all!" dengan itu Daigo pun berlari membawa kekasihnya menuju atap sekolah―tentunya kalian tahu untuk apa mereka kesana.

"He-hebat..." bisik Aichi tanpa sadar. Ternyata kecintaan Leon pada air sungguh luar biasa, bahkan ia bisa menghentikan pertarungan mengerihkan antar si duo brunet tadi―Kai dan Daigo. Menyadari gadis-gadis yang tadi sibuk memandangi mereka sudah bubar, ia pun menggandeng tangan kekasihnya.

"Kai-kun, a-ayo kita ke kelas! Ada soal matematika yang tidak kumengerti, nanti ajari aku sampai jam masuk kelas, ya!" rajuknya manja membuat emosi Kai meleleh seketika. Ia pun tersenyum singkat dan menerima ajakan Aichi untuk pergi ke kelas mereka, dengan bergandengan tangan.


My School Days

DING DONG DING DONG~

Bel tanda masuk kelas pun akhirnya berbunyi.

"Aku kembali ke tempat dudukku, ya." Ujarnya sambil merapikan buku matematika miliknya lalu beranjak pergi menuju tempat duduk yang sebenarnya. Aichi mengangguk dan tersenyum manis.

"Iya, terima kasih sudah mengajarkan rumusnya, ya!" balas Aichi sembari menatap punggung Kai yang melesat menuju tempat duduknya, karena tadi dia sibuk mengajari Aichi dan meminjam bangku sebelah Aichi yang sebenarnya diduduki Leon. Tapi, saat itu Leon sedang melakukan sesuatu sehingga tempat itu kosong untuk beberapa saat, jadilah Kai menduduki tempat itu sambil mengajari Aichi.

Ekor mata Aichi tanpa sadar melihat salah satu dari beberapa siswa yang mulai masuk ke dalam kelas sebelum guru datang. Tidak salah lagi, itu adalah teman sebangkunya, Leon. Dan Aichi sedikit sweatdrop melihat cara jalannya yang sedikit aneh, tapi si bluenette tidak perlu bertanya kenapa jalannya mendadak ganjil seperti itu.

"Le-Leon-kun, kau tidak apa-apa?" tanya Aichi begitu si pirang duduk dengan hati-hati di kursinya. Dilihat jelas Leon sedikit meringis kesakitan begitu berusaha untuk duduk. Sedangkan Daigo―pelaku yang membuat Leon seperti itu―yang baru memasuki kelas hanya tersenyum ceria tanpa rasa dosa sama sekali.

"Tidak apa-apa," jawab Leon berusaha untuk tegar. Merasa posisi duduknya sudah enak, Leon pun mulai merapikan posisi tasnya dan mengeluarkan buku pelajaran.

"Oh, be-begitu. Tapi jangan khawatir, aku akan menepati janjiku untuk... membelikanmu air kemasan apa saja nanti," tukas di bluenette sembari menggaruk-garuk belakang lehernya yang tidak gatal. Leon hanya mengangguk singkat mendengar itu. Walau air itu mau digunakan Leon untuk apa masih misteri.

"Ohohohoho, morning all!" suara serak-serak basah itu membuat Aichi bergidik seketika. Dengan gaya kaku layaknya robot, iris birunya melirik ke pintu kelas. Dan dugaannya tepat, guru (mengerihkan) yang akan mengajar di jam pertama hari ini sudah datang, Hiromi-sensei.

"Stand up!" ketua kelas, Tokura Misaki, mulai memberi aba-aba pada seisi kelas untuk berdiri memberi penghormatan selamat datang pada guru. "Gretting!"

"Morning, Hiromi-sensei!" seru semuanya serempak sembari membungkuk singkat. Si guru berambut merah muda panjang itu tersenyum lebar membuat beberapa dari muridnya merinding, dan salah satunya adalah Aichi.

"Okay, okay, thank you! Kalian semua boleh duduk, ohohoho!" balasnya sembari mengibas rambut panjangnya yang sangat terawat bak iklan shampoo. Meneguk ludahnya sendiri, Aichi pun duduk. Tak lupa ia membantu Leon yang kesulitan untuk duduk hari ini.

Pelajaran bahasa Inggris adalah pelajaran yang tidak diminati Aichi. Sebenarnya bukan karena Aichi lemah bahasa Inggris atau apa, tapi ia sedikit geli dengan guru yang mengajarnya―Hiromi-sensei.

Andai saja tidak ada yang mengingatkan Aichi bahwa 'Banci akan terlihat menyeramkan kalau mereka dikata-katai banci, lekong, bencong, atau semacamnya!' maka Aichi sudah akan memaki gurunya satu ini banci. Tidak hanya dia, bahkan beberapa temannya pun sependapat. Gaya bicaranya yang terdengar sok inggris itu menggelikan di pendengarannya, juga dandanannya yang super mencolok layaknya banci penghibur di malam hari serasa membutakan matanya, tidak lupa bibirnya yang dipoles lipstik ungu membuat si bluenette sukses mimpi dikejar banci kuda setiap tertidur di jam pelajarannya―tanpa disengaja―.

"Ohohoho, ayo keluarkan textbook kalian! Hari ini kita akan mengadakan kerja kelompok untuk membahas studi kasus yang ada di halaman 213 di textbook,"

Tidak perlu ba-bi-bu-be-bo, mereka semua langsung sibuk mengutak tas mereka guna mencari buku cetak pelajaran bahasa Inggris-nya. Lalu dengan gerakan cepat mereka membuka-buka halaman buku sesuai yang dituliskan guru (banci) itu di papan tulis. Murid-murid di kelas Aichi tergolong murid yang rajin, sehingga tidak ada satu dari mereka yang bermalas-malasan, sekalipun lawannya (guru) adalah Hiromi-sensei.

"Sudah ketemu, yes? Okay, sekarang aku akan membagi kalian semua menjadi empat orang untuk satu kelompoknya. Sebagai murid SMU, kalian harus bisa mendiskusikan suatu problem dalam bahasa Inggris yang lugas dan terlatih, you know? Kerja kelompok ini akan mempengaruhi nilai test kalian, ohohoho!"

Aichi hanya berkeringat dingin mendengar tiap kata yang dilontarkan banci (guru) satu itu. Mendengar suaranya saja membuat si bluenette sukses merinding. Hal ini yang membuatnya tidak suka dengan pelajaran bahasa Inggris, kalau perlu ia ingin meminta kekasihnya, Kai, yang merupakan ketua OSIS untuk menjadwalkan jam bahasa Inggris satu hari saja―walau itu terdengar mustahil.


My School Days

Aichi sedikit kecewa begitu dibagikan kelompok, ia tidak sekelompok dengan Kai maupun Leon. Sungguh disayangkan, batinnya. Padahal kalau sekelompok dengan Kai pasti membuatnya yang menjabat menjadi kekasih si brunet merasa berbunga-bunga karena sekelompok dengan kekasihnya. Atau tidak sekelompok dengan Leon yang aktif dalam mengerjakan tugas kelompok dan bisa dihandalkan.

"It's not a good idea!"

"No, it's good!"

Sayangnya, harapannya tidak semuluk itu. Kai berada di kelompok kedua meliputi Tokura Misaki, Tatsunagi Takuto, dan Suzugamori Ren. Sedangkan Leon ada di kelompok empat dengan Whitney Daigo, Suzumiya Kourin, dan Asaka Narumi sebagai teman satu kelompoknya.

"That's a bad idea."

"No, it's a good idea!"

"I. Say, It's. A. Bad. Idea!"

"Oh my... I think it's a good idea!"

Kening Aichi berkedut kesal mendengar perdebatan aneh antar teman sekelompoknya itu.

"Aaaaargh! Aku tidak mau tahu! Ide untuk membuat gunung meletus menjadi salju itu bisa mengagalkan bencana alam gunung meletus tahu! Itu ide yang bagus! That's a good idea!"

"No, no, no. Kau habis mimpi dikejar apa sampai mengeluarkan ide sarap seperti itu, hah? Makan rambut nenekmu sana biar kau sadar. It's a bad idea."

"Tolong, ya, nenekku sudah tidak punya rambut karena habis dipakai untuk mengikat sumbu kompor. Dan, hei! Hargai pendapatku! Aku pernah membaca komik yang bisa menimbulkan keajaiban seperti itu! That's a good idea!"

"Nenekmu itu sarap atau gila, sih? Lebih baik dia memakai rambutnya untuk dijadikan kawat gigi daripada menjadinya pengikat sumbu kompor. Nenek dan cucu sama tololnya. Tidak, aku menolak ide anehmu itu. It's a bad idea."

"Jangan menghina nenekku kenapa, sih? Ide fantastik mana lagi selain menjadikan rambut untuk mengikat sumbu kompor? Hanya nenekku yang punya ide seperti itu, makan celana dalammu sana! Kau yang tolol! Atau jangan-jangan kau sendiri tidak punya ide? That's a good idea!"

"Hah? Aku sudah sering makan celana dalamku sendiri karena tidak punya uang untuk membeli makanan. Jadi anak kos-kosan memang begitu resikonya, jadi kau tidak perlu mengingatkanku lagi. Aku nggak punya ide? Huh, bahkan aku punya ide yang jauh lebih fantastik daripada itu, yaitu menebang semua gunung berapi di muka bumi ini. Bagaimana, lebih praktis daripada idemu, 'kan? It's a bad idea."

"Hah? Kau mau menebang gunung berapi dengan apaan, hah? Alat cukur rambut? Hah, jangan membuatku tertawa! Pokonya menimbulkan salju dari gunung meletus itu ide yang paling bagus! That's a good idea!"

"Tidak. Tidak. Tidak. Sampai kapan pun aku tidak akan menyetujuinya. Menebang gunung berapi lebih fantastik dan praktis. It's a bad idea."

"GOOD!"

"Bad."

"GOOD!"

"Bad."

"GOOD!"

"Bad."

"BISAKAH KALIAN BERDUA BERHENTI, BRENGSEK!? AKU MUAK MENDENGAR BAD-BID-BUD DAN GAAD-GIID-GOOD KALIAN BERDUA, AAARGHH! KALIAN MEMBUATKU MIGRAN SAJA! PERSETAN KALIAN BERDUA, KALAU PERLU KUMAKAN SEMUA GUNUNG BERAPI ITU, HAH! KUMAKAAAAAN, KALIAN DENGAR!?" teriak Yahagi Kyou―salah satu dari teman satu kelompok diskusi Aichi―dengan tampang berandalnya yang mulai kumat.

Mutsuki Jun dan Taishi Miwa―pelaku perdebatan nggak jelas tadi―hanya bisa bungkam seribu bahasa sambil bertukar tatap satu sama lainnya. Dan teriakan itu membuat anggota kelompok dari meja lainnya menengok ke arah kelompok Aichi.

"You all, please be quiet!" tegur Hiromi-sensei dengan tatapan seriusnya (tumben), membuat Kyou yang tadi siap menjadikan Bad-Good muka kedua teman sekelompoknya itu pun menggerutu sendirian. Aichi menghela nafas, (sekali ini saja) terima kasih kepada guru bancinya itu yang telah menegur si berandalan satu wilayah. Kalau tidak, mungkin Jun dan Miwa sudah dilemparnya keluar jendela kelas dan mati dadakan.

"Sorry," bisik Miwa sembari menunduk penuh makna ke arah sensei-nya, lalu kembali berkonsentrasi pada tugas yang sedang mereka kerjakan. Inilah yang Aichi sesali, kenapa teman sekelompoknya harus Mutsuki Jun, Taishi Miwa, dan Yahagi Kyou? Tripple damage.

Pertama, Jun dan Miwa sudah dari awal masuk kelas memang sering berdebat hebat. Dari yang penting sampai masalah sepele sekalipun, mereka debatkan sampai titik darah penghabisan. Bagi beberapa orang berpendapat bahwa mereka itu akrab dan manis sekali, tapi tidak bagi Aichi yang sweatdrop begitu tahu apa saja yang pernah mereka debatkan.

Pernah mereka mendebatkan masalah kenapa ayam harus bertelur, kenapa urutan alphabet harus diakhiri dengan z, kenapa warna pakaian dalam Hiromi-sensei bewarna pink(?), kenapa sapi tidak ada yang mengeluarkan susu coklat, atau sejenisnya―yang tidak masuk akal semua. Dan Aichi berani taruhan andai kata mereka adalah calon presiden Amerika yang tengah berdebat, pasti yang mendengarkannya cengo dan mengheningkan cipta bersama-sama.

Padahal tugas mereka sekarang cukup menarik untuk dibahas. Yaitu studi kasus bahasa Inggris yang mendebatkan dan berbagi pendapat mengenai bencana alam gunung meletus yang sering kali mengganggu perubahan cuaca. Plus mengisi soal-soal yang tertera di papan tulis. Hanya itu. Dengan rank bahasa Inggris Aichi yang mendapat B, rasanya tidak berat untuk mengerjakan tugas seperti ini. Terlebih tugas kelompok, pasti jauh lebih ringan kalau bisa saling berbagi tugas dan menyelesaikannya bersama-sama.

Tapi semua itu hanya debu berlian belaka begitu ia sekelompok dengan orang-orang tidak waras ini.

Inilah hari-hari sekolahku,

Isi teman sekelasku beragam sekali,

Dari yang paling baik sampai yang aneh sekalipun, semuanya ada,

Semuanya berkesan abstrak,

Tapi disana ada banyak teman-temanku,

Dan ada pujaan hatiku,

Karena itu aku sangat bersyukur mempunyai hari-hari sekolah seperti sekarang,

Sendou Aichi.


TO BE CONTINUED

A/N (IllushaCerbeast): Halo, minna-san :D Lama kami tidak kemari karena faktor ujian, desu! By the way, ini proyek fic terbaru kami, My School Days. Eh jangan hajar kami dulu karena fanfic lainnya masih belum update, ya! DX Sebenarnya ini fanfic pelampiasan karena stress menghadapi ujian. Dan niatnya mau ngejadiin oneshoot. Tapi jumlah words-nya yang meledak begini jadi tidak memungkinkannya lagi menjadi oneshoot. Ehehe, sudah menjadi kelemahan kami sih susah buat AU Oneshoot yang singkat dan jelas, gomenasai! *membungkuk* Tapi fanfic ini tidak akan sepanjang fanfic lainnya. Mungkin two/three-shoots.

Nah, nggak jadi dihajar, 'kan? (dipentung panci) Oiya, maaf kalau humor/parody-nya tidak berasa serta romance-nya yang gagal dan penuh dengan kelabilan, lololol. XDD Soal pairingnya, jangan tanya kami, abstrak D"X Kami sendiri bingung mana pairing tetapnya, tapi kalau mau request pairing boleh saja (asalkan masih masuk akal sama ceritanya). Chapter ini baru kelihatan KaiAichi, LeonAichi, KaiLeon(?), DaiLeon, KyouAichi(?), DaiKai(tambah nggak nyambung), dll. Soal incest, pasti ada di chapter depan karena lagi terinveksi virus pairing incest D"X /plaked. Rencananya kami mau buat yang versi Mfbeyblade nantinya, dukung kami, ya! XD /maunya/

Saa, mind to review?

Kritikan membangun (sangat membutuhkannya untuk improve dan referensi), saran, pendapat, komentar, semuanya kami terima dengan senang hati! :)

Fanfic lainnya pasti juga akan segera update karena kami sudah bebas ujian, hehehe, jadi tunggu, ya! /sapayangmaununggu/ XDD

Regards,

IllushaCerbeast.