I'm on His Side

Cast: Kibum, Kyuhyun

Genre: Romance

Rate: M

Cerita Kihyun ini dibuat untuk hiburan semata. Tidak ada yang benar dalam cerita ini. Jika ada kesamaan adegan, itu tidak disengaja.

Kibum's side

Tidak pernah terpikirkan sebelumnya bahwa melihat seorang lelaki bertelanjang dada bisa membuat suasana menjadi tegang. Masalahnya ketegangannya telah merembet ke mana-mana. Tubuh contohnya, dari kepala sampai ujung kaki, termasuk bagian vital di antara paha, menegang perlahan.

Tidak perlu menunduk untuk melihatnya, bagian vital di antara paha yang kumaksud adalah milikku. Sudah terasa mulai mengganjal dan mendesak celana.

Apa sih yang spesial dari lelaki itu?

Dia hanya berdiri di tepian kolam renang bersama teman-temannya. Sedang ngobrol sambil pemanasan sebelum menyeburkan diri dalam air. Tidak menggunakan apa-apa selain celana renang sepuluh-lima belas inci dari bawah pusar sampai pertengahan paha. Tidak memiliki tonjolan yang menggairahkan seperti yang dimiliki beberapa teman wanitanya, bola bulat kembar yang menggantung di dada, juga daging kenyal di selangkangan. Tidak punya warna kulit segar dan otot yang liat seperti teman-teman lelakinya. Bahkan gundukan yang harusnya ada di balik celana renangnya pun terlihat samar-samar.

Tapi yah ...

Aku terpaksa menarik celanaku, membuatnya sedikit longgar sekaligus memastikan bahwa ukuran yang kulihat di sana tidak ada setengah besarnya dari yang ada di selangkanganku. Aku percaya diri karena tahu persis seberapa besar milikku. Sementara itu mataku tidak bisa dikedipkan, dipindahkan fokusnya pun susah. Masih memandang ke sana, memperhatikan lelaki itu bersama teman-temannya menyeburkan diri ke air. Berlomba renang, main-main air, bercanda, menggesek-gesekkan badan secara tak sengaja pada teman-teman, dan main ...

Shit! Aku ingin digeseknya juga.

Beberapa menit tidak melihat tubuh seperdelapan telanjang itu dipermukaan, aku mulai lega. Meski mataku masih melihat ke sana, setidaknya bukan hanya dia fokusnya. Ada wanita seksi dengan tubuh sintal tepat berada di sebelahnya, merangkulnya, bicara sambil tertawa-tawa. Dadanya besar, pengalamanku tidur dengan wanita berdada besar, aku suka menenggelamkan mukaku ke sana. Tapi secara otomatis pandanganku menggeser di sebelah dada besar, ada dada rata dengan dua tonjolan kecil. Sialnya mataku malah suka memandang ke arah situ daripada dada besar di sampingnya.

Aku kembali menegang. Oh, leherku kaku. Menelan ludah rasanya seperti menelan butiran obat tanpa air. Tapi sensasi sakitnya aku suka.

Seseorang memanggilnya, membuat lelaki itu harus menepi dan naik ke permukaan. Tubuhnya basah, termasuk rambut coklat madunya. Ketika menerima uluran gelas berisi minuman dari temannya, dia berterima kasih dengan bibir merah yang mulai pucat, atau memang sudah pucat dari awal. Meski merah pucat, dalam keadaan basah begitu ada keinginan dariku untuk mengcupnya. Mereka membenturkan gelas-gelas, kemudian minum. Minum sampai tandas hingga harus mendongak memperlihatkan laher putih dengan jakun kecil naik turun, menelan cairan. Wuihhh, pemandangan itu membuatku gila.

Coba cairan itu berasal dariku ...

Dari situ aku mulai memandangi seluruh tubuhnya. Kedua bahunya yang simetris, tulang selangka yang sepertinya enak untuk dijilat, dada dengan dua tonjolan sekecil kacang, perut, pusar, dan tentu saja benda yang tidak terlihat di balik celana renangnya. Kemudian sepasang kaki itu, kaki panjang yang kubayangkan bisa nangkring di kedua bahuku atau melingkar di pinggangku.

Ah, pikiran gila macam apa ini?

Meski sebagian otakku protes, sebagian lagi menikmati bentuk bayangan yang kuciptakan barusan. Apalagi ketika lelaki itu berbalik, memperlihatkan bagian belakangnya, pinggangnya, pingulnya, bokongnya ... membuatku terpesona sampai libidoku menggila.

Dia akan jadi objek fantasiku memuaskan diri.

Tanpa menyentuh pun aku bisa langsung membayangkan, ketika tangan itu menggosok abdominalnya sendiri, seperti tangankulah yang tengah membelainya. Rasanya ... wah, membuat seluruh bulu di tubuhku berdiri. Darahku berdesir, nafasku memendek, dan bendaku berdenyut sakit. Tapi aku berkomitmen tidak akan menyentuh diri sendiri karena tangan ini kubayangkan ingin menyusuri garis duyung di bawah perut lelaki itu. Menyusup ke celana renangnya dan menangkap banyak hal di dalam sana. Puas dengan yang di depan, aku akan berpindah ke belakang. Pada bokong padat itu. Mengelus, meremat, dan menamparnya, lalu mengembara ke belahannya.

Dalam bayanganku, aku menghabisi setiap jengkal kulit putih itu dengan mulutku. Menciumnya, menjilatnya, mengigitnya, dan meninggalkan bekas-bekas cinta. Karena bendaku makin sakit dan mulai berdenyut-denyut lebih parah, aku harus melemparkannya ke air, kemudian terjun menyusulnya. Di hadapan semua teman-temannya, aku menjamahnya dengan brutal. Menghilangkan kain yang tak seberapa itu dari selangkangnannya, lalu memasukkan bendaku langsung tanpa perengangan apa pun.

"Ohhh!" desahanku meluncur ke udara.

Sial, hanya membayangkan saja rasanya bisa seenak ini. Bagaimana kalau betulan, ya?

Menggenjot saja langsung. Disaksikan puluhan pasang mata. Disoraki, aku makin semangat. Kubuat dia mendesah tidak karuan, mengeluarkan yel-yel yang enak di dengar 'oh yes! oh no!' 'oh gosh!' 'more! more!'

Ngomong-ngomong bendaku berkedut-kedut. Aku harus percepat gerakanku.

Lima menit berikutnya kugenjot dia dengan kencang. Aku mau keluar dengan menyebut namanya, tapi siapa nama lelaki itu?

"Kyu!" teriak seorang teman yang datang berlari lalu menubruknya dengan pelukan ala pertemanan. Namanya Kyu. Aku sebutkan namanya si udara.

"Kyu ... Kyu ... Kyu ..." Enak sekali berbuat begini dengan menyebut nama itu.

"Selamat ulang tahun. Kau bertambah tua sekarang." Teman itu melingkarkan sebelah lengannya di pundak Kyu setelah mereka selesai berpelukan. "Aku tidak membawa hadiah untukmu, tapi membawa hadiah titipan dari Lisa. Ditulis dengan spidol merah besar di sampulnya, 'Untuk Kyuhyun tercinta'. Kelihatannya dia belum menyerah denganmu." Kemudian tertawa.

Oh, Kyuhyun. Anganku mendesahkan namanya. Bendaku makin berdenyut, artinya segera datang. Aku mengenjotnya dalam khayalanku sambil melihat senyum nyata Kyuhyun di kejauhan. Lebih keras, lebih tebal, lebih bendenyut, kemudian sesuatu ingin melesak keluar. Aku mengejan dengan desahan yang sempurna.

"Kyuhyun ... ahhh..."

Celanaku mulai basah, tapi aku lega. Bercinta sampai puas, tapi tidak merugikan siapa pun.

.

.

.

"Kau ada di mana?" tanyaku sambil memegang ponsel dengan tangan kiri dan membongkar koper dengan tangan kanan. "Aku sudah dalam kamar hotel. Kau sudah tahu nomor kamarnya, naik saja ke sini!" Lalu mengambil satu celana pendek dari tumpukan baju di koper. "Suruh bellboy membawakan kopermu, nanti aku yang memberinya tips. Aku tidak bisa turun, sedang di kamar mandi." Setelah mendengar kata 'ok' dari Heechul, aku melempar ponsel ke kasur, kemudian bergegas ke kamar mandi.

Tidak berpikir akan mandi setelah sampai di hotel. Tapi sialan, ketika sedang menikmati angin sore dengan segelas anggur merah di balkon kamar, menemukan pemandangan luar biasa yang kemudian membuatku frustrasi. Tidak pernah terjadi sebelumnya untuk berfantasi menyetubuhi seseorang di dalam air. Aku tidak kurang seks, tidak kurang belaian wanita, dan tentu saja aku bukan lelaki yang suka berfantasi tentang hal-hal yang menyangkut hubungan badan. Pertahanan diriku kuat meski tanpa seks berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan.

Melihat ke bawah, aku mendesah lemah.

Kenyataan celanaku yang telah basah mematahkan persepsiku tentang pertahan diri yang kuat terhadap seks. Sialnya, aku memang butuh bercinta.

Terakhir kali aku bercinta, dua hari yang lalu. Harusnya tidak ada reaksi seperti ini. Tapi terakhir kali bercinta dengan sesama jenis ... belum pernah. Apa itu alasan aku terangsang lebih cepat dan datang lebih cepat pula hari ini?

Menghapus pernyataan konyol itu sementara, aku melucuti bajuku, mengguyur tubuh, termasuk kepalaku. Menggunakan sampo dan sabun mandi secukupnya, mengguyur tubuh lagi, kemudian selesai. Kulilitkan satu handuk di sekitar pinggangku, satu handuk lain untuk menggosok rambut basahku.

Saat aku keluar kamar mandi, pintu kamar diketuk keras sekali. Heechul sepertinya sudah lumayan lama di luar. Lelaki itu, selalu tidak sabaran.

"Kau lama sekali membuka pintu!" semburnya. Khas seperti dirinya selama ini. "Tumben kau mandi jam segini. Baru bercinta, ya?" tanyanya, sarkartis. Dia melenggang masuk kamar, menyenggol tubuh setengah telanjangku dengan kasar. Bellboy mengikuti dengan koper di tangan kanan dan tas jinjing di tangan kiri. "Taruh di situ saja!" perintahnya, lalu meraih dompetku di kasur dan bersiap menarik uang dari dalamnya. "Kau bisa sekalian pesankan makanan untukku. Dua porsi appetizer, satu botol rose wine dengan dua gelas." Bellboy mengganguk, kemudian beberapa lembar uang jatuh ke tangannya.

Sial. Harus berapa kali aku mengumpat dalam satu hari ini? Tadi gara-gara Kyuhyun dengan segala kepuasan maya yang diberikannya padaku. Sekarang Heechul dengan segala kelakuan borosnya. Dia memberikan tips yang tidak kira-kira pada Bellboy. Lagi-lagi aku rugi gara-gara dia.

"Aku sudah punya anggur," sambil menunjuk balkon. Anggur dan gelasnya kucampakkan di sana semenjak memulai fantasiku dengan lelaki kolam renang itu. "Tidak usah pesan lagi!"

"Aku tidak suka anggur merah."

Itu memperjelas kalau selera kita memang beda. Dan sampai kapan pun tidak akan pernah sama.

"Suruh pelayan cepat mengantarkannya ke sini. Aku lapar sekali!" Bellboy mengganguk lagi. "Masukkan semuanya dalam tagihannya!" katanya sambil menunjuk mukaku. Aku meliriknya, tidak suka. Dia melirikku, masa bodoh.

Bellboy itu mengangguk lagi tanpa peduli pengeluaranku akan membengkak. Dia cepat-cepat pergi bahkan sebelum aku atau Heechul mempersilakannya. Kelihatan sekali kalau dia takut aku membatalkan orderan barusan. Dia dan seluruh pegawai di hotel ini pasti sudah bersekongkol untuk membuat pelanggan berfoya-foya.

Dasar Bellboy sialan!

"Jadi kau baru bercinta dengan siapa? Tidak ada bekas-bekas percintaan di sini?" Heechul mengamati sekitar, lalu memutuskan membongkar kopernya setelah tidak menemukan kejanggalan. Sementara itu, setelah menutup pintu, aku menghanduki tubuhku. "Ngomong-ngomong, aku baru bertemu beberapa juniorku dari Universitas. Mereka juga ada di hotel ini. Katanya sedang menghadiri pesta ulang tahun temannya. Kau tahu, tidak, dulu aku pernah ditaksir salah satu juniorku," katanya sambil senyum lebar.

"Oh ...," jawabku santai.

Cerita lama. Dia ditaksir adik kelas saat di Universitas, aku tahu itu. Bahkan yang naksir dia adalah teman sekelasku. Dan Heechul menolaknya dengan banyak alasan, termasuk alasan dia tidak suka sesama jenis padahal sudah jelas dia hanya berkencan dengan sesama jenis. Tipuan yang benar-benar bodoh.

"Junior yang tadi kutemui di Lobi adalah teman sekelasnya, siapa tahu yang naksir aku dulu juga ada di sini."

Aku mengambil celana pendekku yang tertinggal di kamar mandi. Keluar dengan sudah memakainya. "Yang naksir padamu bukankah teman sekelasku? Kau menolaknya waktu itu. Atau ada adik kelas lain yang menyukaimu?"

Heechul tertawa sok cantik.

Oh, dia memang cantik meski sebenarnya dia lelaki.

"Aku disukai banyak orang. Kau pikir ...," kalimatnya menggantung. Tipe percaya diri kalau dirinya hebat, disukai banyak orang. "Teman sekelasmu itu cuma remah-remah roti kalau dibanding dengan junior yang satu ini. Dia gentleman di antara banyak lelaki." Dan gentleman itu menyukai sesama lelaki seperti Heechul? Benar-benar luar biasa gentleman kalau begitu. Aku salut sekaligus iba. "Dia terkenal di Universitas. Kau harusnya kenal dia juga!"

"Aku tidak kenal banyak orang selain teman sekelasku." Aku memakai kaos oblong sebagai pelengkap celana pendekku. Berjalan meninggalkan Heechul ke pintu balkon. Mengintip sedikit. Siapa tahu lelaki itu masih di sana. Aku bisa menikmati sisa-sisa kenikmatan dengan memandanginya. "Lagipula siapa lelaki terkenal yang mau mengorbankan diri untuk jadi tumbalmu!"

"Apa kau bilang?"

Kolam renang masih ramai, tapi lelaki itu tidak ada di sekitarnya. Demi menutupi gelagat, aku mengambil gelasku, menghirupnya, sambil bersadar di kusen pintu balkon.

"Tumbal apa maksudmu?" Heechul menambahkan.

"Mengencanimu menghabiskan terlalu banyak uang. Seluruh penghuni Universitas seharusnya tahu itu. Berapa lelaki yang sudah memutuskanmu karena tidak kuat dengan gaya hidupmu yang menghambur-hamburkan uang? Semua dari kekasihmu melakukannya, kalau menurut cerita yang sudah kudengar dari mulutmu sendiri. Masih tidak suka kalau lelaki yang menyukaimu itu kusebut sebagai tumbal?"

Heechul diam karena yang kukatakan benar.

"Apa dia cukup kaya untuk memanjakanmu?"

"Mungkin itu yang jadi alasan dia tidak melanjutkan pendekatannya padaku." Heechul tampak sedih. Dan ini pertama kalinya dia seperti ini. Kasihan. "Aku lumayan suka padanya. Maksudku, benar-benar suka. Aku tidak tahu harus bagaimana setelah dia menjauh dariku dan sama sekali tidak bertemu lagi setelahnya. Kau tahu ... karena dia pergi, aku sedih sampai sekarang."

"Kau tahu alasan dia mulai menjauhimu, kenapa kau tidak berubah saat itu juga? Siapa tahu dia tidak jadi menjauh darimu."

Heechul diam lagi. Tampaknya memikirkan saranku meski saranku itu telat lebih dari lima tahun untuk direalisasikan. Lalu dia menemukan jawab untuk menyangkal. "Aku sudah berubah. Aku juga sudah menghasilkan uang sekarang. Tidak mungkin melakukan hal sama seperti dulu. Bahkan kalau harus aku yang menghidupi kekasihku, aku pun mampu." Dia tersenyum angkuh seperti penguasa. Kalau aku tidak mengenal sifatnya dari dulu, aku akan ambil jarak jauh-jauh darinya. "Kalau bertemu dia lagi, akan kutunjukkan kalau aku sudah berubah. Dia tidak akan hidup susah denganku. Dia tidak perlu jadi tumbalku!"

"Bagus. Tapi benarkan kau sudah berubah?" Aku menaikkan sebelah alisku ketika Heechul mengangguk mantap. "Lalu kenapa kau masih menggunakan uangku untuk foya-foya? Kau bukan saudaraku, bukan kekasihku, bahkan juga bukan temanku!" Kukeluarkan kekesalan dalam bentuk sindiran. Apa jawabnnya? Dia hanya mengeluarkan senyum manis, teramat manis sampai aku merasa pening.

"Kau spesial," jawabnya.

Tumbal spesial, maksudnya?

Lalu kuputuskan untuk menenggak habis anggur dalam gelasku.

Kihyun

Biasanya aku tidak risih digandeng Heechul, tapi kali ini aku benar-benar ingin mengenyahkannya. Alasannya, senyum lelaki itu. Siapa namanya tadi sore? Kyuhyun. Ya, Kyuhyun. Dia tersenyum tampan ke arahku, maksudnya ke arah gerombolan di dekatku. Siapa tahu matanya menangkap tampilanku di sini, kemudian tertarik. Kalau aku ketahuan telah digandeng Heechul, bisa-bisa dia langsung hilang feeling padaku,

"Kibum!"

Aku menangkap tangan Heechul dari lenganku, kemudian menjauhkannya.

"Kibum!"

"Apa?"

"Aku melihatnya!" Heechul melingkarkan sebelah tangannya di lenganku lagi. Tubuhnya condong, terlalu menempel padaku. Duh, ini bisa membuat orang lain salah paham, terutama Kyuhyun. Meski setiap harinya sudah terbiasa mendapati perlakukan Heechul yang seperti ini, kali ini urusannya beda. Ada Kyuhyun di sana. Lelaki itu harus berpikiran positif tentang hubunganku dan Heechul. "Itu! Itu! Lihat ke sana!" Dia menunjuk dengan dagunya, tapi aku tidak bisa menemukan apa yang dia tunjuk sampai sebelah tangannya memegang daguku dan mengarahkan pandanganku ke sana. "Dia jadi lima kali lipat lebih keren dari saat masih di Universitas. Dia juga tiga kali lebih keren darimu!"

Oh, aku dibandingkan dengan lelaki yang ...

Shit! Itu Choi Siwon. Mau aku menyombongkan diri seperti apa pun, tetap dialah yang akan menang. Dia kaya, dia tampan, dan prestasinya bagus saat masih sekolah dulu maupun sekarang ketika sudah memegang kendali perusahaan. Tidak heran kalau dulunya dia mendekati Heechul. Orang tuanya kaya. Sekarang dia malah sudah membuat kekayaan yang diwariskan padanya berlipat ganda.

Heechul memandangnya hampir seperti kucing betina lapar melihat ikan menggelepar di depannya. Siwon, dengan gaya yang yah ... elegan, gentleman seperti kata Heechul, berjalan mendekat ke arah kami. Mendekat lagi, kali ini dengan senyum yang menawan. Kupikir dia akan menyapa salah satu dari kami yang sedang berdiri di kerumunan, tapi dia hanya lewat. Berjalan lagi, kemudian berhenti di depan Kyuhyun.

What!

Siwon mengenal Kyuhyun?

Dia dan Kyuhyun saling senyum?

"Dia sudah tidak mengingatmu lagi?" tanyaku pada Heechul. Dari adegan saling lempar senyuman itu, aku menduga mereka dekat. Aku was-was kalau mereka ada hubungan selain pertemanan. "Itu ... maksudku Siwon. Dia pernah menyukaimu dan kau menyukainya. Masak ketika dia lewat di sini tadi, benar-benar tidak ingat padamu?"

Heechul agak cemberut. "Mungkin dia belum melihat ke arahku tadi," sangkalnya, meski jelas-jelas Siwon memandang ke arah kita semua.

"Berarti kau harus mendekat padanya supaya dia benar-benar bisa melihat mukamu dengan jelas." Heechul mengangguk. "Kalau masih tidak ingat, berarti kau harus memulai dari awal."

Dia menolehkan mukanya padaku. "Kau mendukungku dengannya?"

Aku mengangguk. Maksud terselubungnya, aku menginginkan Kyuhyun jauh dari Siwon.

"Kau tidak masalah kalau aku bersamanya?"

"Kenapa harus jadi masalah?" tanyaku balik. "Bukankah baik kalau kau bersamanya? Aku tidak harus kehilangan banyak uang lagi karenamu, karena kau punya lumbung uang yang lebih dalam daripada aku," kataku sambil menunjuk Siwon di kejauhan.

Heechul tersenyum kecut. "Kibum, kau perlu ingat kalau kau spesial bagiku. Meski aku jadi kekasihnya Siwon, aku tidak akan pernah melupankanmu. Uangmu adalah uangku, dan uangku adalah uangmu. Kita saling berbagi. Begitulah hubungan kita selamanya."

Pada kenyataannya uangku saja yang selalu berkurang. Aku harus mengumpat lagi dalam hati soal ini.

Seharusnya aku tidak membagi air mineral dan roti isi coklatku pada Heechul saat itu. Dia kelihatan merana ketika ditinggalkan kekasihnya di tengah jalanan yang sepi, di bawah teriknya matahari musim panas, tanpa uang sepeserpun, dalam keadaan lapar dan haus. Sejak saat itu dia menganggap kita saling berbagi sampai sekarang.

Seharusnya aku tidak memberi Heechul tumpangan di boncengan sepedaku dan memberinya tempat berteduh sementara di rumah sewaanku saat itu. Meski pada kenyataanya dia mengomel dan mengeluh kalau kakinya sakit setelah berjalan beberapa meter, juga mengaku lelah dan merasa akan pingsan. Sejak saat itu dia menganggap rumahku adalah tempat peristirahatan yang bisa digunakannya kapan pun dia mau.

Sekarang aku menyesal meski sudah telat lebih dari lima tahun untuk memperbaiki kenyataan ini.

"Masalahnya ..." Dia mengajakku memandang ke arah dua lelaki yang sedang bercengkrama di sana. Ke arah Siwon yang pembicaraannya selalu ditanggapi senyum dan tawa oleh Kyuhyun. Lelaki itu membuatku kesal, tapi lelaki itu pula yang membuat Heechul senang. "... aku tidak tahu siapa lelaki yang sekarang tengah bicara dengannya." Heechul menyenggol seseorang yang kebetulan berdiri di sebelah kami. Dia bertanya siapa lelaki yang bersama Siwon sekarang. Dan jawabannya membuat Heechul sedikit melebarkan mata. Dia Kyuhyun, lelaki yang berulang tahun hari ini. "Dia Cho Kyuhyun," ulangnya padaku.

Aku mengangguk. "Masalahnya kita datang ke sini atas undangan bisnis, kenapa kita bisa berada di acara ulang tahun? Kurasa kita tidak salah masuk ruangan mengingat banyak teman bisnis kita yang ada di sini."

Heechul menyikut perutku sampai aku mengaduh kecil. "Dia Cho Kyuhyun. Cho ... Kyuhyun ... Anak Tuan Cho. Orang yang telah mengundang kita ke sini!" Heechul cemberut setelahnya.

"Ooo..."

Bagian nama itu aku tahu, tapi tidak benar-benar tahu kalau dia anak dari Tuan Cho. Pantas mereka punya garis wajah yang sama. Wajah Tuan Cho fersi kerasnya, wajah Kyuhyun fersi lembutnya. Mengetahui mereka adalah ayah dan anak, aku agak terkejut. Secara tidak langsung aku sudah melecehkan anak Tuan Cho sore tadi. Sedikit banyak aku merasa tidak enak. Untung saja pelecehan yang kulakukan hanya berbentuk bayangan belaka.

Tuan Cho mengundang teman-teman bisnis untuk hadir di acara ulang tahun anaknya. Nampaknya orang kaya satu itu ingin semua orang tahu kalau dia menyanyangi putranya. Selain acara ulang tahun, Tuan Cho pasti akan memperkenalkan anaknya di depan umum.

Bagus juga aku mengundur kepergianku ke Busan demi acara ini, aku jadi bertemu dengan Kyuhyun sekarang.

"Kalau Siwon dekat dengan Kyuhyun, apa aku masih punya harapan?"

Pertanyaan Heechul menarikku ke permasalahan semula. Kedekatan Kyuhyun dan Siwon membuatku agak risih. Kalau Heechul tidak memiliki harapan dengan Siwon, aku yang akan menciptakan harapan itu untuknya.

"Bagaimana kau bisa bicara begitu? Mana Heechul yang selalu optimis tentang segala hal?"

"Soalnya ..."

"Tidak ada soal di sini. Ayo kita temui mereka. Beri selamat pada Kyuhyun sekaligus menjauhkannya dari Siwon." Heechul masih berpikir ketika aku menariknya, mengajaknya menghampiri dua lelaki yang masih asyik ngobrol itu. "Kau dekati Siwon sementara aku mengurus Kyuhyun," bisikku padanya.

"Kau baik sekali," katanya sambil memasang ekspresi kagum padaku. Padahal aku selalu baik padanya, dan baru sekarang dia sadar akan hal itu.

.

.

.

Dewi fortuna tengah ada di pihakku sekarang ini. Buktinya Kyuhyun mau-mau saja kuajak ngobrol. Pura-pura kuajak ambil minuman dan makanan, kemudian kugiring dia ke pojokan ruangan. Lalu kita ngobrol. Seputar bisnis, pertemanan, sampai tetek bengek yang tidak pernah terpikir untuk kujadikan bahan obrolan sebelumnya. Beberapa kali obrolan kami terputus karena satu dua orang datang padanya, mengucapkan selamat dan memberikan doa-doa kemakmuran. Sementara aku hanya bisa memberinya selamat tanpa embel-embel lain.

Sejam kemudian Tuan Cho datang dengan gerombolan yang terdiri dari sekertaris, asisten, dan beberapa bodyguard berbadan gempal. Orang kaya, kalau menghelat pesta datangnya bisa belakangan. Kalau aku bisa jadi sekaya Tuan Cho, mungkin aku akan meniru gaya beliau. Atau bisa lebih sombong lagi.

Kedatangan beliau membuat Kyuhyun mengundurkan diri dari perbincangannya denganku. Dia pergi ke sisi ayahnya. Acara pun dimulai. Seperti prediksiku, selain acara ulang tahun, Tuan Cho memperkenalkan Kyuhyun di depan hadirin. Beliau juga mengatakan dalam waktu dekat Kyuhyun akan mengambil alih jabatannya. Selesai Kyuhyun mengucapkan beberapa patah kata untuk tamu undangan ayahnya, kami memberinya tepuk tangan yang meriah. Pembinis-pembisnis tua memberi tepuk tangan karena respek. Yang lebih muda memberi tepuk tangan sebagai tanda kekaguman, sedangkan aku bertepuk tangan karena Kyuhyun memang pantas mendapatkannya.

Kemudian kita bersulang untuk malam ini. Semua orang mengangkat gelasnya, termasuk Kyuhyun yang mau tidak mau harus meladeni setiap orang yang datang padanya untuk bersulang. Aku kasihan padanya. Dia sudah lebih dari sepuluh kali menegak habis isi gelasnya demi teman-teman ayahnya. Dia pasti mabuk meski kelihatannya baik-baik saja di depan umum. Aku ingin membawanya pergi dari sini, tapi bagaimana caranya?

"Kibum ...," Heechul datang lagi padaku. Tiba-tiba menggelendot dengan wajah cemberutnya. "Agaknya Siwon tidak tertarik lagi padaku."

"Sudah lebih dari lima tahun sejak kau lulus dari Universitas, wajar kalau dia tidak tertaik padamu lagi. Tapi bukan berarti cinta lama tidak bisa ditumbuhkan lagi."

"Tapi dia tidak mau berbicara banyak denganku."

Aku menepuk lengannya lembut. "Semua hal butuh proses. Ini baru pertemuan pertama, kau masih bisa menemuinya dan berusaha lebih keras lain waktu." Kuelus-elus tangannya seperti biasa kalau dia merasa sedih. Katanya, itu membuatnya lebih tenang. Daripada dia kesal seharian kemudian melepaskan kesalnya dengan berbelanja segala macam barang dengan kartu kreditku, aku lebih suka mengelus-elusnya. "Kau hanya perlu bertekad untuk tidak menyerah!" Aku memberinya motivasi lebih dan bersedia membantunya apa pun kalau itu berkaitan dengan Siwon. Lebih tepatnya menjauhkan Siwon dari Kyuhyun.

Heechul mengangguk meski masih cemberut.

"Kau sudah minum cocktail yang ada di sana?" Heechul mengegeleng. "Itu enak sekali, kau harus coba. Aku akan ambilkan satu untukmu!"

Meninggalkan Heechul untuk mengambil segelas cocktail, mataku menangkap sekelebatan Kyuhyun berjalan terburu-buru meninggalkan ruangan. Dia masuk ke pintu yang mengarah ke toilet. Segera kusambar gelas cocktail, kemudian kembali pada Heechul.

"Aku akan ke toilet," kataku dengan mendorong gelas cocktail ke tangannya. "Kau tetap di sini. Kalau bisa cari cara untuk berbicara dengen Siwon." Setelah Heechul mengangguk, aku bergegas ke arah yang dituju Kyuhyun.

Ada beberapa orang di toilet ketika aku masuk. Aku ke jajaran urinoir, mengambil tempat yang paling ujung. Menurunkan resleting celanaku, kemudian mengosongkan kandung kemihku. Kyuhyun ada di depan wastafel, tengah mencuci muka dan sedikit mengurut pilipisnya. Dia mabuk. Orang-orang lainnya mulai meninggalkan toilet. Setelah tinggal kami berdua, Kyuhyun tidak menahan diri lagi, dia memuntahkan isi perutnya di wastafel. Aku buru-buru menyudahi acara buang air kecil. Segera mencucui tangan, mengeringkannya dengan mengusapkannya ke celanaku, lalu menghampiri Kyuhyun.

"Kau tidak apa-apa?"

Kupegang tengkungnya, kupijit ringan, dan dia muntah lagi. Aku mengelus punggungnya sekarang, menunggunya selesai mengosongkan lambung, kemudian membantunya mengambil tisu. Dia berkumur, membasuh mulutnya, membasuh mukanya, dan aku memberikan tisu itu.

"Kau tidak apa-apa?" tanyaku lagi. Kyuhyun hanya menggeleng. "Kau benar-benar mabuk. Kalau masih mau kembali ke ruangan itu, kusarankan kau tidak minum lagi. Tapi kalau kau memutuskan untuk istirahat, aku bisa mengantarmu ke kamar."

"Aku mau istirahat saja."

Aku mengangguk. Segera menuntunnya. Melingkarkan lenganku di pingangnya supaya dia tidak jatuh, sekalian ingin tahu cukupkah lenganku melingkari tubuhnya.

Mengantarkannya ke kamar yang dia sebutkan nomornya. Aku membantunnya duduk. Dia berusaha melepas sepatunya. Kelihatan kesulitan, aku berjongkok di depannya, membantunya melepas sepatu.

"Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri," tolaknya.

"Kau mabuk!" sangkalku. Meski tidak mabuk, aku masih bersedia membukakan sepatunya. "Kau juga perlu membuka baju. Bajumu basah." Aku buru-buru berdiri, menjauhkan tangannya dari kancing kemeja. "Jangan bergerak, aku yang akan membuka bajumu!" kebetulan aku suka membuka baju orang lain.

Kyuhyun memandangiku curiga, tapi kuabaikan padangan itu. Selesai dengan kancing-kancingnya, aku bantu dia melepas kemeja. Dia menggunakan singlet putih yang sebagian basah karena air dari toilet tadi. Aku gemas untuk melepaskannya juga, jadi tanganku ini bergerak cepat, mengambil ujung singlet itu dan menariknya keluar dari badan Kyuhyun.

Sialnya, badannya sebagus yang kulihat sore tadi. Putih, mulus, dan menggiurkan.

Takut terlalu lama terpesona, aku meningalkannya sebenar untuk mengambil air mineral dalam lemari es mini dekat pintu. Kubukakan tutupnya, "Minum sedikit untuk membasahi tenggorokanmu!" Kupaksakan air itu padanya. Setelah beberapa teguk, aku mengambil botol itu, meletakkannya di meja. "Kau istirahat saja!" saranku sambil memegangi kedua bahunya.

Dia menolak. "Aku tidak benar-benar mabuk," sangkalnya. Mungkin benar, tapi kepalanya pasti terasa berat. Kupaksa dia merebah dengan mendorongnya. Dia menyerah dan akhirnya mendapatkan kenyamanan setelah tubuhnya menyentuh kasur. "Kepalaku memang sedikit sakit ..." kemudian meralatnya. " ...bukan sedikit, tapi benar-benar sakit. Aku tidak tahu apakah kandungan alkohol minuman-minuman itu yang terlalu tinggi atau perkenalan dengan teman-teman ayahku itu yang membuatku sakit kepala. Akan didapuk sebagai pemimpin perusahaan besar membuatku tertekan," katanya sambil memejamkan mata. "Aku lebih suka jadi orang biasa saja."

"Seperti aku," kataku. "Aku orang yang biasa saja." Meski sesungguhnya aku suka jadi luar biasa.

"Ya, seperti kau juga boleh." Aku mengidamkan ada di posisi Kyuhyun, tapi dia malah mengidamkan ada di pisisiku. "Aku mau ...," suaranya mengecil. "... seperti ..." lalu mendengkur halus.

"Mau seperti apa?" Aku tersenyum melihatnya telentang pasrah di depanku. "Mau sepertiku?" lanjutku sambil memandangi sekujur tubuhnya. Untungnya dia benar-benar tak merespon. Agaknya mabuk dan sakit kepala membuatnya tertidur lebih cepat. "Kita tidak mungkin bertukar posisi, juga tidak mungkin saling berbagi. Seandainya kau wanita, aku mau menikahimu, mengambil alih tugasmu, menghidupimu, dan membahagiakanmu. Sayangnya ..."

Aku berhenti di ikat pinggangnya. Kuraih ikat pinggang itu, membukanya. Menelanjanginya bukan untuk meraih untung, tapi untuk kebaikannya. Kucampakkan celana itu ke lantai, lalu kupandangi lagi tubuh telanjang itu. Semuanya sempurna.

"... meski kau laki-laki, tubuhmu membuatku bergairah." Aku geleng kepala berkali-kali. Selain untuk mengenyahkan pikiran kotor, juga untuk menyadarkan diri. Di pertemuan pertama tidak boleh ada adegan tidak senonoh yang kulakukan padanya atau imageku di hadapannya akan buruk. "Kali ini kita hanya bisa bercinta lewat khayalan. Nanti, kalau kita sudah lebih dekat lagi dari ini, kita akan melakukan yang lebih nyata." Kujanjikan padanya dengan sungguh-sungguh.

Selimut kutarik menutupi sekujur tubuhnya.

Kecupan kutinggalkan di kening dan pipinya.

Mengucapkan selamat tidur, kemudian meninggalkan tempat.

Kihyun

Memijit kedua pelipis Heechul.

Duh, sebenarnya dia ini siapaku? Katanya spesial, tapi diperlakukan seperti budak.

"Kibum!"

Tidak kurespon, tapi dia selalu tahu kalau aku mendengarkannya.

"Aku mau sarapan pancake dengan sirup maple dan segelas jus jeruk."

"Jangan makan dulu, nanti kita sarapan di dekat pantai. Di sana ada restoran seafood yang kelihatannya enak."

"Aku belum sarapan."

"Salah sendiri kau bangun siang."

"Aku mabuk, tidak bisa bangun pagi. Kau sendiri kalau mabuk malah bangunnya lewat tengah hari." Heechul menambahkan. "Aku terbiasa langsung sarapan setelah bangun dan mandi. Aku takut asam lambungku naik seperti yang selalu kau alami. Kau peminum parah dan sering melupakan sarapan. Kau tidak pernah menggubris ..."

"Iya iya, aku akan mengurangi minum dan tidak lagi melupakan sarapan!" janjiku untuk yang kesekian kalinya. Setidaknya aku tidak mabuk tanpa alasan. Kadang partner bisnis mengajak makan dan minum-minum. Kadang bos besar, dalam hal ini kakeknya Heechul, tiba-tiba menyuruhku datang ke kediamannya untuk minum anggur mahal. Kadang teman-teman tiba-tiba menraktir minum juga. Kalau sudah begitu, tawaran mereka tidak bisa ditolak. Kecuali soal sarapan, terus terang aku memang sering lupa.

"Iya iya terus, tapi tidak pernah dilakukan," rutuknya. "Sekarang pesankan sarapan yang kuminta tadi!" perintahnya yang mau tak mau harus kuturuti.

Untuk sementara kutinggalkan Heechul di kursi malas di balkon. Aku mengambil telepon kamar, memencet nomor service hotel yang kemudian disambungkan dengan bagian pemesanan. Pesanan yang diminta Heechul kusebutkan, mereka berjanji segera mengantarkannya. Selesai memesan, aku menutup telepon dan kembali ke balkon.

Heechul tengah memejamkan matanya, memijit sendiri keningnya. Hendak bergabung kembali dengannya, tiba-tiba aku teringat Kyuhyun. Apa lelaki itu sudah bangun? Apa dia sudah sarapan? Apa dia baik-baik saja setelah mabuk semalam?

Aku ingin bertemu dengannya.

Sekedar tahu keadaannya.

"Aku akan keluar sebentar." Heechul membuka mata dan menoleh cepat ke arahku. "Kau mau titip sesuatu?"

"Aku ikut!"

"Jangan!" Cegahku, seketika membuatnya curiga. "Kepalamu sakit, jadi tunggu saja di sini!" terangku. "Aku cuma sebentar. Beli sesuatu di minimarket terdekat. Lagipula makanan yang kau pesan sebentar lagi datang. Kalau kau ikut aku keluar, siapa yang akan menerima makanannya?"

Heechul cemberut, tapi dia mengiyakan untuk tinggal.

Aku mengambil dompet dan ponsel, memasukkannya ke saku celana. Memakai sepatu, kemudian keluar kamar. Tujuanku memang untuk melihat keadaan Kyuhyun, tapi tidak mungkin langsung datang ke kamarnya. Ya, kalau dia ada di kamar, kalau ternyata dia ada di luar, percuma aku datang ke kamarnya.

Tiba-tiba terpikir olehku untuk menunggu sebentar di lobi hotel. Feelingku mengatakan aku bisa bertemu Kyuhyun di sana.

Turun dari lantai atas, baru keluar dari lift aku langsung melihat Kyuhyun keluar dari lift satunya. Lift akses turun naik dari dan ke kamar-kamar eksekutif. Aku berjalan mendekati meja resepsionis, dia juga. Karena kebetulan dia melihatku, dia tersenyum kecil ke arahku yang segera membuatku besar kepala merasa dikenal baik olehnya, lalu dia menyapaku.

"Selamat pagi juga," sapaku balik meski ini sudah setengah siang. "Bagaimana keadaanmu, sudah tidak sakit kepala lagi?"

"Terbebas sama sekali dari hangover," dia tersenyum lagi. "Ngomong-ngomong, terima kasih untuk yang semalam."

"Tidak masalah."

"Jadi, kau mau kemana?" tanyanya sambil melihatku dari atas ke bawah, tentunya sambil senyum. "Cari angin?" tambahnya.

Aku mengangguk, "Sekalian cari sesuatu untuk dimakan. Ya ... kalau ada yang menemani, akan lebih bagus lagi."

"Kebetulan aku sedang senggang, punya uang berlebih, dan ingin membelanjakannya. Bagaimana kalau aku ikut denganmu, tapi aku yang traktir?" Kyuhyun mengeluarkan tawaran yang mengiurkan. Tidak pantas untuk ditolak. "Sebagai ucapan terima kasih."

Kugelengkan kepalaku. Aku tidak butuh ucapan dan balasan terima kasih, aku butuh dia. Dia juga menggelengkan kepalanya, tidak butuh penolakanku. Langsung menyeretku pergi. Keluar dari area hotel, berjalan-jalan di tepian pantai, dan pada akhirnya mampir di restoran kecil. Kita mengambil meja yang jauh dari pengunjung lain. Memesan makanan sederhana, menunggu sambil ngobrol, dan makan dengan santai.

Selesai makan kita jalan-jalan lagi. Melihat pedagang-pedagang kecil di tepi pantai tanpa berniat untuk membeli. Masuk ke kerumunan dan berbaur.

"Kau ...," Kyuhyun menoleh padaku. Gerakannya elegan. Bahkan saking elegannya, aku ingin melihat versi slowmotion-nya. "... ingin hadiah apa dariku?"

"Hn?"

"Hadiah ulang tahun, kau ingin apa?"

Dia menggeleng. "Aku sudah mendapat banyak sekali hadiah. Kurasa tak perlu hadiah lagi." Aku mengangguk. Aku yakin dia sudah dapat banyak hadiah, satu tambahan hadiah kecil dari orang sepertiku tak akan membuatnya puas. Lagipula barang apa pun yang dia inginkan, sudah pasti dia bisa mendapatkannya dengan mudah. "Kalau yang kau maksud adalah barang ...," katanya yang membuatku harus berharap-harap cemas. "... aku sudah dapat banyak. Kalau yang lain ...," katanya lagi masih dengan gaya berteka-teki.

"Kalau yang lain ... selain barang, kau butuh apa?" tanyaku. Siapa tahu jasaku terpakai.

"Satu dua hal yang sebenarnya aku inginkan, tapi ...," dia membuatku penasaran. "... kau pasti keberatan." Aku tidak keberatan. Sama sekali tidak, asal apa yang dipintanya jelas-jelas aku bisa mengabulkan. Aku menggeleng mantap, menyatakan diri kalau tidak keberatan dengan apa pun yang akan dia pinta. Dan Kyuhyun melanjutkan, "Malam ini kau ada acara?"

"Tidak."

"Makan malam denganku, mau?" Dia buru-buru menambahkan. "Salah satu yang kuinginkan adalah makan dengan teman di tempat yang biasa saja."

Maksudnya, dia mau makan di tempat makan yang tidak seharusnya dimasuki oleh orang kaya sepertinya?

Aku kagum, meski dia kaya, dia tidak serta merta menunjukkan kekayaannya. Tidak congkak, bukan tukang pamer, mau berteman dengan siapa saja, ramah, dan tentu saja tidak mau mendominasi orang lain. Tidak salah aku menyukai ... Awalnya memang menyukai tubuhnya, setelah melihat kepribadiannya, aku suka semua hal darinya.

Segera kuiyakan permintaannya itu.

Dia tersenyum lagi.

Ah, Kyuhyun benar-benar murah senyum.

.

.

.

"Kau dari mana?"

Aku tidak melupakan Heechul, aku hanya lupa untuk kembali lebih cepat seperti yang kujanjikan padanya. Dia suka mengomel. Kalau sudah mengomel, kuping pun akan jadi panas mendengarnya.

Heechul berdiri tegak di depanku. Mukanya bengis, sedangkan matanya menyelidik. Posturnya kaku dengan kedua tangan di pinggang. Cuma butuh gaun rumahan saja agar dia mirip seperti istri galak yang suaminya pulang terlambat.

"Mana barang yang katanya akan kau beli di minimarket?"

Bahkan dia tidak mempersilakanku masuk dan duduk. Dibiarkan berdiri di samping pintu, kemudian diinterogasi. Hanya untungnya pintu sudah ditutup. Tidak ada kemungkinan orang luar melihat dan menguping aku yang sedang diomeli Heechul.

"Aku tak boleh ikut tadi ..."

"Aku bertemu teman," potongku.

"Kau bertemu teman?" pekiknya tidak terlalu keras. "Kau bertemu teman dan jalan dengannya lalu kau melupakan temanmu yang ada di sini," katanya sambil menekankan kata teman yang mengarah padanya. "Kibum, aku menunggumu lebih dari tiga jam. Katanya kau mau mengajakmu makan siang, tapi kau pergi dan baru kembali setelah lewat jam makan siang."

"Maaf, aku sudah makan siang."

"Apa?" Heechul berteriak.

Aku menambahkan dengan cepat sebelum dia lebih marah lagi. "Aku menerima ajakan teman untuk makan siang bersama bukan tanpa alasan ..."

"Alasan apa yang bisa membuatmu meninggalkanku di sini? Membuatmu membatalkan makan siang denganku? Membuatmu baru kembali setelah lebih dari tiga jam di luar sana?"

...tapi Heechul lebih cepat marah.

"Kau tidak pernah peduli dengan kata spesial yang kusematkan padamu. Aku membuatmu jadi spesial, tapi kau membuatku tidak ada artinya." Aku menggeleng. Itu tidak benar. Heechul spesial bagiku. "Kau menemukan seorang wanita, ha? Wanita yang sesuai seleramu. Bertubuh tinggi dan sintal, berdada besar, mukanya cantik, kakinya jenjang, senyumnya menawan sampai-sampai semua laki-laki diberi senyum olehnya? Kau punya kriteria wanita murahan. Dan kau menemukan wanita murahan itu saat kau keluar tadi, kan?"

Heechul ...

Dia benar-benar salah paham.

Pertama, aku tidak bertemu dengan wanita, tapi bertemu dengan lelaki. Kedua, aku memang suka kriteria wanita seperti yang disebutkannya, tapi bukan berarti semua wanita seperti itu adalah wanita murahan. Aku bertemu Kyuhyun, lelaki yang bahkan di hari pertama kulihat sudah membuatku terangsang, membayangkan yang tidak-tidak, sampai datang lebih cepat. Untuk saat ini, Kyuhyun sedikit lebih penting dari Heechul. Tapi aku perlu menyimpan ini untuk diriku sendiri.

"Aku bertemu teman laki-laki yang bisa memberiku informasi soal Siwon," kataku akhirnya berbohong.

"Apa?" teriaknya. Kali ini bukan marah, tapi terkejut.

"Aku bertemu orang yang kenal Siwon. Mengajaknya makan siang, menraktirnya sambil bertanya-tanya soal Siwon, dan mendapatkan beberapa informasi remeh tapi penting. Seperti, Siwon itu baik hati, Siwon itu gentleman, Siwon itu belum punya kekasih, dan lain-lain."

"Siwon belum punya kekasih?"

Aku mengangguk.

Heechul menarikku. Mendudukkanku di ranjang. Dia berdiri antusias di depanku. Ingin mengetahui apa saja yang kutahu dari teman yang kusebutkan tadi, bercerita soal Siwon.

"Katanya begitu, tapi dia sedang menyukai seseorang." Itu yang kusimpulkan dari pembicaraan yang kubuat dengan Kyuhyun. Kyuhyun tidak meyebutkan bahwa Siwon menyukainya, tapi dari tingkah laku yang ditunjukkan Siwon untuk Kyuhyun, aku menyimpulkan demikian. Aku tidak suka perlakuan Siwon pada Kyuhyun, untungnya Kyuhyun tidak merespon perlakuan baik itu. "Kemungkinan orang yang disukainya itu adalah Kyuhyun. Jadi, aku juga berusaha cari informasi tentang dia."

"Lalu?"

"Kalau Kyuhyun berpotensi menghalangi usahamu mendapatkan Siwon, aku akan mengurusnya." Heechul agak-agak takut aku mengatakan itu. Aku segera menerangkannya. "Bukan mengurusnya dalam artian buruk. Aku jelas tidak mungkin melawan kuasa Kyuhyun yang di belakangnya ada Tuan Cho. Aku akan mengurusnya dengan cara-cara yang mudah, seperti mengencaninya lebih dulu, atau ..."

"Kau mau mengencani Kyuhyun demi aku bisa dekat dengan Siwon?" Heechul tak percaya, tapi tersenyum manis setelahnya. Aku pun bisa menggangguk puas sekarang. Senyum seperti itu tandanya dia tidak lagi marah. "Kau selalu baik padaku, Kibum," katanya, manja.

"Karena kau spesial!"

Heechul menubrukku. Memelukku terlalu erat. Aku tidak keberatan, hitung-hitung latihan kalau suatu saat nanti aku akan dapat pelukan dari Kyuhyun.

Kihyun

Aku punya seribu cara lepas dari Heechul malam ini. Meski Heechul terus menempel padaku dengan alasan takut ditinggalkan makan malam, aku masih bisa mengakalinya. Contohnya sekarang ini, kami bertemu dengan Kyuhyun dan Siwon di lobi. Aku berbasa-basi dengan mereka berdua, sedangkan Heechul malu-malu kucing di sebelahku saat melihat Siwon. Setelah kuutarakan maksud kami untuk makan malam, Kyuhyun berminat untuk bergabung. Kami berempat pergi ke restoran terdekat untuk makan dan ngobrol.

Kyuhyun pergi ke toilet di tengah-tengah pembicaraan. Meski tidak ada kode-kodean, aku tahu dia ingin kuikuti. Sebentar kemudian aku menyusulnya.

"Kau dekat dengan Heechul," katanya tidak mirip pertanyaan. Aku yang baru masuk dalam toilet hanya bisa mendekat padanya tanpa bisa menyangkal. "Sepertinya hubungan khusus."

"Memang hubungan khusus, tapi tidak terlalu khusus," jawabku tidak berniat bohong, karena pada akhirnya berbohong akan merumitkan jalanku untuk mendapatkannya. Demi agar Kyuhyun tidak salah paham, aku menambahkan. "Aku berteman dengannya sejak tahun terakhir di Universitas. Aku juga bekerja untuk perusahaan kakeknya. Hanya bagian itu khususnya, tidak lebih." Bagian Heechul sering tinggal di apartemenku, bagian dia suka bermanja-manja dan kadang menempatkan aku sebagai kekasihnya, itu tidak perlu diceritakan.

Kyuhyun mengedip. Senyumnya agak kecut, tampak tidak begitu percaya.

"Aku tidak berkencan dengannya dan tidak sedang berkencan dengan siapa pun." Sepertinya aku perlu sedikit menjaga jarak dari Heechul. Terutama ketika Kyuhyun sudah mulai dekat denganku seperti sekarang ini. "Pokoknya aku masih single."

Kyuhyun tersenyum lagi. Kali ini senyumnya agak melegakan. Dia berkata, "Aku tidak bertanya soal statusmu," meski pada akhirnya kalimatnya tadi mengarah ke sana. "Oh, ya. Maaf kali ini aku tidak bisa datang sendirian. Siwon sudah ada di depan pintu kamarku sejak aku membuka pintu. Aku tidak bisa menolaknya."

Sama halnya denganku. Aku tidak bisa menolak Heechul. "Seharusnya aku juga minta maaf karena kejadian yang sama."

Dia menggeleng. "Yang penting kita sudah bisa makan bersama meski tidak hanya berdua." Aku bisa mendengar nada-nada kekecewaan dalam suaranya. Itu berarti aku perlu melakukan sesuatu yang lain untuk Kyuhyun. "Kita bisa makan berdua lain waktu." Sementara ini aku mengangguk. "Karena masalah ini sudah selesai ..."

"Masalah ini?" Aku memancingnya.

Kyuhyun agak salah tingkah. "Masalah ... aku mengajak Siwon dan ... dan kau mengajak Heechul." Dia menjawab agak terbata.

Kupikir Kyuhyun menggiringku ke toilet karena ingin tahu kejelasan hubunganku dengan Heechul. Atau jangan-jangan dia ada rasa padaku?

"Kukira masalah hubunganku dengan Heechul," gumamku. "Aku hendak menegaskan, meski Heechul sering terlihat sangat-sangat dekat denganku, aku dan dia tidak ada hubungan yang seperti itu. Aku 100% ..."

"Aku percaya," Kyuhyun memotong. "Kita kembali sekarang. Mereka tidak boleh dibiarkan menunggu terlalu lama. Nanti mereka curiga."

Kyuhyun jalan duluan. Mengindar tentunya. Padahal aku ingin melihat ekspresi mukanya setelah mengatakan kalimat barusan. Aku membuka diri untuknya. Kalau peruntunganku bagus, Kyuhyun akan menangkap umpan yang kulempar, kemudian kita bisa mengembangkan hubungan. Sayangnya dia menutupi ekspresinya dengan melarikan diri.

Aku mengikutinya. Berhasil menyusulnya sebelum dia keluar dari lorong toilet. Cepat-cepat kutangkap pergelangan tangannya. Dia langsung berbalik padaku.

"Kenapa mereka tidak boleh dibiarkan menunggu terlalu lama?" Kyuhyun tidak menjawab. Malah pura-pura tidak mengerti dengan pertanyaanku. Aku bertanya lagi. "Kenapa mereka harus curiga kalau kita ada di toilet terlalu lama?" Kyuhyun masih tidak menjawab. Tidak mendapatkan jawaban yang tepat, kemungkinannya. "Aku ingin tahu. Jadi, ayo buat mereka menunggu lama sampai mereka memutuskan untuk pergi dari sini!"

"Apa maksudmu?"

Aku tidak menerangkannya. Menariknya langsung keluar dari toilet, tapi tidak kembali ke meja kita. Aku bertanya pada seorang pelayan soal pintu keluar selain pintu depan. Aku terangkan pada pelayan itu, bahwa kita sedang dalam pelarian. Biasalah, pasangan di bawah tangan. Pelayan itu mengerti dan langsung menunjukkan pintu samping. Aku menarik Kyuhyun menuju pintu yang dimaksud. Keluar dari restoran, berjalan berlawanan arah dari restoran, kemudian berlari mejauh. Kyuhyun yang masih kucekali tagannya pun ikut berlari bersamaku.

Sepuluh, lima puluh, seratus meter jauhnya dari restoran, aku menghentikan lariku. Kyuhyun juga berhenti. Aku tahu dia lelah, terdengar dari nafas-nafasnya yang keluar masuk dengan kasar. Kutarik dia, berbelok ke lorong yang dipenuhi penjual sovenir. Aku mengajaknya berjalan santai.

"Aku berlum pernah diajak melarikan diri," katanya di sela nafas-nafas kasarnya yang mulai mereda.

"Aku belum pernah mengajak seseorang melarikan diri," balasku. "Ternyata menyenangkan. Sepupuku pernah memaksaku melihat drama dengan adegan seperti barusan. Aku mengatakan padanya bahwa adegan seperti ini sangat membosankan, tapi setelah dilakukan terasa sangat romantis." Kulirik Kyuhyun, dia memalingkan mukanya, tapi aku masih bisa melihat senyum yang dia sembunyikan. "Tapi kita jadi seperti pasangan remaja. Seumpama kita berkencan, kita harus buat pelarian versi dewasa." Aku berhasil mengintip Kyuhyun yang makin tidak mampu menyembunyikan senyumnya.

Fix, dia benar-benar ada rasa padaku.

"Lalu bagaimana dengan Siwon?" Meski sudah tahu, aku perlu memastikan.

Mendadak menoleh. "Tidak ada apa-apa antara aku dan dia." Wajahnya kaku, tandanya serius. "Kita saling mengenal sejak masuk Universitas. Berteman, tapi tidak terlalu dekat."

Belum cukup, aku melontarkan kalimat lain. "Sepertinya dia suka padamu."

Kyuhyun mengangguk. "Dia yang menyukaiku, tapi tidak sebaliknya."

Syukurlah!

Aku menyeringai. "Baguslah!"

"Apanya yang bagus?" tanyanya.

"Aku tidak ada hubungan dengan Heechul, kau tidak ada hubungan dengan Siwon, jadi ..." Aku senang tangannya masih kucekali. Aku melepas tangan itu hanya untuk membenahi cara berpegangan. Kusisipkan jemariku pada jemarinya. Menggenggamnya dengan erat. "... aku dan kau bisa mulai ada hubungan." Kyuhyun tidak menjawab karena kaget, entah karena tidak suka atau malah sangat suka. Kalimat lain kutambahkan, "Itu kalau kau tidak keberatan. Atau kita bisa mulai pelan-pelan. Lagipula kita baru mengenal satu sama lain kemarin."

Kyuhyun tersenyum.

"Jadi ...?"

"Aku tidak keberatan kita langsung punya hubungan."

Kali ini aku yang kaget. Kyuhyun langsung menarik umpanku tanpa berfikir dua kali. "... kau mau jadi kekasihku sekarang?"

Kyuhyun tidak menjawabnya. Lagi-lagi hanya tersenyum, bahkan tidak mau melihat ke arahku. Malu-malu kucing, tapi aku suka.

"Kita jadi sepasang kekasih, sekarang?" tanyaku lagi.

Kyuhyun mengangguk.

"Jadi, kita sah ...?"

Dia memotong, "Aku kan sudah mengangguk." Dia cemberut. Lelaki tampan sedang merajuk, lucu sekali.

Aku tertawa kecil. "Aku hanya ingin mendengar kau bilang 'iya' padaku." Aku pun mengulang. "Jadi ... kita saling memiliki, sekarang?"

Kyuhyun cemberut. Dengan cepat bilang, "Iya!" lalu manyun.

"Yes!" pekikku

Dia makin cemberut.

Kutarik tangannya, kucium punggung tangan itu.

.

.

.

Hubungan yang baik jarang membawa seks di hari pertama pacaran. Itu yang sedang kulakukan sekarang. Aku berhasil memojokkan Kyuhyun di lorong gelap tak jauh dari para penjual sovenir. Awalnya hanya mencium keningnya, kemudian pipinya, lama-lama ada keharusan mencium bibirnya. Sialnya dia membalas. Ciumannya bukan main-main. Dia satu dari sekian banyak orang yang piawai berciuman. Bibirnya lembut, ditambah skillnya yang luar biasa, langsung membuatku terangsang. Aku menyudahi cumbuhan itu dengan ciuman kilat di bibirnya sebelum semuanya menjadi kacau. Kyuhyun kebingungan sampai sempat bertanya kenapa aku menyudahinya. Kukatakan padanya bahwa aku ingin menghabiskan malam ini dengan berjalan-jalan sambil bicara. Itu akan membuat kita mengenal lebih dekat.

Kyuhyun setuju.

Kami mengambil jalur aman lagi setelah percumbuhan singkat itu. Berjalan di tempat-tempat ramai, membeli camilan untuk dimakan bersama, bercerita satu sama lain, membeli sepasang gelang rajut yang katanya bisa membuat pasangan jadi langeng, dan tentu saja pulang setelahnya.

Dia membuka lebar pintu kamarnya, mempersilakanku mampir. Aku punya banyak bayangan kotor kalau sampai masuk ke kamar Kyuhyun. Itu tidak boleh terjadi. Hubungan ini harus lebih kuat. Setidaknya lewati hari ini dulu tanpa hubungan badan.

"Aku sangat ingin mampir, tapi masih ada yang harus kuselesaikan. Aku harus mengurus Heechul sebelum dia melaporkanku pada kakeknya." Tidak benar-benar melapor pada kakeknya, hanya saja kalau lelaki satu itu tidak segera ditemui dan diberi penjelasan, dia akan membuat ulah. Heechul akan membuat hidupku sengsara dengan segala tingkahnya, omelannya, dan pada akhirnya akan mempengaruhi performa kerjaku. Kalau kerjaanku terbengkalai, kakeknya Heechul akan marah. "Kakeknya menipkannya padaku untuk menghadiri undangan dari ayahmu, yang ternyata pesta ulangtahunmu. Kubawa dia dalam keadaan baik, aku pun harus mengembalikannya dalam keadaan yang baik pula."

Kyuhyun mengerti. Dia mengangguk kecil.

"Aku akan menemuimu lagi besok sebelum kembali ke kota."

"Kau kembali besok?"

Aku mengangguk. "Kau sendiri masih akan berada di sini untuk berapa lama?"

"Dua hari lagi. Aku masih ada pesta dengan teman-temannku." Kyuhyun terdiam sejenak. "Apa kau tidak bisa tinggal sehari lagi? Hadiri pestaku besok malam!"

Tiket pulang sudah dipesan. Aku juga harus masuk kerja di hari berikutnya. Itu pun hari dimana aku harus mempersiapkan diri ke Busan untuk urusan bisnis. Ah, nasibku kenapa begini? Baru juga jadi kekasihnya Kyuhyun, sudah harus berpisah lagi untuk beberapa hari.

"Sebenarnya harus pulang besok, tapi akan kuusahakan untuk menginap semalam lagi." Kyuhyun tersenyum kecil. Manis, tidak manja seperti Heechul. "Doakan aku bisa membujuk Heechul untuk tinggal sehari lagi!" Dia mengangguk. "Aku pergi dulu, ya!"

"Kirimi aku pesan setelah kau sampai di kamarmu!"

Aku mengangguk. "Tidur yang nyenyak!" kataku, kusambung dengan kecupan kilat ke bibirnya.

Sialan, aku mau lebih dari ciuman kilat!

Kihyun

Setelah kumarahi, Heechul terdiam cukup lama. Dia minta maaf dengan muka sedihnya. Padahal aku berbohong soal kesempatan yang kubuat agar dia dan Siwon bisa berduaan di restoran. Itu adalah kesempatan yang kubuat untuk diriku sendiri agar bisa berduaan dengan Kyuhyun.

"Sudah, jangan pasang tampang sedih seperti itu. Nanti, aku akan buatkan momen berduaan lagi untuk kalian!" Dia mengangguk, tapi muka sedihnya masih belum hilang. "Hanya saja, kau harus menggunakan kesempatan itu dengan baik. Jangan seperti tadi, kau langsung menurut ketika Siwon mengajakmu kembali ke hotel." Aku menghela nafas panjang, pura-pura kecewa. "Kalau lain kali Siwon masih mengajakmu kembali, pastikan kau kembali bersamanya."

Heechul mengangguk.

"Ada bagusnya kau langsung ikut ke kamarnya!"

Dia memukulku ringan, lalu cemberut lagi. Dan aku tertawa kecil.

"Besok kita hanya punya setengah hari di sini. Lebih baik sekarang kita tidur, dan gunakan setengah hari besok untuk jalan-jalan denganku."

Heechul mendengus. "Katanya mau membuatkan momen untukku dan Siwon, kenapa kita harus jalan-jalan berdua?" protesnya. "Lagipula kenapa kita harus kembali secepat ini. Kan, kita bisa di sini satu dua hari lagi."

"Waktu kita di sini sudah habis. Aku harus kembali ke kota dan bekerja." Agaknya Heechul enggan untuk pulang. Yang tadinya sudah ceria, sekarang cemberut lagi. Padahal dia jarang cemberut lama-lama. Ini pasti ada hubungannya dengan pertemuannya dengan Siwon yang sedikit tidak mengenakkan. "Aku ini salaryman, kalau tidak bekerja, kakekmu pasti akan memecatku. Kalau kau mau tetap di sini, telepon kakekmu dulu."

"Kalau kau tidak di sini, siapa yang akan mengatur pertemuanku dengan Siwon?"

Lelaki ini ... Sejak bertemu cinta lama, dia jadi berubah drastis. Kalau boleh kubilang, dia adalah satu dari banyak orang yang tidak tahu malu. Ketika dia suka pada orang, suka atau tidak orang itu padanya, dia akan mengejarnya. Dan setelah tidak suka lagi, dia akan memutuskannya begitu saja. Pada akhirnya, aku yang jadi tumbal sebagai kekasih pura-pura untuk menghadapi mantan-mantan kekasihnya. Aku hanya mampu bersyukur masih hidup sehat sampai sekarang meski aku yakin mantan-mantan Heechul membenciku dan ingin membuat perhitungan padaku.

Melihatnya sekarang ini, aku ingin tertawa sekencang-kencangnya. Sangat ingin membully-nya, tapi takut pada konsekuensi penurunan jabatan dan pengurangan gaji kalau dia sampai melapor pada kakeknya. Karena Heechul dimanjakan, tentu saja semua permintaannya akan dikabulkan. Terus terang aku dapat posisi bagus di perusahaan karena Heechul mempromosikanku. Maka dari itu aku harus menjaga hubungan baik dengannya, terutama di depan kakeknya.

"Lusa aku harus mempersiapkan perjalanan bisnis ke Busan."

"Itu lusa, bukan besok. Kita masih bisa menginap sehari lagi di sini, kemudian pulang dengan pesawat pagi. Tinggal ubah jadwal penerbangan saja," katanya enteng.

Aku melotot padanya, tidak setuju. Hanya karena undangan itu datang dari Tuan Cho, perjalanan ini dibiayai perusahaan. Kalau kita mengubah jadwal penerbangan, siapa yang akan bayar tiket peswatnya? Siapa yang akan bayar biaya menginap semalam lagi? Ujung-ujungnya aku yang tekor.

"Aku tahu, aku tahu." Dia meraih dompetnya sendiri, menarik satu kartu dari jajaran kartu kredit yang tersemat di dompet itu, dan mengulurkannya padaku. "Aku yang bayar pengeluarannya." Enggan menerima kartu itu karena tidak terbiasa menggunakan uang Heechul. "Aku serius, Kibum. Kau termani aku sehari lagi di sini, aku yang bayar semuanya sendiri. Tidak pakai uangmu, tidak pakai uang kakek, apalagi pakai uang perusahaan. Kalau kau mau, kau juga bisa menggunakan kartuku untuk membeli sesuatu untuk dirimu sendiri." Dia mantap mengatakannya, bahkan sengaja menambahkan senyum sejuta watt untuk meyakinkanku. "Kau mau, kan? Demi aku!"

Heechul memohon. Setiap kali juga begitu. Hanya kali ini permohonannya tidak melibatkan isi dompetku. Karena hal ini juga yang kuinginkan, aku menerimanya saja.

Aku mengambil kartu kredit itu. "Kalau kau sudah dapat waktu berduaan dengan Siwon, jangan cepat pulang! Usahakan agar kalian bersama selama mungkin!" Heechul mengangguk. "Kalau dia beralasan untuk meningalkanmu, kau juga harus beralasan untuk tidak bisa ditinggalkan." Dia mengangguk lagi. "Lakukan seperti biasa kau melakukannya pada kekasih-kekasihmu dulu!"

"Siwon tidak sama dengan mereka."

Aku mendadak kesal. Seketika Heechul menutup mulutnya. "Aku jamin dia sama dengan orang lain," kataku yang mau tidak mau harus diterima Heechul. "Sekarang kau tidur, siapkan stamina yang banyak untuk pertemuan kalian besok. Aku akan mengurus pengunduran jadwal kepulangan kita!"

Heechul naik ke tempat tidur, masuk selimut, mengucapkan selamat malam, kemudian memejamkan mata. Aku membawa ponselku ke balkon. Dengan kartu kredit Heechul, kubeli tiket pesawat untuk penerbangan pagi besok lusa. Selesai dengan itu aku mengirim pesan pada Kyuhyun, mengatakan kalau aku bisa tinggal sehari lagi. Otomatis bisa menghadiri pesta ulang tahunnya besok malam.

Kihyun

Pagi ini terasa tiba lebih cepat bagiku.

Heechul antusias menyambut hari ini. Aku yang masih sangat mengantuk pun dibangunkan paksa untuk membawanya jalan-jalan dan belanja. Pada akhirnya dia tidak membeli barang apa pun meski sudah berjam-jam menyusuri pertokoan. Kita makan, melihat-lihat, kemudian kembali ke hotel.

Heechul sibuk menyiapkan diri setelah dapat undangan dari Kyuhyun. Dia akan berusaha tampil lebih keren di hadapan Siwon. Maka dari itu, sekarang ini dia ada di kamar bersama seorang petugas spa dan seorang petugas salon kecantikan. Melakukan perawatan yang seharusnya tidak perlu dilakukan seorang lelaki. Aku jelas menghindar. Mengirim pesan pada Kyuhyun yang agak sibuk mengurus pestanya, dan minta waktunya untuk menemuiku.

Aku muncul di depannya tepat ketika dia keluar dari lift. Dia kaget, dan aku tertawa keras. Kuraih tangannya, kubawa dia ke belakang mobil-mobil yang terparkir di baseman hotel. Langsung kutubrukkan bibirku pada bibirnya. Lama sekali, sampai akhirnya kulepaskan begitu saja.

"Kenapa kita harus bertemu di sini?"

Dan Kyuhyun tidak protes dengan ciumanku.

"Karena aku ingin pertemuan sembunyi-sembunyi seperti ini."

"Kau kekanakan." Kyuhyun cemberut.

Aku tertawa lagi. "Habis, kalau bertemu denganmu di depan orang-orang yang sedang mengatur pestamu itu, aku tidak akan dapat kesempatan menciummu."

Kucium Kyuhyun lagi. Dia membalasnya kali ini.

"Kenapa kau jadi mesum begini?" tanyanya setelah bibir kami saling terlepas.

Sebelum mejawab kuulangi ciuman barusan. "Aku sedang jatuh cinta." Kyuhyun mencebik. Meski begitu aku tahu dia dalam suasana hati yang sama denganku. Sama-sama sedang jatuh cinta. Buktinya ada semburat meraah di pipinya. "Aku serius!" kataku. "Orang yang sedang jatuh cinta, bawaanya ingin terus bermesraan. Kita baru jadi kekasih tadi malam, tapi banyak sekali hal menghalangi kita berduaan."

"Kibum ..."

Bibirku menghentikan perkataannya. Dia menelan protesnya hanya untuk membalas ciumanku lagi. Ciuman kami terputus karena ada orang yang memarkirkan mobil. Syukurlah orang itu cepat pergi. Masuk ke lift tanpa melihat sekeliling, termasuk melihat kami di belakang mobil lainnya.

"Aku merindukanmu." Aku sedang menggombalkan kenyataan.

Kyuhyun cemberut. "Kau ini! Kita baru bertemu semalam."

"Justru karena itu aku rindu."

"Belum ada sehari ..."

"Tapi sudah beberapa jam," potongku. Kususuri setiap jengkal wajahnya dengan telapak tanganku. Ya ampun, melihat mukanya aku jadi berpikir yang bukan-bukan. Aku benar-benar ingin mencium seluruh mukanya. "Memangnya kau tidak merindukanku?"

Dia perlu berfikir lama sekali sebelum akhirnya mengangguk. "Tapi tidak harus bersikap berlebihan seperti ini."

Memang berlebihan. Bahkan aku sempat berpikir untuk pura-pura menculiknya. Membawanya kabur dengan mobil sewaan, dan bersembunyi di rumah terpencil jauh dari sini. Lalu kami bermesraan.

Sayang, kenyataan tak bisa disesuaikan dengan imajinasi.

Aku selangkah maju ke arahnya. Itu membuat tubuh kami saling menempel. Sebelah tanganku di pinggangnya, kedua tangannya menyampir di bahuku. Aku segera memeluknya. Menenggelamkan mukaku di lehernya. Menghirup wangi leher itu, sekaligus menciuminya.

"Kibum ...," Kyuhyun protes. "Kita ada di parkiran sekarang. Siapa saja bisa datang kemari dan memergoki kita. Aku malu!"

"Kalau di sini kau malu dipergoki orang, bagaimana kalau kita pindah ke tempat yang orang lain tidak bisa memergoki kita?" Kyuhyun mendorongku. Pelukan kami terlepas. Aku tertawa kecil melihatnya cemberut lagi. "Baiklah...," Aku mendekatkan diri lagi padanya. Menempelkan tubuh kami lagi. "Karena kau sangat sibuk, kubiarkan kau pergi sekarang. Nanti, hal seperti ini tak akan mungkin terjadi lagi."

Kyuhyun mengalungkan kedua lengannya padaku.

"Malam ini aku akan sedikit mabuk ... mungkin sangat mabuk. Kau harus pastikan aku kembali ke kamarku dengan aman." Aku pura-pura berpikir untuk tidak menyetujuinya. Masak, dia akan mabuk dan aku hanya kebaikan membawanya kembali ke kamar dalam keadaan aman? Kita sepasang kekasih meski jadiaannya baru semalam. Tapi yah ... dia kekasihku. Aku harus menuruti apa pun yang dipintanya. Masalah imbalan bisa kuminta lain waktu. "Kau sekamar dengan Heechul, kan? Malam ini, aku tidak mau tahu alasannya, kau harus tidur di kamarku!"

"Apa pun untukmu!"

"Dan ...," tambahnya. "Besok-besok, jangan tidur sekamar dengan Heechul lagi. Jangan terlalu mesra dengan dia lagi. Aku tidak akan tahan dan pasti akan cemberu. Kau pasti tahu orang yang cemburu itu bisa jadi sangat kejam."

Baguslah Kyuhyun punya rasa cemburu padaku.

Aku tersenyum dan mengangguk. Ini janji, janji yang sungguh-sungguh.

"Kalau begitu aku kembali. Banyak orang akan kesusahan mencariku kalau kau menyembunyiku di sini!" Dia mulai melepaskan diri.

"Tunggu dulu! Beri aku satu ciuman lagi!"

Kedua tanganku membingkai pipinya, bibirku langsung maju meraih bibirnya.

Sial, aku suka berciuman dengannya. Apalagi ketika dia membalas dengan kepiawaiannya itu. Bibir kenyalnya luar biasa enak.

Selepas berciuman, aku melingkari pinggangnya dengan erat. Aku tak mau dia pergi secepat ini. Aku ingin bermesraan dulu dengannya. Aku ingin berlama-lama memadu kasih dengannya.

"Kibum ..."

Ok, dia sudah memperingatkan dan aku tidak boleh egois. Aku melepaskannya dengan satu kecupan kecil di keningnya. Dia membalas dengan kecupan kecil di pipiku.

"Sampai jumpa nanti malam. Aku mencintaimu!" kataku sambil melepas kepergiannya di depan lift. Kyuhyun hanya membalasnya dengan kerlingan licik. Dari situ aku menyadari kalau dia lebih pantas jadi licik dari pada baik hati dan murah senyum.

Dasar... Kyuhyun.

.

.

.

Orang kaya mau membuat pesta model apa pun bisa.

Belakang hotel yang luasnya minta ampun itu jadi milik Kyuhyun untuk satu malam ini. Hiasan pesta memang tidak banyak, tapi hidangan pestanya berlebihan. Mulai dari yang sepele seperti kue kering, sampai yang kelas berat seperti kaviar dan camilan bertoping emas. Mulai dari Cocktail sampai Champagne, anggur merah pilihan sampai liquor berumur puluhan tahun. Air mineralnya saja diimpor dari Francis. Ini baru namanya pesta berkelas.

Music yang diputarnya sederhana, tapi DJ-nya kelas Internasional. Dari ujung ke ujung, penuh dengan orang yang setidak-tidaknya punya title di perusahaan. Kalaupun tidak, pasti keturunan dari orang-orang kaya. Kemungkinan hanya beberapa gelintir orang yang kelasnya rendah. Dan salah satunya aku. Tapi aku tidak pernah berkecil hati. Toh, yang ulang tahun kali ini adalah kekasihku, sedikit banyak aku bangga dengan pencapaian ini.

"Kyuhyun dikerubungi banyak orang," kataku sambil melihat ke arah kerumunan yang pusatnya adalah kekasihku. Aku agak iritasi melihat wanita-wanita yang memberinya selamat sambil meninggalkan kecupan-kecupan di pipinya. Hey, itu kekasihku. Harusnya hanya aku yang boleh menciumi pipinya. "Sialan, dia diciumi wanita!"

Heechul memukul lenganku dengan keras. "Dia yang ulang tahun, semua wanita itu adalah temannya, kenapa kau harus protes kalau mereka menciumi Kyuhyun?" Kulirik Heechul malas. Dia membalasnya dengan dengusan yang sama malasnya. "Kalau kau mau diciumi wanita, buat pestamu sendiri, kemudian undang wanita yang banyak!"

Aku tidak kesal pada Kyuhyun, sebaliknya, aku kesal pada wanita-wanita itu. Tapi, Heechul kan tidak tahu kalau aku dan Kyuhyun sudah resmi jadi sepasang kekasih. Akupun tidak berminat memberitahunya dalam waktu dekat ini. Makanya dia salah sangka.

"Kedatangan kita ke sini bukan khusus untuknya. Kita datangi Kyuhyun, beri dia selamat ulang tahun, kemudian laksanakan rencana." Heechul mengedarkan padangannya ke segela arah. "Tapi ... Siwon kenapa belum kelihatan? Dia di mana sekarang?"

"Kesatria harus datang paling belakang," celetukku. Karena kesal dengan suasana, aku curahkan kekesalanku pada Heechul. "Mungkin Siwon sedang menunggu waktu yang tepat. Setelah semua selesai dengan Kyuhyun, dia yang akan datang. Dengan sorot lampu mengarah ke piano itu," tunjukku pada grand piano di dekat kolam renang. "Siwon ada di sana untuk memainkan lagu cinta. Selesai dengan lagunya, dia akan mendatangi Kyuhyun. Dengan memakai mikropon bernada tinggi, Siwon akan menyatakan cinta pada Kyuhyun. Lalu semua orang akan bersorak. Berteriak. Terima... terima... terima..." Telapak tangan Heechul mendarat di pipiku. "Aduh!"

"Berani kau bicara seperti itu lagi, aku akan menamparmu sampai mati!" ancamnya.

"Cuma bercanda!" kataku sambil mengelus pipi. "Makanya, jadi orang yang sabar."

"Namanya juga orang jatuh cinta, wajar kalau tidak sabaran." Dia membela diri dengan sangat baik. Aku pun sama tak sabarnya seperti dia. Sudah ada rencana menyeret Kyuhyun dari tempat itu, tapi masih mencoba tenang mengingat belum ada yang tahu soal hubunganku dan Kyuhyun, bisa-bisa aku dianggap perusuh. Bodyguard yang tersebar di sudut-sudut tempat ini akan menangkapku dan menghajarku habis-habisan. Aku tidak mau wajah tampanku ini ternoda. "Kau janji kalau Siwon mendekati Kyuhyun, kau akan menjauhkannya."

"Iya."

"Kalau ...,"

"Berhenti bicara!" potongku. "Lihat ke arah jam tiga!" Heechul melihat ke sana. Siwon datang dengan segala kelebihannya. Dari wajahnya, sampai penampilannya memancarkan sinar istimewa. Bah, aku iri padanya. Tapi sekali lagi aku bersyukur Kyuhyun sudah jadi milikku sebelum Siwon menyatakan cinta. "Dia akan menghampiri Kyuhyun." Karena memang sekarang ini Siwon tengah berjalan menuju tempat Kyuhyun berdiri. "Kita ke harus ke tempat Kyuhyun juga!" Kutarik Heechul, lebih tepatnya kuseret dia. Secara tak sadar adu cepat dengan Siwon supaya sampai lebih dulu di hadapan Kyuhyun.

Aku dan Heechul menang. Siwon tertinggal beberapa meter di belakang. Kyuhyun bahkan sempat curiga dengan kedatanganku yang tiba-tiba. Ingin mengatakan sesuatu, aku lebih dulu menyodorkan tangan Heechul agar dijabatnya.

"Selamat ulang tahun, Kyu!"

Setelah Kyuhyun membalasnya, aku menarik tangan Heechul dari Kyuhyun. Kemudian aku yang gantian menjabat tangannya.

"Selamat ulang tahun ..."

Ketika Kyuhyun berterima kasih, saat itulah Siwon datang. Aku dan Heechul memberinya tempat, tapi tidak meninggalkan Kyuhyun. Siwon mengulurkan tangannya untuk dijabat. Dengan senang hati Kyuhyun menjabatnya.

"Selamat ulang tahun, "katanya tanpa embel-embel penyataan cinta seperti yang kukatakan pada Heechul tadi. "Aku tadi sudah menyiapkan hadiah, tapi lupa membawanya. Berhubung aku sudah di sini, aku akan berikan hadiah itu nanti selesai pesta."

"Ah, kau repot-repot menyiapkan kado segala. Kau bahkan sudah berkali-kali mengucapkan selamat padaku dalam dua hari ini."

"Untukmu kenapa tidak!" katanya sambil tersenyum tampan.

Aku sengaja berdehem, Kyuhyun segera melepaskan gengaman tangan Siwon.

"Sepertinya semua tamu sudah datang, ayo mulai pestanya!" Kyuhyun mengaba dan pesta pun dimulai.

Hanya ada pidato singkat dari Kyuhyun, kemudian acara minum sepuasnya. Tidak ada lagu ulang tahun, juga tidak ada acara tiup lilin dan potong kue. Benar-benar pesta luar biasa dewasa.

Kyuhyun mabuk itu pasti. Semua orang mengajaknya bersulang. Aku sudah pasang mata dari tadi, menunggu orang lain lengah, kemudian kuculik penghelat pestanya. Sayangnya ada satu pasang mata yang tidak mau berpaling darinya. Siapa lagi kalau bukan Siwon. Heechul sudah menggunakan banyak cara untuk mengalihkan perhatiannya dari Kyuhyun, tapi cara itu tidak terlalu berhasil. Sampai akhirnya aku menyuruh bartender membuat minuman dengan kadar alkohol tinggi. Kupaksa Heechul menegaknya. Tak lama setelah dia merasa mabuk, dengan sedikit trik, kudorong dia pada Siwon.

Aku tidak tahu Heechul memerankan perannya dengan baik atau memang dia terlalu mabuk, yang jelas ocehannya sedikit banyak memengaruhi Siwon. Bahkan dia terus menggelendot pada lelaki itu tanpa bisa diusir. Nah, waktuku membawa Kyuhyun pergi dari sini sekarang.

Kyuhyun kurangkul, perlahan meninggalkan halaman belakang, kemudian menelusup ke lorong-lorong. Kupapah dia ke lift, masuk, dan naik menuju lantai tempatnya menginap. Keluar dari lift, dia sudah tidak kuat berjalan lagi. Kuangkat dia dan kubawa ke kamarnya.

"Kibum ..."

"Apa?" Aku meletakkannya perlahan ke tempat tidur. "Kau sudah kembali ke kamarmu dengan aman."

"Aku tidak mau aman ...," katanya sambil mengulat di atas kasur.

"Tidak mau aman bagaimana?" Aku melepas sepatu dan kaos kakinya. Kuletakkan rapi di bawah tempat tidur. Berpindah ke bajunya. "Jagan bergerak-gerak. Aku susah lepaskan jasmu!"

"Kibum ...," Dia kududukan di kasur. Setelah jasnya terlepas, dia langsung merangkulku. "Ucapkan selamat ulang tahun padaku!"

Aku membuatnya duduk tegak dengan mencekali kedua lengannya. "Selamat ulang tahun, Kyu!" Bukan senang, dia malah meraung marah. Berontak dari cekalanku, kemudian kembali memelukku erat.

"Kau tidak romantis!" protesnya dengan suara khas orang mabuk. Dia mabuk, tapi masih punya sedikit kesadaran. "Kalau begitu nyanyikan lagu ulang tahun untukku!"

Aku menghela nafas. Ternyata tidak hanya Heechul, Kyuhyun pun kalau mabuk juga sangat merepotkan. Aku bisa menyanyi, tapi suaraku jelek. Berhubung dia kekasihku dan masih punya kesadaran saat meminta lagu ulang tahun itu, aku akan mengabulkannya.

Kubuka mulutku, "Happy birthday to you. Happy birthday to you. Happy birth ..."

Kyuhyun segera melepas pelukannya. Telunjuknya di tempelkan ke bibirku. "Sttt! Jangan menyanyi lagi. Suaramu jelek!" Meski sadar diri kalau suaraku jelek, sedikit banyak aku merasa sakit hati dikatai begitu.

"Tadi kau suruh aku menyanyi ..."

"Jangan menyanyi!"

Aku angkat tangan.

Berdebat dengan orang mabuk tidak ada gunanya. Capek sendiri malahan.

"Mana hadiahku!" tangannya mengulur padaku. Apa yang harus kuberikan padanya ketika aku sedang tidak punya apa-apa untuk diberikan? "Kekasihmu ulang tahun, kau tak menyiapkan hadiah?" eluhnya.

"Kau bilang tidak perlu, jadi aku ..."

Kyuhyun meronta. "Beri aku hadiah!" pekiknya. Dia meronta lagi sampai akhirnya lepas dari peganganku, lalu jatuh ke kasur.

Astaga, Kyu. Kau kekanakan saat sedang mabuk!

Aku hendak membantunya duduk lagi, tapi dia menarik kemejaku sampai aku hampir jatuh menimpanya. "Beri aku hadiah!" Matanya sayu. Kalau aku ahli hipnotis, sekali menjentikkan jari di depan wajahnya, dia akan langsung tertidur. Wajah mulus ini benar-benar ada di garis penglihatanku. Termasuk bibirnya yang dalam beberapa jam ini belum kucicipi. Aku punya ide, hadiah apa yang akan kuberikan padanya.

Kukecup ringan bibirnya.

"Aku cuma punya ini." Kukecup lagi bibirnya. Matanya membuka lebih lebar. "Kalau kau suka, aku akan berikan lebih banyak." Kyuhyun mengangguk.

Aku mengecup bukan hanya bibirnya, tapi hampir seluruh wajahnya. Lehernya pun tidak luput. Aku mengecupnya, menghisapnya, menjilatnya, sampai Kyuhyun mengeliat dan mengerang. Dia bilang geli, tapi dia juga bilang lagi. Jadi, aku tidak berhenti.

Karena besok pagi aku harus kembali ke kota, aku tidak mau pulang dengan tangan kosong. Kyuhyun sah jadi kekasihku, dan kita sudah melewatkan hari pertama tanpa seks. Jadi, ini saatnya untuk mendapatkannya.

"Kyu," kupegang dagunya, mengarahkan mukanya padaku. "Aku punya hadiah lain yang lebih baik. Ini enak dan aku yakin kau akan suka. Tapi akan sedikit sakit besok pagi."

Dia nyengir lebar. "Aku mau. Cepat berikan padaku!" perintahnya dengan suara mabuk.

Kontrol dirinya mulai hilang.

"Hei, hei," aku menepuk-nepuk pipinya supaya dia sedikit lebih sadar. "Pikirkan dulu, baru kau jawab!" Dia mengangguk lagi sambil bilang 'mau' tanpa berpikir. To the point saja, kukatakan. "Aku akan menidurimu, kau setuju, tidak?"

"Setuju!"

Aku ingin menepuk jidat, tapi karena Kyuhyun yang kurang sadar di sini, jadi jidatnyalah yang kutepuk. Kuraih sebelah tangannya, kubawa ke selangkanganku yang sudah mulai mengeras. Kugosokkan tangan itu dari luar celanaku. Kyuhyun tersenyum dan mengeram nikmat.

Orang satu ini ...

Harusnya aku yang merasa nikmat, bukan malah dia.

Sepertinya saat mabuk, otak Kyuhyun langsung konslet.

"Benda ini akan masuk ke lubangmu." Sekeras-kerasnya kukatakan di depan wajahnya. "Ini pertanyaan terakhir. Aku akan menidurimu. Kau mau?" Seketika dia tersenyum, kemudian terkikik sambil geleng-geleng kepala. "Katakan iya atau mengangguklah kalau kau mau, jangan tertawa-tawa seperti orang gila!"

"Aku suka, aku suka!" kemudian terkikik lagi.

Pesetan.

Terlanjur sejauh ini. Lagipula dia mabuk, setuju atau tidak, aku tetap bisa menidurinya dengan mudah.

Langkah pertama, kulucuti bajunya. Tidak kutinggalkan sehelai pun di tubuhnya. Kedua kutelanjangi diri sendiri, baru setelah itu mencumbuhinya. Karena dia dalam keadaan pasrah, jadi aku bisa berbuat semauku, termasuk kalau mau main kasar.

Aku menciuminya dengan brutal. Kuhisap bibirnya atas bawah sampai mulai membengkak. Kujilati lehernya. Buat ruam yang cantik di perpotongan itu. Setelah kuusap dan kujilati, kuhisap dua tonjolan kecil di dadanya. Kyuhyun meraung, kemudian melenguh. Kuajari dia menyebut namaku di sela raungannya, dan dia menerapkan itu.

Sejuk sekali di kuping kalau bisa mendengar nama disebut ketika sedang bercinta.

Tidak mau egois, sambil kembali melumat bibirnya, kuurut batangannya yang sedikit lebih besar dari perkiraanku waktu itu. Dia mengeliat dan melolong. Sialnya, pemandangan seperti ini lebih seksi dari pada ketika aku melihat teman wanitaku. Aku jadi berpikir, pernahkan aku menunjukkan ekspresi seperti ini di hadapan partner seks-ku? Kalau melihat sendiri, ekspresi seperti ini enak dilihat. Kalau mengalaminya, aku rasa sangat memalukan. Dan kemungkinan besar aku tidak pernah menunjukkannya pada orang lain.

Kalau melihat barang orang lain memang sudah pernah, terutama Heechul. Dia sering sekali lupa membawa handuk ke kamar mandi, berakhir keluar dengan telanjang bulat. Atau pura-pura lupa, ya? Untungnnya, entah dia lupa atau pura-pura lupa hingga berakhir telanjang di depanku, aku tidak berminat dengan tubuhnya. Sekarang Kyuhyun, bukan hanya melihat, aku juga memegangnya, mengurutnya, sampai dia minta ampun dan memohon-mohon. Lucunya, aku suka dan berniat menggunakan mulutku untuk di waktu berikutnya.

Mencoba, tapi akhirnya tidak sanggup. Mungkin lain waktu saja kugunakan mulutku.

Kueleus perut bawah Kyuhyun. "Hei," panggilku sambil menempati celah di antara dua kaki Kyuhyun. Kulebarkan dan kutekuk kakinya. "Kau laki-laki pertamaku, jadi aku tidak berpengalaman soal ini. Aku akan lakukan seperti yang biasa kulakukan. Ada sakitnya, kau tahan saja!" Aku mengelus belahan pantatnya, meraba kemudian menemukan celahnya. Jariku masuk satu. Kupaksakan. Kudorong tarik sekenanya. Kyuhyun mengerang kesakitan, tapi ... bodoh amat. Kepalang basah, aku benar-benar ingin mengagahinya.

Dari satu ke dua, ke tiga, lalu Kyuhyun memohon untuk berhenti. Katanya sakit. Ok, aku berhenti. Ngilu juga mendengar rintihannya. Kalau aku yang berada di posisi Kyuhyun, aku juga tidak mungkin bisa tahan. Tapi bagaimana? Aku tidak punya pelumas. Atau Kyuhyun punya sesuatu di antara barang bawannya.

Aku meloncat turun dari kasur. Kucari di sekitar, siapa tahu menemukan benda-benda apa pun itu yang bisa kugunakan. Sayangnya tidak ketemu meski aku sudah menggeledah koper dan tasnya.

"Kyu, kau punya sesuatu ..."

Kyuhyun menunjuk arah yang tidak terdefinisikan.

"Di mana?"

Dia masih menunjuk. Lemari, sudah kucari dan tidak menemukan apa pun. Bufet, kosong melompong. Dia menunjuk atap. Astaga, orang ini. Kenapa tidak menyebutkannya saja?

"Kyu ... tunjuk yang benar. Kau punya moisturizer tidak, sih? Aku tidak bisa menahan terlalu lama. Kalau tidak ada, aku akan main kasar saja!"

"Di sana!" Dia menunjuk lagi. "Kamar mandi!"

Aku berdecak sebal, tapi lega juga. Secara dia menunjuk pintu keluar, tapi menyebutkan kamar mandi.

Segera berlari ke kamar mandi. Kucoba temukan benda apa pun yang ada tulisannya moist, soft, ... atau apa pun yang berkaitan dengan hasil 'licin'. Aku ambil satu dengan merek yang belum pernah kulihat, tapi ada tulisan lubricant kecil di bawahnya. Kembali ke kamar, meloncat naik ke tempat tidur, menelusup ke antara paha Kyuhyun, kemudian mulai meminyaki.

Kutuang banyak-banyak. Kubaluri belahan dan dalaman Kyuhyun. Mengaduknya lagi sampai Kyuhyun menjerit-jerit. Giliran punyaku. Kubaluri sampai licin. Kupijit sebentar, memastikan keras dan tegak sempurna sebelum berserancar. Kaki Kyuhyun baiknya ada di pundakku. Aku mencium Kyuhyun bersamaan aku mendorong pinggulku maju. Menelusup dengan mudah.

Oh, surga dunia!

Aku dan Kyuhyun bercinta.