Sparkling Eyes
YoonMin
Seme!Yoongi Uke!Jimin
BL/Drabble or Chaptered?
.
.
.
Backsound: Boom Clap – Charlie XCX
.
~oOo~
Aku tak mendengar apapun dan aku tak ingin mendengar apapun, binar matanya saja sudah berbicara, bagiku sudah cukup.
Detik menjadi menit, menit menjadi puluhan menit, menit berlalu dan ia menyadari bahwa rumah masih jauh. Seandainya tak dihadang dengan beberapa dokumen penting yang harus diperiksa kembali, pastinya Namjoon sudah memberinya tumpangan gratis dengan senang hati. Lagipula, berjalan kaki menuju rumah juga tidak buruk.
"Hyung, dompetmu tertinggal di atas meja."
Baru saja ia menginjakkan kaki di depan lobi, pesan singkat itu masuk dan mau tak mau harus memeriksa kantong celananya, nihil.
"Kuantar saja ke sana, ya?"
Saat itu juga, tangannya refleks mendial angka satu dan melakukan panggilan cepat. Tidak, aku tidak akan menyusahkanmu. Meskipun lelaki berambut brunette itu harus menekankan berkali-kali kepada orang yang ada di seberang sana.
Yoongi membuka ikatan dasinya kasar, benda panjang itu terlalu lama bertengger di lehernya sehingga rasanya tercekik, mematikan, menghabisi napasnya perlahan meskipun nyatanya beban dasi itu tak sebanding dengan harga yang ia bayar saat bertatap mata dengan ayahnya, sorot dengki dan kekecewaan yang terpampang jelas di sana, Yoongi sakit hati dan tak kalah kecewa.
Petrichor memang menenangkan, tapi genangan itu menjengkelkan.
Jimin-ku susah payah mencuci celana ini, tahu.
Ia tersenyum kecil di sela raut lelah,memikirkannya saja sudah membuat benar-benar rindu, kira-kira apa yang sekarang dia lakukan? Sudah tidurkah? Menungguku kah?
Ah, biar saja tertidur, harinya pasti sangat membuatnya lelah.
Jiminku.
~oOo~
"Chim?"
Dari jauh tampak seseorang berambut sekelam malam tengah bermain ranting pohon yang ia percikkan di atas genangan air, semula ia ragu jika itu terkasihnya, namun lama-kelamaan motif dari sweater bermotif garis jingga dan kuning itu semakin memperjelas segalanya, itu Jimin.
Langkah kakinya menjadi besar-besar, bahkan setengah berlari. Apa yang dilakukan anak nakal itu malam-malam begini? Di luar rumah, oh tidak, di luar blok kumuh mereka?
"Chim?"
Sosok itu berjingkat karena kaget, namun seketika ia berdiri dan memeluk Yoongi.
"Bukankah sudah kubilang tunggu saja di rumah? Kalau kau diganggu lagi bagaimana?"
Jimin menggeleng lemah, bibirnya mengerucut mendengarkan perkataan Yoongi, ia kan juga ingin berlaku romantis!
"Aku ingin menunggumu pulang, di sini? Apa tidak boleh juga?"
"Ti–tidak maksudku, kau bisa menungguku di rumah saja kan?" Yoongi membelai lembut rambut belakang Jimin dengan sayang, apa kekasihnya itu tidak sadar jika ia sedang dikhawatirkan?
"Kookie mengajariku cara menendang, Yoongi jelek, jika mereka menggangguku, aku akan menendangnya, seperti ini!"
Yoongi refleks mundur selangkah saat Jimin tiba-tiba mengangkat kakinya ke depan dan hampir mengenai pinggulnya, dan itu semua membuat Jimin memekik dan meminta maaf.
"Hussttt, sudah ya sudah, iya baiklah baiklah, kau pandai menjaga diri sendiri sekarang, tapi jangan terlalu sering bermain sendiri jika tidak sedang bersamaku, mengerti?"
Yoongi menangkup pelan pipi gemuk Jimin dan menatap binarnya langsung. Binar itu akan selalu nampak indah dan membuat jatuh hati apapun kondisinya, saat Jimin tertawa, terseyum, malu, merajuk, menangis, dan bahkan tetap mempesona saat mereka sama-sama sedang terbawa nafsu.
Mata Jimin menyipit, oh lihat ia sedang bahagia.
Dan detak jantung Yoongi berdetak tidak karuan.
"Ayo kita pulang, Chim." Yoongi meraih tangan kanan Jimin dan saling mengaitkan jemari mereka, tak terpisahkan.
"Ibu? Bagaimana dengan Ibu? Sudah tidur, ya?"
Jimin hanya mengangguk.
Sambil berjalan beriringan pelan, Yoongi mendongak dan menatap langit malam yang saat ini menaungi mereka, bintang yang bermunculan setelah hujan indahnya bukan main.
"Romantis sekali ya, kenapa aku baru menyadarinya? Kau menungguku pulang, lalu berjalan bersama bergandengan tangan..." Yoongi mengangkat genggaman tangan mereka.
"...di malam yang bertabur bintang seperti ini."
Rona merah muda tipis tercetak di pipi Jimin.
"Oh iya, apakah bahasa isyaratku mengalami peningkatan, Chim? Kurasa ya."
"Tidak juga, kau masih dalam level standart!"
"Benarkah? Hmmm...berarti kau harus mengajariku lebih keras!"
Tak ada gerakan tangan yang rumit, Jimin hanya mengangkat kepalan tangannya yang bebas ke udara, memberi isyarat kepada Yoongi bahwa mereka berdua harus bekerja dan belajar lebih giat lagi.
Aku yakin, suara sepihak milik kami pun cukup menjelaskan segalanya, tanpa kata, tanpa intonasi, hanya binar matanya saja, bagiku sudah cukup.
Dia semestaku, Park Jimin.
TBC or END?
Maaf nyampah malam2.
Lagi galau, eaaaa ~
Mau lanjut atau sampai sini aja?
Mind to review?
