Chapter 1 : Prolog


"Selamat Sakura-san! Aplikasi beasiswa yang kau ajukan lolos. Persiapkan dirimu dari sekarang. Jadwal keberangkatanmu 2 minggu lagi!" jelas Shizune—seorang sekertaris di sebuah perusahaan terbesar di Jepang, sembari memberikan sebuah map berwarna biru.

"Ah, be-benarkah?"


Naruto belongs to Masashi Kishimoto

My first fiction based on many drama

Romance, Family, Angst (maybe), AU, OOC, typos (semoga gak ada :])

Enjoy! :]


Normal POV

Terik matahari tak mampu menghapus senyuman gadis pink 'limited edition' ini. Layaknya bocah berusia 5 tahun, ia berjalan dengan melompat-lompat kecil diiringi nyanyian—tidak, tepatnya gumaman di sebuah jalan ramai. Faktanya, ia adalah seorang pengangguran sekarang. Setidaknya setelah kelulusannya dinyatakan seminggu kemarin dari sebuah sekolah menengah akhir di kota Tokyo. Sangat tidak sesuai umur. Duduk-duduk santai di sebuah kursi di taman kota menjadi pilihan Sakura melepas penat. Memandang langit sore yang mulai kemerahan sembari merasakan semilir angin yang ringan menerpa wajahnya membuat dirinya merasa relax.

"Aku masih tak percaya, aku benar-benar akan ke kota impianku." Gumamnya singkat sembari membuka kembali map biru yang tadi diberikan oleh sekertaris yang bahkan tidak ia ingat namanya. Membaca tulisan yang tertera pada lembar pertama dalam map dengan senyum sumringah.

"Venice…. I'M COMIN'…." Pekiknya keras, menghempaskan asal map biru yang baru saja ia baca di kursi taman. Berdiri dengan kedua tangan terentang, mata yang sengaja ia katupkan dan merasakan semilir angin sore menerpa kulit mulusnya. Che kau pikir ini film titanic hah? Beberapa detik kemudian matanya perlahan terbuka, pipi chubby nya bersemu merah. Sadar akan apa yang baru saja ia lakukan di tempat umum dengan banyak pasang mata yang memandang aneh kearahnya saat ini. Gadis pink satu ini hanya bisa tersenyum kikuk dengan menggaruk pipinya yang tak terasa gatal sama sekali. Dering dari ponsel sewarna dengan rambutnya, membuat ia berhenti sejenak.

"Moshi-moshi?"

"Baik Kaa-san. Aku akan pulang sekarang." Terburu-buru ia langsung berlari kecil menuju rumahnya yang kira-kira membutuhkan waktu 15 menit dari taman kota itu.

Bukk

Sakura menghempaskan asal ransel nya di sofa ruang tamu.

"Tadaima…" serunya girang.

"Okaerinasai Sakura-chan." Seru seseorang dari arah dapur. Sakura langsung melengos ke arah dapur begitu indera penciumannya mencium aroma sedap dari arah sana.

"Kaa-san…" pelukan gadis pink ini terasa mengganggu kegiatan Haruno Mebuki- Ibu nya yang sedang repot menyiapkan sesuatu.

"Tebak aku punya kabar gembira apa?" melepaskan pelukan sayang untuk orang yang melahirkannya 17 tahun lalu sembari mencomot asal masakan yang sudah tersaji di meja dapur.

"Cuci dulu tanganmu sebelum makan!" Ibunya menasehati. "Jadi kabar gembira apa yang membuat putri Kaa-san sebegini gembiranya hm?" menghentikan sejenak kegiatannya dengan alat dapur. Menghadap putrinya yang tersenyum penuh arti.

"Aku…." Mencoba membuat Ibunya penasaran, Sakura memperlambat tempo bicaranya membuat sang ibu meremas gemas kedua lengan putrinya. "Akan pergi ke Venice 2 minggu lagi." ucapnya dengan 1 kali tarikkan nafas. Menghambur memeluk ibunya senang.

"Selamat ya Sakura-chan! Kaa-san bangga padamu!" mengangguk singkat, Sakura melesat menuju sofa ruang tamu. Menarik ranselnya dan mencari sesuatu di dalam situ. Map biru.

'Ya ampun! Aku meninggalkannya di kursi taman sore tadi,' menepuk jidat lebarnya frustasi. "Kaa-san aku keluar sebentar!" berlari tergesa-gesa dengan satu tujuan, kursi taman kota.

'Sial….sial…sial…kenapa aku bisa ceroboh seperti ini,' rutuknya dalam hati. Meratapi betapa bodoh dirinya yang meninggalkan 'Jalan Menuju Impian' di kursi taman kota.

'Positive thinking Sakura! Pasti masih ada disana. Kau pasti tetap ke Venice 2 minggu lagi.' Mencoba berfikir positif, menetralisir rasa gelisah yang mulai menyerang pikirannya. Sampailah ia di kursi taman yang ia yakin –sangat yakin ia tempati sore tadi. Mengecek berulang kali ke sekeliling kursi itu namun hasilnya nihil. Tidak ia temukan map biru yang ia cari.

"Bodoh….bodoh….bodoh… Sakura bodoh." Bergumam pelan sembari mengecek ke bawah kursi, berharap angin telah menerbangkan map birunya hingga jatuh ke bawah kursi. Nol besar, mana mungkin angin di cuaca seperti ini mampu menerbangkan setidaknya 15 halaman kertas beserta sebuah map yang cukup tebal.

"Mencari ini?" Baritone ini sukses menginterupsi kegiatan Sakura. Memandang sejenak sepasang sepatu yang ada di hadapannya terus ke atas hingga matanya menatap dalam ke mata kelam yang seolah menghisap jiwanya masuk.

"Heh gadis pink!" Suara itu menyadarkannya.

"Ah, iya gomen." Merapikan asal bajunya yang sedikit kotor. Melirik takut-takut ke arah pemuda tinggi di hadapannya. 'Map biru itu…syukurlah aku menemukannya!' batinnya lega.

10 menit tanpa pembicaraan apapun. Sakura menatap jengah pemuda yang kini tengah duduk santai di kursi taman membaca map biru milik Sakura.

'Apa-apaan sih orang ini! Seenaknya saja membaca barang milik orang lain' Pikirnya sebal. Tangannya terulur bermaksud merebut bacaan pemuda ini. Tapi gagal. Pemuda ini lebih cekatan dari yang Sakura duga.

"Kembalikan! Itu milikku!"

"Hn. Gadis bodoh!" responnya singkat. Berjalan meninggalkan Sakura yang menatapnya kaget. 'Bagaimana bisa orang yang baru beberapa menit ia kenal—tidak, beberapa menit bertemu dengannya sudah berani mengatakan dirinya bodoh? HEY kau fikir kau Einstein?' batin Sakura gondok. Ia menatap kepergian pemuda yang kini di tangannya membawa sebuah map biru. Tunggu, map biru?

"Heeeey! Map biru ku!" pekiknya keras, berlari ke arah pemuda yang berjalan santai menuju sebuah mobil sport yang terlihat mewah. Terlambat. Pemuda itu kini telah masuk kedalam mobilnya dengan membawa serta map biru milik Sakura. Sakura tak menyerah, ia berlari mengejar mobil yang masih berjalan dengan kecepatan lambat itu. Mungkin ini pertolongan Tuhan, mobil itu berhenti. Sakura mengetukkan tangannya ke arah kaca samping pengemudi.

"Hey! Kembalikan map biru ku!" pekiknya berulang kali. Kaca itu pun terbuka setengah.

"Uchiha Mansion, 2 blok dari sini! 15 menit!" Lamborghini Reventon itu kini melesat meninggalkan Sakura yang masih loading. 'Apa sih maksudnya pemuda itu?' Tanpa babibu lagi, Sakura segera menuju tempat yang pemuda aneh itu bilang.

Sedikit terengah, mengingat Sakura berlari dari taman kota menuju tempat ini. Sekilas, rumah—ah bukan, mansion ini tampak seperti istana klassik. Tak jauh dari tempatnya berdiri, keluarlah seorang pemuda dari gerbang yang mewah dengan gaya rambut mencuat kebelakang, seperti err—pantat ayam?

"Kembalikan map biruku!" bentaknya tak sabar.

"Hn. Aku akan mengembalikan." Ucapnya singkat. 'Haah akhirnya' batin Sakura lega. "Dengan satu syarat," lanjutnya.

'Na—nani?' Cowok gila ini benar-benar deh. Mengambil map biru miliknya, membuatnya berlari terengah untuk sampai kesini, sekarang apa? Syarat? Apa dia gila?

Sakura mendelik tajam kearah cowok berwajah stoic itu. "Apa maksudmu? Cepat kembalikan milikku! Aku tak punya banyak waktu!" serunya tak kalah tajam. Memandang balik mata kelam yang tetap saja datar.

"Aku akan mengembalikan map biru mu ini. Dengan satu syarat tentunya. Itupun jika kau mau!" ucapnya santai. Memasukkan tangannya ke dalam kedua saku celananya. Berjalan santai masuk ke dalam kawasan mansionnya. Sakura mengikuti cowok itu. Meski berjalan santai, tetap saja langkah kakinya 2 kali lipat langkah kaki Sakura. Poor you! Sakura berjalan sedikit tergesa agar dapat berada di depan cowok stoic itu.

"Apa maksudmu? Kau tak bisa seenaknya mengambil barang milik orang lain! Lagipula, itu hanya aplikasi beasiswa. Aku jamin kau tak membutuhkannya!" cerocosnya panjang sembari menatap ke sekeliling kawasan itu.

"Aku memang tak membutuhkan barang tak berguna itu. Aku butuh kau!"

"Ma—maksudmu apa?"

"Kau hanya perlu berpu—"

"Akh, jantungku." Desisnya lemah. Terlihat kesakitan, cowok emo itu memegangi bagian kiri dadanya.

"Hey! Kau kau..kau tak apa?" Sakura panic. Mencoba membantu cowok yang sedang meringis kesakitan itu. Memapah tubuh yang kira-kira dua kali lebih besar dari tubuhnya bukan lah hal yang mudah bagi Sakura.

Brukk

Cowok stoic itu jatuh begitu saja ke tanah. Sakura memandang panic ke arah pemuda itu.

"Hey apa yang terjadi padamu? Bangun! Kau bercanda kan?" Sakura mulai gelagapan. Ia celingak-celinguk mencari apakah ada orang di sekitar sini sambil sesekali berteriak minta tolong. Namun nihil. Heran juga, dirumah sebesar ini masa tidak ada siapa pun? Satu-satunya jalan adalah menyeret pemuda yang pingsan dihadapannya ke mobil yang kira-kira terletak 10 meter dari tempat mereka sekarang. Perlahan tapi pasti, Sakura menyeret Sasuke ke mobilnya.

Brukk

Kali ini Sakura berhasil membaringkan Sasuke di jok belakang.

"Menyusahkan sekali orang ini!" gumamnya singkat, kemudian masuk ke kursi kemudi dan menjalankan Lamborghini Reventon menuju rumah sakit terdekat.

.

.

.

.

"Engh…" tubuh Sasuke menggeliat lemah. Mengerjapkan matanya. Samar-samar Sakura mendengar itu. Namun ia tetap focus pada dokter yang ada di depannya.

"Jadi, nona ini siapanya pasien?"

"Aku—"

"Dia tunanganku!" Sasuke mencoba bangun dengan kondisi kepalanya masih sangat pusing setelah pingsan selama kurang lebih 2 jam.

"Ehem baik… Jadi tuan—"

"Sasuke—Uchiha Sasuke." Sergahnya cepat.

"Ya, tuan Uchiha Sasuke, keadaan jantungmu sudah semakin mengkhawatirkan. Berhentilah melakukan kegiatan fisik yang memaksa jantung anda untuk bekerja lebih keras dari biasanya. Hal itu sangat membahayakan. Jangan lupa meminum obat setiap hari! Tepat waktu! Dan kau nona Sakura, jagalah tunangan anda. Usahakan menghindarinya dari pikiran-pikiran yang akan membuatnya stress." Jelas sang dokter panjang lebar.

"Eh?" pipi Sakura merona hebat. Tunangan? Gila! Pacaran saja belum pernah.

"Usahakan anda segera mencari pendonor jantung yang tepat untuk anda! Kami juga sedang mengusahakan hal itu!" tambah dokter itu.

"Hn. Aku mengerti!" respon singkat.

Sakura melirik asal ke arah jam merah mudanya.

'Sial aku sudah telat 30 menit untuk meminum obat!' batinnya.

"Ak—Aku harus pergi sekarang! Aku akan mengambil map ku besok!" Sakura berdiri namun akhirnya ia limbung mengenai Sasuke yang tepat duduk di sampingnya.

"Hey! Kau kenapa?" Kali ini Sasuke terlihat sedikiiiit panic. Namun bukan Uchiha jika tak mampu menyembunyikan hal itu. As always, palm face. Hidung Sakura mulai mengeluarkan darah segar.

"Tolong bawa aku pulang!" Sakura berucap lirih, namun detik berikutnya ia sudah terjatuh pingsan.

.

.

.

.

"Kanker otak? Apa kau yakin?" Sasuke tengah menatap serius seorang dokter dihadapannya.

"Ya, meskipun masih stadium awal!" jelas sang dokter.

A/N :

Hai minna! Ini fict pertamaku, err—aneh ya? Iseng-iseng aja sih sebenernya hehehe… Ternyata susah ya menerjemahkan apa yang aku pikirkan kedalam tulisan-_- ada aja gitu yang berasa kurang pas… Maka dari itu bantu-bantu yaa ;) Saran sangat dibutuhkan :)

KEEP or DELETE?