Hai hai, Kawan! Airin yang udah lama hiatus balik lagi! Sekarang balik buat bikin ceriat KuroKura lagi!

Desclaimer: Togashi Yoshihiro. Aku gak bakal punya manga sekeren ini.. T.T

Pairing: KuroFemKura

Warning: Typo(s), sulit dimengerti, semi M, AU, OOC dll yang gak jelas.

Happy Reading!^-^

Aku, Kurapika Kuruta harus menyamar sebagai laki- laki untuk menutupi identitasku. Sekelompok penjahat mengejarku. Aku sudah lelah dengan berbagai pelarian. Keluargaku adalah keluarga terkaya di zamannya. Kalian ingin tahu kenapa aku bilang di zamannya? Tentu saja karena peristiwa itu sudah berlalu. Kejadian mengerikan yang memusnahkan seluruh kejayaan keluargaku. Pembunuhan masal seluruh anggota keluargaku beserta kekayaan mereka. Tragedi itu sudah berlalu sekitar 10 tahun lalu saat aku masih berumur 7 tahun. Mereka, penjahat serta pembunuh keluargaku seenak jidatnya menyiksa ayah dan ibuku. Aku hanya bisa meringkuk di dalam kotak kayu, menyaksikan kejadian itu dari celah- celah kayu. Oh, aku tak mau mengingat peristiwa bersejarah yang hanya dapat mengeluarkan air mataku. Sekarang cukuplah aku menikmati kehidupan yang tersisa untukku.

Dan… Oh, Tuhan! Semoga ini awal baru untukku. Sudah 10 tahun aku berlari. Kini aku berharap tak akan ketahuan mereka dengan penyamaranku ini. Sejauh ini, aku memulai hidupku. Seperti bayi yang baru lahir. Seperti itulah yang aku inginkan. Menghapus ingatanku. Aku memotong rambut pirang panjangku dan menggunakan lensa kontak hitam dan kacamata untuk menutupi mata biruku.

XxX

Aku cukup bersemangat hari ini. Ini tahun ketigaku sebagai laki- laki. Aku cukup menjiwai peran ini. Berangkat sekolah dengan berjalan kaki lebih baik daripada naik kendaraan bagiku. Apalagi ditemani oleh kawan- kawan.

"Hei! Kurapika lagi senang kayaknya.", ujar Killua. Kawanku ini memang suka berkata seenaknya.

"Bukankah itu bagus! Iya 'kan, Kurapika?", sahut Gon.

"Ng…. Yah.. Mungkin sedikit.", jawabku ragu.

"Daripada membahas itu, bukankah lebih baik kita pikirin pr. Aku belum ngerjain.", ujar Leorio yang berjalan di sebelahku.

"Tumben kau gak mikirin si Neon.", sindir Killua yang menjulurkan lidahnya sambil menatap Leorio nakal.

"Hah! Awas kau, Kakek!", kata Leorio sambil menunjukkan tinjunya.

"Kejar saja kalau bisa, Om- om mesum!", tantang Killua sambil berlari menuju sekolah.

Leorio pun tidak ketinggalan segera mengejar Killua. Aku hanya tersenyum kecil menatap mereka berdua dengan kekonyolannya masing- masing. Tiba- tiba Gon menyikutku.

"Kau senang begini gara- gara dapat surat cinta lagi, ya?", tanya Gon dengan senyum nakal.

"Tidak, Gon! Lagipula kenapa kamu jadi ikut- ikutan Killua sih!", sangakalku.

"Hahahahaha.. Iya- iya, aku sudah tahu, koq! Untuk apa kamu senang dengan sepucuk surat cinta sedangkan surat cita lain terus memenuhi lokermu!", tawanya girang.

"Oke! Ayo cepat! Nanti ketinggalan Leorio sama Killua lho!", serunya sambil menarik lenganku untuk berlari.

Aku tersenyum mengikutinya.

Skip Time

"Kura-kun! Aku bawa makanan bekal! Ayo makan bersama!", ajak Neon yang membawa kotak bekalnya.

Dibelakangnya ada Shizuku yang mengobrol dengan Machi dan Senritsu yang tersenyum padaku.

"Maaf, aku mau…"

"Tentu saja dia mau kalau kami bertiga ikut juga.", sela Leorio yang merangkulku kasar.

Aku hanya menatap bosan ke arah Gon, Killua dan Leorio yang terseyum lebar.

Ini sudah berulang kali terjadi.

Kami makan bekal di atap yang sepi dengan sepoi sepoi angin siang.

"Ayo dicoba, Kura-kun! Aaa….", kata Neon yang akan menyuapiku dengan onigiri.

"Aku makan sendiri saja ya, Neon.", kataku sambil memakan onigiri lain dari tempatnya. Kulihat Neon kecewa tapi tetap berusaha tersenyum.

Aku melihat Killua sudah ngobrol akrab dengan Machi. Leorio juga suda menikmati bekal Neon yang tersisa sambil bercerita ria. Gon malah asyik bermain gunting kertas batu dengan Shizuku. Keman Senritsu? Aku jadi tengak- tengok Eh, rupanya dia di dekat pagar. Aku menghampirinya.

"Senritsu, kenapa tidak bergabung dengan yang lain?", tegurku.

"Ah, Kura-san….", katanya menggantung. Mukanya memerah. Sepertinya dia kaget.

"Kamu lagi sakit?", tanyaku sambil menyentuh keningnya.

"Ti- tidak koq, Kura-san.", jawabnya sambil berpaling dariku.

Ia menatap langit berawan.

"Aku hanya sedang mendengar musik yang indah sambil menatap awan- awan yang bergerak tertiup angin.", katanya sambil memejamkan matanya. Akupun melihat headset yang terpasang di telinganya. Dia memang manis. Apalagi dia baik dan lembut. Aku sudah menganggapnya sebagai adikku sendiri. Aku mengambil headset dari telinga kirinya dan memasangnya ke telinga kananku. Aku menikmati alunan musik yang indah itu sambil memejamkan mataku. Dengan ditemani Senritsu, musik, serta angin yang berhembus, aku meringankan bebanku.

Skip time

Saat bel pulang sekolah berbunyi, aku membereskan buku- buku pelajaranku. Neon, Machi, Shizuku, dan Senritsu melewatiku.

"Kami duluan ya, Kura-san.", kata Senritsu lembut. Tiba- tiba Neon mencium pipiku.

"Sampai jumpa, Kura-kun!", kata Neon riang berlari menyusul teman- temannya.

Aku menatapnya malas sambil mengelap bekas ciuman si gadis pink itu.

'Dasar Neon! Janga- jangan dia benar- benar menyukaiku. Aku 'kan perempuan.', ujarku dalam hati.

"Wuidih! Dapat kecupan selamat tinggal!", ejek Killua begitu ia berada di sampingku.
"Diam kau, Killua! Nanti kupatahkan lenganmu.", ancamku mengeluarkan aura hitam. Killua bergidik ngeri.

"Hahahaha… Tenanglah, Kurapika! Killua cuma bercanda.", ujar Gon menepuk pundakku.

Ia menatapku dengan senyum semangat (?) nya. Perlahan ion – ion negatifku teredam oleh ion- ion positifnya.

"Baiklah, Killua… Kuampuni kau.", kataku sambil membetulkan letak kacamataku.

"Kau akan duduk diam seperti patung atau pulang bersama kami?", tanya Leorio menatapku sinis.

"Maaf, teman- teman. Aku ada latihan musik lagi dengan Kuroro sensei.", jawabku.

"Yah… Tidak pulang bareng donk!", keluh Gon.

"Tenang saja, Gon! Lebih baik kita menyusul Machi dan Shizuku!", ujar Killua semangat.

"Neon juga! Ayo! Aku duluan!", kata Leorio lebih semangat sambil berlari keluar kelas.

"Tungu kami!", seru Killua dan Gon yang berlari menyusul Leorio.

'Dasar laki- laki!', gerutuku dalam hati.

Skip Time

Setelah mencopot sepatu, aku masuk ke ruang musik yang tertutup itu.

"Sensei, aku sudah datang.", kataku berjalan ke arah Kuroro setelah mengunci pintu.

"Aduh.. Kura, kau lama sekali!", bentak Kuroro.

Ia memeluk pundakku dan mengelus pipiku.
"Sensei sudah lam menungguku?", tanyaku dengan senyum menggoda.

"Tentu saja, Sayang!", jawabnya.

Ia membuka kacamata dan lensa kontakku dengan hati- hati.

"Kalau berhadapan denganku kau harus menjadi dirimu sendiri, Kura-chan…", katanya lembut sambil melonggarkan kerah kemejaku.

"Reaksimu cepat sekali, Kuroro…. Sen…sei…", desahku karena ia mulai menyesap leherku.

Dia terus menciumi, menyesap dan menggigit kecil leherku hingga membentuk lingakaran merah di sekeliling leherku. Tanda bahwa aku adalah miliknya. Tak bisa aku berhenti mendesah. Untung kami di ruang musik. Ruang musik ini kedap suara.

"Sen.. sei….", desahku menggoda.

Aku melepaskan kancing kemeja Kuroro dan mengelus dada bidangnya. Dia berhenti dengan aktivbitasnya di leherku. Ia pun mendorongku jatuh ke lantai dan mencium bibirku dengan penuh gairah. Denagn senang hati aku membalas ciumannya. Tangan kirinya memegang pundakku yang terbuka karena kini kemejaku sudah melorot. Tangan kanannya menahan tubuhnya agar tak menindihku. Akupun menikmati bibir kekasih rahasiaku. Tangan kananku mencengkram rambut hitamnya sementara tangan kiriku masih setia berada di dadanya. Dia memperdalam ciuman kami hingga tubuhnya menghimpit tubuhku. Lidahnya menyusup ke mulutku. Kini lidahku tengah bermain dengan lidahnya.

Setelah merasa sesak napas, aku mendorongnya pelan. Dia mengerti dan bangkit dari tubuhku. Sambil mengatur napas, aku merapikan pakaianku. Dia malah menggendongku dan mendudukkanku di pangkuannya. Aku sedang senang hari ini. Aku memeluknya dan menghirup dalam- dalam aroma mint yang menyerbak dari tubuhnya.
"Besok kita ke pegunungan yuk!", ajak Kuroro.

Aku mengangkat wajahku dan tersenyum manis kepadanya.

"Ayo!", kataku mengiyakan.

Aku melirik jam dinding.

"Sudah waktunya pergantian jam.", ujarku sambil memakai lensa kontak dan kacamataku serta merapikan pakaianku kembali. Saat aku akan pergi, ia memelukku dari belakang.

"Kuroro, Senritsu akan datang sebentar lagi.", bisikku di telinganya.

"Baiklah…", katanya menyerah sambil melepaskanku. Aku pun bergerak ke depan pintu.

"Sampai jumpa, Kuroro Sensei!", kataku datar.

"Sok cool sekali kau, Kurapika", sahut Sensei.

"Baiklah! Sampai jumpa besok, Kuro-chan!", kataku sambil mengedipkan sebelah mataku genit. Dia malah nyengir. Akupun akan membuka knop pintunya.

"Hei!", panggil Kuroro.

"Ada apa lagi?", tanyaku bosan.

"Lebih baik kau pakai ini!", seru Kuroro sambil melemparkan sebuah syal.

Wajahku memerah. Aku lupa kalau pasti sekarang banyak kissmark bertebaran di leherku.

"A-Aku tahu!", kataku sebal sambil memakai syal itu. Aku pun pergi dari ruang musik itu.

Di tangga, aku bertemu Senritsu. Sepertinya dia sudah siap belajar bermain biola sepertiku.

"Selamat sore, Kura-san!", sapanya.

"Selamat sore! Belajar yang tekun, ya!", ujarku sambil mengelus kepalanya dan langsung pergi.

Ake berjalan santai. Inilah kehidupan abruku. Baik sebagai laki- laki ataupun sebagai perempuan. Sampai saat ini aku bersyukur tak bertemu orang- orang yang mengejarku. Aku menatap langit yang masih saja cerah walaupun hari sudah sore.

"Tak sia- sia aku hidup…", pikirku.


Bagaimana ceritanya? Aku bingung ini layak publish atau gak? Dan aku bingung ini bakal kulanjutkan atau gak? Ada yang punya saran? Dan banyak kekurangan dari fic ini q harap mau mereview?