Mianhae Hyung
Title: Mianhae Hyung –Vkook-
Author : Han Eun Kyo a.k.a Kyo051096
Main Cast :
Kim Taehyung (Jeon) Kim Jungkook (Jung) Kim Daehyun (Byun) Kim BaekhyunGenre : Brothership, Family, Hurt & Angts
Rated : T a.k.a remaja
Disclaimer : Semua cast milik diri mereka sendiri, Tuhan, orangtua mereka dan BigHit entertaiment. Ide dan cerita milik author. Jika ada kesamaan plot cerita, maka hal itu bukan karena unsur kesengajaan.
Warning : JANGAN MEMPLAGIAT CERITA TANPA IZIN! OOC, Pendeskripsian tokoh kurang, typo(s), aneh, alur membosankan, DON'T LIKE DON'T READ! Please don't bash the pairing!
Note : GS for Baekhyun. FF ini remake dari FF author beberapa tahun lalu dengan cast utama Kibum dan Kyuhyun Super Junior.
Summary : Taehyung & Jungkook. Baekhyun –eomma Taehyung dan Jungkook- meninggal saat melahirkan Jungkook. Daehyun –sang appa- meninggal saat menyelamatkan Jungkook dari kecelakaan. Dan sekarang Taehyung sangat membenci Jungkook atas kejadian yang menimpa orang tua mereka. Apa yang harus dilakukan Jungkook untuk membuat hyungnya berhenti membencinya? Bagaimana nasib Jungkook selanjutnya?
Penasaran?
Check it out!
Mianhae Hyung
TaeKook
Han Eunkyo
Present
HAPPY READING
Kim Daehyun's mansion (03/12/1995)
Hari ini di rumah mewah keluarga Kim Daehyun –yang merupakan direktur utama perusahaan game terbesar di Korea- terlihat sangat ramai. Yah, hari ini tepat tujuh bulanan Byun Baekhyun –istri dari Kim Daehyun- dan sang suami bersikeras untuk membuat pesta tujuh bulanan untuk istrinya tercinta. Walaupun Baekhyun awalnya menolak, karena menurutnya pesta ini terlalu berlebihan. Namun pada akhirnya Daehyun –yang entah bagaimana caranya- berhasil membuat Baekhyun menyetujui acara ini.
Ah, sepertinya Eunkyo lupa mengenalkan seluruh anggota keluarga bahagia ini. Baiklah.
Dimulai dari sang kepala keluarga, Kim Daehyun. Namja tampan ini merupakan direktur utama perusahaan game terbesar di Korea. Sebagai anak tunggal dari pendiri perusahaan game ini, yaitu Kim Youngwoon –yang entah mengapa lebih suka dipanggil Kangin- yang meninggal saat Baekhyun mengandung anak pertamanya dan Daehyun.
Sang istri, Byun Baekhyun –atau mengalami perubahan marga menjadi Kim Baekhyun?- seorang yeoja yang amat manis dan cantik. Yeoja ini mempunyai senyum manis yang bisa membuat semua namja bertekuk lutut padanya. Belum lagi kebaikan dan kesederhanaannya –karena kebaikannyalah semua pelayan dirumahnya amat betah bekerja dengannya- yang membuatnya hampir sempurna.
Terakhir, anak pertama mereka Kim Taehyung. Lahir dua tahun yang lalu. Namja kecil yang sekarang sudah mulai bisa bicara. Namja kecil ini sangat tampan, jangan lupakan senyum kotaknya yang bahkan bisa membuat orang dewasa mengagumi senyuman mautnya itu. Anak ini sangat ceria dan penurut, sehingga kedua orangtuanya tidak terlalu kerepotan mengurusnya.
Kembali ke acara tujuh bulanan Baekhyun, saat ini ia sedang menyapa para tamu bersama Daehyun. Dan mereka tersenyum lebar bersamaan saat melihat siapa tamu yang datang kali ini.
"Chukkae ne." Ucap seorang namja tampan yang terlihat babyface –Jimin- kepada Baekhyun dan Daehyun.
"Ne. Gomawo." Balas Daehyun sembari tersenyum.
"Eonnie, oppa, keponakan keduaku ini namja atau yeoja?" tanya yeoja yang sejak tadi setia menggenggam jemari Jimin, Yoongi yang merupakan tunangan Jimin.
"Ah, kami sengaja tidak menanyakan dokter tentang hal ini. Agar menjadi kejutan untuk kami, Yoong-ah." Jawab Baekhyun semangat.
.
.
.
.
.
Acara hari inipun berjalan dengan lancar. Baekhyun yang terlihat lelah langsung mengistirahatkan tubuhnya di sofa ruang keluarga mereka.
"Kau lelah, yeobo?" tiba-tiba sang suami menghampiri Baekhyun dan memijati pundak dan punggung Baekhyun.
"Apa kita perlu ke dokter?" sambungnya. Tersirat nada cemas didalamnya.
"Andwae. Aku hanya lelah sedikit. Jangan berlebihan Dae-ya." Jawab Baekhyun santai sambil menunjukkan gummy smilenya pada Daehyun.
Daehyun hanya menghembuskan nafasnya pelan. "Ya ya, aku mengerti yeobo." Ujarnya sembari mengecup pipi Baekhyun sekilas.
"Eomma! Appa!" Taehyung terlihat berlari menuju Baekhyun dan Daehyun.
"Tae-ah."
"Kapan caeng Tae lahil? Tae pengen liat caeng, Eomma. Kenapa caeng telus-telucan diam di pelut Eomma cih?" tanyanya polos dengan aksen cadel yang kentara.
"Sabar ne Tae. Saeng Tae akan lahir sebentar lagi kok. Nanti Tae bisa main sama saeng." Ucap Baekhyun lembut.
"Ne. Nanti setelah saeng lahir, kita akan jalan-jalan dan bermain berempat. Appa, Eomma, Tae, dan Jungkook." Sambung Daehyun.
"Jungkook? Jadi nama caeng Tae Jungkook? Eum... Tae akan memanggilnya Kookie caja. Kita akan belempat celamanya kan appa?" tanya Taehyung semangat.
"Ne. Kita akan berempat selamanya Tae chagi." Ujar Daehyun dan langsung memberikan senyuman lembutnya pada Taehyung.
Atau tidak?
.
.
.
.
.
Kim Daehyun's mansion (03/02/1996)
Kandungan Baekhyun tidak berjalan seperti yang diharapkan. Sejak memasuki bulan kedelapan, kandungannya melemah. Baekhyun juga sering keluar-masuk rumah sakit karena perutnya yang sangat sering terasa sakit dan berakhir dengan Baekhyun yang pingsan.
Oleh karena itu Baekhyun harus lebih berhati-hati menjaga dirinya juga calon bayi yang ada di rahimnya. Ia tidak diperbolehkan bekerja terlalu berat dan jalan-jalan. Sepanjang hari Daehyun selalu menyuruhnya diam di rumah. Bahkan menyuruh banyak pelayan dan bodyguard untuk menjaga sang istri. Hal itu membuat Baekhyun merasa sangat jengkel dan bosan.
Hari ini Baekhyun berhasil membuat Daehyun meniadakan larangan-larangannya. Hari ini ia bisa berjalan-jalan di kebunnya yang sangat luas –walaupun harus menggunakan alasan menemani Taehyung- tanpa bodyguard dan hanya tiga pelayan saja yang menemaninya.
"Tae-ah jangan berlari terus chagi. Nanti Tae jatuh." Peringat Baekhyun pada Taehyung yang sedari tadi berlari-lari di kebun keluarga Kim.
"Tae tidak akan jatuh Eomma. Tae ini kan cupelmen yang-"
Duk
"Huwe~"
Dan apa yang Baekhyun khawatirkan terjadi. Taehyung yang tersandung batu akhirnya terjatuh.
"Omo! Tae chagi!" panggil Baekhyun khawatir dan segera berlari –tanpa memperdulikan kandungannya yang kata dokter akan berkontraksi bulan ini- ke arah Taehyung lalu jongkok dan membawa Taehyung ke gendongannya.
Baekhyun lalu berjalan tertatih sambil menggendong Taehyung yang terus menangis ke arah 3 pelayan yang berdiri cukup jauh dari tempat Baekhyun dan Taehyung tadi.
"Pe...layan... Cha." Panggil Baekhyun pelan. Ia merasakan darah merembes keluar dari kakinya.
"Omo Nyonya Besar! PELAYAN JUNG CEPAT TENANGKAN TUAN MUDA TAEHYUNG, PELAYAN AHN CEPAT PANGGIL AMBULANS DAN TELEPON TUAN BESAR! " perintah pelayan Cha panik sambil memapah Baekhyun.
"Saya mohon bertahanlah nyonya."
Baekhyun yang sudah banyak kehilangan darah hanya mampu menutup matanya sesaat setelah pelayan Cha memohon.
.
.
.
.
.
Seoul Hospital (03/02/1996)
Sudah lima jam sejak Baekhyun memasuki ruang operasi. Sudah dua jam pula Daehyun menenangkan Taehyung yang terus menangis dipangkuannya.
Seketika perhatian mereka teralih pada dokter yang baru saja membuka pintu ruang operasi, namun sang dokter terlihat murung dan menyesal.
"Dokter, bagaimana keadaan istri dan anak saya?" tanya Daehyun cemas.
"Anak Anda telah selamat lahir ke dunia ini. Namun istri Anda..."
"WAE? Apa yang terjadi pada istriku?"
Sang dokter yang merasa berat mengatakan hal ini hanya diam.
"YAK! MALHAEBWA!" teriak Daehyun sambil mengguncang-guncangkan tubuh sang dokter.
"Mianhamnida. Istri Anda... tidak dapat diselamatkan karena kekurangan banyak sekali darah. Persediaan darah yang sama di rumah sakit ini telah habis. Anak Anda dapat dilahirkan juga merupakan keajaiban, Tuan." Ucap sang dokter sambil menatap Daehyun dengan pandangan iba.
"ANDWAE! BAEKKIE! BAEKKIE TIDAK PERGI. BAEKKIE TIDAK AKAN MENINGGALKANKU. BAEKKIE SANGAT MENCINTAIKU. GAJIMA BAEKKIE! GAJIMA KIM BAEKHYUN!" Racau Daehyun. Ia membiarkan dirinya terjatuh di lantai rumah sakit yang dingin karena lututnya tidak mampu lagi menopang berat badannya.
Taehyung yang melihat kejadian itu hanya mampu menangis tersedu. Walau ia tak tahu mengapa appanya meracau seperti itu namun ia tahu satu hal. Bahwa ia telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga baginya.
.
.
.
.
.
Kim Daehyun's mansion (XX/XX/2001)
"Annyeong Jungkookie, Taehyungie. Appa pulang!" sapa Daehyun yang baru saja sampai dirumah mewahnya. Ia langsung duduk di sofa ruang tamu karena merasa sangat lelah dengan pekerjaannya di kantor.
"Appa!" seorang namja kecil berumur sekitar lima tahun berlari ke pelukan Daehyun.
"Kookie. Bagaimana harimu? Apakah menyenangkan,chagi?" tanya Daehyun lembut sambil membelai surai kecoklatan anak bungsunya.
"Tadi Tae-hyung dan teman-temannya meledek Kookie lagi, appa. Tae-hyung bilang kalau eomma pergi gara-gara Kookie. Apakah itu benar, appa?" tanya Jungkook polos sembari mengucek matanya yang mulai mengalirkan air mata.
"Mwo? Hyungmu mana? Taehyungie? Kim Taehyung?" panggil Daehyun.
"Ne. Waeyo appa? Tumben appa memanggilku. Biasanya hanya memanggil Jungkook." Balas Taehyung dengan ekspresi datarnya.
Anak berumur tujuh tahun itu bahkan sudah pintar berbicara dan memasang ekspresi seperti itu. Belajar dari mana anak ini?
"Bukankah appa sudah bilang jangan mengatakan hal itu pada Jungkookie lagi? Eomma kalian pergi bukan karena Jungkook. Tidak bisakah kau mengerti akan hal itu, Kim Taehyung?" ujar Daehyun tegas.
"Ne. Algaseumnida Abeonim. Aku ngantuk. Aku mau tidur dulu." Pamit Taehyung. Daehyun yang melihatnya hanya menghela nafas berat.
"Dan kau!" panggilnya seraya menunjuk Jungkook.
"Jangan masuk ke kamarku lagi saat aku tidur. Kenapa kau nakal sekali sih? Sebenarnya kau ini anak appa dan eomma atau bukan?" sambungnya sambil tersenyum meremehkan. Ia memandang Jungkook lama dan memutuskan untuk pergi ke kamarnya saat Jungkook balik memandangnya dengan tatapan terluka.
"Ayo kita tidur di kamarmu, Kookie. Appa membelikan dongeng baru. Appa akan membacakannya sampai kau tertidur." Ajak Daehyun sambil menggendong Jungkook.
.
.
.
"Benarkah hari ini appa libur? Lalu bagaimana dengan pekerjaan appa yang menumpuk di kantor?" tanya Taehyung heran pada Daehyun yang tetap fokus menyetir.
"Ne, Taehyungie. Hari ini appa minta bawahan dan sekretaris appa yang mengurus pekerjaan appa. Bukankah appa sudah lama tidak mengajak kalian bermain?" jawab Daehyun santai.
"Kita mau kemana, appa?" tanya sang magnae, Jungkook.
"Ke Lotte World. Kita akan bermain sepuasnya disana." Jawab Daehyun semangat. Tak lupa dengan senyuman lebar yang terpatri di wajahnya.
Keluarga kecil ini pun menikmati hari sabtu cerah mereka yang indah. Dengan berbagai wahana yang telah mereka naiki, mereka benar-benar amat senang hari ini.
.
.
.
Kini siang telah beranjak menjadi senja. Langit yang tadinya berwarna biru dan sangat cerah telah berubah menjadi warna orange kekuningan. Senja adalah batas dari sore menuju malam. Saat senja, sebagian manusia mungkin tengah beristirahat di kediaman mereka yang amat nyaman. Sebagian dari mereka mungkin juga sedang dalam perjalanan pulang dari tempat peraduan nasib menuju tempat orang-orang menunggu mereka. Atau mungkin juga sebagian lagi masih menyibukkan diri dengan pekerjaan mereka.
Senja ini sebuah keluarga bahagia yang anggota keluarganya terdiri dari Daehyun, Taehyung dan Jungkook sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah mewah mereka. Senyum sumringah tak henti-hentinya terpatri di wajah keluarga behagia ini. Sesekali terdengar Daehyun berceloteh ria dengan kedua anaknya atau terdengar suara Jungkook yang sedang meniru ucapan-ucapan para pelawak yang dilihatnya di televisi.
Gelak tawa kembali terdengar dari sang kepala keluarga dan anak bungsu. Namun tidak dengan sang anak sulung. Entah mengapa firasatnya mengatakan bahwa akan ada suatu hal menyedihkan yang terjadi.
Yang ia tahu hanya semua berjalan dengan baik saat ini. Setelah sampai dari perjalanan –yang entah mengapa Taehyung merasa perjalanan ini sangatlah panjang- ini mereka akan pulang dengan hati bahagia ke rumah, bukan?
Lalu apa yang ia khawatirkan? Kecelakaan seperti yang dulu sering dilihatnya di drama favorit eomma nya? Bahkan dari sini ia bisa melihat rumah besarnya. Mereka hampir sampai, bukan? Tapi mengapa perasaan Taehyung makin terasa aneh?
Jungkook yang duduk sendiri di belakang Daehyun terlihat sangat senang. Ia menyenderkan tubuhnya ke pintu mobilnya, berniat untuk tidur sejenak. Namun ternyata Daehyun lupa mengunci pintu mobil sebelah kanan Jungkook.
Bukankah pintu sebelah kanan itu rusak? Jika tidak dikunci dan ada yang menumpukan berat badannya pada pintu itu, bukankah pintu itu akan terbuka dan bisa menggulingkan siapapun yang bersender padanya?
Detik itu juga pintu itu terbuka dan menggulingkan Jungkook di jalan raya yang ramai. "OMO, JUNGKOOK!" teriak Daehyun panik. Sedangkan Taehyung hanya membelalakkan matanya.
Daehyun yang panik langsung meminggirkan mobilnya dan berlari ke arah Jungkook. Dilihatnya sebuah truk melaju kencang ke arah anak bungsunya. Ia mempercepat larinya dan menarik Jungkook agar berdiri.
Namun truk itu melaju sangat cepat, Daehyun berfikir tidak akan mungkin untuk berlari menghindar. Maka secepat mungkin ia melempar Jungkook ke tepi jalan raya.
Bruk
Duak
Tabrakan itu membuat tubuh Daehyun terpelanting jauh. Darah mengalir deras dari kepala, lengan dan kakinya. Taehyung yang masih shock memaksakan diri melihat keadaan appanya.
"A...appa? APPA!" teriaknya sambil mengguncang-guncangkan tubuh appanya.
"Tae...Taehyungie, jaga Jungkook baik-baik. Maafkan Appa. Saranghae." Pesan Daehyun lalu menutup matanya perlahan setelah menatap mata anak sulungnya dalam.
"... Appa?" panggil Taehyung pelan.
"..." Tidak ada jawaban dari bibir Daehyun.
"APPA! GAJIMA! Hiks... Appa!"
Dengan penuh kebencian Taehyung berjalan cepat menuju tempat Jungkook duduk. Ia menarik Jungkook kasar dan membawanya menuju tubuh appanya.
"BWA! BWARA! Ini semua karenamu Kim Jungkook! Deulliji? INI SEMUA KARENAMU!" bentak Taehyung sembari mendorong tubuh Jungkook kasar.
Orang-orang yang menyaksikan kejadian sedih itu hanya mampu menangis dan tidak tahu ingin berbuat apa. Kejadian ini seperti drama asli tanpa sutradara dan berskenariokan takdir Tuhan. Berpuluh tatapan iba dilayangkan untuk Taehyung dan Jungkook atas kepergian appa mereka, Daehyun.
"APA YANG KALIAN LAKUKAN? KALIAN FIKIR INI DRAMA MURAHAN? CEPAT PANGGIL AMBULANS!" bentak Taehyung pada orang-orang yang menyaksikan kejadian itu.
.
.
.
.
.
Kim Daehyun's mansion (XX/XX/2011)
Sang bulan telah menepati janjinya untuk bergantian menjaga bumi dengan sang matahari. Sang matahari dengan anggunnya menampakkan dirinya di belahan bumi hingga membuat langit yang gelap menjadi terang karena dirinya. Hal itu juga yang menyadarkan seluruh makhluk hidup di dunia ini untuk memulai hari baru mereka.
Berharap saat bangun maka hari yang akan dilalui ini akan lebih baik dari hari kemarin. Berharap saat bangun akan mendapatkan sesuatu yang baru hari ini. Berharap hari ini Tuhan akan memberikan sebuah takdir yang sangat mereka harapkan. Dan banyak lagi harapan baik lainnya. Walau langit sudah tampak terang, namun ada saja manusia yang masih enggan untuk sekedar membuka matanya dan memulai aktivitas baru pagi ini.
Seperti seorang namja tampan sekaligus imut yang sudah bangun –bahkan sebelum pagi menampakkan wujudnya- dan sibuk membuat sarapan untuknya dan untuk sang hyung di dapur. Mungkin terdengar aneh karena bahkan ia mempunyai banyak pelayan di rumah mewahnya. Dan bukankah hyung dan halmeoninya ada di rumah? Lalu mengapa ia membuat sarapannya dan hyungnya sendiri?
Yah, jawabannya sederhana namun kejam. Karena Kim Taehyung –hyungnya- tidak mau sarapan jika bukan Jungkook –sang dongsaeng yang tampan dan manis- yang memasakkan makanan untuknya, bahkan ia mengancam akan memecat pelayan yang membantu Jungkook dan mengancam akan pergi dari rumah jika halmeoninya membantu dongsaengnya.
Mungkin Taehyung terlihat seperti hyung yang sangat menyayangi dongsaengnya karena hanya mau sarapan dengan memakan masakan dongsaengnya sendiri. Namun perkiraan itu salah. Alasan Taehyung melakukan ini adalah untuk membuat repot Jungkook. Ia ingin dongsaengnya -yang seharusnya bisa mengurus dirinya sendiri dan bermanja ria saat pagi – kerepotan mengurusnya.
Ia akan meminta Jungkook memasakkan makanan yang cara memasaknya ribet dan butuh waktu lama agar Jungkook kesal dan terlambat datang ke sekolah. Namun entah mengapa Jungkook selalu memasak dengan tulus dan tak pernah terlambat datang ke senior highschoolnya.
Jangan kira Taehyung benar-benar mengahabiskan makanan yang Jungkook buat dengan senang hati. Ia hanya akan memakannya sedikit lalu pergi kesekolah tanpa menunggu Jungkook. Malah jika moodnya sedang buruk ia dengan 'senang hati' akan membuang makanan itu ke tempat sampah.
Kembali kepada Jungkook. Saat ini namja berusia limabelas tahun itu sedang memasak nasi goreng spesial. Yah, setidaknya untuk hari ini ia merasa lega karena Taehyung tidak memintanya memasak macam-macam.
"Selesai. Sekarang tinggal membangunkan Tae-hyung. Cha!" ucapnya semangat.
Namun baru saja ia menaiki tangga –kamar Taehyung terletak di lantai dua- namja yang baru saja ingin dibangunkannya ternyata sudah turun tangga dan berjalan menuju ruang makan.
"Selamat pagi Tae-hyungie. Apa tidurmu nyenyak semalam? Apa kau bermimpi indah?" Jungkook langsung memberikan Taehyung banyak pertanyaan –itu adalah kebiasaannya setiap pagi- yang tidak pernah dibalas Taehyung dengan tulus.
"Bukan urusanmu. Dan bukannya sudah kuberitahu, jangan memanggilku 'Tae-hyungie'. Hanya eomma dan appa yang boleh memanggilku seperti itu. Entah mengapa itu terdengar menjijikkan jika keluar dari mulut hinamu." Ucapnya dingin tanpa menatap dongsaengnya.
"Ne. Aku mengerti hyungie. Kau baru saja mengatakannya kemarin malam." Balas Jungkook santai tanpa memperdulikan tatapan menusuk hyungnya.
"Kalau kau mengerti kau tidak akan mengulanginya, anak sial." Ujar Taehyung sambil berjalan meninggalkan Jungkook dan sarapannya yang belum ia sentuh sedikitpun. Sepertinya ia akan sarapan disekolah lagi.
Jungkook menghembuskan nafas beratnya. "Mengapa aku hina sekali di matamu,hyung? Apa karena aku membuat eomma dan appa pergi? Tapi halmeoni dan pelayan Cha bilang, bukan aku yang membuat mereka meninggal hyung. Aku hanya ingin kau memperhatikanku seperti hyung teman-temanku. Apakah tidak bisa bahkan untuk kau tersenyum padaku sekali saja?" gumamnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
.
.
.
.
.
Jungkook POV
Ah, sebelumnya aku akan mengenalkan diri. Namaku Kim Jungkook. Saat ini aku berusia limabelas tahun dan duduk dibangku terakhir senior high school. Yah mungkin kalian akan membantah karena seharusnya aku masih duduk di bangku pertama senior high school. Salahkan saja otak cerdasku yang membuat aku loncat kelas dua tahun. Sebenarnya sih aku berusaha loncat kelas agar bisa sekelas dengan Tae-hyung. Mungkin sekelas dengannya akan membuatku dekat dengannya. Kurasa.
Aku berjalan menuju kelasku dengan riang. Sepanjang jalan aku sibuk membalas sapaan-sapaan dari guru-guru dan teman-temanku dengan sopan. Namun saat sampai di depan pintu ruang kelasku aku berhenti sejenak ,menyiapkan diri dengan segala jebakan yang pasti mengenaiku setiap hari.
Kalian mengira aku mempunyai musuh di sekolah? Tentu saja tidak. Yang mengerjaiku setiap hari adalah hyungku, Kim Taehyung dan teman-temannya. Walaupun mereka tidak terlalu kejam mengerjaiku, namun tetap saja aku merasa sedikit kesal –bagaimanapun Tae-hyung itu hyung tersayangku-.
Seperti kemarin, Tae-hyung dan teman-temannya menyiramku dengan air kotor. Beruntung Hoseok hyung –teman dekatku di kelas- membawa seragam cadangan. Jadi ia menyuruhku memakai seragamnya. Yah, walaupun aku jadi bau akibat air kotor itu, namun aku merasa senang karena Tae-hyung tertawa lepas karenaku. Kutekankan sekali lagi TAE-HYUNG TERTAWA LEPAS KARENAKU.
Jangan lupakan panggilannya padaku saat selesai mengerjaiku. Ia akan memanggilku 'Kookie-chagi' ataupun 'nae saeng' walaupun dengan nada meremehkan. Hal kecil itu mampu membuatku senang bukan kepalang. Yah, andai saja ia tulus memanggilku seperti itu, bahkan matipun aku rela.
Walau aku harus menderita ataupun sakit, demi melihatnya tertawa –apalagi karenaku- aku rela. Keceriaannya adalah obat untuk kekesalan hatiku atas jebakan-jebakannya.
When you cried I'd wipe away all of your tears
When you'd scream I'd fight away all of your fears
And I held your hand through all of these years
But you still have
All of me
Ah, lalu rencana apa yang mereka susun hari ini untuk membuatku kesal? Aku jadi penasaran dan tak sabar melihat tawanya.
Cklek
Aku membuka pintu ruang kelasku perlahan. Eum? Tidak ada apa-apa. Tidak ada ember berisi air di atas pintu. Tidak ada ular mainan yang dilempar padaku. Tidak ada telur yang dilempar ke wajahku. Tidak ada tepung yang mewarnai rambutku. Tidak ada orang yang berpura-pura menjadi hantu untuk menakutiku. Tidak ada hal lainnya yang biasa Tae hyung dan teman-temannya lakukan untuk mengerjaiku. Lalu... Apakah mereka sudah bosan mengerjaiku? Ah, apa itu artinya aku tidak akan melihat tawa Tae-hyung lagi? Aish!
"Annyeong Kim Jungkook." Sapa Kai –salah satu dari tiga teman Tae hyung- 'ramah' dengan seringaian yang setia terparti di wajahnya.
"N..ne? Nado... an...nyeong" balasku gugup. Aku merasa ada yang tidak beres.
"Kau bertengkar dengan Taehyungie? Mengapa ia terus menangis di toilet?" tanya Lay dengan wajah –sok- khawatir .
"M..mwo? Jeongmal? Ada apa ya memangnya? Aish!" racauku panik. Semua hal yang berhubungan dengan Tae hyung akan membuatku panik seketika.
"Ne. Susul dia ke toilet sana! Kasihan Taehyungie." Sambung Tao sambil mendorongku.
Aku langsung berlari ke toilet khusus namja di ujung lorong sekolahku.
.
.
.
"Hyung? Hyung di dalam? HYUNG!" teriakku memanggilnya setelah sampai di depan salah satu bilik toilet. Namun apa yang aku dapatkan? Tidak ada suara apapun yang menyahutiku, bahkan saat aku membuka semua bilik yang ada di toilet ini aku tidak menemukan Tae-hyungku.
"Hey anak sial!"
Itu... Tae-hyung? Aku membalikkan badanku dan menoleh ke arah suara itu. Benar, itu memang Tae-hyung! Tapi, mengapa aku tidak melihat jejak air mata di wajah dan matanya? Bahkan kini ia dan teman-temannya sedang menyeringai dan tersenyum meremehkan.
Otakku memproses semua hal ini dengan lambat, berbeda dengan proses otakku saat mencerna pelajaran terutama Matematika. Jadi...
"Jadi hyung mengerjaiku?" tanyaku pelan.
"Geurae! Kau ini babbo sekali sih." Jawab Tae-hyung santai disertai tawa meremehkan dari teman-temannya.
"Ah! Tapi bukan ini jebakan utama kami, Kookie-chagi." Sambungnya sambil menunjukkan seringaian setannya padaku.
"La...lalu a..apa,hyung?" tanyaku gugup. Aku merasakan firasat buruk.
Tiba-tiba Tae-hyung dan ketiga temannya menutup pintu toilet dan menguncinya –kurasa- dari luar.
"Hyung? Mengapa hyung menguncinya? Tolong buka hyung!" pintaku dengan nada memohon.
"Haha, aku rasa jebakan kita kali ini mampu membuatnya mati sengsara, Taehyungie." Dapat kudengar Lay berkata. Hah, tega sekali namja satu itu.
"Atau dia akan menjadi penunggu toilet ini? Hiiy!" Tao merasa merinding sendiri dengan ucapannya. Bodoh, aku tidak akan mati disini. Aku tidak mau mati disini!
"Hyung, tolong buka pintunya. Aku lapar dan lelah sekali. Tadi aku tidak sempat sarapan, hyung. Kemarin sore sampai malam aku tidak makan dan tidur saat pagi untuk mengerjakan semua tugas-tugasmu, Tae-hyung. Tolong aku hyung. Jaebal." Mohonku.
"YAK! KAU PIKIR AKU SUDI MENDENGAR CERITA-CERITA SOK SEDIHMU ITU, HAH?" teriak Tae-hyung sambil menendang pintu kamar mandi dengan keras.
"Sudahlah. Ayo kita pergi. Biarkan anak sial ini ketakutan sendiri disini. Kajja!" sepertinya itu suara Kai. Setelah itu aku mendengar derap langkah mereka menjauh.
Uuh~ Aku tidak berbohong,hyung. Aku benar-benar kelaparan dan kelelahan. Aku memegangi perutku yang terasa sakit. Aku rasa maag ku kambuh lagi. Namun bukan itu yang kutakutkan. Melainkan penyakit laknat yang bersarang di otakku. Yah, kanker otak.
.
.
.
Dua bulan lalu aku ditemukan pingsan dengan darah yang tidak berhenti mengalir dari hidungku di kamar mandi oleh Cha ahjusshi –aku sudah menganggapnya ahjusshiku- saat Tae hyung dan halmeonie tidak berada di rumah. Cha ahjusshi langsung saja melarikanku ke rumah sakit dengan cepat.
Aku sangat kaget saat dokter memvonisku mempunyai penyakit kanker otak. Kanker otak? Bukankah itu penyakit berbahaya yang bisa mengakibatkan kematian? Apakah aku akan mati membawa penyakit ini? Ayolah, aku masih sangat muda. Apakah aku akan mati muda? Mengapa nasib baik tidak pernah berpaling pada kehidupanku?
Saat itu aku langsung meminta Cha ahjusshi merahasiakan hal ini. Tidak ada satu orangpun yang boleh mengetahui penyakitku, terutama halmeoni dan Tae hyung. Aku tidak mau mereka sedih. Biarkan aku pergi tanpa ada seorangpun yang kerepotan memikirkan penyakitku.
.
.
.
Kepalaku mulai terasa sakit. Pandanganku berputar. Aku merasakan cairan kental berwarna merah mengalir dari hidungku. Aku mengusapnya, cairan kental berwarna merah ini datang disaat yang tidak tepat.
Aku harus segera keluar dari sini dan meminum obat-obatku yang kusimpan di tas. Tapi bagaimana caranya? Aish! Darah ini kenapa terus-terusan mengalir?
Aku menggedor pintu toilet pelan. Aku sudah kehabisan tenaga. Aku sudah tidak kuat. Kali ini biarkan aku menyerah terhadap penyakitku.
"Jangan lupa minum obat, Tuan muda Jungkook. Jika kau terlambat memakannya -bahkan dalam selang waktu tujuh jam saja- kau bisa dirawat di rumah sakit. Juga jaga kesehatan dan emosimu. Jika kau stres dan mempunyai banyak beban pikiran, penyakitmu bisa kambuh. Kanker otak ini bukan penyakit biasa Tuan muda Jungkook. Saya harap Tuan muda bisa mengerti."
Nasehat Cha ahjusshi terngiang-ngiang di kepalaku. Aish! Aku baru ingat kalau sejak kemarin sore aku belum minum obat. Eotteokkhae? Apakah aku benar-benar akan mati disini?
Namun tiba-tiba aku mendengar seseorang menggedor pintu.
"Jungkookie? Apa kau ada di dalam?"
.
.
.
.
.
TBC
Chapter 1 done~
Mohon Review nya…
Kritik dan saran sangat diperlukan. Tapi mohon dengan kata-kata yang tidak kasar dan menyinggung.
Wanna review?
Terimakasih sudah membaca~ \^O^/
GAMSAHAE (_ _)* bow 90 ͦ *
Salam hangat yeosaeng nya Kyuhyun dan Taehyung noona nya Jungkook.
Han EunKyo
