Hey Arnold! (c) Craig Bartlett dan Nickelodeon
Love VS Prestige! (c) Shu no Tsuki
Warning : OOC, abal, misstypo berterbangan(?), Alternatife Universe, dkk.
Pairing : Arnold x Helga G. Pataki, and other.
Rate : T, belum berani rate M.
Genre : Friendship abal & Romance cacat.
Summary : Saat kau jatuh cinta pada seseorang yang merupakan rival abadimu, manakah yang akan kau pertahankan? Cintamu atau gengsimu? Let's read.
Dun like, Dun read!
Helga P.O.V
"Emmmm," erangku pelan. Aku mengerjapkan mataku perlahan, menyadari silau matahari yang berlebihan masuk lewat jendela kamarku, membutakan sejenak indra pengelihatanku. Kulirik jam wekerku, ternyata jam 06.15. Tunggu dulu? 06.15? Ah, aku telat!
Aku langsung bangkit dari tempat tidur dan menimbulkan sedikit kegaduhan yang mengganggu pagi ini. Dengan baju tidur yang masih melekat dan rambut yang gimbal, aku melesat menuju kamar mandi dan memulai ritual sehari-hariku, yaitu mandi.
"Helga! Pelankan suaramu nak!" jerit seorang wanita. Mungkin suara ibuku. Entahlah, aku terburu-buru.
Setelah keluar dari kamar mandi, dengan cepat aku berpakaian dan mengikat rambutku ke dua arah yang berlainan, tak lupa pita besar berwarna pink yang tak pernah absen dari rambut pirangku. Aku pun menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa, secepat kilat pula aku menyambar roti sandwich yang menjadi sarapanku. Kutenteng tas ranselku dengan keadaan tangan kanan memegang sandwich yang tinggal seperempat.
"Mom, Dad, aku berangkat dulu ya! Bye," teriakku lantang saat aku sudah keluar dari rumah.
"Hati-hati di jalan!" balas ibuku yang suaranya terdengar samar karena aku berlari sekuat tenaga agar tidak telat ke sekolah.
Peluh di mukaku bercucuran, menetes, dan membuat jejak di setiap jalan yang kulewati. Peduli apa aku! Persetan dengan peluh! Yang ada di pikiranku sekarang adalah, bagaimana caranya sampai di sekolah tepat waktu! Eh? Mungkin aku bisa lewat jalan pintas. Yak, satu masalah pagi ini sudah terpecahkan. Itu dia jalan pintasnya! Yeah, dunia di tanganku sekarang!
Dengan cepat, kulewati sebuah gang sempit nan kotor ini. Aku melihat sebuah lubang yang cukup untukku lewat. Pasti itu jalan keluarnya. Dengan cepat pula, aku merayap memasuki lubang yang cukup kecil ini. Tak lama kemudian, aku sudah berada di taman belakang sekolah. Sekarang, aku sudah merasa lega karena belum terlambat. Saat aku memasuki pintu sekolah, aku disuguhi pandangan aneh dan menjadi bahan tertawaan dari banyak anak. Aku langsung melayangkan tatapan tertawa-lagi-mati-kau. Akhirnya mereka bungkam karena aura hitamku langsung membesar. Aku memang ditakuti sebagian anak karena kesadisan dan kegalakanku. Terserahlah apa kata mereka.
"Helga! Kenapa rambutmu berantakan begini? Bajumu juga ada noda hitamnya. Ayo kita bersihkan di toilet," ajak temanku. Teman terbaikku dan satu-satunya yang baik padaku. Gadis lucu, pintar, dan berkacamata, bernama Phoebe. Aku hanya mengangguk saja.
Saat aku berjalan bersama Phoebe menuju toilet, aku melihatnya! Melihat Arnold bersama soulmatenya, Gerald. Otakku tak bisa digunakan berfikir lagi saat itu. Jantungku berdetak tak karuan. Aku bahkan bisa merasakan jika pipiku memanas.
"Pagi Helga, pagi Phoebe," sapa Arnold ramah, disertai senyumannya yang menyilaukan itu. Ah ralat! Maksudku senyumnya yang memuakkan itu. Lagipula Arnold adalah rivalku. Tak mungkin aku menyukainya. Iya kan?
"Pagi juga kepala baseball," ucapku sarkastik. Kenapa harus sarkastik? Tentu agar Arnold tidak menyadari perasaanku padanya. Jangan sampai dia tahu deh.
"Hei, pagi-pagi begini kau sudah cari masalah ya?" tanya Arnold emosi. Mukanya memerah, tanda ia memang marah.
"Mukamu aneh jika marah, topi-kecil," balasku tak menghiraukannya. Padahal menghiraukan seorang Arnold adalah sesuatu yang impossible untuk gadis bernama Helga G. Pataki. Oh yeah, dunia boleh tertawa.
End Helga P.O.V
"Kau... Grrrrrrr," geram Arnold kesal, sampai-sampai ia melupakan kehadiran Gerald sesaat. Helga selalu bisa membuat Arnold marah. Tanpa disadari Arnold, hatinya selalu menghangat ketika ia dibuat kesal oleh Helga. Ada perasaan yang aneh untuknya. 'Dasar gadis monster! Hobby sekali ia membuatku marah. Akan kubalas kau nanti gadis monster!' pikir Arnold kesal, tak habis pikir, ia selalu lemah di hadapan Helga. Ia ingin terlihat kuat di depan Helga. Itu saja sudah cukup menurutnya.
Gerald yang memperhatikan Arnold dari tadi hanya tersenyum kecil, menyadari betapa bodohnya otak sahabatnya itu. Membuatnya geli sendiri. Perasaannya sendiri pun, tak ia sadari. Gerald masih menatap Arnold dengan pandangan aku-akan-membantumu-bodoh. 'Arnold memang bodoh urusan perasaan,' pikir Gerald prihatin. Gerald tak menyadari jika Phoebe memperhatikan gerak-geriknya saat mereka berpapasan tadi.
To be continued... Sebenarnya siapa sih yang bodoh? Arnold atau Gerald? Ataukan author? =.=
Haaaaaai, salam kenal semua. Saya author baru di FHAI. Tolong beri masukan dan bimbingannya dari senpai-senpai. Arigatou ^^
Mind to review?
