HOI HOI, Naomi is back back back *menggema* BD
Udah lama ga buat ff karena UAS yg sangat kamvret sekali, so ini ff dibuat ditengah UAS jadi nya buru-buru dan tak ada perbaikan.
jadi maafkan saya jika banyak kesalah di ff ini wkwk *ditimpuk*
douzo ^ ^
Tittle : CLARITY
Author : Naomi
Rating : T
Genre : Romance, fluff, school life, angst
WARNING : YAOI, OOC, Gaje, Typo(s)
Disclaimer: The Casts are belongs to ther selves. They are not mine, but I wish Jaejoong was mine xD but the story is mine!
If our love is tragedy, why are you my remedy?
If our love's insanity, why are you my clarity?
Apa kau percaya Cinta Buta? Banyak yang beranggapan bahwa pernyataan tersebut konyol, kuno, klise, dan tidak masuk akal. Cinta tidak sepenuhnya buta. Cinta dapat membedakan mana yang kaya, dan mana yang miskin. Setiap orang tidak akan jatuh cinta hanya dengar mendengar suara nya saja. Setiap orang akan jatuh cinta ketika melihat, bersentuhan, berkenalan dan berdekatan dengan orang itu.
Namun, bagaimana jika kau mencintai seseorang yang secara tak langsung merusak mu begitu dalam? Merusak hati dan batin mu hingga tak berbentuk. Memberikan trauma tersendiri dan ketakutan.
Sungguh ironis
Mungkin hanya dua dari satu miliyar manusia yang mengalaminya. Dan orang itu, adalah salah satunya.
~**~ CLARITY ~**~
Aroma tanah serta air hujan yang khas begitu terasa dipenciuman. Lelaki itu memeluk tubuhnya sendiri ketika membuka jendela serta tirai yang menutupinya. Ia melebarkan senyumannya sambil memperhatikan pohon maple di lapangan basket bergerak-gerak seirama dengan sang angin, membuat suara daun yang saling bergesakan samar-samar. Sejauh mata memandang tak ada yang spesial dari lapangan basket tersebut, namun memberikan ketenangan tersendiri bagi pemuda itu.
"Hyung?" ia menghentikan senyumannya saat dirasakan seseorang memanggil. Lambat laun ia membalikan tubuhnya dan mendapati seorang lelaki berpipi chubby yang tergulai lemah di atas tempat tidur –yang memang disediakan untuk satu pengguna. Ia semakin melebarkan senyumannya sambil berujar kecil, "kau sudah bangun, Junsu-ah?"
Lelaki yang dipanggil Junsu itu hanya menggangguk kecil, kemudian berusaha mendudukan tubuhnya –walaupun tak berhasil mengingat tubuhnya yang sangat lemah. Ia berlari kecil menuju Junsu untuk membantunya duduk. Tergurat jelas wajah panik –yang bahkan terlihat berlebihan di wajah rupawannya.
"Ju –Junsu gwenchana?" tanya lelaki itu sambil menggoncangkan bahu Junsu pelan. Junsu menggeleng pelan sebagai jawabannya, " –aku tidak apa-apa, hyung."
Junsu ikut tersenyum takala kembali melihat kakaktercintanya itu tersenyum. "ah, jam berapa sekarang?" tanya Junsu sambil menggerakkan matanya yang kecil menuju jam dinding yang berada tepat disamping jendela –tempat kakaknya semula berada. Mata kecil Junsu sedikit membesar saat melihat sang waktu yang terus berjalan tanpa perintah.
"Hyu –hyung! Apa yang kau lakukan disini? Hyung bukannya harus sekolah?" tanya Junsu panik saat melihat jam dinding berbentuk bulat itu yang masih menunjukan pukul tujuh pagi. " Tsk –" lelaki itu bedecak pelan " –tentu saja menjenguk mu, kan?" lanjutnya yang langsung mendapat pukulan kecil dari Junsu.
"Lalu kau mau membolos begitu?" tanya Junsu geram. Namun ia hanya mengangkat kedua bahunya sebagai jawaban atas pertanyaan Junsu.
"Ya! Hyung apa kau lupa? Kau bersekolah menggunakan beasiswa. Jika membolos sehari saja bisa-bisa –" Junsu memotong ucapannya saat dirasakan tangan yang begitu dingin mencubit pipi chubby nya kecil. " –arra, arra. Aku akan ke sekolah sekarang, kau puas?" cibir Jaejoong sambil memutar kedua bola matanya jengah.
"Puas. Sangat puas." Ucap Junsu sambil tersenyum getir –yang menunjukkan deratan gigi miliknya yang rapi. Lelaki itu mendengus kesal, kemudian berujar, "setelah pulang aku akan langsung ke sini, kalau ada apa-apa segera hubungi –" kali ini ucapannya yang terpotong saat dirasakannya kedua tangan Junsu mengunci rapat bibir merahnya.
"Aku paham, hyung-ah~" ujar Junsu dengan suara semanis mungkin. " –lagi pula disini ada dokter dan suster yang selalu menjaga ku, jadi hyung tidak perlu khawatir."
Ia memutar kedua bola matanya kembali, kemudian mengambil tas ransel hitamnya yang semula berada di kursi berwarna biru –yang tepat berada di depan tempat tidur Junsu.
"Kalau begitu, aku pergi, ne?" Junsu mengangguk cepat, kemudian melambaikan tangannya sambil berujar kencang. "Hati-hati dijalan, Jaejoong hyung~"
~**~ CLARITY ~**~
Seorang lelaki dengan wajah yang lumayan tampan itu mengerutkan dahinya samar saat melihat seseorang –yang sangat ia kenal berperilaku aneh sejak setengah jam yang lalu. Orang itu terus saja memangku dagunya tanpa bosan dengan wajah yang terlihat begitu kusut dan menyeramkan. Sudah setengah jam yang lalu pula ia memanggil-manggil nama orang itu. Mulai dari volume suara yang normal, kecil, besar, bahkan sampai bisikan pun sudah ia lakukan, namun orang itu tetap bergeming ditempatnya.
"Arrg! Aku bisa gila! Gila! Kau tahu gila? It's really driving me as crazy as hell!" Teriak orang itu yang membuat temannya –yang semula mengerutkan dahinya terlonjak kaget.
"Oh yeah, well sepertinya kau memang benar-benar gila, Jung Yunho." ujar lelaki itu sarkatis sambil memutar kedua bola matanya. " –atau lebih tepatnya kau itu gila dan tuli, Jung." Lanjutnya yang mendapat tatapan kesal dari orang yang baru saja ia panggil Jung Yunho itu.
"Huh? Lucu sekali candaan mu, Yoochun." Ucap Yunho tak kalah sarkatis sambil melipat kedua tangannya di dada. Yoochun semakin mengeratkan dahinya samar saat melihat sahabatnya itu jadi sedikit berbeda.
"Okay, you win." Ujar Yoochun mengalah sambil memangku dagunya " –sekarang cerikan apa yang terjadi." Lanjutnya kesal karena sudah setengah jam yang lalu ia menunggu Yunho untuk membuka suaranya. Yunho menatap Yoochun seklias, kemudian kembali menatap lantai putih yang seakan lebih menarik dari lawan bicaranya –Yoochun.
"Tsk." Decak Yunho jengkel sebelum membuka suaranya kembali, " –hari ini aku harus pergi ke pesta perusahaan appa ku." Lanjutnya.
"Lalu?" tanya Yoochun santai. Yunho menatap Yoochun dengan tajam, yang pasti dapat membuat siapa saja yang melihatnya ketakukan karena ketajaman tatapan Yunho yang seakan lebih tajam dari sebilah pisau. Namun sepertinya tatapan tajam itu tak berpengaruh apa-apa pada Yoochun –sahabatnya. "Apa maksud mu dengan 'lalu'? kau lupa aku tidak suka dengan acara macam itu?"
Yoochun mendengus. "Ya, ya, ya, aku tahu. Hanya saja aku tidak mengerti apa yang membuat mu begitu depresinya padahal hanya mengikuti pesta perusahaan saja." Yoochun menyeruput jus kaleng yang berada di atas mejanya dengan perlahan, lalu menyiritkan dahinya saat dirasakan kaleng itu sudah kosong.
"Sudah pasti, kan? Aku tidak suka ketika appa memperkenalkan ku dengan teman-teman perusahannya seakan mengatakan 'dia adalah penerus ku selanjutnya'." Jelas Yunho sambil mencibir. " –padahal menurutku akan lebih baik jika perusahaan diambil alih oleh hyung." Lanjutnya yang langsung mendapat tatapan simpati dari Yoochun.
"Tapi setelah apa yang hyung mu perbuat, apa kau masih berfikir appa mu akan memberikan perusahaan kepadanya?" Yunho menghela nafasnya berat. Ia tahu, bahkan sudah tahu bahwa dirinya sangat berkemungkinan lebih besar menjadi penerus selanjutnya dari pada kakaknya. Setelah kejadian itu, kejadian yang mendatangkan aib kepada keluarganya. "I think so, Chun."
Yoochun menepuk-nepuk punggung sahabatnya itu pelan seakan memberi semangat walau ia tahu, hanya seberapa persen sahabatnya itu akan kembali bersemangat –hanya dengan tepukan saja. "sudahlah, kau hanya perlu mengorbankan waktu mu barang semalam. Bersabarlah." Yunho terkekeh kecil, kemudian berujar kecil, "well, thanks!"
~**~ CLARITY ~**~
Jaejoong berjalan kecil menuju kelasnya. Ia memijit-mijit pelipisnya sendiri takala merasakan pusing yang begitu sangat –karena kelelahan. Jaejoong melihat jam tangan hitamnya dan menyeringit. Sepertinya ia terlalu pagi untuk datang ke sekolah. Jaejoong masuk ke dalam kelasnya yang masih terlihat sangat sepi. Sejauh mata memandang, hanya terdapat dua lelaki yang berada diruangan tidak besar juga tidak kecil berbentuk persegi panjang tersebut.
Jaejoong terus berjalan tanpa menghiraukan tatapan intens dari kedua orang yang sudah berada di kelas sebelum dia. Jaejoong mendudukan dirinya di bangku ketiga dari depan sebelah timur yang berdekatan dengan jendela. Kemudian ia mengambil sebuah buku dan memakai kacamata minus nya –yang bertengger indah di hidung rampingnya.
"hey, good morning, Jaejoong." Teriak salah satu dari lelaki itu yang yang membuat Jaejoong terlonjak kaget. Detik berikutnya Jaejoong tersenyum lembut, senyuman yang bisa membuat siapa saja lemas dan berlutut memujanya. " –good morning, Yoochun."
Yoochun tersenyum getir, yang mendapat tatapan aneh dari salah satu dari mereka. "dia siapa mu?" tanya orang itu sambil berbisik. Yoochun menyeringit samar, kemudian memperhatikan orang itu dengan pandangan aneh, bingung, dan terkejut yang menjadi satu. " –siapa apanya? Memangnya aneh menyapa teman sekelas sendiri?"
Lelaki itu –alias Jung Yunho mendengus pelan. Ia lupa bahwa Yoochun mempunyai sifat yang ramah –atau mungkin bisa dikatakan terlalu ramah. Detik berikutnya, pandangan Yunho beralih kepada pemuda yang baru saja disapa oleh sahabatnya, Yoochun. Kim Jaejoong, lelaki beasiswa yang terbilang sangat pintar. Selalu masuk ke dalam Top Class dan merupakan kandidat dari ketua OSIS berikutnya.
Yunho terus memperhatikan Jaejoong tanpa berkedip, seakan takut mendapat rugi yang besar jika tidak melihat wajah rupawan itu barang hanya beberapa detik. Iris mata coklat Yunho seakan tersedot ke dalam mata besar dan hitam milik Jaejoong. Ia seakan tidak bisa keluar dari mata itu. Matanya yang berwarna hitam pekat bagaikan black hole. Seperti ada gaya gravitasi yang kuat di dalam mata itu yang membuatnya terus terjatuh ke dalam dan tak bias keluar. Yunho tidak bisa mengalihkan pandangannya barang seditik saja.
"Gorgeous."
"M-mwo? Nugu?" Tanya Yoochun yang berhasil membuat Yunho bangun dari dunianya sendiri. Yunho mengerjap-ngerjapkan matanya perlahan, dan langsung memalingkan wajahnya –mengindari tatapan curiga dari Yoochun.
Yoochun mengarlingkan matanya menuju Jaejoong –yang tengah membaca buku dan Yunho bergantian. "hee.." Yoochun menyeringai kecil. " –Our Jung Yunho is falling in love at first sight, isn't he?" lanjutnya sambil menyenggol sikut Yunho pelan.
"Shut up! or I'll break your legs, right now, Chun." Ucap Yunho berbahaya sambil menekan kalimatnya. Namun sekali lagi hal tersebut sama sekali tidak berpengaruh bagi Yoochun. Yoochun hanya menyengir kecil yang memperhatikan giginya yang rapi. " –you know, it's not like that. Aku hanya berkata spontan saja." Lanjutnya mengelak.
"Well, we'll see." Ucap Yoochun sambil menyeringai –yang langsung mendapat tatapan mematikan dari Jung Yunho –sahabatnya.
~**~ CLARITY ~**~
Aroma khas kayu manis, madu, gula serta ragi begitu terasa dan dengan paksa menyeruak masuk ke dalam penciuman siapa saja. Sebuah waffle dengan madu kental diatasnya tersaji di depan pemuda itu. Sesekali ia meneteskan saliva nya sambil menjilat-jilat bibirnya sendiri. matanya seakan tak bisa lepas dari sesuatu yang indah –menurutnya yang sudah berada tepat di hadapannya.
"Changmin?" pemuda itu terkesiap ketika mendengar seseorang memanggil namanya. Pemuda itu –alias Changmin mengerjap-ngerjapkan matanya kaget sambil memperhatikan laki-laki di hadapannya yang sedang tersenyum. "Kau tidak mau memakannya?" tanya lelaki itu dengan suara yang lembut dan melodis, bagaikan simfoni indah yang dapat membuat siapa saja terpukau dan membisu.
"N-ne?" ucap Changmin sedikit tergagap –yang baru saja tersadar akan lamunannya. Lelaki itu memutar matanya, kemudian mengambil kota bekal berisi waffle madu yang sedari tadi Changmin tatap dengan tatapan tergoda. " –Jadi kau benar- benar tidak mau?" tanya lelaki itu sambil mengerucutkan bibirnya lucu.
"A-aniya Jaejoong hyung! Tentu saja aku mau!" ucap Changmin sedikit berteriak –yang langsung mendapat senyuman lebar lebar dari lelaki itu –alias Jaejoong.
"Ah tapi, kenapa hyung membuat tiga waffle?" tanya Changmin bingung ketika melihat tiga lapis waffle madu di dalam kotak bekal Jaejoong. "oh ini –" ujar Jaejoong sambil mengarlingkan matanya menatap waffle madu buatannya, " –sebenarnya tadi aku ingin memberikan waffle ini kepada Junsu, tapi aku lupa." Lanjutnya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.
"Kalau begitu aku boleh memakan bagian Junsu?" tanya Changmin yang terlihat berbunga-bunga, seakan ada bintang-bintang terang yang berada di dalam matanya. Jaejoong terkekeh kecil melihat kelakuan sahabat baiknya sejak kecil itu. "sure~"
"Gomawo hyung-ah~" Changmin menyengir kuda yang langsung menampakan giginya yang berjejer rapi. Changmin langsung mengambil waffle madu itu ke dalam kotak bekalnya. Detik berikutnya Changmin memotong kecil-kecil waffle itu dan memasukannya ke dalam mulutnya. Namun acara –makannya terhenti ketika melihat Jaejoong yang terus memperhatikannya, bahkan lelaki manis itu tidak menyentuh waffle nya sedikit pun. Changmin menyodorkan sepotong waffle kepada Jaejoong, namun lelaki itu menggeleng pelan, kemudian berujar, "aku tidak lapar. Melihat wajah mu yang manis seperti itu sudah membuat ku kenyang."
Semburan merah tiba-tiba saja mendarat di kedua pipi Changmin tanpa perintah. Changmin tahu, bahkan sangat tahu bahwa hyung kesayangannya itu hanya bercanda. Namun entah mengapa perkataan Jaejoong bagaikan irama melodis yang menghipnotisnya, membuatnya terjerat di dalam mata Jaejoong yang indah.
Changmin sudah mengenal Jaejoong lebih dari 10 tahun yang lalu. Mereka bertetangga dari lahir, membuat Changmin –lelaki tampan yang lebih muda setahun dari Jaejoong sangat mengenal sahabatnya itu.
"Tsk." Cibir Changmin kesal yang langsung mendapat gelak tawa dari Jaejoong. Changmin kembali memasukan waffle nya dan menyunyah pelan. "ah hyung, ngomong-ngomong bagaimana keadaan Junsu?" tanya Changmin yang sudah menelan semua makanannya.
"Lebih baik." Ujar Jaejoong sambil tersenyum simpul. Senyuman yang sangat indah dan menawan, namun senyuman itu tak sepenuhnya indah. Senyuman itu seakan mengisyaratkan kesedihan yang mendalam. Kesedihan yang membayang-bayangi keindahan senyuman Jaejoong. Changmin menyadari arti dari senyuman itu, hingga ia juga merasa kesedihan yang tertampang samar di sudut bibir Jaejoong.
"Hyung, untuk biaya rumah sakit dan pengobatan Junsu, keluarga ku tidak keberatan untuk meminjam uang kepada mu. Kau bisa mengembali –" ucapan Changmin terpotong ketika dirasakannya potongan waffle manis yang menjalar di mulutnya. "– tidak apa-apa Changmin-ah, aku bisa mencari uang sendiri." ujar Jaejoong lembut. " –lagi pula aku sudah terlalu sering merepotkan orang tua mu." Lanjut Jaejoong sambil menarik kembali garpu yang ia gunakan untuk memasukan potongan waffle ke mulut Changmin.
"tapi –"
" –ah sudah bel, aku balik ke kelas dulu, ne?" sekali lagi, Jaejoong memotong perkataan Changmin yang membuat lelaki jangkung itu mendelik kesal karenanya. Jaejoong membereskan kotak bekalnya, kemudian berjalan keluar kelas Changmin –hingga sosok Jaejoong benar-benar menghilang dari pandangan.
"Kau tidak tahu betapa aku mengkhawatirkan mu, hyung."
~**~ CLARITY ~**~
Suara dentuman musik classic menggema di sebuah ballroom yang terbilang sangat besar. Warna hitam dan putih yang mendominasi ballroom tersebut membuat kesan aggun tersendiri di dalamnya. Sejauh mata memandang para undangan yang berada di ballroom itu adalah orang-orang dari golongan atas. Hanya terdengar suara tawa yang angkuh setelah menyombongan saham dan kekayaan mereka, membuat salah satu dari lelaki yang berada diantaranya mendengus kesal mendengar celotehan orang-orang tua dihadapannya yang menurutnya tidak penting.
"Ah, jadi dia yang bernama Jung Yunho?" lelaki yang bernama Jung Yunho itu mendongkak kepalanya saat mendengar namanya disebut. Yunho tersenyum kikuk sambil mengangguk pelan –menjaga image. Sejujurnya ia ingin sekali pergi dari tempat yang menurutnya tidak nyaman itu. Tempat para pejabat-pejabat tertinggi berlomba-lomba menyombongkan uang yang mereka dapatkan.
Seorang lelaki tua yang memanggil Yunho tadi menatap Yunho lurus-lurus dari ujung rambut hingga mata kakinya, seakan sedang menilai penampilan dan perawakan lawan bicaranya. Lelaki tua itu tersenyum –atau lebih tepatnya menyeringai dengan tangannya yang masih setia memengang gelas kaca yang berisi wine merah pekat.
"Bagaimana? Dia benar-benar tampan kan?" ucap seorang lelaki setengah baya yang tepat berada disamping Yunho. Lelaki tua itu hanya tertawa renyah –yang terdengar terpaksa sambil menyesap wine nya. " –ya kau benar, dia pasti bisa menjadi penerus perusahaan mu, tuan Jung Yonghwa."
Lelaki setengah baya yang dipanggil tuan Jung Yonghwa itu hanya tertawa menanggapi perkatan lawan bicaranya. "– kau bisa saja, tuan Choi Seunghyun." Yunho kembali mendengus kesal mendengar pembicaraan lelaki tua dihadapannya. Pembicaraan yang terdengar tidak bersahabat walaupun keduanya sama-sama tertawa renyah. Pembicaraan yang terdengar terpaksa dan penuh arti terselubung.
"Ngomong-ngomong, dimana anak mu yang lain? Seingat ku kau punya tiga anak, apa aku salah?" Tanya lelaki tua itu –alias Choi Seunghyun setelah menyesap wine merah nya. " ah benar." ujar Yonghwa yang masih tersenyum ramah. " –anak ku yang terakhir, Jessica ada disini. Sedangkan anak sulung ku berhalangan hadir." Lanjutnya yang langsung mendapat tatapan kaget dari Yunho.
"M-mwo? ya appa –" ucapan Yunho seketika terhenti saat dilihatnya sang ayah menatapnya tajam. Yunho mengeratkan tangannya kencang sampai membuat kuku-kuku nya memutih.
"Yunho, bagaiman kalau kau menyusul Jessica? Aku ada urusan." Ujar Yonghwa yang terdengar ramah namun sangat menyeramkan di telinga Yunho. Tanpa menunggu lama Yunho segera memutar kakinya dan berjalan meninggalkan sekumpulan orang-orang kaya yang bodoh –menurutnya.
"Oppa?" Yunho menolehkan kepalanya saat dirasa seorang perempuan memanggilnya. Perempuan berambut blonde itu terlihat sangat cantik dengan balutan gaun biru panjang yang menutupi seluruh kaki nya. Rambutnya yang bergelombang dibiarkan terurai dengan jepitan bulu berbentuk bunga berwarna merah muda bersangar dirambutnya yang halus. Perempuan itu tersenyum sambil memegang gelas kaca dengan cairan hitam yang berada di dalamnya.
"Jessica?" ujar Yunho meyakinkan pengelihatannya. Setelah tersadar Yunho tersenyum lembut takala melihat adik kesayangannya itu tersenyum. Namun detik berikutnya tatapan Yunho beralih menatap gelas kaca itu dengan pandangan yang sulit diartikan. "apa itu? Kau tidak minum wine atau minuman keras lainnya kan? Jessica kau masih –" ucapan Yunho saat itu juga langsung terpotong ketika Jessica berbicara dengan nyalang menanggapi perkataan kakaknya yang berlebihan. " –ya, ya, ya aku tahu oppa. Ini hanya cola."
"Pelankan suara mu bodoh. Kau memalukan." Ucap Yunho sambil menutup kedua telinganya yang sukses mendapat jitakan telak dari Jessica. " –Tsk, yang memalukan itu jelas kau, oppa." Ujar Jessica kesal. Yunho hanya mengelus-ngelus kepalanya yang malang sambil mengerucutkan bibirnya yang terlihat sangat menggelikan dimata Jessica.
"Siwon oppa tidak datang?" Tanya Jessica sambil mengedarkan matanya disekitar ballroom. "Tsk –" Yunho berdecak jengah sambil melipat kedua tangannya di dada. " –kau tau, itu pertanyaan terbodoh yang pernah kudengar." Lanjutnya yang mendapat tatapan tak suka dari Jessica.
"Well, aku kan hanya bertanya. Apa salahnya?" Jessica mendengus kesal sembari menggoyang-goyangkan gelas kacanya. Yunho menatap Jessica sekilas, kemudian kembali menatap lantai ballroom yang menurutnya lebih menarik. Yunho menarik nafas nya dalam-dalam hingga ia merasa paru-parunya penuh, kemudian melambungkan nya ke udara tinggi-tinggi sambil mengadah ke langit-langit ballroom. Keduanya terdiam cukup lama. Tak ada yang memulai pembicaraan. Keduanya seakan terlarut dalam pikirannya sendiri.
Yunho menolehkan kepalanya kesamping –menatap Jessica yang tengah melamun. Mata Jessica seakan menyisyaratkan sebuah kesidihan yang sangat mendalam. Yunho sangat mengerti arti dari tatapan tersebut, karena tatapan kesedihan tersebut sangat mirip dengan miliknya.
"Menurutku appa sudah keterlaluan." Ujar Jessica yang berhasil mendapat perhatian dari Yunho. Yunho tidak berkomentar apapun, ia hanya menganggukan kepalanya pelan seakan setuju dengan aragumen adiknya. Yunho menyandarkan punggungnya dengan dinding ballroom yang terasa dingin. " –kau benar, padahal aku lah salah. Karena aku, Siwon hyung –"
" –Aniya! Itu tidak benar!" teriak Jessica nyalang yang langsung mendapat perhatian sebagian pengunjung. Yunho terlonjak kaget mendengar suara adiknya yang keras secara tiba-tiba. Yunho menundukan kepalanya sambil tersenyum kikuk seakan meminta maaf atas suara adiknya yang mengganggu. Yunho kembali terlonjak kaget saat melihat mata Jessica yang berair dan bahunya yang sedikit bergetar.
"Jess –"
" –tidak ada yang perlu disalahkan. Itu hanya kecelakaan." Suara Jessica bergetar. Bulir air mata terus setia mengapung di sudut mata Jessica sudah siap meluncur kapan saja. Bulu-bulu jepitannya bergerak naik turun dengan malas. Yunho merengkuh tubuh adiknya itu dengan sayang. Ia biarkan jas nya basah akibat air mata Jessica yang sudah meluncur disekitar pipinya yang tirus. Yunho menepuk-nepuk punggung Jessica lembut seakan memberi kehangatan kepada perempuan berambut blonde itu.
"sudahlah, nanti makeup mu luntur." Ujar Yunho sambil tersenyum dan mengusap air mata adiknya. Detik berikutnya Jessica ikut tersenyum dan menghapus air matanya yang berkeliaran di sekitar pipinya.
"mianhae, oppa." Yunho hanya terkekeh kecil menanggapi permintaan maaf Jessica, kemudian berujar, "Kenapa meminta maaf? Jangan bersikap sok manis seperti itu, tidak cocok."
"Ya! Oppa!" teriak Jessica keras yang sekali lagi mendapat perhatian dari sebagian pengunjung ballroom.
~**~ CLARITY ~**~
Matahari berwarna jingga itu kian menurunkan kecerahannya. Warna jingga keunguan tergurat jelas di jantung langit yang membelah awan-awan yang semula berwarna putih itu hingga berwarna merah bercampur kuning pekat. Burung-burung gereja yang berterbangan bebas semakin menampakan keindahan langit sore di Seoul.
Lelaki itu menatap pemandangan diatasnya dengan senyuman cerah. Ia menggenggam plastik putih itu dengan senang sambil bersenandung kecil. Senyuman tak juga hilang dari bibir mungilnya. Lelaki itu menjalankan kaki-kaki jenjangnya menuju sebuah gedung putih besar yang bertulisan 'Rumah Sakit Seoul' tepat berada diatasnya. Lelaki itu terus berjalan disekitar koridor tanpa melepaskan senyuman dari bibir ranumnya.
"Menjenguk Junsu, Jaejoong-ssi?" Lelaki itu –alias Jaejoong mengentikan langkahnya sejenak ketika namanya terpanggil. Senyuman dibibirnya bertambah merekah dengan bola mata yang terlihat jernih dan berbinar. " –annyeonghaseyo, Jonghyun uisanim."
Lelaki yang ber-nametag Lee Jonghyun itu tersenyum lembut yang membuat lesung pipitnya terlihat. "annyeong, Jae." Sapa dokter muda itu sambil memamerkan giginya yang putih.
"Ah, bagaimana keadaan Junsu, uisanim?" Tanya Jaejoong yang setia menggandeng plastik putih itu. "lebih baik, Junsu benar-benar anak yang kuat." Ujar Jonghyun yang sekarang berjalan beriringan dengan Jaejoong menuju kamar Junsu. Jonghyun membuka pintu kamar Junsu pelan dan membiarkan Jaejoong untuk masuk terlebih dahulu.
"kalau begitu, aku tinggal, ne?"
"Ne, gomawo usianim." Jaejoong melangkahkan kakinya perlahan dan mendapati dua lelaki manis yang tengah larut dalam perbincangan mereka –sampai tidak menyadari Jaejoong yang sudah berdiri disana. Salah satu lelaki itu menolehkan padangannya dan mendapati Jaejoong yang terngah memperhatikan mereka dengan senyum yang setia di bibirnya itu.
"Ah, Jaejoong hyung." Sapa salah satu dari mereka. Jaejoong berjalan mendekat dan mulai mendudukan dirinya diatas ranjang single itu sambil menggandeng plastiknya.
"Annyeong, Baekhyun-ah."
Lelaki yang dipanggil Baekhyun itu tersenyum senang, membuat lelaki satunya mengadahkan pandangannya menatap Jaejoong. "Jaejoong hyung? Kapan kau datang?" Tanya nya sambil menunjuk Jaejoong. Jaejoong terkekeh kecil, kemudian berujar, "Baru saja, Junsu."
Jaejoong membuka kantung plastik putihnya dan mengambil sesuatu dari sana. "Mau?" Tanya Jaejoong setelah membuka dua kotak bekal berisi waffle madu ditangannya. Junsu dan Baekhyun langsung menatap kotak bekal itu dengan tatapan takjub. Keduanya menganggukan kepalanya antusias yang langsung mendapat kekehan dari Jaejoong.
"Ambilah." Ucap Jaejoong kemudian. Junsu dan Baekhyun langsung mengambil dua kotak bekal itu dengan cepat. Jaejoong terkekeh kecil mendapati cara makan kedua lelaki dihadapannya itu. "Baekhyun, makan lah yang benar." Ujar Jaejoong sambil memberikan tisu kepada Baekhyun agar lelaki itu membersihkan sisa-sisa makanan yang berada di sudut bibirnya. Baekhyun hanya mengangguk kepalanya canggung dengan cengiran yang tersungging dibibirnya.
Jaejoong sudah lama mengenal Baekhyun sejak perihal kejadian yang membuat hidupnya dan hidup Junsu berubah 180 derajat. Kejadian yang tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya. Junsu yang tidak bisa menerima kenyataan pahit tersebut langsung sakit-sakitan karena stress, hingga penyakitnya tetap bersemayang di tubuhnya meskipun lelaki itu sudah tidak depresi. Saat itulah Jaejoong mengenal Byun Baekhyun, salah satu pasien disana yang sangat ramah dan menggemaskan. Membuat dirinya menyayangi Baekhyun seperti ia menyayangi Junsu.
"Ngomong-ngomong, Changmin tidak datang?" Tanya Junsu –yang membuat Jaejoong terkesiap kaget karena dibangunkan dari lamunannya. Jaejoong menggeleng pelan sambil berujar kecil, "Dia ada urusan, tidak bisa datang."
Junsu hanya menggangguk-anggukan kepalanya kecil dan kembali berkutat dengan makanannya. Jaejoong menolehkan pandangannya menuju jam dinding di kamar Junsu yang menunjukan pukul empat sore. Setelah melihat sang waktu yang seakan tengah mengejeknya, Jaejoong langsung membereskan tasnya dan berdiri dari tempatnya –yang mendapat perhatian dari kedua lelaki dihadapannya.
"Kau mau kemana hyung?" Tanya Baekhyun setelah menyuapkan sepotong waffle yang bertengger di garpunya.
"Kerja part time." Jawab Jaejoong enteng yang mendapat erangan tidak suka dari Junsu. Jaejoong yang sadar akan perubahan air muka Junsu langung mengusap-usap kepala adiknya itu dengan sayang. "Tenanglah, nanti setelah kerja aku akan kesini lagi." Ucap Jaejoong kecil. Junsu semakin berwajah kesal dengan bibirnya yang sedikit dimajukan.
"Yah, jangan menyusahkan Jaejoong hyung." Ucap Baekhyun sambil menyikut Junsu pelan. Junsu mengarlingkan pandangannya menuju Baekhyun dengan tatapan jengah. "Aish, aku tahu bodoh." Junsu menghempaskan tangannya dari Baekhyun. "Ya sudah, tidak apa-apa hyung, aku hanya takut kau kelelahan."
Jaejoong yang mendengar perkataan Junsu hanya bisa tersenyum simpul. Jaejoong sangat tahu dengan adiknya yang selalu mengkhawatirkannya itu. Detik berikutnya Jaejoong langsung berjalan menuju pintu dan memutar knop pintu itu. "Annyeong."
.
.
.
.
Sang waktu sudah menunjukan pukul delapan malam. Junsu menghempaskan badannya malas saat tak juga mendapat tanda-tanda kakaknya yang akan datang. Junsu menolehkan kepalanya menuju Baekhyun yang tengah mengotak-atik ponsel nya sambil sesekali tersenyum aneh. Junsu mengerutkan dahinya bingung melihat kelakuan temannya itu yang memang sudah aneh dan menjadi semakin aneh.
"Nugu?" Tanya Junsu yang berusaha membaca pesan yang terus menerus datang dari ponsel Baekhyun. Baekhyun yang menyadari Junsu berada tepat disampingnya langsung terlonjak kaget dengan tangan yang menjauhi ponselnya dari tatapan Junsu.
"Ish, bukan urusan mu." Ucap Baekhyun yang langsung mendapat tatap kesal dari Junsu. Namun detik berikutnya Junsu tersenyum –atau lebih tepatnya menyeringai setelah melihat nama yang tertera di ponsel Baekhyun. "Ah aku tahu. Pasti si 'Park' itu, kan?"
Junsu langsung tertawa kencang saat melihat wajah Baekhyun yang kesal dengan rona merah di kedua pipinya. Namun tiba-tiba saja tawa itu teralihkan menjadi suara batuk-batuk yang terdengar di penjuru ruangan. Baekhyun yang melihat Junsu yang terbatuk langsung panik dan merengkuh tubuh Junsu yang tiba-tiba saja melemas.
"J –Junsu? Ada apa? Gwenchana?" Tanya Baekhyun khawatir. Junsu tidak menjawabnya, tangannya terus saja memegang mulutnya yang terus berbatuk. Baekhyun yang panik langsung menekan tombol darurat yang berada disamping kasur Junsu. Tak beberapa lama kemudian dokter Lee Jonghyun dan kedua perawatnya datang dengan tergesa-gesa.
"Ada apa?" Tanya Jonghyun sambil menolehkan kepalanya menuju Baekhyun. Baekhyun hanya menggeleng pelan dengan buliaran air yang menetes di pelupuk matanya. "Baiklah, Baekhyun, kembalilah ke kamar mu." Baekhyun menurut sambil mengangguk lemah. Baekhyun keluar dari ruang inap Junsu dengan kaki yang terseok-seok. Setelah keluar dari ruang inap Junsu, Baekhyun segera merogoh ponsel di celanya. Detik berikutnya ia mulai mencari nama Kim Jaejoong dikontaknya. Setelah menemukan ID Jaejoong, Baekhyun langsung menekan tombol hijau dan menempelkan ponsel itu ditelinganya.
~**~ CLARITY ~**~
Langit yang semula cerah sudah tergantikan dengan warna hitam kebiruan yang pekat. Jaejoong menggerakan kepalanya kekiri dan kekanan, lalu mengangkat kedua tangannya yang terasa pegal. Jaejoong membereskan tasnya dan mengangkat tas ransel itu di pundaknya.
"Jaejoong, sudah mau pulang?" Tanya salah satu teman kerja Jaejoong di sebuah restaurant di kawasan elite Seoul. Jaejoong hanya mengangguk pelan yang langsung ditanggapi dengan wajah mengerti dari temannya itu.
"Kalau begitu aku pulang, annyeong." Setelah mengucapkan kalimat itu Jaejoong segera beranjak pergi dari sana, namun kali ini langkahnya terhenti saat dirasakan celananya bergetar –menandakan adanya pesan yang masuk. Jaejoong langsung merogoh saku celanya dan mengerutkan dahinya saat melihat nama yang tertara disana.
'Baekhyun?' Batinnya bingung melihat Baekhyun yang tiba-tiba saja menghubunginya. Jaejoong menekan tombol hijau diponselnya dan segera menempelkan ponsel itu ditelinganya.
"Yabeo –"
"Jaejoong hyung!" Teriakan Baekhyun menggema ditelinga Jaejoong –membuatnya harus menjauhkan ponselnya beberapa senti. "Yah, waeyo?" Tanya Jaejoong kesal. Namun setelah beberapa detik berlalu Baekhyun tak juga menjawab pertanyaan Jaejoong, membuat Jaejoong menahan nafasnya karena takut sesuatu yang buruk terjadi.
"Junsu –" Tenggorokan Jaejoong langsung tercekat ketika nama adiknya disebut. Bibirnya terasa kering dan kaku. Ia biarkan suara isakan Baekhyun menggema di telinganya. Setelah tersadar dari dunianya, Jaejoong segera mengerjap-ngerjapkan matanya dan berucap, "W –waeyo? Junsu –Junsu waeyo?"
"Tidak tahu –" Ucap Baekhyun yang kembali memotong perkataannya sendiri, membuat Jaejoong semakin panik. Tanpa menunggu jawaban dari Baekhyun, Jaejoong segera mematikan hungan pertama dan memasukan ponsel itu sakunya.
Dengan langkah yang tergesa-gesa Jaejoong langsung berlari menuju rumah sakit dimana Junsu di rawat. Tak ia hiraukan teriakan orang-orang yang protes akibat cara berlari Jaejoong yang membuatnya sesekali menabrak para pengguna trotoar di pinggir jalan Seoul. Yang ia pikirkan sekarang hanya Junsu, adik kesayangannya.
.
.
.
.
Jaejoong berhenti tepat di depan kamar inap Junsu, namun langkahnya terhenti ketika seorang perawat mengahali Jaejoong masuk ke dalam.
"Joiseong habnida, tapi Junsu-ssi tidak bisa dijenguk karena sedang dalam perawatan." Ucap perawat itu sopan yang langsung mendapat tatapan tak suka dari Jaejoong. "Memangnya kenapa? Aku hyung nya, aku berhak masuk!" teriak Jaejoong nyalang. Untuk saat ini koridor rumah sakit terlihat sepi, sehingga tidak menimbulkan masalah disana. Namun Jaejoong tidak peduli dengan hal itu semua, ia hanya ingin bertemu Junsu.
"Sekali lagi joiseong habnida. Tolong tunggu setelah perawatan Junsu-ssi selesai." Perawat tersebut membungkukan badannya dalam-dalam dengan sopan untuk membuat lelaki dihadapannya mengerti. Jaejoong mengehela nafasnya yang terengah-engah sambil mengacak-acak rambut hitamnya frustasi. Jaejoong berbalik jalan dan duduk di ruang tunggu dengan menyandarkan kepalanya di dinding yang terasa dingin ditubuhnya.
'Semoga Junsu baik-baik saja, Tuhan.'
TBC
ngahahahaha ff apa ini *nangis*
entahlah ini ff apa, yg pasti tiba-tiba ide ini muncul dr otak pas lg dengerin lagu Clarity XD
reviews are lovely, so please review if you don't mind ^^
