:

Chapter 1 :

:

Semenjak perjalanan menembus semua dosaku berakhir sebulan yang lalu, aku pun kembali menjadi shinobi Konoha. Namun meskipun sudah menjadi shinobi Konoha kembali, masih banyak orang yang tak menerima keberadaanku.

Meskipun mereka cukup menghormatiku namun hanya sebatas pahlawan dunia shinobi. Namun para penduduk desa tak menghormatiku sebagai shinobi dari Konoha. Kupikir inilah nasih yang layak kuterima sebagai penghianat desa dan juga ninja pelarian yang baru saja tersadar dan kembali ke jalan yang benar.

Sebagai shinobi Konoha, aku tidak menerima misi-misi mudah dari Kakashi alias Rokudaime. Tapi ia memberiku misi-misi rank S yang memang lebih tepat aku kerjakan. Dan seperti kebanyakan misi rank S lainnya, misi yang kukerjakan sangatlah rahasia sehingga banyak penduduk desa yang mengira aku sama sekali tidak pernah melakukan misi walau aku sering pergi keluar desa.

Malam itu, di kantor Hokage aku bersama Naruto menemui Hokage ketujuh untuk melaporkan misi yang baru saja kami selesaikan berdua.

"Jadi misi kali ini tidak berjalan seperti rencana. Baiklah itu adalah hal biasa," ucap Kakashi.

"Maaf guru. Aku dan Sasuke sedikit terlambat datang ke desa itu akibat badai," kata Naruto.

"Ya. Tapi kami berhasil melindungi gulungan itu walau desa itu harus sedikit hancur," kataku.

"Kalian sudah melakukan yang terbaik. Dengan terbunuhnya ketua kelompok itu, kuharap tidak ada lagi yang berniat mencuri gulungan milik klan fuma itu," kata Kakashi lalu mengambil sebuah kertas cek dari dalam laci dan memberikannya padaku dan Naruto.

"Pulang dan beristirahatlah. Kalian kuberi waktu libur untuk besok. Tapi lusa kalian harus siap menerima misi," kata Kakashi.

Aku dan Naruto pun keluar dari ruangan Hokage dan pulang menuju rumah masing-masing. Berhubung aku baru saja kembali menjadi warga Konoha, aku menyewa sebuah apartemen tak jauh dari lokasi yang awalnya adalah pemukiman klan Uchiha.

Di rumah, aku membersihkan pedangku terlebih dahulu lalu mandi. Setelah selesai mandi, aku kembali mengasah pedangku yang sudah mulai berkurang ketajamannya setelah cukup lama tidak ku asah. Karena aku merasa kepanasan, aku pun melepas bajuku dan hanya memakai celana pendek.

Setelah selesai mengurus pedangku, aku pun mengurus perutku yang sudah mulai kelaparan minta di isi. Aku mengambil segelas susu dan meminumnya sambil melihati bahan makanan yang hendak aku masak. Tapi setelah segelas susu itu habis, tiba-tiba rasa laparku menghilang sehingga aku membatalkan niatku untuk makan.

Kulihat jam sudah menunjukan pukul 10 malam. Aku pun sudah mulai mengantuk sehingga aku memutuskan untuk tidur. Aku sedikit merapikan kamarku agar semakin lelap tidur. Kumatikan lampu dan kunyalakan lampu tidur. Namun ketika hendak menutup mata, tiba-tiba seseorang menekan bel apartemenku. Aku pun bangun kembali dan pergi mengambil baju yang kuletakan di tempat di mana aku mengasah pedangku lalu memakainya sambil mengarah ke pintu.

Kubuka pintu rumahku dan kulihat Sakura sedang berdiri di balik pintu.

"Ada apa, Sakura? Kenapa kau bertamu malam-malam seperti ini?" tanyaku.

"Aku mau memberimu ini. Sebenarnya aku mau memberikan ini lebih awal, tapi aku baru mendengar kalau kau dan Naruto sudah pulang," kata Sakura sambil memberiku sebuah kotak yang di hias sedemikian rupa (Kado)

"Apa ini?" tanyaku sekali lagi sambil menerima kotak itu dengan penuh penasaran.

"Apa kau bercanda Sasuke. Tidak mungkin kalau kau tidak mengerti. Bukankah ini adalah hari ulang tahunmu?" tanya Sakura.

Benar juga, kebingunganku tiba-tiba menghilang setelah aku sadari jika hari ini sebenarnya aku ulang tahun. Entah mengapa aku bisa melupakan hari lahirku sendiri. Pantas saja tadi pagi sahabat sekaligus rivalku menjabat tanganku sambil mengucapkan "Selamat". Aku pagi itu pun tidak tahu untuk apa Naruto mengucapkan kata "Selamat". namun yang kutahu kata itu belum berakhir karena ketika ia hendak menyambungnya kami keburu di panggil Kakashi.

"Aku baru ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahunku. Terima kasih ya Sakura," kataku.

Lalu tiba-tiba rasa laparku kembali muncul. Aku pun memegangi perutku.

"Sasuke! Kau kenapa? Apa perutmu sakit?" tanya Sakura panik.

"Tidak. Aku hanya lapar. Sakura, kau mau ikut mencari makan. Aku traktir," ajakku.

Sakura pun mengangguk tanda setuju. Aku pun masuk lagi dan mengambil celana panjang lalu pergi bersama Sakura mencari makan. Tidak sulit menemukan restoran ataupun kedai yang masih buka di jam seperti ini. Semenjak perang dunia ke-4 berakhir, para pemuda-pemuda desa lebih sering menghabiskan waktu hingga larut malam terutama di malam minggu. Hal itu pun di manfaatkan para pemilik kedai ataupun restoran untuk mendapat penghasilan lebih banyak dengan menambah jam buka.

"Kita mau makan di mana?" tanya Sakura.

Aku awalnya bingung lalu tiba-tiba aku teringat si bodoh dengan kedai ramen favoritnya. "Bagaimana kalau kita pergi ke kedai ramen saja?" tanyaku meminta pendapat.

"Aku ikut kemauanmu saja, Sasuke. Soalnya kau yang traktir," jawab Sakura.

"Ayo kita ke kedai ramen favorit si bodoh itu," kataku.

Kami berdua pun berjalan perlahan menuju kedai ramen ichiraku yang letaknya sebenarnya cukup jauh dari rumahku. Ketika berjalan malam itu, kulihat wajah Sakura sangat bahagia. "Mungkin sudah saatnya aku membuat Sakura bahagia," batinku lalu memegang tangan Sakura. Kami pun jalan dengan bergandengan tangan.

"Sasuke!" Sakura memanggilku.

"Ada apa, Sakura?" tanyaku.

"Sudah lama sekali kita tidak jalan berdua seperti ini. Dan menurutku ini pertama kalinya kita jalan sambil bergandengan tangan," katanya.

"Ya. Kupikir juga begitu," kataku.

Setibanya di depan kedai ramen Ichiraku, tiba-tiba aku mendengar suara percakapan. Meskipun itu adalah hal yang wajar karena kedai itu selalu ramai. Namun yang tidak wajar adalah percakapan itu menyinggungku dan terlebih lagi suara itu adalah milik Naruto.

"Kau tahu Hinata, seharusnya Sasuke yang mentraktir kita makan malam ini," ucap Naruto.

"Bukankah kau juga dapat bayaran dari misi yang kalian kerjakan?" kata Hinata.

"Bukan begitu. Hari ini adalah hari ulang tahunnya si pantat ayam itu," kata Naruto.

"Jadi Sasuke ulang tahun? Kenapa kau tidak cerita dari tadi atau kalau perlu dari kemarin?" tanya Hinata.

"Aku juga baru ingat pagi ini," kata Naruto.

Percakapan mereka itu membuatku ingin mencari tempat makan lain. Bukannya karena apa, tapi aku sedang tidak ingin di ganggu oleh si bodoh itu. Namun sayangnya, Sakura malah tertarik menemui sumber suara itu dan menarikku masuk.

"Naruto! Hinata!" sebutnya ketika melihat 2 orang itu.

"Oi! Sakura. Apa kabar?" tanya Naruto.

"Hai Sakura!" kata Hinata.

"Oh, jadi kau bersama Sasuke. Tumben kalian berdua jalan sama-sama malam ini. Ada apa sebenarnya huh?" tanya Naruto ketika aku di tarik masuk oleh Sakura.

"Aku lapar. Karena kebetulan Sakura muncul dan memberiku kado, kupikir sebaiknya aku mengajaknya makan," kataku.

"Apa kalian mau kencan?" tanya Hinata.

Pertanyaan Hinata itu malah membuatku kesulitan menjawab. Kulihat wajah Sakura yang memunculkan rona pipi yang terlihat samar. "K-Kami.." ucapanku terpotong oleh Naruto. "Itu sudah pastikan, Hinata. Mana mungkin Sasuke berjalan berdua dengan Sakura malam-malam begini jika bukan untuk kencan. Sasuke pasti sudah sadar bahwa sudah saatnya ia pergi berkencan dengan Sakura," kata Naruto.

"Diamlah bodoh! Aku baru mau menjawab!" sergahku.

"Baik...Baik! Kau tidak perlu berbicara keras-keras seperti itu," kata Naruto.

Hinata pun tertawa kecil dan Sakura pun hanya bisa tersenyum akibat ulah kami yang ribut hanya karena hal sepele.

"Terus kalian buat apa di sini, Hinata?" tanya Sakura.

"Karena Naruto lapar dan aku tidak masak apa-apa, Ia mengajak kami makan di sini," kata Hinata.

"Hitung-hitung kencan. Sudah lama sekali kami tidak kencan, Hehe..." kikih Naruto.

"Bukankah kalian sudah menikah? Buat apa kalian kencan?" tanyaku bingung terhadap pernyataan Naruto.

"Memang kalau aku dan Hinata sudah menikah, kami tidak boleh kencan?" tanya Naruto.

"Terserah kau saja," ucapku lalu mencari tempat duduk yang agak jauh dari Naruto. "Sakura, ayo kita duduk di sana," ajakku ketika telah melihat tempat yang sesuai.

Aku dan Sakura duduk berdua sambil menyantap ramen pesanan kami yang baru saja di hidangkan. Tak lama kemudian, Naruto dan Hinata pun pamit pada kami dan pulang.

Dan setelah selesai makan, aku pun mengantar Sakura pulang.

"Terima kasih ya, Sasuke. Ramennya enak sekali," kata Sakura.

"Dan terima kasih atas kadonya. Aku jadi penasaran apa isinya," kataku.

"Kan akan tahu ketika membukanya. Aku harap kau akan menyukainya," kata Sakura.

Setelah itu aku pun berpamitan lalu pergi ke rumah dengan cepat. Udara di luar benar-benar mulai mendingin. Terutama musim dingin pun sudah mulai mendekat sehingga tidak mungkin ada orang yang mau menghabiskan lebih banyak waktu di luar ruangan.

==[][]==

Jam weker pemberian sakura yang telah ku-setel membangunkanku pada jam 6. Kado itu tidak hanya berisi jam weker saja. Melainkan sebuah foto kenangan tim 7 sewaktu kami masih genin.

Aku merapikan kasurku dan keluar menuju balkon apartemenku. Langit kala itu sangat cerah di ikuti kicauan burung dari dalam hutan. Beruntung bagiku karena aku tinggal di wilayah yang dekat dengan hutan. Berbeda dengan si bodoh itu, ia lebih memilih tinggal di tengah desa dengan alasan lebih dekat dengan kedai ramen favoritnya.

Desa sudah sangat jauh berbeda. Dan karena aku sudah meninggalkan desa ini sejak lama, aku sangat merasakan perbedaan tersebut. Sudah ada beberapa gedung pencakar langit yang di bangun. Alat komunikasi ninja pun telah di kembangkan ke tingkat lebih lanjut sehingga mampu menjangkau jarak yang lebih jauh, dan bahkan teknologi lainnya pun sudah dalam tahap pengembangan dan siap di gunakan oleh masyarakat luas.

Memang teknologi seperti komputer telah lama ada, tapi terbatas penggunaannya hanya pada ilmuan dan pemerintahan. Kedamaian yang telah tercipta ini pun membawa gaya hidup yang baru penduduk kelima desa shinobi.

Ketika aku memandangi desa dari balkon apartemenku yang cukup tinggi, aku melihat Naruto sedang berjalan menuju rumahku. Dia pun menyadari kalau aku berada di balkon sehingga tanpa mengetuk pintu atau apapun yang seharusnya ia lakukan kala bertamu ke rumah orang, ia langsung melompat ke balkon dan menghampiriku.

"Yo Sasuke. Bagaimana tidurmu?" tanyanya ketika berada di hadapanku.

"Karena misi kemarin, aku jadi sulit untuk tidur," kataku.

"Maka dari itu Sasuke, kau harus cepat-cepat menikah dengan Sakura," kata Naruto.

"Apa hubungan sulit tidur dengan harus cepat-cepat menikah, bodoh?" tanyaku pada si bodoh itu karena membuat sebuah pernyataan yang tidak masuk akal bagiku.

"Karena Sakura akan membuatmu tidur lebih nyenyak. Sepertinya kau harus membaca novel karangan guruku, guru petapa genit," ucapnya yang hanya membuatku tersenyum pahit.

"Bukankah kau menyukai Sakura? Kalau Sakura sendiri sudah pasti menyukaimu. Apa kau mau terus menerus membuat Sakura menunggu? Sampai kapan kau mau menggantung perasaan Sakura? Kau harus sadar bahwa selama ini Sakura bukan hanya menunggu kepulanganmu tau," Naruto kembali menyemburku dengan perkataannya yang langsung membuat diriku merasa bersalah pada Sakura.

"Jadi, kau mau aku melamar Sakura?" tanyaku.

"Itu sudah pasti! Tenang Sasuke, pernikahan itu bukan hal yang buruk bahkan untuk mantan ninja pelarian sepertimu. Kau tinggal atur rencana mau bagaimana caramu melamar Sakura. Aku dan Hinata akan membantumu," kata Naruto.

Aku memandangi langit sejenak memperhatikan burung elang yang sedang terbang sendirian di angkasa. "Aku, layaknya burung elang. Terbang sendirian di dunia demi menjalani kehidupan yang ia pilih. Aku menentukan jalanku sendiri. Aku ingin terbang bebas," batinku. Namun tiba-tiba saja burung elang yang kulihat itu mendekati burung elang lainnya yang tak jauh dari posisinya dan terbang bersamaan.

"Huh!" dengusku "Sepertinya sudah waktunya bagiku untuk terbang bersama menjalani kehidupan ini," ucapku perlahan sambil terus melihati kedua burung elang itu. Dan tanpa kusadari, aku tersenyum walau tidak begitu jelas ketika memikirkan hal itu.

"Kau tersenyum!" kata Naruto heran ketika melihat diriku yang selama ini dikenal sebagai orang yang paling dingin tersenyum ya walaupun ini bukan pertama kalinya. "Itu tandanya kau... Mau melamar Sakura?" lanjutnya dengan ekspresi senang dengan senyum khas milik si bodoh itu.

"Kuikuti saranmu. Sepertinya sudah waktuku untuk membalas penantian panjang Sakura," kataku sambil menatap Naruto. "Naruto, tolong bantu aku karena kau sudah lebih berpengalaman soal ini ketimbang aku," sambungku.

"Hihihi! Akhirnya!" kata Naruto lalu menyentuh pundakku. "Tenang Sasuke. Akan kuberikan kau buku karya guru petapa genit yang berisi tata cara adegan panas di ranjang yang bisa kau pelajari demi Sakura," sambungnya.

"BUKAN ITU MAKSUDKU BODOH!" teriakku padanya karena ia sudah salah mentafsir maksudku meminta tolong padanya yang sudah lebih berpengalaman.

"M-maaf...! Jadi kau mau minta tolong apa?"

"Tolong ajari aku bagaimana caranya melamar seorang gadis."

"Bagaimana kalau kita masuk ke dalam dulu lalu kau membuatkanku teh dan kita mulai membicarakan hal ini," ucap Naruto.

Enak sekali nada bicaranya. Ia menganggap rumahku ini rumahnya lalu menganggapku ini pembantu rumah ini. Bahkan ketika aku masih berdiri di luar, ia malah masuk ke dalam rumahku terlebih dahulu. Berhubung balkon itu terdapat pintu yang mengarah langsung ke kamarku, Naruto pun telah berada di kamarku.

"Kau tidak sopan Naruto. Tamu harusnya lewat pintu yang mengarah ke ruang tamu. Dan bukannya kamar pemilik rumah," kataku kesal pada sikapnya.

"Inikan cuma kamar. Bukan ruang rahasia klan Uchiha," kata Naruto.

"Bukan begitu. Ini tempat privasi seseorang. Kau seharusnya tidak boleh masuk sembarangan tanpa izin dari pemilik kamar," kataku semakin kesal apalagi melihatnya masuk dengan memakai sepatunya.

"Kalau sahabatmu sendiri kau larang masuk, berarti yang kau izinkan adalah..." Naruto menjeda perkataannya sejenak lalu melakukan Henge No Jutsu yang langsung merubah dirinya menjadi Sakura.

Aku kesal, benar-benar kesal padanya apalagi ketika ia berubah wujud menjadi Sakura dan sedang berada di kamarku. Andaikan ada orang yang melihat ini, bisa-bisa mereka berpikir hal yang aneh-aneh tentang aku dan Sakura yang sedang berada di kamarku bersama-sama.

Aku semakin kesal. Naruto menggodaku dengan wujud Sakura. Perkataan seperti "Sasuke, ayo nikahi aku" atau "Sasuke, maukah kau memelukku" dan juga "Apa kau tidak rindu padaku" serta "Aku rindu kau Sasuke. Ayo kita menikah" serta sebagainya ia lontarkan demi memancing kemarahanku.

Karena sudah terlanjur kesal dan sudah tidak bisa mentolerir ulah Naruto, aku pun melesat dengan cepat hendak memukul wajahnya. Telah kucengkram bajunya dalam wujud Sakura dan hendak memukul wajahnya. Namun pukulanku kuhentikan kala melihat wajah Naruto dalam wujud Sakura itu.

"Kenapa, aku tidak bisa memukulnya? Padahal dia Naruto yang cuma menyamar sebagai Sakura?" batinku merasa bimbang antara memukul atau membatalkan.

Naruto yang pada awalnya takut pun perlahan kembali normal ketika melihatku tidak jadi memukulnya. "Huh! Itu sudah membuktikan bahwa kau memang menyukai Sakura. Kau bahkan sampai tidak bisa memukulku yang sedang berubah menjadi Sakura," katanya.

Aku membatalkan niatku untuk memukulnya. Namun bajunya tetap kucengkram. Kututup kedua mataku berusaha mengumpulkan chakra di bola mataku. Meskipun aku tidak dapat melihat Naruto, tapi aku mulai merasa bahwa Naruto mulai gelisah dengan berusaha melepas cengkramanku.

"Hawa ini? Sasuke kau mau menggunakan Amaterasu?" katanya panik.

Aku pun mulai membuka mataku perlahan dan merasa bahwa Naruto menjadi semakin panik. Dia bahkan melepas jurus perubahannya dan masuk ke dalam mode bijju dan memakai tekniknya untuk melesat pergi dengan cepat dari hadapanku.

Apa-apaan dia? Amaterasu? Padahal aku hanya mau mengaktifkan Sharinggan untuk membuatnya masuk ke dalam genjutsu dan memberinya pelajaran di sana. Tapi malah si pecundang bodoh itu mengira aku mau memakai Amaterasu sehingga ia lari.

==[][]==

Setelah mandi, kuputuskan untuk bertemu seseorang. Tentu saja bukan Sakura karena aku masih belum siap untuk melamarnya. Faktanya aku ingin bertemu Rokudaime untuk meminta saran sekaligus pendapat. Sehingga aku pun melesat ke kediaman Rokudaime yaitu gedung Hokage.

Tok! Tok! Tok!

"Masuklah!" titah Kakashi dari dalam ruangan ketika aku mengetuk pintu.

"Maaf menganggu guru."

"Tidak. Kau tidak menganggu. Duduklah." Aku pun duduk di kursi yang telah di siapkan di ruangan Hokage. "Jadi ada apa?" tanya Kakashi.

"Apa guru sibuk?" tanyaku.

"Sebenarnya cukup sibuk. Tapi Aku masih bisa melayanimu. Memang kenapa?" tanya Kakashi.

"Begini. Apa aku boleh minta pendapatmu guru. Berhubung aku tidak memiliki orang tua dan anda adalah salah satu orang terdekatku."

"Tentu. Silakan bicara."

"A-Aku ingin melamar Sakura menjadi istriku. Tapi aku butuh saran mengenai bagaimana cara untuk melamar seorang gadis," kataku perlahan.

Mata Kakashi melebar ketika mendengar aku ingin melamar Sakura. "Apa kau serius? Kalau memang begitu maka baguslah. Guru akan mendukungmu. Tapi satu hal yang harus kau ingat. Guru ini sama sekali belum pernah menikah atau bahkan mencoba melamar seorang gadis seumur hidup. Jadi jika kau minta saran dariku, maka aku tidak bisa memberi apa-apa. Ada baiknya kau minta saran pada Naruto atau teman-temanmu yang lain yang telah menikah," kata Kakashi.

"Baik. Terima kasih atas sarannya," ucapku lalu pergi dari ruangan Hokage.

:

:

:

Bersambung

Hai Pembaca. Sudah lama author tidak mempublish di sini. Kali ini author dengan bangga mempublish cerita terbaru ini. Author berharap para fans SasuSaku menyukainya. Namun cerita ini juga di tunjukan pada seluruh fans Naruto penghuni . Jadi author berharap kalian juga menikmati cerita ini.

Mungkin cerita ini memiliki karakter yang OOC. Tapi Itulah fanfiksi. Author berharap di cerita ini, author dapat lebih mempertajam kosakata author agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik esok hari.

Ini cerita singkat yang mungkin akan selesai dalam beberapa chapter. Sampai saat ini chapter 2 telah selesai namun masih harus di lakukan tahap penyuntingan. Author juga mau minta tolong pada pembaca sekalian jika menemui kesalahan apapun dalam cerita (Entah ini nama karakter, kosakata, atau fakta yang salah) silakan di sampaikan dalam komentar.

Untuk kalian yang menunggu update Bukan Akhir Persahabatan, Author minta kesabarannya. Sampai sekarang author masih belum dapat feeling yang tepat untuk membuatnya.

Oke terima kasih telah membaca. Jika berkenan silakan tinggalkan jejak.