Ini salah satu fict di FB aku yang akhirnya aku putuskan untuk aku publish di FFN XD
.
.
Disclaimer : Naruto itu selalu milik Masashi Kishimoto
Story : V3Yagami
Genre : Angst, Romance, Tragedy, Hurt/comfort, Friendship, Drama, School Life
Rated : M
Notes : Tolong jangan meng-copy atau memindahkan cerita ini pada bentuk apapun (Blog, FP, FFN, LJ, DLL) tanpa se-izin aku.
.
.
Langkah itu terhenti...
Langkah yang akan ia majukan lagi pada gedung bertuliskan 'Konoha High School' yang akan menjadi rumah kedua baginya. Laki-laki itu menatap sekeliling suasana gedung sekolah yang bisa dibilang megah ini. Namun tatapannya terhenti pada sosok wanita berambut hitam dan pendek yang berjalan kearahnya.
"Kakashi Hatake?" tanya wanita itu.
"Ya."
"Tsunade-sama sudah menunggu anda."
Laki-laki yang dipanggil Kakashi itu mengangguk, dia mengikuti langkan wanita yang tingginya jauh dibawah dirinya. Sekilas Kakashi merasa tidak asing dengan penampilan wanita yang sedang mengantarnya ke ruang kepala sekolah ini.
"Maaf, apa kita pernah bertemu?" tanya Kakashi dengan sopan.
Wanita itu menoleh dan tersenyum, "Sekali." jawabnya.
Kakashi tidak lagi melontarkan pertanyaan, dia membiarkan otaknya yang jenius itu untuk memutar kembali ingatan yang mungkin sedikit terlupakan. Karena biasanya Kakashi akan selalu ingat siapa yang dia temui walaupun itu hanya sekilas.
Langkah mereka terhenti, wanita yang mengantar Kakashi itu mengetuk pintu dan membukanya. Terlihat sosok wanita berambut pirang yang sedang duduk di kursi sambil menulis beberapa kertas yang sangat menumpuk. Begitu merasa ada yang membuka pintu, wanita itu mengangkat kepalanya yang tadi menunduk.
"Kakashi, akhirnya kau datang juga."
"Tsunade-sama."
"Ah, perkenalkan dia Shizune, kau pasti ingat kan? Dia adik kelasku dulu saat di kampus," ujar Tsunade sambil beranjak dari duduknya.
"Ah! Ya... pantas saja aku merasa familiar," jawab Kakashi.
"Shizune, bisa tolong kau ambilkan berkas kelas anak 3-F?" pinta Tsunade.
"Baik."
"Nah, silakan duduk," ucap Tsunade yang duduk lebih dahulu di sofa yang tersedia di ruangan itu.
"Jadi... kenapa kau sangat ingin aku mengajar di sini?" tanya Kakashi langsung.
Tsunade memakai kacamatanya dan mengambil berkas yang Shizune berikan, "Jadi begini, aku sangat tahu kemampuanmu dalam menangani orang-orang yang bermasalah, mengingat saat di kampus kau adalah andalan para sensei untuk menanani anak-anak bermasalah di kampus."
Kakashi diam menyimak apa yang dikatakan Tsunade, "Intinya, aku ingin kau mengajar di kelas 3-F."
"Ada yang salah dengan kelas itu?" tanya Kakashi, "atau isinya anak-anak yang kurang pintar semua?"
"Kau salah besar," jawab Tsunade, "sistem di sekolah ini adalah memakai angka, bukan huruf. Apa kau tahu kenapa pada akhirnya kita memberi nama memakai 'F?'"
"Failure," tebak Kakashi. Dan Tsunade tersenyum bangga.
"Tidak salah aku meminta tolong padamu," ujar Tsunade, "tapi sebelum itu, aku akan memberitahumu secara detail tentang anak-anak yang berada di dalam kelas F itu."
Kakashi mengangguk, "Aku punya banyak waktu."
"Bagus, yang pertama kita mempunyai murid bernama Lee. Tidak ada masalah khusus dari dirinya, hanya saja Lee tidak bisa menyerap semua pelajaran yang kita berikan... semua," ucap Tsunade menekankan.
"Ehem, tidak semuanya... Tsunade-sama," ucap Shizune mengoreksi.
"Ah iya, aku lupa, Lee sangat mahir di bidang olahraga, semua bidang olahraga dia bisa menguasainya, Bahkan sudah beberapa kali dia membuat nama KHS ini menjadi sangat berprestasi di bidang olahraga," ucap Tsunade.
"Lalu ada Tenten, gadis lincah yang tidak bisa diam, aku heran sebenarnya apa yang ada di dalam pikirannya. Saat sensei sedang menjelaskan, dia pasti berbuat ulah seperti melempar kaca memakai pulpennya, atau melempar penghapus ke papan tulis. Namun dia sangat ahli di bidang bela diri. Prestasinya sangat bagus," lanjut Tsunade sambil memberikan foto-foto murid yang baru saja dia jelaskan.
"Sekarang Kiba," lanjut Tsunade sambil menyerahkan foto Kiba, "anak yang berisik, tipe anak yang tidak menurut, pembuat onar, sering menggoda adik kelas dan memintai uang pada adik kelas. Kita tidak bisa apa-apa karena orang tuanya salah satu penyumbang terbesar di sekolah ini."
Kakashi mengamati foto yang baru saja ia terima dengan seksama.
"Lalu ada Hinata. Gadis ini salah satu anak dari pengusaha terbesar di Konoha. Kau pasti tahu siapa itu Hyuuga kan? Salah satu pemilik perusahaan property terbesar di Konoha. Tidak pernah bersuara, sangat pemalu dan kalau bicara sedikit... maaf, sedikit gagap."
"Dia cacat?" tanya Kakashi.
"Tidak, aku tidak tahu bagaimana latar belakangnya, yang kutahu dulu dia bisa bicara dengan lancar," jawab Tsunade.
Kemudian Tsunade memberikan foto yang lainnya, "Lalu ada Neji, dia sepupu Hinata... namun sikapnya pada Hinata sangat kasar, dia sangat sinis dan ketus. Cara bicaranya sangat sombong dan meremehkan orang, bahkan pada kami."
Kakashi hanya mengangguk mendengar penjelasan Tsunade.
"Kemudian Shino, selalu menggunakan kacamata hitam dan melanggar semua aturan sekolah lainnya. Kembali lagi, kita tidak bisa berbuat apa-apa karena orang tuanya salah satu penyumbang terbesar di sekolah ini."
Kakashi melihat foto Shino, dan entah kenapa dia merasa ada suatu kemiripan antara dirinya dengan Shino... yaitu cara mereka berpakaian.
"Lalu ada Chouji, dia selalu makan di kelas, kepribadiannya sangat aneh. Dia sangat santai dengan ucapan orang-orang tentang dirinya, tapi jangan sampai kau memanggilnya gendut... itu hal yang sangat tabu, terakhir ada yang memanggilnya gendut... akibatnya anak itu masuk rumah sakit karena Chouji menindihnya dengan sangat keras," jelas Tsunade.
Kakashi sedikit terbelalak kaget namun sedikit ingin tertawa mendengar cerita itu.
"Lalu ada Shikamaru, anak pemalas yang membuat kami semua angkat tangan, namun otaknya sangat jenius. Dia pernah mengalahkan orang-orang yang mengikuti kompetisi olimpiade fisika dari seluruh negara. Tapi berhati-hati lah... dia bisa membaca gerak-gerikmu."
Kakashi memperhatikan dengan seksama, ekspresi Shikamaru di foto yang ia terima terlihat sangat mati. Tidak ada ekspresi dan gairah hidup.
"Lalu... ada Ino," ucap Tsunade ragu, "kau harus sangat hati-hati dengan gadis ini."
"Kenapa?" tanya Kakashi.
"Karena menurut dia, seluruh laki-laki orang di dunia ini adalah musuhnya," jawab Shizune.
"Dan dia sudah berhasil membuat lima sensei tidak betah mengajar di sekolah ini juga enam sensei dikeluarkan karena dituduh melakukan pelecehan terhadapnya. Bisa dibilang... Ino benci laki-laki... kecuali pada Shikamaru dan Chouji, karena mereka bertiga adalah teman kecil."
Kakashi mengangguk seolah paham apa yang dialami oleh Ino.
"Lalu yang terakhir," ucap Tsunade dengan wajah serius sambil meletakkan tiga foto sekaligus, Kakashi mengernyitkan dahinya ketika Tsunade mengucapkan kata terakhir namun tersisa tiga foto.
"Mereka yang harus sangat di waspadai," ucap Shizune dan itu membuat Kakashi makin bingung.
"Naruto, Sasuke dan Sakura. Mereka bertiga mempunyai hubungan yang sangat sangat sangat aneh. Banyak yang bilang mereka menjalani hubungan cinta segitiga, ada pula yang mengatakan Sakura tidur dengan keduanya. Tapi pada kenyataannya, mereka bertiga hanya teman kecil semata," ujar Tsunade.
"Apa yang perlu kuwaspadai?" tanya Kakashi.
Tsunade menunjuk ke foto Naruto, "Dia anak yang lebih parah dari Kiba, bahkan Naruto sering cari ribut dengan geng liar dan sekolah lain. Yang bisa menjinakannya hanya Sakura, gadis ini," ucap Tsunade yang menunjuk ke foto gadis berambut pink.
"Sakura, anak perempuan yang sangat pendiam, namun terkesan sinis dan sangat licik. Dia sangat benci pada orang kaya, karena dirinya bisa dibilang sangat miskin. Namun otaknya sangat pintar, dia mendapatkan beasiswa di sekolah ini," jelas Tsunade.
"Yang terakhir, Sasuke... anak bungsu keluarga Uchiha, siapa yang tidak kenal dengan Uchiha, pengusaha nomor satu di dunia dengan kepemilikan pengeboran minyak bumi paling jaya. Sangat protektif pada Sakura yang entah apa hubungan mereka. Jangan sekali-kali kau menyentuh gadis itu, karena yang kuingat terakhir sensei menegur Sakura yang datang terlambat... Sasuke langsung menghajarnya di tempat," ujar Tsunade.
"Jadi Kakashi-san, apa masih berminat untuk menangani mereka?" tanya Shizune.
"Tidak masalah bagiku, kau tahu kan, aku sedang butuh pekerjaan dan tempat tinggal," jawab Kakashi dengan santai.
"Ada satu hal lagi yang harus kau ketahui," ucap Tsunade tiba-tiba, "mereka semua, tidak kami luluskan untuk kedua kalinya."
Mata Kakashi terbelalak saat mendengar pengakuan Tsunade, "Tapi bukankah itu hal yang sangat tabu untuk sekolahan?"
"Bukan kami yang memutuskan hal itu, mereka sendiri yang menolak untuk lulus. Bahkan saat ujian tidak ada satupun yang datang," jawab Tsunade.
"Maka dari itu, kami minta tolong padamu," ujar Shizune.
"Bagaimana Kakashi?" tanya Tsunade.
Kakashi terdiam sejenak, kemudian tatapannya kembali pada jejeran foto yang baru saja dijelaskan oleh Tsunade. Sekilas ada perasaan aneh dalam dirinya, perasaan yang memang harus terjun langsung menangani anak-anak ini. Dengan keputusan yang tegas, Kakashi bangkit dari duduknya.
"Antar aku ke kelas F, sekarang."
.
.
Langkah kedua laki-laki dan wanita dewasa itu terhenti di depan pintu yang tertutup sangat rapat. Terdapat tulisan '3-F' di samping pintu geser, melihat Tsunade yang hanya diam namun berekspresi cemas membuat Kakashi bingung.
"Kenapa diam?" tanya Kakashi.
"Hhhh," Tsunade menghela napas dan memijit pelan keningnya, "entah hal apa yang akan terjadi kalau aku menggeser pintu ini, Kakashi."
Tanpa se-izin Tsunade, Kakashi menggeser pintu tersebut, sebelum Kakashi melangkahkan kakinya lebih jauh... Tsunade menarik tubuh Kakashi agar menjauh dari garis pintu. Dan tiba-tiba–
BYUURRR!
– air jatuh dari atas.
Kakashi terdiam dan Tsunade menepuk jidat.
Kakashi melangkahkan kakinya dan melihat ke arah atas, ada sebuah ember yang menggantung. Kakashi tersenyum di balik maskernya... menyeringai lebih tepatnya.
"Kalian tahu, trik ini sudah sangat kuno, kenapa kalian tidak kumpulkan ulat bulu sebagai pengganti air ini? Pasti jauh lebih menyenangkan," ujar Kakashi mengusulkan, Kakashi memberi kode pada Tsunade agar meninggalkannya sendiri. Tsunade mengangguk dan pergi meninggalkan Kakashi yang kini sudah berada di dalam kelas 3-F.
Kakashi menatap satu-satu murid yang bisa dibilang sangat sedikit ini, tatapan mereka sangat dingin pada Kakashi, tidak semuanya menatap Kakashi dingin, namun tatapan tidak bersahabat dan terkesan risih dilemparkan pada laki-laki yang kini mengambil spidol dan menuliskan namanya di papan tulis.
"Aku Kakashi Hatake, mulai sekarang aku akan menjadi sensei kalian."
"Tidak butuh." celetuk salah satu diantara mereka, Kakashi menoleh dan melihat Naruto lah yang melontarkan kata-kata itu dengan pose yang bersender di kursinya, dan menaikan kedua kakinya di atas meja.
"Tanpa kau, kami sudah jenius." kali ini Neji yang berucap.
Kakashi mengabaikan ucapan ketus dari Neji. Dia bersender di meja dan melipat kedua tangannya. Memperhatikan satu-satu murid yang kini dibawah naungannya. Pertama dia menatap pada Lee yang terus menerus menggoyangkan kakinya, tatapannya menuju luar bahkan Kakashi tidak yakin kalau anak itu menyadari kehadirannya atau tidak. Kemudia pandangannya berpindah pada Tenten yang dari tadi berdiri di samping jendela sambil meloncat-loncat kecil.
Lalu Kakashi menatap pada Hinata yang menundukkan wajahnya, tubuhnya seolah kaku karena Neji yang duduk di belakangnya kini menaikan satu kaki ke belakang kursi milik Hinata. Pindah pada Kiba yang Kakashi yakin tato di pipi-nya itu adalah nyata. "Apa tato itu permanen?" tanya Kakashi pada Kiba.
"Siapa yang kau ajak bicara?" jawab Kiba dengan nada yang menantang.
"Kau, Kiba... apa tato itu permanen?" tanya Kakashi mengulang.
"Kalau iya?" jawab Kiba lagi dengan menantang.
Kakashi tidak menjawab, pandangannya berpaling pada Shino yang tidak melakukan pergerakan apa-apa, tidak ada yang aneh dari anak itu... setidaknya saat ini. Lalu Kakashi mulai tertarik pada sudut yang dari tadi mengganggu penglihatannya. Tiga remaja yang membuat lingkaran dari kursi mereka dan saling berbincang seolah tidak mempedulikan kehadirannya, bisa Kakashi tebak mereka adalah Chouji, Shikamaru dan Ino. Kakashi menghampiri mereka dengan pelan dan berdiri di belakang Ino.
"Untuk ngobrol ada jam istirahat, sekarang fokus ke depan," ujar Kakashi sambil sedikit mengetuk kepala Ino pelan.
Dengan sigap, Shikamaru langsung mencengkram pergelangan tangan Kakashi yang tadi menyentuh kepala Ino, "Bisa tidak memberitahu tanpa menyentuh?" ujar Shikamaru sambil menatap sinis.
Kakashi menepis tengan Shikamaru dengan kasar namun tatapannya tetap tenang, "Kalau begitu fokus ke depan."
Kakashi kembali berjalan ke tempatnyam lalu pandangannya akhirnya tertuju pada Sasuke yang dari tadi berbicara dengan Sakura. Entah apa yang mereka bicarakan, mereka seperti berbisik namun terlihat wajah Sakura terlihat kesal, begitu pula dengan Sasuke.
"Aku sudah bilang, kau tidak perlu melakukannya."
"Tapi kau belum sarapan, kau harus ikut makan siang denganku nanti!"
"Aku tidak mau, aku sudah bawa roti di tas."
"Sakura, dengarkan kata-kataku!"
"Memangnya kau siapa sampai-sampai aku harus mendengarkanmu?"
"Jangan keras kepala atau aku akan menginap di tempatmu lagi!"
"Iya-iya! Aku akan makan siang denganmu!"
Menyadari mereka sedang diawasi, Sasuke melirik ke arah Kakashi dengan sinis, "Apa kau lihat-lihat?"
"Jangan cari mati kau orang tua!" celetuk Naruto.
Kakashi tidak menanggapi. Satu kesimpulan yang Kakashi pikirkan tentang semua anak-anak di ruangan ini, yaitu takut akan suatu hal... entah apa itu, Kakashi belum bisa menebaknya. Namun melihat gerak-gerik, cara mereka memandang dan berbicara terlihat sangat jelas kalau mereka semua menyembunyikan sesuatu yang menjadi kelemahan masing-masing.
"Baiklah, hari ini—"
"Kami tidak mau belajar," potong Kiba.
"Tidak... aku tidak akan memberikan materi pada kalian, aku hanya ingin kalian semua berdiri dari kursi kalian masing-masing," ucap Kakashi masih sambil bersender di meja-nya.
Mereka saling tatap satu sama lain dengan ekspresi bingung, tidak ada yang beranjak dari duduk mereka. Kakashi menyeringai...
"Kenapa? Kalian takut?" tantang Kakashi.
Merasa ditantang membuat Naruto tersinggung, dengan kasar Naruto menurunkan kedua kakinya dan berdiri sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Puas?"
"Hanya satu yang berani?" tanya Kakashi lagi.
Kiba mengikuti langkah Naruto, namun ketika Kiba berdiri satu kaki ia angkat di atas kursi, "Sekarang apa maumu?"
"Sekarang aku ingin kalian–"
Sreeeg!
Ucapan Kakashi terputus oleh suara meja yang digeser kencang oleh Sakura yang kini berdiri dengan tatapan sinis. Langkahnya bergerak menuju posisi Kakashi yang kini berdiri di hadapan mereka. Seluruh mata memandang Sakura dengan tatapan bingung dan heran... ini pertama kalinya Sakura mengambil tindakan bertatapan langsung dengan sensei mereka.
Sakura berdiri di depan Kakashi sambil melipat kedua tangannya, ditatapnya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Kemudian dengusan kecil keluar dari hidung Sakura, kemudian gadis itu mendekatkan wajahnya dan berbisik namun cukup terdengar oleh satu kelas, "Orang-orang munafik sepertimu lebih baik musnah dari dunia ini."
Kalimat itu cukup membuat Kakashi terbelalak dan sangat terkejut, karena dia tidak menyangka kalau Sakura akan mengucapkan kalimat yang jahat padanya, sehabis mengucapkan kalimat itu Sakura pergi keluar kelas dan diikuti oleh Naruto dan Sasuke. Sebelum Naruto keluar dari kelas, ia menendak tempat sampah yang berada di pojok ruangan kelas.
Sedangkan yang lain kembali duduk di kursi masing-masing. Kakashi hanya bisa memandang ke arah pintu... tempat dimana tadi ketiga muridnya keluar tanpa se-izinnya.
.
.
Seharian menghadapi murid yang baru saja dikenalnya membuat kepala Kakashi sangat pusing, sekarang disinilah dia berada... apartemen kecil yang Tsunade janjikan padanya apabila Kakashi menyetujui untuk mengajar di Konoha. Kakashi melempar tas-nya yang berbentuk koper kecil itu dan membaringkan tubuhnya di kasur kecil. Ruangan itu benar-benar kecil namun terasa nyaman, karena Kakashi tidak perlu keluar untuk ke kamar mandi. Apartemen yang Tsunade sediakan cukup nyaman untuk Kakashi tempati, dapur kecil, kamar mandi dan ruang tamu yang tidak terlalu besar.
Kakashi memejamkan kedua matanya, memikirkan bagaimana caranya menghadapi anak-anak yang sepertinya menyembunyikan sesuatu dari diri mereka masing-masing. Saat Kakashi akan tenggelam dalam lamunannya, ia membuka kedua matanya karena mendengar bel apartemennya berbunyi. Dengan malas-malasan Kakashi beranjak dari tidurnya. Ketika ia membuka pintu...
"Kakashiiiiiiii!"
Kehadiran dua sosok yang benar-benar mengejutkannya.
"Obito... Rin? Bagaimana–"
"Kami tahu tempat tinggalmu? Tentu saja kami tahu, memangnya kaupikir berapa lama kita berteman?" potong Rin yang langsung memasuki apartemen Kakashi.
Kakashi menatap pada Obito dengan tatapan penuh tanya.
Obito mengangkat bahunya dan tersenyum, "Dia yang memaksaku untuk mencarimu."
Kakashi membalas senyum sahabatnya dan mempersilakan masuk.
"Jadi, akhirnya kau setuju mengajar di Konoha?" tanya Rin sambil membuka bingkisan yang ia bawa.
"Ya, mengurus anak-anak yang bermasalah," jawab Kakashi.
"Aku sudah dengar ceritanya dari Tsunade-sama, saat angkatan kita sepertinya tidak ada kelas F," ucap Obito yang mengambil kaleng bir dari tangan Rin.
"Ini baru, dan mereka sudah dua kali tidak lulus," jawab Kakashi.
"Anak-anak bermasalah ya?" ucap Rin sambil melirik Obito dengan tatapan sindir.
"Hei, dulu aku memang anak yang bermasalah, tapi sekarang sudah tidak!" sewot Obito.
"Aku kan tidak mengucapkan apa-apa," ujar Rin sambil tertawa.
"Aku mengenal arti matamu," balas Obito.
"Hahahaha, sudah lama sekali kita bertiga tidak berkumpul," ucap Kakashi sambil membuka kaleng bir.
"Kau apa kabarnya? Setelah dua tahun berkelana," tanya Rin dengan lembut.
"Baik, sangat baik... hanya saja aku harus membangun semuanya dari awal lagi," jawab Kakashi.
"Kami pasti akan membantumu, kenapa kau tidak bekerja di perusahaanku saja?" ucap Obito.
"Tidak, aku tidak ingin bergentung pada kalian, aku ingin berdiri sendiri," jawab Kakashi sambil meminum bir-nya.
"Kami pasti akan mendukung dan membantumu," ucap Rin.
Kakashi tersenyum pada kedua sahabatnya yang memang selalu ada untuknya dalam susah maupun senang, "Nah sekarang, bisa ceritakan padaku kenapa ada cincin yang melingkar di jari manismu, Rin?"
Spontan wajah Rin dan Obito langsung memerah, Rin menunduk dan Obito menutup wajah memakai tangannya, sambil malu-malu Obito berusaha menjelaskan, "Aku... melamarnya dua bulan yang lalu."
"Lalu kapan kalian akan menikah?" tanya Kakashi sambil tersenyum lembut pada Rin dan Obito.
"Ti-tiga bulan lagi," jawab Rin malu-malu.
Kakashi tersenyum, namun sedikit rasa ngilu terlintas di hatinya... mungkin karena dulu dirinya dan Obito sama-sama menyukai Rin, sampai akhirnya Kakashi merasa Obito lah yang lebih membutuhkan Rin di sisinya ketimbang dirinya. Kakashi mengangkat kaleng bir, "Bersulang untuk kalian."
Obito tersenyum dan mengikuti tindakan Kakashi, begitu pula dengan Rin, "Tidak, bersulang untuk pertemuan kita," ujar Obito.
.
.
Pagi hari telah tiba, Sakura berjalan sendiri menuju sekolah dengan wajah sendu. Berkali-kali dirinya berpikir, mau sampai kapan dia melewati sarapan pagi karena tidak ada yang bisa ia makan di tempatnya. Perutnya terasa lapar, Sakura memegangi perutnya yang terus menerus berteriak agar diisi oleh sesuatu yang lezat. Saat langkahnya mendekati gerbang, dia melihat ada segerombolan perempuan yang terlihat sedang mengepung sesuatu.
"Lagi-lagi penindasan," gumamnya pelan.
Namun saat Sakura sudah hampir mendekati gerbang dan kerumunan itu, Sakura melihat yang dikepung adalah gadis berambut pirang dengan posisi tergeletak di tanah dan rambutnya yang dijambak.
"Berapa laki-laki yang mau kau rebut dari kami semua, hah!" terdengar salah satu dari mereka berteriak pada gadis pirang itu.
"Salahkan pacarmu yang mudah tergoda olehku, aku tidak pernah serius untuk menjadikannya pacar!"
PLAK!
"KAUPIKIR DIRIMU SANGAT CANTIK, HAH?!"
"Kalau dia sangat cantik, apa ada yang salah dengan itu?" ucap Sakura yang berdiri di belakang mereka.
wanita yang dari tadi berteriak itu menoleh pada Sakura. Namun mereka tidak ada yang berani membalas ucapan Sakura, sedangkan Sakura sendiri berjalan menuju Ino yang kini sudah berdiri dan membersihkan rok-nya.
"Main keroyokan seperti tidak adil, setidaknya biarkanlah aku bergabung untuk melawan kalian," ucap Sakura yang berdiri di depan Ino namun membelakangi gadis itu.
"KAU!—"
"Ami jangaan!" cegah salah satu temannya saat wanita bernama Ami akan menampar Sakura, "kalau menyentuhnya bisa-bisa kita habis oleh Sasuke... Sasuke itu kalau menghabisi orang yang melukai Sakura tidak akan pandang bulu."
Sakura tersenyum sombong sambil melipat kedua tangannya, "Bagus kalau kalian tahu."
Ami menggertakan giginya dan menatap Ino dengan sinis, "Urusan kita belum selesai!" lalu pergi meninggalkan mereka bersama teman-temannya yang lain.
"Aku tidak takut!" gertak Ino.
Karena kesal, Ami membalikan tubuhnya dan berjalan cepat ke arah Ino, sebelum Ami menyentuh Ino... Sakura menghadang tubuh Ami namun Ami mendorong Sakura sehingga Sakur jatuh ke tanah. Ami berhasil menjambak Ino lagi, namun kali ini Ino berhasil membalas jambakan Ami. Saat Sakura bangkit dan akan menarik tubuh Ami, suara orang dewasa meneriaki mereka.
"Kalian! Hentikaaan!"
Keributan itu terhenti ketika Shizune datang merelai mereka, "kalian bertiga, ke ruang Tsunade-sama, sekarang!"
Ami menatap sinis Ino dan berjalan lebih dulu. Ino dan Sakura saling tatap tanpa ekspresi, entah apa yang harus mereka lontarkan satu sama lain, karena mereka tidak dekat sebelumnya.
Sesampainya di ruangan Tsunade, mereka bertiga duduk di depan meja Tsunade dengan wajah datar, kecuali Am yang dari tadi memasang wajah kesal.
"Hanya karena laki-laki kalian saling jamba?" tanya Tsunade dengan nada tidak percaya dengan apa yang dia dengar dari penjelasan Ami.
"Ya, hanya karena laki-laki, bukankah itu memperlihatkan bahwa dia tidak ada harga dirinya?" ucap Ino sinis.
"Kau yang tidak ada harga dirinya!" bentaj Ami.
"Diam!" bentak Tsunade, "lalu kenapa kau ikut-ikutan, Sakura?"
"Aku hanya merasa tidak adil aja baginya, empat orang mengepung satu orang," jawab Sakura dengan santai.
Tsunade memijat keningnya, "Hhhhh, kalian kembali lah ke kelas, sekali lagi kudengar ada kejadian seperti ini, kalian akan benar-benar kuhukum."
Ami beranjak pergi dengan kesal, saat Ino dan Sakura beranjak, ucapan Tsunade menghentikan langkah mereka, "Berterima kasih lah kalian pada Hinata yang langsung mencari Shizune dan mengadukan padanya tentang apa yang dia lihat."
Sakura terdiam dan Ino menatap Tsunade dengan tatapan bingung, "Maksudnya?"
"Saat aku sedang berjalan di loker, Hinata berlari padaku dan mengadukan katanya kau sedang ditindas oleh anak kelas 3-2," jawab Shizune.
"Aku tidak ikut-ikutan, lagipula bukan aku yang ditindas sampai-sampai aku harus berterima kasih padanya, 'kan?" ujar Sakura dingin dan meninggalkan ruangan itu.
Ino yang masih terdiam mencerna kalimat Shizune mulai paham, ternyata Hinata anak yang baik, "Baiklah, aku permisi... terima kasih sebelumnya."
Saat Ino keluar, Shizune dan Tsunade saling tatap, "Sebenarnya mereka anak yang manis," ujar Shizune.
Tsunade hanya mengangguk setuju oleh ucapan Shizune.
Ino yang sudah keluar dari ruangan melihat sosok Sakura yang berjalan di lorong, dengan cepat dia berlari menghampiri Sakura dan menepuk pundak gadis berambut pink itu. Saat Sakura menoleh...
"Eng, terima kasih tadi menolongku," ucap Ino.
"Jangan dipikirkan, aku tidak suka pengecut yang beraninya main keroyok."
"Hehehe, tetap saja terima kasih. Ah! Sebagai tanda terima kasih, kutraktir sarapan di kantin yuk, aku belum sarapan," ajak Ino.
"Tidak, aku tidak la–"
Kruyuuuuk~
–"par..." Sakura wajahnya merona merah karena perutnya terdengar bunyi oleh Ino.
"Ahahaha, kau juga lapar? kau manis sekali sih, ayo ikut!" tanpa takut, Ino menarik lengan Sakura.
.
.
Suara langkah kaki terdengar sangat keras. Dua sosok pemuda yang ternyata sumber dari suara itu berlari menuju kantin. Sesampainya mereka di kantin, mata mereka mencari... mencari sosok gadis berambut pink yang terdengar kabar terlibat perkelahian wanita di gerbang utama sekolahan. Gossipnya menyebar sangat cepat, padahal kejadian itu belum ada satu jam yang lalu. mendapati gadis yang mereka cari sedang duduk damai bersama gadis berambut pirang, kedua pemuda itu langsung menghampirinya.
"Sakura-chaaan! kamu tidak apa-apa? kamu luka? Apa mereka memukulimu? Apa kamu mau aku membalas mereka?" tanya Naruto bertubi-tubi sambil mengguncang tubuh Sakura.
"Naruto, hentikan! Aku baru saja sarapan, kalau kau goyangkan tubuhku begini aku bisa muntah!" protes Sakura.
Lalu pandangan Sakura tertuju pada Sasuke yang menatapnya dengan tatapan cemas dan napas yang tidak teratur akibat berlari. "Aku tidak apa-apa, sama sekali tidak disentuh oleh mereka," ucap Sakura meyakinkan kedua sahabatnya itu.
Sasuke mendekati Sakura dan menempelkan keningnya pada kening Sakura, "Aku sangat khawatir."
"Iya aku tahu, jangan percaya gossip yang menyebar yang katanya aku dipukuli sampai babak belur, buktinya tidak ada luka di wajahku, 'kan?" ucap Sakura.
"Jangan-jangan mereka memukul tubuhmu? jadi lebam di dalam seragam tidak akan kelihatan!" tebak Naruto.
"Tidak! Bisa tidak sih kalian tidak berlebihan begini?" protes Sakura yang akhirnya beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan mereka juga Ino.
Ino menopang dagunya sambil tersenyum ketika dia melihat Naruto dan Sasuke menyusul Sakura, "Hahaha, mereka mirip Shikamaru dan Chouji."
.
.
TBC
A/N : Nah, baru segini dulu ya chapter pertama XD
sampai berjumpa di chapter 2
XoXo
V3Yagami
