Warning : OOC, AU, Chapter, OC
Takut adalah sifat alami seluruh manusia di bumi. Entah itu wujud kurang ideal yang tak nyata, segerombolan makhluk tanpa mata yang mengusik atensimu. Atau hal di luar nalar yang sulit kau prediksi. Akan kuceritakan ini, cerita gelap dari lembah yang paling dalam, mengusik tidur malammu dan mimpi indahmu. Ini tentang. Hantu.
Chapter 1
Sebenarnya, aku tidak mau terus-terusan berpindah rumah dan mencari teman-teman baru lagi, sekolah baru dan hal lain yang harus aku kaji ulang bagai laporan akhir keuangan pegawai kantoran. Seakan ini suatu kewajiban atau rutinitas, tentunya, aku harus ikut dalam ekspedisi menyebalkan ini.
Kakakku juga nampak agak sedikit kesal, kami akan berpindah tempat untuk yang kesepuluh kali, meski ayah telah mengiming-imingi ponsel baru dan paman kami memberi dirinya PSP baru juga uang jajan yang bertambah lima persen setiap keluarga kami pindah. Tapi, ini tak membuat hatinya luluh.
Ia terus menggerutu dan marah-marah di dalam mobil, menyumpahi ayah dan paman dengan kalimat yang agak memabukkan. Aku tidak terlalu mengerti dengan apa yang kakak katakan, perutku sedikit geli ketika mendengarnya. Sebenarnya, ini akibat paman hampir menabrak seekor kuda yang kebetulan lewat dan murang-maring di jalanan.
Setibanya di sana, maksudku, di rumah baru kami. Aku langsung mengambil seluruh koperku dari dalam bagasi dan kandang Pakun yang kakak bawa, aku juga membantu paman untuk mengambil barang-barang lain yang agaknya ia kesulitan dalam pekerjaannya.
Kami tidak menyangka kalau rumah baru ini akan lebih memesona dari bangunan lainnya. Maksudku, arsitekturnya sangat kental dengan era victoria. Teras dan halaman depannya lebih luas daripada milik tetangga lain dan yang lebih menarik adalah deretan pohon Elm di dekat jalan raya.
Ada bau apel ketika angin berhembus dan aku baru tahu jika tetangga kami sedang panen apel.
Apel yang merah dan menggiurkan, ukurannya besar dan terlihat enak.
"Sasuke, bawa Pakun keluar."
"Baik, paman."
Di dalam kandang, Pakun sudah tidak mau diam, akibat kepanasan kelamaan di mobil, ketika aku melepasnya, ia langsung berlari, mengendus-endus rerumputan dan menyalak. Wajahnya agak aneh, dia anjing berjenis 'si wajah sedih' aku sebenarnya tidak mempermasalahkan itu, tapi sedari tadi Pakun menunjukan gejala-gejala aneh.
Ya, kau tahulah, seperti kehebohan amatir di kala-kala bencana akan datang. Hewan memiliki insting yang sangat baik di bandingkan manusia lainnya.
"Paman, boleh aku melihat kamar baruku?"
Pamanku mendongak, ia meninggalkan pekerjaannya ketika sedang mengecek barang di dalam bagasi. Lengannya mengapit sebuah laptop juga troli belanjaan yang sudah di modifikasi agar bisa di lipat, isinya buku-buku horror karya teman dekatnya, kurasa mereka tidak sekedar berteman, mungkin pacaran?
"Nanti ya, Sasuke."
Kupikir pamanku hanya kesulitan menemukan buku koleksinya. Atau memang tidak ingin di ganggu. Memang, di antara kami semua hanya pamanku yang hobi membaca dan selera membacanya sangat rumit, dia menyukai buku karya Yuzuru Aria dengan pen-name "Fuyumi" tulisan perempuan itu sangat aneh, dia sangat selektif, aktraktif hingga membuat kehebohan seluruh toko buku, ia membuat pembaca ketakutan.
Walau wajah paman tidak mengatakan kalau dirinya seorang kutu buku, sih hehe.
Pamanku itu, dia adik dari ibuku. Namanya Uchiha Obito. Anak lelaki nyentrik yang hobi menangis dan cengeng saat SD dulu, dia cukup manis untuk seorang laki-laki, maksudku dia itu lucu, kau tau lah bagaimana seorang Uchiha bersikap di publik.
Cool dan apatis. Tipikal Uchiha kebanyakan.
Paman memiliki selera humor yang lumayan bagus dan murah senyum walau agak menyebalkan. Makanya aku tidak menyangka kalau dia hobi membaca buku karya Fuyumi.
Kujamin, jika kau membaca buku Fuyumi, kau akan mengompol di celana, haha.
"Heh, Sasuke, apa kau mau melihat-melihat kamar baru kita?"
Tanya kakaku malas, ia baru saja di marahi ayah akibat Pakun menghilang dan tertangkap basah sedang mengonggong monoton di teras tetangga lain, buat malu saja, dasar anjing nakal.
"Oke, Kak Itachi."
.
.
.
"Widih, kamar yang ini besar sekali." Aku berteriak di sekeliling ruangan menggoda kakak dengan kejam setelahnya. Kami sempat berkelahi untuk mendapat kamar ini lebih dulu.
Kamar ini bagus, oke malahan. Jendela ini menghadap ke kamar tetangga, aku mungkin bisa saja mengobrol dengan tetanggaku jika sudah selesai mengemas.
Sip.
Kak Itachi mengerutkan kening. "Heh, Sasuke. Kau mendapatkan kamar ini karena aku tidak mau ribut denganmu. Ayah akan murka!"
Aku bersikap cuek. "Terserah."
Yang di lanjutkan dengan gebrakan spektakuler dari pintu kamar. Aku terkikik mendengarnya dan memilih untuk tiduran di lantai.
Sial.
Lantai ini masih berdebu dan berbau kecoa juga tikus, kupikir pengurus rumah ini sudah menyelesaikan ini semua atau menyemprotkan cairan serangga sebelum kami datang.
Tapi.
Masa bodoh lah.
Yang penting aku mendapat kamar besar dan nyaman. Paman juga mendapat kamar yang bagus, bahkan beberapa meter lebih lebar dari milikku. Tapi, sebentar saja, kamar paman sudah penuh dengan buku, komputer mahal yang entah apa jenisnya, sebuah laptop dan sebagai tambahan skateboard hijau yang unik. Hobi paman selain membaca itu berselancar skateboar, sungguh hobi yang eksentrik.
Oh, pamanku baru saja lulus kuliah dan dia sekarang bekerja sebagai editor dan terkadang membuat naskah screenplay untuk sinetron dan film.
Keren lah.
Kak Itachi? Kurasa ia mendapat kamar yang paling pas di banding yang lain. Kamar sunyi yang minimalis dan sejuk, ia bisa bertelepon ria dengan pacar barunya atau mungkin selingkuhannya, ah suatu romansa unik yang selalu mengitari kepala.
Hampir saja, aku tertidur, sebelum sesuatu...
"Sasuke, bangun. Oi, bangun."
...paman mengusikku.
Langsung saja aku membuka mata dan bangkit dengan gaya spektakuker. Paman melongok dari pintu, rambutnya basah, ia mengenakan handuk yang dililitkan di pinggang, baru selesai mandi rupanya. Wajahnya gelisah, antara takut dan panik, tapi itu sama saja.
"Paman, ada apa?"
"Lihat anak barusan lari kemana?"
Heran, aku mengeryit. "Anak yang mana? Kak Itachi?"
"Bukan, bukan Itachi. Tapi, aduh, anak perempuan."
Aku semakin bingung. "Anak perempuan siapa sih?"
Paman mengibaskan rambut, hingga beberapa tetes air terciprat ke wajahku. "Lupakan. Eh, Sasuke, kalau mau mandi, buruan. Kalo sudah magrib, tempat ini agak aneh."
"O-oke.."
Aku sebenarnya, bukan tipe orang yang mudah terpancing oleh perkataan orang. Tapi, yang paman katakan membuatku sedikit kepikiran. Tadinya, aku berniat untuk segera mandi lalu bermain games di kamar, tapi karena kakak melesat lebih dulu, bagai sebuah yoyo, aku menelan kekalahan yang pahit.
Sebuah pukulan spektakuler dan hantaman keras di kepala sempat aku terima, maraton singkat dari koridor menuju kamar mandi menjadi acuan kenapa kak Itachi menjadi segarang ini.
"Eh, Sasuke, kalau mandi jangan lama-lama, nanti aku akan memakan jatah Yakinikumu!"
Aku mendelik nakal. "Terserah saja, aku sudah menyimpan jarum di dalam Yakiniku. Aku memberitahu paman soal ini dan pastinya dia tahu di mana ranjau itu berada."
Geram, kedua alis kak Itachi menukik dengan gerakan yang mampu membuat pesumo tumbang ia menggencet leherku dengan ketiak. "Widih, kau berani main keji ya sekarang, Sasuke? Dasar congkak! Awas kau!"
Kuhajar perut kak Itachi dengan sikat gigi dan tertawa sinis. "Itu hanya taktik, kak. Kau saja yang kurang peka."
"Wow, aku serius loh, Sasuke. Di dalam kamar mandi ada yang aneh. Uncle Obi juga mengalami ini. Jadi, kau harus hati-hati."
"Aku juga tahu, payah!"
.
.
Dasar kak Itachi, wajah tampannya tak menjamin kalau dia seorang penakut. Untungnya aku tidak melihat hal ganjil di dalam kamar mandi, mungkin belum ada. Aku sedikit heran, hantu macam apa yang menganggu laki-laki yang sedang mandi? Pastilah ia sedikit mesum dan cabul.
Kamar mandi ini sangat nyaman, lampu temaram menambah kesan yang harmonis. Aku mencium aromaterapi di mana-mana dan juga furniture nya sangat klasik, aku suka. Tak salah ayah membeli rumah ini untuk kami tinggali.
Atap kamar mandi terbuat dari kaca anti peluru, menembus langsung sang surya dan tabur bintang di atasnya. Hari ini ada bulan sabit di hamparan langit malam, sembari berendam aku berinisiatif untuk mendengarkan lagu-lagu Chopin lewat earphone.
Terasa alunan musik mengiris telingaku oleh kesyahduan aku tenggelam dalam kungkungan malam dan hangatnya air di dalam bathtub.
Sungguh hal yang paling menyenang-
'GBRAK'
'GBRAK'
'GAAAAUNGGGG'
-kan.
EHH, APA ITU TADI?
Aktraktif, aku bangkit, hampir terpeleset di dalam bathtub, di lanjutkan menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mengamati. Tapi, aku tak melihat sesuatu yang mencurigakan.
Aku mendongak ke atas, bulan sabit berubah menjadi bulan yang penuh. Sudah berapa lama aku mandi? Refleks, aku menarik secara brutal earphone yang mengantung di telinga, buat mp3 playerku hampir tercebur.
'GAAAAUNGGGG'
Su-suara itu, suara gong yang di pukul, itu suara barusan. Itu suara sebuah gong! Aku tahu itu, aku pernah mendengarnya saat liburan ke Bali.
Cepat, bulu kudukku berdiri. Ingat dengan tragedi antara aku dan Naruto saat tertangkap basah hantu tanpa kepala bermain Gong di malam hari saat SMP dulu.
Pikiranku berkecamuk, antara hantu tanpa kepala itu mengikutiku ataukah hantu lain yang mungkin memiliki hubungan dengan si hantu tanpa kepala.
Langsung saja aku mengambil handuk untuk membungkus seluruh tubuhku yang setengah berbusa. Aku sibak gorden kamar mandi slowmotion, meneguk ludah beberapakali dan menutup mata.
Jangan takut.
Itu hanya ilusi.
Jangan takut.
Itu hanya ilu-
"Hallo, kakak Sasuke..~"
Jantungku mati rasa. Degupnya berdetak sangat cepat. Keringatku bercucuran, takut setengah mati.
Di sana, di depanku. Berdiri gadis kecil yang menyeramkan, matanya bolong juga berwarna hitam ada darah hitam mengalir dari dalam sana. Bibirnya robek hingga rahang dan gigi hancurnya terlihat jelas.
Ia menyeringai, tersenyum monoton sembari menggeleng-gelengkan kepala sembari tertawa. Aku menutup mata, berharap gadis menjijikkan itu menghilang.
Tapi, aku salah.
Ia masih ada di sana.
Tersenyum sembari bergumam.
"Hallo, kak Sasuke..~ Kak Sasuke..~"
Tidak.
"PAMAAAAAAAAN."
Aku berteriak.
"AYAAAAAAAAAH."
Hantu itu masih ada di sana, mengikuti ucapanku dengan lagam aneh. "Ayah..~ Ayah.."
"KAKAAAAAAAAAAK'
Penjelasan barusan sebenarnya membuatku agak merinding, diam-diam paman bergosip mengenai hantu anak kecil yang menghuni kamar mandi. Dia bilang, rambutnya panjang, matanya bolong dan tertawa seperti seekor marmut yang terjepit. Ia juga mengikuti ucapan paman Obito hingga membuat paman hampir pingsan.
Itachi menyindir paman dengan cara autis, mengatakan kalau paman hanya berhalusinasi, efek samping terlalu fokus mengerjakan laporan akhir dari tugas kuliahnya. Mungkin, bisa saja. Tapi, bagiku ini lain, Itachi hanya takut untuk jujur.
"Serius, Itachi. Hantu itu terlihat jelas, aku melihatnya!"
Sembari mengunyah kacang goreng dan kukis buatan paman, kakak mulai mengolok-ngolok. "Uncle Obi hanya depresi, ah."
"Aku juga melihatnya, kak. Makanya aku teriak memanggil kalian.." Jelasku membenarkan.
"Hm, bagaimana kalau kita selidiki ini, Sasuke? Uncle Obi, bagaimana, free 'kan?"
Paman Obito membuat wajah sok tidak peduli. "Aku tidak mau membuat kak Fugaku kesal.."
"Justru ini bagus, Uncle Obi. Kau juga tidak tahu kan rumah ini dulunya apa?"
Aku mengeryit, melempari wajah kak Itachi dengan popcorn di tambah cemoohan unik yang hanya kami berdua ketahui. "Wahai Kakak Uchiha Itachi, apa rencanamu dalam ekspedisi ini? bukankah Tuhan sudah ber-"
Jitakan spektakuler dari paman mendarat di kening. "Hei, berhenti menggunakan kalimat-kalimat Holy Book untuk mengolok-ngolok."
Di saat aku tertawa dan hampir tersedak popcorn. Itachi melirik jahil padaku. "Uh, rumah ini di jual dari Sheriff di sini. Namanya Shimura Danzou, kita bisa bertanya padanya."
Paman, mendelik. "Shimura? Seperti nama seorang kriminal."
"Betul, Uncle Obi, dia memang sering berhadapan dengan para kriminal."
"Aku tidak mau, Itachi."
"Uncle Obi, memangnya tidak mau di notice Rin-san dan Aria-chan?"
Semburan susu cokelat dari mulut paman terciprat di wajah kak Itachi. "A-apa maksudmu?"
"Ayolah, Uncle Obi itu pandai membual, seperti saat mengaku sebagai kakek buyut Madara."
Aku menambahi. "Dor.."
Dengan sedikit bujuk rayu, hasutan dan kelicikan kakak yang aktarktif, paman menyetujui permainan nakal kakak. Permainan konyol yang kak Itachi buat. Aku hanya tertawa nista di atas penderitaan paman.
"Nah, kalau begitu kita tidur dan besok kita ke rumah Sheriff Danzou."
Kulirik kakak sinis. "Heh, tak ada seorangpun di antara kalian menotice ini?"
"Apa?"
"Pakun kemana?"
"Eh?"
TBC
