SERENADE

DISCLAIMER : MASASHI KISHIMOTO

STORY WAS MINE.

SASUHINA FANFICTION

HURT, ROMANCE, FRIENDSHIP

_Azure_

Naruto duduk berhadap hadapan dengan sang sahabat ravennya, lama tak berjumpa membuat pemuda Namikaze itu memutuskan untuk mampir ke rumah kawan kentalnya sejak SMA itu. Sasuke tak lagi tinggal di mansion Uchiha, kini ia memilih pindah ke sebuah rumah yang tak kalah besarnya dengan mansion milik keluarga Uchiha.

Satu alasan yang Naruto ketahui, penyebab kepindahan bungsu Uchiha itu karena sekarang Sasuke telah menikah. Kabar yang membuatnya terbelalak kaget saat Sasuke memberitahunya beberapa saat lalu dengan wajah datarnya. Sedikit umpatan di sana sini ia tujukan pada sahabatnya itu karena tak mengundangnya saat ia menikah. Dan saat itu Sasuke hanya beralasan bahwa pernikahannya hanya sebatas menikah di kantor catatan sipil. Tak ada pesta sama sekali. Jadi tak ada satupun yang di undang, termasuk keluarga Uchiha.

"Tapi tetap saja kau keterlaluan Teme, kau sama sekali tak memberitahuku soal pernikahanmu." gerutu Naruto setelah menyesap kopi yang dibawakan pelayan beberapa saat yang lalu. Di depannya, Sasuke masih memasang ekspresi stoicnya.

"Hn." gumam Sasuke.

"Gumamanmu itu tak menjelaskan apapun Teme."

"Aku tak mau menggangumu yang sedang sibuk dengan perusahaanmu di Suna." jawab Sasuke pada akhirnya. Setengah hati menjawab pertanyaan Naruto, tapi bocah kuning itu pasti akan menganggunya terus terusan jika ia tak menjawab pertanyaan yang Naruto ajukan.

"Heh, jika aku sibuk. Lalu kau apa? Sangat sibuk begitu?" tanya Naruto sarkastis.

"Kau cerewet seperti perempuan Dobe, lagipula kami belum melangsungkan pemberkatan di gereja, hanya sebatas resmi secara sipil saja."

Naruto menyandarkan tubuhnya pada sandaran sofa dengan mata yang tak lepas dari Sasuke. "Kalau kau tak mengundangku di resepsimu nanti, aku bersumpah akan menguburmu hidup hidup Teme."

Sasuke memilih mengabaikan perkataan Naruto yang seperti angin lalu di telinganya dan hanya menggumam. Dia memandang cincin yang terpasang di jarinya. Cincin yang sama yang dipakai oleh istrinya. Sasuke tersenyum tipis –sangat tipis, ketika benaknya berputar putar memikirkan bahwa wanita itu kini resmi menjadi istrinya. Menjadi bagian dari Uchiha, menjadi miliknya.

Lamunannya buyar ketika suara cempreng Naruto mampir di gendang telinganya. Sedikit merutuk dengan sifat sahabatnya yang terlalu hyperaktif sejak lahir itu. Salahkan gen Namikaze dan Uzumaki dari ayah dan ibunya yang memang sudah heboh dari sanya. Jadi jika dua klan itu bersatu, maka wajar saja jika anak seperti Naruto inilah yang terlahir.

"Jadi, gadis mana yang beruntung bisa menjadi istrimu, heh? Apa dia cantik? Sexy? Apa dia mampu memuaskanmu untuk urusan.." Naruto terkekeh, tak melanjutkan ucapannya yang ia tahu bahwa tanpa dilanjutkanpun Sasuke sudah paham betul maksudnya.

Sasuke mendengus kesal, "Kau pikir istriku itu seperti pelacur murahan di luaran sana hah?"

"Kau tak perlu sekesal itu Teme, aku kan hanya bercanda. Karena kurasa itu sudah sewajarnya kan. Kalian kan suami istri atau jangan jangan..."

Naruto menyeringai kecil ketika fakta kecil yang lewat di otaknya, "Kau belum pernah 'menyentuh' istrimu itu yhaa?" ucap Naruto dengan nada jahil yang kentara. Yang di tanya hanya memalingkan wajahnya ke arah lain, menolak atensi Naruto yang dipenuhi akspresi mengejek.

Setelahnya, ia hanya mendengar suara tawa Naruto yang terbahak bahak memenuhi ruang kerjanya. Sasuke memberikan tatapan tajam pada sahabatnya itu. 'Cih, tau apa dia. Bahkan sekarang bocah itu saja masih single.' batinnya.

"Hahaha.." Naruto tertawa sambil memukul mukul pegangan sofa di sampingnya. Melihat tawa Naruto yang justru semakin menjadi jadi, membuat urat urat kekesalan Sasuke bertebaran disana sini.

"Berhenti tertawa atau kuhajar kau Dobe." ancaman Sasuke sukses membuat tawa Naruto mereda, meskipun Naruto tetap tak bisa menahan tawa kecilnya.

"Yare, yare. Jadi dimana istrimu itu? Kau tak berniat memperkenalkannya padaku?"

Tidak. "Dia sudah tidur." jawab Sasuke singkat.

Naruto melirik ke arah jam dinding yang terpasang di sudut ruangan, lingkaran waktu tersebut maish menunjukkan pukul setengah sembilan malam. Terbilang malam memang, tapi rasanya juga belum terlalu larut untuk menjemput mimpi.

"Ini belum terlalu larut kan." gumam Naruto. Lagi lagi Sasuke tak menanggapi perkataan Naruto, terlalu malas tepatnya.

Drap..Drap..Drap..

"Nona, anda tak boleh masuk. Saat ini tuan sedang.." gadis itu sama sekali tak memperdulikan maid yang sedari tadi mengoceh di belakangnya. Terselip rasa khawatir di benak sang pelayan muda tersebut. Mengingat perangai tuan mudanya yang memang sangat moody tersebut. Salah salah, malah dia yang akan dipecat nantinya. Tapi gadis tersebut juga memang sudah menunggu kedatangan Sasuke sejak pagi.

Brakkk..

Gadis itu membuka pintu keras keras, bukan sifatnya untuk berlaku tak sopan seperti itu. Sejak kecil ia di didik untuk bersikap sopan dimanapun ia berada. Tapi kemarahannya menutup segala tata krama yang melekat di otaknya.

"Go-gomenasai tuan muda, Ss-saya sudah memberitahu nona bahwa anda sedang menerima tamu.."

Sasuke mengangkat sebelah tangannya, menjelaskan dengan bahasa nonverbal agar sang pelayannya itu menghentikan penjelasannya.

"Hn, kau bisa pergi sekarang Sayako." titah Sasuke pada pelayan tersebut, dan Sayako langsung beranjak dari ruang tersebut. Meninggalkan ketiga orang tersebut dalam atmosfer yang kurang baik.

"H-Hinata?" Naruto dapat dengan jelas paras ayu Hinata yang kini dipenuhi dengan kemarahan. Mendengar namanya dipanggil, lantas HInata menoleh untuk melihat sosok yang memanggilnya. Tanpa perlu menoleh, sebenarnya Hinata dapat menebak dengan pasti siapa sosok tersebut. Tapi dia ingin memastikan bahwa suara itu adalah dia.

Hinata tak terkejut mendapati Naruto bersama Sasuke. Toh dia tahu, bahwa mereka berdua bersahabat sejak dulu. Jadi ia pun sudah memastikan bahwa suatu saat ia akan bertemu dengan sosok periang tersebut. Hanya saja, kali ini ia benar benar tak siap untuk bertemu dengannya.

"Na-naruto.." Hinata mengerjapkan matanya ketika irisnya bertemu pandang dengan saphire biru milik pemuda tersebut.

"Ada apa kau menemuiku, Hinata?" pertanyaan Sasuke dengan otomatis mengalihkan Hinata dari sosok Naruto. Pandangannya berganti dengan onyx yang kini menatapnya tajam.

Hinata meraih jemarinya sendiri, melirik sekilas cincin yang melingkar di jari manisnya. Lalu tanpa tedeng aling aling gadis itu melepas dengan kasar cincin tersebut dan meletakkan benda tersebut diatas meja, tepat di hadapan Sasuke –suaminya sendiri.

"Ku-Kukembalikan.." ujar Hinata terbata.

"A-aku tak membutuhkan ini." tanpa mengatakan apapun lagi, Hinata pergi begitu saja dari ruangan tersebut. Meninggalkan dua orang yang masih terpaku di tempatnya. Jika saja Hinata menoleh ke arah Sasuke, untuk sesaat gadis itu akan melihat raut kesenduan di wajah suaminya itu.

Sasuke segera beranjak dari tempatnya dan mengejar Hinata, meninggalkan Naruto dengan segala keterkejutannya. Hinata berjalan cepat di depannya, gadis itu berbelok di ujung koridor. Letak kamar gadis itu.

Tepat di depan pintu kamar, Hinata berbalik dan menatap Sasuke. "Pergilah, aku sedang tak ingin bertengkar denganmu Uchiha." ucap Hinata dingin.

Sasuke menghela nafas diam diam, "Kau juga Uchiha sekarang." menatap dengan sendu punggung istrinya yang terlihat bergetar. jelas sekali Hinata sedang menahan tangisnya sekarang.

Jika ia harus memilih, ia lebih suka Hinata menamparnya atau bahkan memukulinya ketimbang ia harus melihat istrinya rapuh seperti sekarang. Hanya beberapa pukulan tak akan mempan untuk Uchiha spertinya, tapi luka yang menganga di hatinya? Entah kapan akan terobati.

Hinata memanglah gadis biasa seperti kebanyakan gadis lainnya, tapi jangan pernah coba merendahkan gadis itu di depan Uchiha yang satu ini. Hanya seperti membalikan telapak tangan, ia akan menjungkir balikkan hidupmu mulai saat itu juga. Karena apa? Karena Hinata bukanlah gadis biasa di mata Uchiha Sasuke. Baginya, Hinata adalah segalanya. Harta berharganya, nafasnya dan yang paling terpenting Hinata... adalah hidupnya.

Jadi, meski harus menjadi lelaki jahat yang memaksa seorang wanita untuk menikah dengannya, meski ia tahu gadis itu sama sekali tak memiliki perasaan apapun padanya, meski cinta yang ia miliki hanya cinta sepihaknya saja, meski harus menghianati sahabatnya. Ia rela menerima itu semua, asal Hinata berada disisinya.

Menghela nafas, Sasuke angkat suara "Istirahatlah.." dan mimpikan aku, seperti aku yang terus memimpikanmu.

Sasuke masih berdiri di tempatnya, menunggu Hinata untuk masuk ke dalam kamarnya. Ya, kamarnya bukan kamar mereka. Karena Hinata menolak tidur di kamar yang sama dengan laki laki itu. Tapi Hinata juga tak bergeming dari tempatnya.

"Ceraikan aku.."

"Takkan pernah..."

TO BE CONTINUED