Do you feel?
Do you feel what I feel too?
Do you need me?
Cause I need you, now
I hear your voice on the line, but it doesn't stop the pain...
But all the miles that separate,
Disappear now when I'm dreamin' of your face...
I'm here without you. But you're still on my lonely mind, I think bout you all the time, and you're still with me in my dreams,
Oh, Babe...
Wherever you go, whatever you do,
Whatever it takes, or how my heart breaks,
I will be right here, waiting for you...
.
.
.
XXx
"NARUTO"
BELONG TO :
MASASHI KISHIMOTO – SENSEI
.
.
"ALL OF THE PROPERTY IN THIS FIC"
BELONG TO :
THE OWNER
.
.
"AFSTAND"
BELONG TO :
DARK BLACK ATHENA
Sakura's Centric. SasuSaku. Long Distance Relationship. Sequel of; VERSCHIL.
(Failed) Romance and a Lil' bit Hurt/Comfort. Twoshot. Very little dialog. Typo(s).
xXx
Emerald Apartment, Shinjuku, Tokyo – May, 7th 2054
SASUKE
Said, "Aku ingin menjadi lebih baik lagi dan lagi agar kamu lebih menyayangiku." –Just now.
Aku juga ingin menjadi lebih baik lagi, lagi, lagi, dan lagi untuknya. Itu lah yang terlintas di otakku ketika membaca Recently Update Personal Message dari Sasuke Onii-san. Sebenarnya kata 'Mijn Onii-san' kupikir akan lebih bagus lagi tapi yaa entahlah. Aku terkadang masih malu memikirkan hal seperti itu.
Tapi ketika kupikir kembali, apakah aku bisa melakukan hal yang sama untuknya ialah hal yang muncul dalam benakku kemudian. Bagiku sendiri, ketika kita sudah berniat dan berjanji kepada diri sendiri kita sendiri yang pastinya secara tidak langsung berjanji pada Tuhan, pastilah harus kita tepati sementara melakukan hal tersebut tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Kau mengerti maksudku? Karena aku sendiri bingung.
Aku benar-benar sangat tidak bisa mengatakan bahwa aku seseorang yang mungkin– apalagi pasti baik untuknya. Perkataanku lebay? Aku tahu, aku hanya ingin memastikan dirimu tahu bahwa aku benar-benar – wait, tak perlu ku ulang bukan?
Bagaimana pun, aku akan berusaha semaksimal mungkin agar bisa membuat dia lebih menyanyangiku lagi. Yosh! Ganbatte, Sakura!
Emerald Apartment, Shinjuku, Tokyo – May, 10th 2054
Suara penyanyi terkenal, Richard Marx mengalun lembut di penjuru kamarku melantukan lagu yang akhir-akhir ini sering kudengarkan, Right Here Waiting. Oh, kau anggap aku mellow? Kurasa akhu akan menjawab 'Ya' dengan sangat terpaksa. Asal kau tahu saja, semenjak menginjak hari pertama tahun ini hingga sampai detik dimana kau membaca ceritaku ini aku benar-benar merasa bahwa aku semakin 'weak'. Perasaanku rapuh. Haha, see? Aku kembali menjadi mellow.
Tapi, oh c'mon babe. Lagu ini benar-benar mengena di hatiku. Kau tahu? Bila kau benar-benar tahu lagu ini kau akan merasakan bahwa 'aku' dalam lagu ini sangat merindukan si 'doi' yang berada nun jauh disana. Dan betapa tokoh 'aku' ini berusaha tetap setia, walaupun si 'doi' diam-diam nakal, dan betapapun hancurnya perasaan 'aku', bahkan seakan dunia akan runtuh sekalipun dia akan menerima resikonya dan yups tetap menanti si 'doi' ddengan harapan bahwa si 'doi' ngerti perasaannya.
Haah, apa ada ya orang seperti itu? Kalaupun ada, pasti lah amat sangat jarang. Dan aku berharap aku bisa menjadi tokoh 'aku' yang selalu ada untuk dia meskipun dia tidak mengharapkan diriku sama sekali.
Ah, suasana seperti ini selalu membuatku meneteskan airmata. Haha, dasar aku memang payah ya begini saja sudah menangis. Padahal, aku sudah berjanji untuk tidak cengeng. Aih, jadi teringat ketika itu...
oOo
Emerald Apartment, Shinjuku, Tokyo – Thursday, 1st May 2054
Aku... apakah aku harus mengatakannya? Apa harus? Bagaimana jika... bagaimana jika ternyata kami harus berpisah? Tapi... jika aku tidak mengatakannya, apa harus aku simpan di hati dan membuatku sakit setiap saat?
Tapi... banyaknya kemungkinan buruk itu, aku tak tahu. Aku merasa bimbang. Ah, sudahlah. Apa mau dikata, bukankah ketika menjalin hubungan itu harus ada kepercayaan yang disertai dengan kepastian dan keterbukaan? Jadi, apapun responnya nanti padaku. Ialah hal terakhir yang akan kupikirkan.
To : SASUKE
Bedank voor alles. Sorry dat het niet kon terugbetalen. Sorry voor altijd. Sorry voor soms het gevoel hopeloos. Sorry en bedank voor alles.
Ik weet dat je hebt beloofd. Maareen of andere manier, ik voel je veranderd.
Ik hou van je. Warmoet ik doe nom altijd blij je aan mijn zijde? :" [1]
Bukan tanpa perjuangan aku menulis pesan untuknya. Tanganku bahkan gemetar dan air mata ku tidak henti-hentinya meneteskan air mata. Berulang kali aku menghapus pesan itu, kembali ragu apakah aku akan mengatakannya atau tidak.
Ketika akhirnya berhasil menekan tombol send. Air mataku semakin deras. Aku merasa aku ada di titik paling menakutkan dalam hidupku. Bahkan aku merasa ini bukanlah diriku sendiri.
Takut atas responnya, kuputukan untuk mematikan handphone dan menyibukkan diri dengan beribadah. Berdoa dan membaca kitab suci yang kuharap bisa menenangkan hatiku, namun kenyataannya aku terus menangis tanpa henti yang akhirnya membuat kitab suciku terkena air mataku.
Ketika kuingat kapan aku terakhir mengalami ini, ialah saat seorang yang sudah aku anggap keluarga dan ayah keduaku meninggalkan dunia ini. Ketika kupikir bahwa ini tidaklah sebanding dengan tangisan-tangisanku sebelumnya, aku tidak menemukan alasan tepat mengapa aku bisa menjadi seperti ini.
Dan seketika itu pula, aku teringat atas sebuah perkataan yang aku baca di salah satu cerita kesukaanku, "... dan lagi hal yang paling membuat orang merasa takut adalah melepaskan cintanya pada sebuah alasan yang bahkan tidak diketahui, sementara hal paling menyedihkan dalam hidup ialah ketika engkau bertemu dengan seorang yang sangat berarti hanya untuk kamu lepaskan dikemudian...".
Kurang lebih satu jam kemudian aku kembali mengaktifkan handphoneku. Ada 5 mailbox, 3 pesan, 25 notification social media serta 16 chat yang masuk. Dan kau tahu apa yang pertama kau cari? Ya, aku mencari pemberitahuan atas nama Onii-san. Dan kau tahu balasannya?
From : SASUKE
Hn
Haru-chanpengen putus
Ya sudah terserah. Aku tahu aku gak bisa nyenengin Haru-chan
Makasih buat semua
Walau responnya sudah aku perkirakan bahkan kukira lebih buruk lagi, air mata yang tadinya sudah nyaris berhenti menetes kini mengalir kembali. Bahkan aku tidak bisa menahan isakanku. Beruntung lampu kamar sudah kumatikan dan pintu sudah kukunci. Hingga kecil kemungkinan jika ada yang masuk dan memergokiku menangis.
Dengan air mata yang semakin dan semakin menderas aku menjawab pesannya. Meski tanganku benar-benar gemetar dan otak yang mulai tidak bisa diajak bekerjasama.
To : SASUKE
I'm not. Kenapa setiap aku tanya, Nii-san selalu mengartikan dengan putus
Aku cuman pengen tanya kenapa Nii-san skg gini. Tapi kalau Nii-san seperti itu ya sudah :')
Aku cuma kangen sama Nii-san yang sering ngucapin selamat tidur buat aku, dan rindu dengan kecemburuan Nii-san.
Dan ingin tahu knp aku merasa akhir-akhir ini dingin bgt ke aku
Tp asal Nii-san tahu. Aku masih sayang sama Nii-san.
Bedankt voor alles
Mungkin, memang ini yang terbaik bagiku – saat ini aku sudah tidak bisa mengatakan kata 'kami' maupun 'kita'. Karena memang ternyata sudah saatnya harus ditiadakan. Kecewa? Tentu! Siapa yang tidak merasa kecewa. Sedih? Sangat! Tapi mau bagaimana lagi?
Hah, bahkan belum ada lima menit ini terlewat aku teringat kembali atas say 'hi' pertama aku dan dia. Dan kembali berpikir mengapa Tuhan mempertemukan aku dan dia bila hanya untuk menambah ukiran luka yang ada di hati.
Memandangi handphone dan menangis. Hal yang saat ini kulakukan. Harap-harap cemas akan apakah lampu led handphoneku akan berkedip memancarkan cahaya set biru. Warna yang memang kuatur untuk memberi tahuku siapa yang mengontakku, iya untuk 'mant – hah, baru saja kata itu terlintas lagi airmataku sudah kembali menderas.
Ah, walaupun dia kembali membalas pesanku akan kah aku masih mempunyai keberanian untuk membukanya?
Hey, ketika kuingat-ingat kembali aku tak pernah menangisi hal-hal seperti ini. Ok aku pernah tapi hanya sebentar, yaa... mungkin lebih tepat memakai kata se'heboh' ini. Entah lah, aku seperti tidak bisa berpikir kembali. Haah... padahal aku berharap lebih lho atas hubungan kami – heh, hubungan apa nak? Don't be a silly girl.
To : SASUKE
Maaf Haru-chan
Aku juga gak ingin putus
Haru-chan bilang berubah,
Aku sayang bgt sm Haru-chan
Maaf kalau aku berubah, terlalu sibuk. Tp jika msh ada
kesempatan aku akan jadi sprt yang dulu lagi, kalau masih boleh
Aku sayang banget.
Night Haru-chan, smg mimpi indah
Ha. Sudah lebih dari sekitar 5 menit aku biarkan handphoneku berkedip memancarkan cahaya berwarna biru itu. Aku terlalu takut untuk membacanya. Terlalu takut untuk melihat apa yang dikatakannya.
Dan... ketika kuputuskan untuk membuka pesan tersebut dan membacanya, airmataku kembali mengalir. Seketika itu pula aku berpikir, sudah berapa tetes airmata yang aku keluarkan? Mungkin, sama seperti airmata yang aku keluarkan untuk Otoo-samaku. See? Bagaimana bisa sepertinya orang ini sudah kuanggap sama pentingnya seperti keluargaku?
Bukan, bukan aku merasa bertambah sedih. Tapi aku merasa seperti... lega –mungkin? Aku tak tahu seperti apa, serasa seperti semua rasa bercampur menjadi satu. Kau tahu ketika kamu memasak dan saking frustrasinya dirimu akhirnya kamu mencampurkan semua macam jenis bumbu maka kamu akan mendapat rasa seperti apa? Ya, yang jelas sama sekali tidak enak dirasakan. Mungkin cenderung pahit atau bahkan lebih dari itu. Kau bahkan harus memuntahkannya kembali karena tidak sanggup hanya untuk menelan tanpa merasakannya.
Lega, senang, sedih, bahkan marah. Aku lega karena dirinya berkata dia masih sayang padaku. Aku senang dirinya berkata itu. Tapi aku merasa sedih dan juga marah karena saat itu sendiri aku merasa diriku tak bisa menjadi seperti apa yang dia mau, selalu bertingkah dan berpikir dirinya hanya milikku satu– oh c'mon girl, don't be naive, selalu dan selalu berpikir apa yang memang seharusnya tidak aku pikirkan, karena memang bisa membuatku seketika itu ada jauh diatas langit berada diantara awan dan indahnya bintang namun dalam satu kedipan mata membuatku terjatuh hingga ke dalamnya jurang yang bahkan tidak berujung dan tidak berdasar.
Namun, seketika itu pula aku sadar. Apakah aku bisa jadi apa yang dia ingin kan? Bahkan, aku bertanya-tanya mengapa dia mau-maunya menjadi orang paling sial di dunia yang harus bersama diriku. Aku, bahkan bukan tipe-tipe gadis di luar sana yang menurut khalayak umum pantas untuk dijadikan sesuatu yang special. Aku cenderung jadi gadis yang bahkan lebih suka menjadi tidak terlihat, agar segala sesuatu yang terjadi padaku tidak akan menjadi bahan pembicaraan mulut-mulut brengsek di luar sana.
Aku tak tahu harus berkata apa padanya. Namun aku bersumpah bahwa aku sudah memaafkannya karena memang aku merasa dia tak mempunyai salah padaku. Karena juga seharusnya aku yang meminta maaf padanya. Aku, memang tidak bisa melupakan apa yang dia lakukan padaku karena sebetulnya aku tidak mau. Hell, ketika kau bertanya siapa yang mau menyimpan kenangan manis namun menyakitkan mungkin aku bahkan dengan bangganya menjawab bahwa aku sendiri lah orang macam itu.
To : SASUKE
Aku bukan orang yg bisa dengan mudah ngasih kesempatan
kedua, nii-san. Tp sayangnya aku punya prinsip untuk selalu
mempertahankan orang yang aku syg jg mengingat Tuhan yang
selalu memaafkan hambanya. Aku maafin nii-san :)
Kalau seandainya kalian tahu apa yang aku rasakan selama ini, melebihi apa yang hanya tercantum dalam ceritaku mungkin kalian akan mengerti dengan apa yang aku rasakan. Namun sayangnya, aku tak akan membiarkan orang lain tahu semua yang aku rasakan.
Bagaimana bisa orang tuaku saja tidak tahu sementara kalian tahu? Jangan buat aku tertawa dude. Aku hanya berbagi cerita kepada orang yang aku percaya dan ku anggap lebih dari special.
Handphoneku kembali berkedip. Memberi tahuku bahwa dia membalas pesanku. Dia bertanya, apakah dia melakukan kesalahan besar hingga membuatku sulit memaafkannya. Hell! Dia bodoh kalau bertanya seperti itu. Bukan aku tidak bisa memaafkannya –aku sudah pasti memaafkannya, namun lebih ketidak bisaanku untuk memaafkan diriku sendiri yang mudah merasa terluka hatinya.
From : SASUKE
Maaf banget Haru-chan
Aku menyesal, aku gak ingin Haru-chan nangis
Aku akan lakukan apa yang Haru-chan minta
Aku ingin membahagiakan Haru-chan
Don't be cry, I'm so sorry...
Maka sekali lagi aku berkata padanya, bahwa aku telah benar-benar memaafkannya. Karena aku sungguh-sungguh merasa bukan dia yang bersalah melainkan diriku sendiri. Namun, satu hal yang aku takutkan adalah setelahnya aku tak kan bisa menjadi aku yang sebelumnya. Mungkin saja aku menjadi lebih pesimis dari sebelumnya. Yang tentu saja aku katakan padanya.
Dan setelahnya aku bertanya lagi padanya,
To : SASUKE
Sekarang, tinggal Nii-san ingin seperti apa?
Dan kau tahu jawabannya? Dia berkata dia ingin bersamaku, selamanya. Forever. Dan... ya aku kembali menangis. Kembali bertanya mengapa orang macam dia ingin bersama orang macam diriku. Dan kembali aku berkata hell karena terlintas dibenakku dia hanya membual. Sekali lagi, hell.
Aku bertanya padanya apakah dia bersungguh-sungguh dan yakin dengan apa yang dia katakan untuk bersamaku selamanya. Dan dia menjawab,
From : SASUKE
Jika Tuhan mengizinikan, yakin.
I love you Haru-chan
Dan, ya... aku kembali menangis. Entah atas dasar apa aku menangis karena bahkan aku tak tahu apa yang sekarang sedang aku rasakan. Entah harus senang, entah harus sedih.
Yang jelas kini aku berharap bahwa aku bisa menjadi lebih dan lebih baik dari sebelumnya. Oh Tuhan, aku juga menyayangimu ne, Onii-san.
Ketika dia bertanya apa yang aku pinta dari dirinya, jujur aku bahka tidak tahu. Maka, aku berkata aku meminta perhatian lebih dari dirinya. Ketika aku mempertanyakannya, diaa berkata bahwa aku sangat dibolehkan untuk meminta perhatiannya. Walau mungkin bukan itu yang aku inginkan dan mungkin saja sebenarnya dia keberatan.
Sebaliknya ketika aku bertanya apa yang dia inginkan dia berkata dia menginginkan diriku untuk sayang padanya –yang aku rasa sudah aku lakukan, juga agar aku tidak gampang menangis– yang aku rasa akan sangat sulit aku lakukan.
oOo
Bah, mengingatnya saja sudah membuat aku menangis. Aku menyadari dengan sangat bahwa memang sepertinya kejadian pada saat itu memang membuatku semakin dan semakin pesimis setiap harinya –yang memang pada saat itu aku perkirakan akan terjadi.
Pesimis yang aku rasakan adalah pesimis dimana aku mulai mempertanyakan semua hal. Apapun itu. Mulai ragu, meragukan apa yang sebenarnya telah, sedang, dan yang akan terjadi. Aku sayang– lebih dari sayang malah. Namun, ketika aku berusaha untuk lebih kuat, lebih optimis dan lebih lebih dan lebih baik maka terus terus dan terus rasa pesimis, ragu dan hal-hal buruk yang harusnya aku hindari selalu membayangi. Tuhan, what should I do ?
.
.
.
.
.
Emerald Apartment, Shinjuku, Tokyo – May, 9th 2054
"Oy, jangan lupa dengerin tuh lagu ya Sak!" Teriak Karin –orang yang dulu membenciku namun sekarang bisa dibilang menjadi teman dekatku, selepas kami berpisah di depan pintu perpustakaan sekolah.
Kau bertanya tentang apa yang diucapkannya? Oh, dia mengingatkan ku untuk mendengarkan beberapa lagu yang dia rekomendasikan padaku. Biasa, lagu-lagu mellow yang akhir-akhir ini sedang kugemari. Walau pun sebenarnya aku tak suka mengingat rata-rata jalan cerita dari lagu-lagu seperti itu tentang 'pengkhianatan' salah satu dari sepasang kekasih.
Haha. Mengenaskan sekaligus menggelikan. Apa? Tak suka dengan pendapatku? Bukan urusanku kalian mau suka mau tidak, tidak akan kupikirkan heh.
Tapi, seberapapun aku tidak menyukai jalan cerita lagu-lagu seperti ini, tetap saja suasana hatiku ikut terbawa galau. Dan yap, setiap aku galau rasa pesimis dan segala hal yang menyertainya akan menghantui diriku.
Sama seperti saat ini, dimana aku sedang berada di kamarku tercinta. Berbaring terdiam, mendengarkan sekian lagu mellow yang mempunyai kesamaan tema; perasaan seseorang yang ternyata telah dikhianati. See? Selalu tentang pengkhianatan. Hell.
Dan sayangnya lagu-lagu itu mulai tergiang dikepalaku, mempengaruhiku untuk membayangkan berbagai macam kemungkinan terburuk yang ada antara aku dan dirinya. Dia yang kumaksud adalah seseorang yang hingga sampai saat ini kupanggil dengan sebutan 'Onii-san'. Seseorang bernama Uchiha Sasuke. Seseorang yang sampai saat ini, dengan santainya menempati sebuah ruangan didalam hatiku.
Handphone kesayanganku itu kembali bergetar, berkedip kearahku, mengeluarkan berbagai macam warna yang masih sekerabat dengan warna biru. Tanda untukku bahwa ada entah pesan entah telepon atau entah pula email dari dia. Dia yang bernama Uchiha Sasuke tersebut.
Wrong time mungkin. Karena ketika melihat namanya tampil di layar handphone ku ini, airmataku seketika mendesak, berebutan untuk keluar dan menari turun melewati pipiku yang rata-rata kemudian berakhir jatuh di kasurku.
Kadang aku bingung dengan diriku sendiri, bagaimana bisa aku seharusnya senang karena akhirnya dia mengirimiku pesan yang memang sejak tadi kutunggu-tunggu malah bertingkah sebaliknya. Malah menangis dengan alasan yang tidak jelas. Dan akhirnya membalas pesan-pesannya dengan sikap acuh tak acuh.
Hell. Kenapa aku menjadi gadis secengeng ini? Sialan.
Dan dengan seenak jidatnya setelah aku membalas pesan-pesannya dengan sikap cuekku itu, airmataku kembali turun. Merasa bersalah atas sikap-sikap burukku. Twice hell.
Ketika aku mengatakan padanya betapa saat itu aku merasa pesimis dan menyerah, dia menjawab;
From : SASUKE
Iya sayang
It's okay. Cuma karena itu gpp {}
Hal yang kembali membuatku terdiam beberapa saat walau dengan airmata yang setia mengalir. Bagaimana bisa dia berkata aku tak perlu khawatir. Bagaimana dia bisa dengan mudah memaafkanku yang tak bisa menepati janjiku padanya. Bagaimana dia dengan mudah mengatakan 'Cuma karena itu'. Bagiku, hal itu bukan hanya sekedar kata 'cuma'.
Dan hari ini, kembali berakhir dengan diriku yang menangis dan meminta maaf padanya. Menyalahkan diriku yang mengapa begini, mengapa begitu. Mempertanyakan diriku sendiri yang sepertinya sejak meninggalnya seseorang yang sudah kuanggap ayah keduaku telah berubah drastis.
Aku yang dulu, adalah seseorang yang sangat-sangat cuek. Tidak mempedulikan apapun termasuk diriku sendiri. Yang masa bodoh dengan apapun itu omongan orang lain tentang diriku. Yang dengan santainya bisa berkata apapun semauku sendiri, namun tahu batasan-batasannya. Aku yang dengan cuek dan cenderung bangga diberi julukan judes, kejam, dan sebagainya. Yang namun aku merasa bahwa itu lah diriku. Aku nyaman dengan diriku pada masa-masa itu.
Tidak dengan diriku sekarang, yang peduli –sangat peduli dengan diriku sendiri juga orang lain. Yang sangat memikirkan perasaan orang lain hingga kadang melupakan diri sendiri. Yang bahkan memikirkan kata demi kata orang lain tentang diriku ini. Baik mereka mengatakan hal baik tentangku ataupun hal buruk tentangku –yang padahal belum pasti kebenarannya. Membuatku tak bisa berbuat semauku. Membuatku harus membohongi diriku sendiri. Membuatku tak bisa menjadi diriku sendiri karena terus memforsir diri sendiri untuk menjadi apa yang orang lain inginkan.
Tentu aku lelah. Tentu aku merasa marah. Namun, bahkan aku sendiri cenderung suka dengan apa yang aku lakukan. Menjaga image diri sendiri, berbuat ini itu yang membuatku semakin dikenal oleh orang lain. Membuatku mempunyai banyak teman dari sebelumnya. Tapi tetap saja apa yang aku lakukan, dimana buruk dimata orang lain akan membuatku nyaman begitu pula sebaliknya dimana ketika orang lain berkata apa yang telah aku lakukan adalah suatu hal yang benar, maka dalam diriku sendiri, jauh dalam lubuk hatiku yang paling dalam; aku memberontak, merasakan hal itu adalah suatu hal yang salah.
Kini, aku bahkan memikirkan banyak hal yang sepertinya tak penting sekalipun. Membebani diriku sendiri dengan semua hal yang tak penting. Membebani diriku untuk terus terus dan menerus memasang wajah gembira, tersenyum, dan tertawa pada semua orang...
.
.
.
.
.
Emerald Apartment, Shinjuku, Tokyo – May, 11st 2054
Hari dimana ku kembali merasa galau. Kembali mempertanyakan apakah aku benar-benar bisa menepati janjiku. Bisa menjadi apa yang dia inginkan. Menjadi lebih dan lebih baik lagi.
Aku kembali menangis saat dia menanyakan perihal apa yang aku post di salah satu akun media social yang kuberi tag tentang keraguanku dalam menjadi orang yang lebih dan lebih baik lagi untuknya, untuk semua orang, juga untuk diriku sendiri dan dia juga berkata, "Kalau Haru-chan memang belum yakin, lebih baik selesai saja."
Tentu saja aku kaget, mengapa tiba-tiba seperti ini? Karena memang bukan seperti itu yang aku maksudkan. Tapi kenapa seperti pengertian dirinya? Jujur aku merasa sedih sekaligus kecewa.
Ketika aku menjelaskan padanya bahwa yang kumaksudkan adallah aku merasa ragu tentang apakah aku bisa menjadi lebih baik untuk dirinya, dia menjawab;
From : SASUKE
Apapun yg Haru-chan lakukan buatku, aku senang bgt
Jd jangan ragu mencintaiku
Kembali lagi, aku menangis. Dan ya, hari ini sekali lagi kembali aku lewati dengan perasaan sedih dan bersalah...
.
.
.
.
.
Emerald Apartment, Shinjuku, Tokyo – May, 14th
SASUKE
Said, 'Je n'ai que besoin d'une seconde pour te dire "Je t'aime" mais,
J'ai besoin de toute ma vie pour t'oublier'. –Just Now. [2]
Mataku melirik ke jam dinding. Pukul 14.23 sekarang. Aku baru saja pulang dari sekolah dan membuka handphone. Ketika aku melihat recently updates setelah memperbarui display picture, aku melihatnya juga sama-sama memperbarui personal messagenya. Aku ingin mengiriminya chat, tapi entah mengapa aku merasa penasaran dengan arti pmnya.
Setelah berkutat dengan google translate yang entah mengapa entah mengapa sepertinya ribet sekali, akhirnya aku mengetahui artinya; "Hanya butuh sedetik untuk berkata 'Aku mencintaimu', namun untuk melupakanmu aku membutuhkan seluruh hidupku".
Ha. Betapa beruntungnya gadis yang mendapatkan kata-kata seperti itu. Yang pastinya tidak mungkin yang dimaksud adalah aku. Memangnya aku siapanya? Hanya orang yang sangat-sangat-sangat special pastilah yang mendapatkan kata-kata seperti itu. Hell, aku kembali galau dan mulai pesimis.
Aku merasa malas, beneran deh aku malas mengiriminya chat. Bukan karena apa-apa. Aku takut, aku akan acuh dan berakhir dengan terbangunnya diriku keesokan harinya dengan mata sembab serta bengkak karena menangis.
Tak ada pekerjaan yang harus kukerjakan saat ini. Kini aku berbaring di atas kasur kesayanganku, menatap langit-langit kamar, mendengarkan lagu Here Without You milik Three Doors Down yang dicover oleh Tsam Sui, sembari memeluk boneka berbentuk kucing kesayanganku.
Tiba-tiba terlintas di kepalaku, bagaimana pertama kali kami –aku dan Tuan Sasuke Uchiha tercinta berkenalan. Chat pertama darinya yang dengan frontal menanyakan darimana asalku, bagaimana kikuknya dan paranoidnya diriku yang membalas pesannya, bagaimana tiba-tiba kami menjadi dekat dan akhirnya kami bersama. Bagaimana dia dan segala macam tingkah lakunya yang membuatku merasakan rasa kagum, senang, sayang seperti dimix dan seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan dalam perutku.
Tak ayal, aku merasa geli. Aku tertawa-tawa, tersenyum, juga bersedih mengingat dirinya yang terhitung baru saja kukenal namun dapat dengan cepat merebut tempat dihatiku. Orang yang membuatku dapat dengan nyaman bersamanya.
Dan demi Tuhan, ketika itu pula aku merasa aku hanya ingin bersamanya. Walau sepertinya itu hal yang mustahil –rasa pesimisku berkata. Sesungguhnya, aku merasa aku bukan lah orang yang pantas untuknya.
Ketika aku menyadari bahwa sebenarnya dia ada di dekatku, berada di sampingku hanya untukku entah mengapa pikiran-pikiran negative berhasil menghasutku untuk berpikir bahwa sebenarnya dia sangat jauh, sangat-sangat jauh untuk kucapai.
Merasa sudah terlalu lama berada di dalam dunia khayalku, aku terbangun. Menengok ke arah dimana jam dindingku berada. Ternyata sudah hampir pukul empat sore. Akhirnya kuputuskan untuk segera membersihkan diri di kamar mandi. Hey, awas saja kau mengintip!
.
.
.
Ah... serasa semua bebanku hilang ikut terbawa air yang mengalir melewati tubuhku. Namun, aku tahu rasa nyaman ini akan hilang begitu saja ketika besok aku harus kembali masuk sekolah dan menemui berbagai macam sifat orang disana.
Memang, akhir-akhir ini aku mempertanyakan apakah mereka yang kusebut teman benar-benar teman. Namun puncaknya, ialah hari ini. Aku merasa sangat kecewa dengan mereka, mengapa mereka tadi lebih menjauhiku karena aku menolak memberikan mereka contekan dalam ulangan tadi. Mengapa dengan gampangnya mengumpat kepadaku? Padahal, sesering-seringnya aku mengumpat aku tak pernah mengumpat pada mereka. Dan mengapa mereka tega meninggalkan diriku sendirian menunggu jemputan? Padahal hari itu hujan yang sangat lebat. Padahal mereka juga sama-sama belum dijemput seperti aku.
Hell. Bahkan jika mereka belum dijemput dan aku sudah, aku dengan senang hati kok menunggui mereka. Twice hell, mengapa aku merasa aku hanya menjadi bahan kalahan mereka heh? Triple hell from all of them.
.
.
.
Ah, sudah lewat dari setengah lima sore rupanya. Aku mengambil handphone, bermaksud untuk memutar lagu yang akhirnya membuka aplikasi bbm karena led berkedip yang yap, berwarna biru. Yang sudah berulang kali kuceritakan, kusetel khusus untuk langsung memberi tahuku bahwa itu adalah contact dari seseorang yang menurut penyanyi faveku, Rihanna adalah My California King, Mr. Uchihaa Sasuke.
Seperti yang aku duga sebelumnya, aku mengakui bahwa aku menjawab semua pesannya dengan cuek. Dan aku merasa sangat-sangat kejam. Bagaimana aku sebal dengan temanku dan semua itu kulimpahkan kepadanya. One more hell for them –my friends if you ask me.
Ketika dia bertanya, dan akhirnya kujawab bahwa sebenarnya aku sedang sebal dengan mereka yang ku anggap teman itu –ya walau sebenarnya aku juga merasa sedikit galau tentangnya, dia dengan kata-katanya bisa membuatku tenang. Kalau di dramatisir sih, meredakan badai dalam hatiku, hehe...
Dan yap, walaupun 'badai' tersebut sudah reda ternyata masih tersisa gerimis-gerimis yang kalau dibiarkan bisa menjadi hujan angin. Maka dari itu, aku meminta satu hal padanya,
To : SASUKE
Boleh minta ke Nii-san gak?
Yang segera dibalasnya,
From : SASUKE
Minta apa Haru-chan?
Hell jika dia berpikir segala sesuatu yang berjenis atau pun berhubungan dengan materi. Hell no!
To : SASUKE
Jgn tinggalin aku ya?
Aku memintanya untuk tidak meninggalkan aku. Karena bahkan aku mulai berpikiran ia akan segera meninggalkan ku –yang berakhir aku menangis dalam diam di atas kasur dalam kamar ku.
From : SASUKE
Gak akan Haru-chan
Aku sayangg bangett sama Haru-chan
Nii-san, aku benar-benar berharap lho. Jadi, jangan mematahkan harapan ku ya? Aku juga sangat sayang sama Nii-san. More than anything deh, walau sudah jelas aku lebih meyayangi keluargaku ne, nii-san.
To : SASUKE
Janji ?
Bukan aku tidak percaya dan yakin. Aku menginginkan diriku lebih percaya dan yakin terhadap diriku sendiri juga dirinya.
From : SASUKE
Janji {}
Dan ya, setidaknya perkataannya– janjinya membuatku tenang. Bukan hanya hati dan pikiranku, tapi juga tidurku. Membuatku bermimpi indah, dan terbangun dengan senyuman keesokan harinya...
.
.
.
.
.
Emerald Apartment, Shinjuku, Tokyo – May, 17th 2054
Hari terakhir dalam satu minggu, hari Sabtu. Tentu saja, hari ini adalah hari yang ditunggu oleh hampir semua orang baik tua, muda, pekerja, mau pun pelajar.
Aku adalah salah satu orang yang menyukai hari yang ada di akhir minggu dan cenderung membenci hari-hari awal minggu. Bukan karena aku bisa lebih cepat sampai ke rumah dan bergulat dengan boneka atau pun guling yang setia menungguku di tempat faveku, kasur –Haha, kalau mengingat betapa lama dan seringnya waktu yang aku habiskan untuk sekedar berguling-guling tidak jelas rasanya aku ingin sekali tertawa. Tapi juga karena ada banyak hal yang bisa aku lakukan di hari Sabtu malam Minggu ini.
Aku bisa menonton televisi hingga larut malam tanpa takut bangun terlambat pada keesokan harinya, membaca ulang novel-novel favoritku tanpa harus dimarahin oleh kedua orang tuaku, memainkan games-games gilaku, hangout bersama teman-temanku untuk me-refresh ulang pikiran yang bosan karena selalu diisi oleh banyaknya materi pelajaran yang kadang-kadang nyangkut di otak tapi lebih sering tidak, dan yang paling penting. Aku mempunyai lebih banyak waktu untuk dihabiskan bersama dia, Mr. Uchiha Sasuke-sama yang aku sayangi. Cielah, haha.
Oh, bukan –bukan menghabiskan waktu bersama dia dengan jalan keluar bersama yang kumaksud. Yang kumaksud adalah bagaimana aku menghabiskan waktu untuk berkangen-kangenan dengan dirinya dengan waktu yang lebih lama dibanding dengan hari lainnya atau jika dia sedang sibuk atau tidak ada kabar maka aku akan menstalk dirinya –akun social medianya maksudku, atau membaca ulang chat historyku dengannya seperti yang sedang aku lakukan saat ini.
Sama seperti hari-hari sebelumnya, ketika aku baru saja pulang dari sekolah, berganti pakaian, melihat apa yang ada di meja makan untuk memutuskan apakah aku akan makan siang atau tidak, pergi ke kamar mandi karena nature's call, dan mendapati diriku sedang tidak ada pekerjaan –walau sebenarnya aku harus membersihkan sekaligus merapikan kamarku yang sekarang nampak seperti kapal pecah, dan berakhir dengan keputusan untuk segera mengirim pesan padanya tentunya dengan rasa takut untuk menganggu yang sangat kecil mengingat karena hari ini adalah hari Sabtu, hari dimana dia libur.
Satu menit berlalu. Wajar bukan karena dia bukan manusia super yang bisa langsung membalas pesanku dengan kecepatan super melainkan dia hanya manusia biasa yang bagiku nampak luar biasa.
.
.
Tiga menit berlalu. Ehm, hey there i miss you. Where are you?
.
.
.
Almost five minutes left, and i think i can't handle it. Nii-san please jawab.
.
.
.
Thirty minutes left. Um, mungkin dia sedang sibuk. Baiklah.
.
.
.
Okay. Kalau boleh jujur, aku selalu merasa segan untuk mengiriminya pesan lagi jika seperti ini. Aku takut menganggunya. Tapi, aku rindu dengannya juga takut ada apa-apa dengan dirinya. Kami terpisahkan oleh jarak bung! Aku takut jika ada 'apa-apa'aku tak tahu, bagaimana?
Bohong kalau aku berkata aku tidak tersisa dengan jarak yang memisahkan kami ini. Aku sangat-sangat-sangat tersiksa.
Aku sadar, kalau semakin hari semakin kesini pasti kesibukan kami bertambah. Maka dari itu aku juga harus sadar diri untuk tidak meminta perhatiannya kepadaku walau aku sebenarnya sangat merindukan dirinya. Kadang, ada masa aku berpikir apakah ini yang terbaik bagiku yang selalu dijawab oleh sesuatu yang aku sendiri tidak mengetahui itu apa bahwa apa yang Tuhan berikan, apa yang Tuhan kirimkan, dan apa yang Tuhan takdirkan untukku adalah hal paling baik bagi diriku ini.
Nii-san, entah kau merasa atau tidak karena aku sendiri kadang tidak yakin. Tapi aku membutuhkanmu. Dan aku tidak berbohong.
.
.
.
One Message From 'SASUKE'.
From : SASUKE
Haru -chann
Ah, mijn Onii-san. Hell. Memangnya dia punyamu eh?
Whatever. I miss him so much.
To : SASUKE
Ne, Nii-san?
Seperti biasa, dia menanyakan sedang apakah aku, sudah makan kah aku, dan menanyakan hal-hal yang kata orang lain remeh, namun sangat berarti bagiku karena menurutku itu adalah bentuk perhatiannya.
Ada suatu dorogan untuk selalu tersenyum hanya dengan membaca pesan-pesannya, melihat fotonya dan bahkan hanya sekedar mengingat kata-katanya padaku saja sudah bisa membuatku tersenyum.
Menceritakan sesuatu hal yang bahkan aku tak tahu apakah itu adalah hal yang sulit. Kalau kau tidak mengerti maksudku coba saja bayangkan bagaimana kamu akan menceritakan rasa dari suatu makanan yang bahkan belum pernah kamu makan? Menceritakan ulang pendapat orang lain tentang makanan itu? Bullshit bung! Manusia itu berbeda, begitu pula pendapatnya.
Kembali lagi dengan dirinya, setelah sempat bergalau-galau ria berpikir dia sibuk bermalam-mingguan dengan temannya atau siapapun itu –aku tidak melarangnya, aku hanya merasa sedikit... cemburu. Cemburu, iri dengan mereka yang bisa tiap hari bertemu dengan dirinya. Setelah menanyakan perihal bagaimana kah rasanya menjadi kakak, berbicara dan bercanda dengan dirinya yang mengatakan bahwa dia sedang mengapeli diriku, berbicara tentang adikku, Konohmaru yang sedang dalam masa latihan untuk mengikuti sebuah lomba yang berakhir dengan flashbacknya kami pada masa kecil.
To : SASUKE
Boleh minta peluk gak Nii-san?
Aku merindukannya. Benar-benar merindukannya.
Pesanku dijawabnya dengan mengirimiku dua buah emoticon big hug. Dan ketika aku membalasnya lagi dengan emoticon big hug juga tangis dia menjawab,
From : SASUKE
Haru-chan adalah adik sekaligus pacarku tersayang {} {}
Jd akan ku sayang sampai bosan {}
Ne, Nii-san adalah kakak sekaligus pacar yang sangat aku sayangi. Love you so much Nii-san.
Setelahnya, aku bercanda dengannya karena kata-katanya tadi bagiku terlihat –sebenarnya aku lebih suka kata 'terdengar' namun dia mengiriminya dalam pesan buka perkataan, seperti ungkapan perasaan seorang kakak yang mengalami cinta terlarang dengan adiknya sendiri, bahasa kerennya sih, 'Incest'.
Walau sebenarnya aku masih bertanya-tanya dalam hati apa yang dimaksud dengan kata, "...sampai bosan..." karena entah mengapa aku artikan dengan dirinya yang mulai bosan denganku. Dan ketika rasa bosan itu sudah memuncak maka dengan segera dia akan meninggalkan diriku sendiri. Aku hanya berharap semoga itu tidaklah benar adanya...
Kau tahu apa perasaanku sekarang? Iya, aku memang merasa galau. Namun rasa itu sangat kecil dibandingkan rasa senang yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Kau tau, bagiku ini adalah saat seperti dimana aku bisa kembali menjadi diriku yang dulu. Yah walaupun aku tahu ini hanya untuk sementara.
Saat-saat seperti ini lah yang tak mau dan tak bisa aku lupakan. Saat-saat dimana aku merasakan apa yang dinamakan bahagia. Bukannya aku jarang merasakan rasa bernama bahagia itu, aku merasa bahagia kok dengan apa yang telah, sedang, dan yang akan aku alami. Hanya saja, rasanya aku sudah lama tidak merasakan apa yang dikatakan lebih dari senang.
Dan kembali kuingat kapan terakhir aku merasakan hal itu adalah ketika aku masih bersama dengan orang-orang yang berpengaruh dalam hidupku. Ketika aku mengingat mereka yang kini telah tiada, aku berpikir bahwa Tuhan tidak adil padaku. Tapi sosok yang aku tak tahu apa itu kembali berkata padaku,
"Bukan Tuhan tak adil padamu. Tuhan merupakan zat yang paling adil di dunia seperti ini. Ia bukan mengambil mereka dari hidupmu, Ia memberikan wujud paling abadi mereka dalam hatimu. Itu Ia lakukan semata-mata karena Ia meyayangimu juga meyayangi mereka..."
Tuhan, jika memang benar apa yang 'dia' katakan tolong jaga mereka. Orang-orang berharga bagiku.
Ne, Tuhan... jika bisa aku bertanya padaMu, apakah orang yang aku panggil Onii-san ini adalah orang yang kau kirim untuk benar-benar menjaga dan membuatku menjadi pribadi yang lebih baik?
.
.
.
[1] Terima kasih untuk semuanya. Maaf tidak bisa membalasnya. Maaf untuk semuanya. Maaf untuk kadang-kadang merasa putus asa. Maaf dan terima kasih untuk semuanya.
Aku tahu kau sudah berjanji. Aku tahu Nii-san udah janji, tapi gak tau kenapa aku ngerasa kamu berubah.
I love you. Apa yang harus saya lakukan untuk membuatmu tetap disisiku?
[2] I only need a second to say "I love you" but, I need my whole life to forget you
-!-
We both know,
We're too different...
But,
Love doesn't know different.
So,
No matter what happens,
You're still my...
VERSCHIL
-!-
.
.
.
Akhirnyaaaaaaaaaaa! Selesai juga sequel "VERSCHIL" ini^^
Well, maaf kalau ada yang kecewa kenapa disini SasuSaku MASIH belum bertemu. Pengennya author sih, mereka sudah bisa ketemu tapi sayangnya belom bisaa... Yaah, mari berdoa saja supaya mereka bisa cepat bertemu dan nanti akan aku buatkan sequelnya^^
Dan maaf juga karena kayaknya ni cerita makin lama makin mellow-mellow gak jelas dan kayaknya sinetron banget, author juga gak ngerti kenapa T_T #ps: Author kalo bikin cerita cuman bikin garis besarnya dan tanpa corat-coret langsung ditulis dan dipublish alias ngikutin tangannya jalan aja, peace yaa :'D
Yep-yep, Sakura's Pov again. Mau gimana lagi soalnya si Sasukenya udah berulang kali ditanyain gak mau ngejawab gak kaya Sakura yang gampang banget ngejawab.
Oh iya, fanfic kali ini modenya two shoot yaa. Tapi kalau ada banyaaaak ide, aku akan terus melanjutkan hingga entah berapa chapter –dan, sepertinya akan berbeda cerita, got it? Well, aku juga bingung jelasinnya—'
Yah, pokoknya I'll try my best yaa^^
.
.
.
Review, please?
Pati, 4 Juli 2014
Athena
