1
Suatu pagi...
"Huuuaaahhaaaaa..."
Phantom yang dengan tersedu-sedu menangis sambil terduduk di sebuah pohon besar. Baik Panti ataupun Chiyu sama sekali tak mengerti apa yang dipermasalahkan olehnya.
"Hey, Why are you crying...?" Tanya Panti.
Bukannya dijawab, malah dia makin menangis sejadi-jadinya.
"Sudahlah, Phantom. Katakan saja apa yang mengganggumu saat ini." Hibur Chiyu.
"Tapi kalau itu masalah pribadi, tidak apa kalau kau tak mau cerita. Tapi kalau kau tidak berhenti menangis, kami jadi bingung."
Cara ini rupanya cukup ampuh. Phantom berhenti menangis dan...
"Aku kena penyakit..."
Karena mendengar kata "penyakit", Chiyu dan Panti langsung mendekatkan diri, memasang telinga lebar-lebar. Tapi Phantom malah terusik dengan mereka sehingga...
"AKU KENA PENYAKIT MALARINDU...!"
...dia meneriaki mereka berdua. Dengan malangnya, mereka kapok dan memperbaiki telinga mereka yang kelihatannya udah cukup budeg dibuat Phantom.
"Slow down, will you? You'll broke my receptor." Gerutu Panti.
"That didn't help at all, Panti." Ujar Phantom malas.
"Malarindu?" Heran Chiyu. "Maksudmu..."
Flashback Mode On: Nuclear Phantom Trojan.
Jam 00.00, Di atas kapal terbang perang Divisi L-Panti.
"Hari-hari setelah misi itu jadi membosankan." Gerutunya sambil telentang di atas kasurnya.
Misi membasmi Delta Force sudah selesai, bahkan telah berbulan-bulan dikenangnya. Phantom sendiri masih berpikir dia mau apa setelah ini.
"Andaikan aku bisa melakukan sesuatu di luar sana..." Pikirnya.
Tanpa diduga sebelumnya, sebuah kertas masuk ke dalam kamar melalui pintu yang tidak ditutupnya waktu itu. Kertas itu dengan serta-merta melayang mengalihkan pandangan Phantom yang masih kosong, dan akhirnya mendarat tepat di wajahnya.
"Apa'an sih?" Bingungnya sambil berdiri memegang kertas tersebut. Isinya hanya sebuah gambar lingkaran dengan aksen yang tidak dimengertinya.
"Nih kertas baik dibuang aja." Ujar Phantom enteng sambil membuang kertasnya langsung ke dalam tong sampah miliknya. Tapi anehnya, kertas itu tidak mau lepas dari tangannya.
"Loh, kok gini?" Dia bingung sambil berusaha melepas kertas itu dari tangannya. Dari sini keanehan lainnya muncul. Kertas tadi mulai memunculkan tulisan.
(Jangan buang aku...!)
"Nah loh, apa'an lagi nih?"
(Dengarkan aku dulu.)
"Beuh, tulisan kertasnya berubah." Phantom terkesima.
(Ya udah, gak usah pedulikan itu. Yang penting kalau mau "bebas" dari sini, kabur dari tempat ini, dan masukkan tanganmu ke dalam kertas ini.)
"Oh, okedeh. Suka kau aja." Nada Phantom santai. "Bentar ya. aku ngasih tau yang lainnya."
(PERGINYA GAK USAH DIBILANG-BILANG...!)
"Alamak...!" Seru Phantom.
Kertas itu langsung menariknya ke luar kapal melalui jendela. Kebetulan dia bisa terbang. Saat sampai diluar kapal, cukup jauh jaraknya, kertasnya maksa-maksa tarik badannya.
"Wee... Santelah...! Ko mo ngapain...?" Phantom gondok
(BACOT...! Cepat masuk ke kertas ini...!)
"Tapi..."
(CEPAT...!)
Dengan perlahan, Phantom maju mendorong tangannya ke kertas itu. Ajaibnya, badannya nembus ke kertas itu ke dunia lain. Bahkan, seluruh badannya perlahan-lahan menghilang. Detik-detik terakhir, Phantom hanya bisa termenung melihat L-Panti, untuk yang terakhir kali.
Flashback Mode Off:
"Ooh..." Chiyu dan Panti terkesima mendengar cerita Phantom.
"That's why you're crying this time, you miss your friend." Jelas Panti. Phantom hanya mengangguk saja.
"Well, at least I know that you're always care of other." Lanjut Panti.
"Yes. For you, friends are more important than yourself." Chiyu tersenyum pada Phantom.
"Yess... Aku gak sedih lagi...!" Phantom girang dengan cepatnya.
"That was quick." Panti dan Chiyu langsung sweatdrop.
"So, Panti. I knew that you're a robot." Ujar Phantom. "Would you mind changing your language?"
"Well, I would." Jawab Panti ragu. "But I'm not very sure that it's a good..."
Rupanya, selagi Panti berbicara Phantom mengutak-atik bagian mesin belakang. Dan setelah beberapa saat, Panti langsung dimatikannya.
"Loh, Panti mau diapakan?" Tanya Chiyu heran.
"Liat aja bentar lagi." Phantom menghidupkan kembali Panti. Sudah jelaslah sekarang bahwa Phantom me-reboot bahasanya. Setelah "hidup" kembali, Panti hanya tertegun saja.
"Panti?" tanya Chiyu mulai khawatir.
"Oi..., ngomonglah." Ujar Phantom.
Panti mulai bicara. Sejurus kemudian...
"Memangnya aku mau ngomong apa?"
"YEAH...!" Phantom langsung lompat kegirangan. Chiyu menghela napas lega.
"Kukira dia mau diapakan, ternyata hanya ganti bahasa."
"Jadi, sekarang bisa gak ngomong bahasa Inggris." Tanya Phantom.
"I can still speak in English." Jawab Panti polos, Phantom pingsan.
"Walah, makin ribet, nih." dia garuk-garuk kepala.
"Setidaknya aku mengerti apa yang kalian katakan, itu sudah bagus." Hibur Panti.
"Hm, betul juga, ya." Pikir Phantom.
"Ya udah, sekarang kita berpencar dan cari tempat kita untuk tinggal sementara. Siapa tahu kita ketemu kota, dan kalau bisa nyewa penginapan disana. Aku nyari ke depan sana."
"Kalau begitu aku ke kiri." Kata Panti.
"Ya, sudah. Kanan saja." Chiyu pasrah.
"Oke. Kita ketemuan satu jam lagi." Perintah Phantom. "Berpencar, sekarang." Tiba-tiba saja, dia menghilang bersama angin. Panti dan Chiyu hanya terpana melihatnya. Kemudian mulai berjalan sesuai arah yang telah ditentukan masing-masing.
Pertama, Phantom menemui bukit berbatu besar yang menghadangnya untuk melanjutkan pencarian.
"Batunya segede apa'an ya?" Phantom bertanya-tanya sendiri sambil melihat sekeliling kiri kanan bukit itu, bahkan sempat mengelilinginya. Ini membuktikan bahwa bukitnya cukup besar.
"Gimana hancurin batu segede ini, ya...?" Phantom berpikir keras, dan...
"Oh iya...! Itu caranya." Serunya tiba-tiba.
Dia mulai meletakkan kedua telapak tangannya di bukit dan memanaskannya. Reaktor nuklir kalor di badan yang menjadi kemampuan alamiahnya membuat itu menjadi mudah. Belum sampai 5 menit, bukitnya memuai dengan cepat sehingga kelihatan kasat mata, retak perlahan-lahan, sampai hancur keseluruhannya, menjadi batuan yang lebih kecil.
"Kalau gini jadi inget waktu itu, deh..."
Phantom mengingat sewaktu liburan L-Panti, saat semuanya ke pantai, ada tsunami yang melanda tempatnya, dan dimusnahkan gelombang pelabuhan itu dengan cara yang sama seperti bagaimana dia menghancurkan bukit berbatu itu.
"Oke, tinggal lewat aja."
Dia berencana melanjutkan perjalanan,...
"Tunggu...!"
...kalau belum dihadang orang lain
"Maaf, tapi kau siapa?" Tanya Phantom kepada orang yang terlihat sebaya dengannya.
"Harusnya aku yang bertanya, kamu siapa?" Orang itu tanya balik. Tapi tanggapannya justru di luar harapannya. Phantom melihat sambil terpana.
"Ini..., kota apa...?" tanyanya lirih menunjuk ke suatu tempat yang luas.
Kedua, Panti melewati hutan lebat dengan mulusnya. Sebenarnya wajar saja, karena dia sendiri adalah robot berbentuk piring terbang yang memiliki 360 tangan, tapi saat ini hanya 2 yang dipakainya.
"Semak-semaknya cukup banyak." Ujarnya sendiri. "Kapan aku bisa keluar dari sini?"
Setelah sekian lama melewati berbagai macam semak, bunga, buah, paku, jamur, lumut, rumput, dan tentu saja, pohon, akhirnya dia bisa lewat dari tempat itu.
"Akhirnya... bisa lewat juga." Panti bernapas lega.
Dia mulai melihat sekelilingnya. Di hadapannya, ada gua batu yang terlihat mendaki ke atas. Tiba-tiba saja, tanah disekitarnya dirasa berguncang. Panti ikut merasakan itu juga.
"Apa yang terjadi?" Tanyanya heran.
Ternyata, dari mulut gua tersebut, muncullah sebuah batu besar dengan cepat menggelinding menuju ke bawahnya, dan Panti ada di jalannya.
"Oh, tidak." Katanya gawat.
Panti mulai mengeluarkan 20 tangannya, membentuk meriam laser serta membidik batunya.
"Siap, sedia..."
Batunya semakin mendekat, lebih mendekat, dan...
"Tembak...!"
Semua lasernya menembak pada batu yang menggelinding itu, tapi ini belum bisa menghancurkannya. Panti terus menembakkan lasernya. Sampai beberapa senti saja darinya itulah batunya dapat hancur seketika, menjadi kecil-kecil.
"Kalau begini ternyata percuma." Panti langsung menyembunyikan tangan-tangannya lagi dan pergi keluar dari hutan itu, tapi...
"Tunggu, jalan masuknya tadi kemana, ya?"
...dia sendiri lupa jalan awalnya dari hutan itu. Walaupun robot, rupanya dia sedikit, "bodoh."
"Dasar, akunya jarang di-update!" Panti menepuk dahinya, menghina dirinya.
Terakhir, Chiyu masih berusaha keras agar bisa menelusuri hutan itu. Tapi malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih, ternyata dia mendapat sial silih berganti. Yang pertama, dia terjebak sulur panjang yang sangat banyak, saking banyaknya, sangat sulit untuk bisa keluar dari sana.
Setelah berusaha cukup lama, akhirnya bisa terlepas sulur-sulur itu dari badannya. Langsung saja dibuang sulur-sulur itu menjauh.
"Huuh... Sabar, Chiyu. Sabar." Ucapnya sendiri sambil menarik napas panjang, dan melanjutkan perjalanan. Sebentar kemudian, Chiyu masuk dalam hutan kaktus tinggi dan lebat, seluruh badannya penuh dengan duri-duri yang sangat menyakitkan. Sambil meringis kesakitan, dia mencabuti duri-duri itu satu persatu.
Sambil mencabut dedurian dari badannya, dia berkata. "Sabar, Chiyu. Sabar." Setelah cukup lama, akhirnya badannya bebas dari duri dan kembali melanjutkan perjalannya. Karena sangat lama berjalan, dia menjadi sangat kelelahan. Ternyata, dia sudah sampai di ujung hutan. Langsung saja dia berlari dan melompat melewati semak-semak kecil. Tapi apa yang dilihatnya...?
"A... A... Apa ini?" Chiyu menganga melihat keadaan tempatnya sekarang.
Rupanya, bukan kota yang diharapkan, malah padang pasir luas yang kering, tandus, sangat panas, dan banyak tulang belulang, entah itu manusia, ataupun hewan, yang dilihatnya.
"INI KETERLALUAN...!" Chiyu marah besar. Dia celingukan ke segala arah, demi memastikan tidak ada orang.
"Baik, disini sepi." Ujarnya tenang, dan berniat mengeluarkan kekuatan rahasianya.
"Dengan kekuatan cahaya, keluarkanlah kekuatan sesungguhnya. Atas perintah dari mastermu, Chiyu. Tunjukkanlah dirimu. ACTIVATE!"
Gauntlet kesayangannya langsung muncul bersarang di lengan kanannya. Dengan cepat, sebuah kartu menyembul keluar dari gauntlet. Chiyu melihat apa yang keluar.
"Hmm...Barklion, ya?" Pikirnya. "Oke. Akan kupakai ini saja." Chiyu langsung mengaktifkan kartunya.
"BARKLION"
Terpanggil seekor singa yang terbuat dari kayu dan bulunya dikelilingi daun hijau meraung dengan kerasnya.
"Barklion, dengarkan baik-baik." Jelas Chiyu. "Daerah ini gersang dan sangat panas, jadi aku minta tolong kau untuk membuat hutan yang luas disini."
Barklion mengangguk dan meraung sekuat tenaga ke padang pasir. Dalam sekejap, daerah tersebut ditumbuhi pohon dalam jumlah banyak. Melihat ini, Chiyu merasa puas.
"Barklion, kembalilah." Pintanya. Barklion langsung berubah menjadi kartu lagi. Chiyu memutuskan memakai Jetpack untuk keluar dari sana, daripada harus kesal dengan begitu banyak penderitaan yang dilewatinya.
Kembali ke Phantom...
"Kota Jayanegara...?" Dia bingung sendiri.
"Iya. Dinamai begitu karena dulu saat perang sering 'berjaya'." Jawab Aldo, orang yang ditemui Phantom pertama kali.
"Tapi, nih kota hebat juga. Sudahlah luas, 'jaya' lagi." Phantom terkagum.
Saat ini, dia sedang berkeliling kota Jayanegara. Aldo membawanya kepada perjalanan yang menyenangkan hatinya. Penduduk yang ramah, keadaan yang bersih, rapi lagi tenteram, semua itu membuatnya serasa sedang berada di kota yang sangat sempurna.
"Jadi, lain kali kalau jalan-jalan bawa teman-teman, atau sanak famili kesini. Mereka kan bisa liat keindahan kota ini juga." Saran Aldo.
"Yah, aku aja tinggal di kapal terbang, nyuruh pula bawa sanak famili kesini." Ujar Phantom. "Tapi, sebelum kesini memang bawa teman, sih."
"Oh, ya, mana mereka...?" Tanya Aldo tak sabaran.
Phantom hanya menunjuk kelangit. "Tuh, yang mau jatuh kesini."
Mendengar kata 'jatuh', Aldo kelabakan. Panti yang bodinya banyak goresan serta Chiyu yang badannya memang agak hancur babak belur terlihat terjun dari langit menuju Phantom. Tak lama kemudian, mereka berdua mendarat sempurna. Semua yang menyaksikan bertepuk tangan ria seakan-akan itu sebuah atraksi sirkus.
"Phantom. Aku cari-cari kemana, rupanya dirimu ada disini." Chiyu memeluk Phantom erat, membuat yang dipeluk heran tujuh keliling.
"Ternyata, kau sudah dapat kota untuk kita tinggal sementara." Ujar Panti sambil melihat-lihat disekitarnya. "Lain kali kalau ketemu bilang sama kami, dong."
"Ya, akunya udah terlanjur dibawa keliling kota." Kata Phantom sambil melihat Aldo. "Ko kan bilang suruh bawa teman, nih merekanya udah datang."
Aldo ngangak tak karuan melihat mereka bertiga, baginya serasa melihat bintang 'jatuh' langsung dari langit. Dia seraya berkata dengan paniknya...
"Kalian bertiga, ikut aku ke kantor ayahku...!"
"Loh?" Yang disuruh serentak bingung sendiri. "Kami, ke kantor ayahmu...?"
Di kantor walikota, ayahnya Aldo alias bapak walikota Jayanegara mengerutkan alisnya melihat dimana Phantom, Panti, dan Chiyu tinggal. Aldo juga terkejut melihatnya.
"L-Panti, Tech Tower, dan kota GNu...?" Pak walikota bingung. "Saya tahu itu dimana, tapi jaraknya terlampau jauh dari kota ini."
"Apa...!" Phantom, Panti, dan Chiyu kaget setengah hidup.
"Jadi, aku gak bisa pulang...?" Chiyu bertanya-tanya.
"Well. In this time, I should miss my home." Ujar Panti.
"Yah, gimana dengan anggota L-Panti yang lain, ya?" Phantom khawatir.
"Kalian kenal tempat yang lain, gak?" Tanya Aldo.
Mereka bertiga menggeleng bersama sambil serentak berkata, "Gak ada."
"Ya sudah, untuk sementara kalian bertiga tinggal disini dulu." Pak walikota memberikan solusi untuk masalah mereka. Mereka tidak percaya dengan apa yang terdengar.
"Pak, serius nih. Kami boleh tinggal disini...?" Tanya Phantom.
"Ya, disamping rumah bapak ada rumah kecil. Mungkin kalian bisa tinggal disana untuk sementara."
"Yeaaahh...!" Mereka bertiga lompat-lompat girang karena menemukan tempat tinggal baru, dan bisa tinggal disana sebagai 'keluarga' bahagia dan aneh.
Untuk Aldo sendiri, dia berkata, "Ayah memang baik, mau ngasih rumah itu untuk mereka bertiga."
"Ya, kita manusia harus saling tolong menolong." Ujar pak walikota.
Sementara itu, di tempat lain, tempat yang bernama Alengkaraya. Dengan langitnya yang gelap gulita, di sebuah gunung tinggi, terdapat markas rahasia. Hutan-hutan disekelilingnya terlihat dan terasa sangat menyeramkan, semua terasa kosong. Dari luar markas terlihat seorang dengan badan kekar, besar, dan mungkin kuat, memandang hutan sambil senyum menyeringai.
"Aku suka keadaan sekarang." Katanya. "Gelap, sepi, dan mengerikan, andaikan bumi seperti ini juga, pasti aku bisa menguasai dunia."
Terdengar seseorang yang lain memanggilnya. Orangnya gemuk pendek.
"Haegemon, kau dimana...?"
Orang yang bernama Haegemon langsung menyahut, "Ya, Warau-san, aku disini."
"Berhenti memanggilku Warau-san...!" Tegas orang yang bernama, 'Warau-san'.
"Apa sih, gitu aja marah." Haegemon ngomel. "Lagian, salah sendiri buat nama kayak gitu."
"Aku bilang hentikan...!" Warau-san makin gondok.
"Kalian berdua, berhentilah main kelahi begitu. Seperti anak kecil saja." Ada orang lain lagi yang mendengar mereka berdua adu mulut. Badan bungkuk tinggi, dengan jambang, rambut, dan kumis putih serta badannya terdapat tancapan panah disana sini. Namanya ada dalam pewayangan sebagai korban pembunuhan Srikandi.
"Loh, Dewabrata...?" Warau-san mundur beberapa langkah.
"Hah, ternyata resi Bisma. Kukira siapa." Ujar Haegemon ketus.
"Hentikan misi ini...!" Seru Dewabrata. "Kalian telah membuat kesalahan besar kalau masih ingin melanjutkan penguasaan dunia..."
"...dan apakah membangkitkanmu juga kesalahan besar...?" Tanya Haegemon berang. "Terimakasih terhadapku, kau masih bisa hidup dari perang Bhatarayudha dahulu. Aku juga ingin membangkitkan kembali Raja Rahwana, karena dulu dia adalah tokoh yang sangat kuat."
"Cukup...!" Dewabrata marah. "Menggunakan Raja Rahwana untuk menguasai dunia dalam kegelapan adalah hal yang paling kubenci dalam kisah sekarang. Untung saja dalam cerita kitab Ramayana tidak ada yang seperti itu...!"
Dengan mendengus kesal, Haegemon keluar dari markas itu, sementara Dewabrata pergi kedalam markas, tapi Warau-san...
"Loh, aku ngapain disini...?"
Sementara itu, Phantom, Panti dan Chiyu melihat rumah baru mereka yang tepat di samping rumah walikota. Mereka sama sekali tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.
"Beuh...!" Seru Phantom. "Ini rumah, kok..."
"Kecil...?" Sambung Panti.
"Kukira lantai dua, ternyata tidak." Chiyu geleng-geleng kepala karena harapannya meleset.
"Jadi, kalian gak suka rumah ini...?" Tanya pak walikota. Mendengar itu, spontan mereka bertiga kaget.
"Eh, enggak kok. Kami suka, hehehehe..." Mereka bohong soal itu, tapi pak walikota tidak curiga.
"Ya sudah, aku dan ayahku mau pulang dulu." Ujar Aldo. "Kalau kalian masih bingung soal rumah ini, tanya denganku saja."
"Okedeh." Jawab mereka serentak.
"Kalian tinggal dirumah ini baik-baik, ya." Pak walikota meninggalkan mereka bertiga.
"Sampai ketemu lagi besok..." Aldo melambaikan tangan pada mereka.
"Dadah..." Mereka bertiga balas melambaikan tangan. Setelah walikota dan Aldo masuk rumah, ketiganya langsung bernapas lega.
"Untung gak ketahuan kita bohong, kalau gak bisa berabe." Kata Phantom. "Ngarap yang lebih, eh ternyata gak kesampean."
Panti dan Chiyu mengangguk pelan, membenarkan apa yang dikatakan Phantom.
Krek, NgeeEEeekk...
Phantom membuka pintu sepelan yang dibisanya, tapi tetap saja berderik. Dia diikuti oleh Panti dan Chiyu memasuki rumah baru mereka. Didalamnya masih kotor, terbukti dengan Phantom yang tak sengaja menginjak sebuah daun kering. Bagian ruang tamu, ruang makan, MCK, dapur dan gudang juga kotor. Di ruang kamar hanya ada satu kasur, tapi terhitung cukup luas untuk mereka bertiga. Di belakang dan depan rumah juga ada taman, tapi sayangnya banyak tanaman tak terurus, bahkan ada juga yang malah mati. Sebenarnya, rumah itu lantai dua, tapi Chiyu tidak bisa melihat lantai kedua karena tertutupi dedaunan. Disana juga ada kamar lagi, tapi tetap saja kotor, penuh dengan sarang laba-laba dan debu.
Mereka bertiga memutuskan..., "Rumah ini harus segera dibersihkan luar dalam."
Dengan cepat, mereka bagi tugas. "Aku bersihin bagian lantai bawah." Kata Phantom.
"Aku lantai atas." Sambung Panti.
"Kalau gitu, aku bersihin diluar rumah...!" Seru Chiyu senang.
Mereka tos bersama. "Mari kita bersihkan rumah ini sebersih-bersihnya...!"
Mereka bertiga langsung berpencar. Phantom segera menyapu lantai, mengepel, membersihkan debu, merapikan kamar, menyusun rak makanan yang ada di dapur, karena kebetulan makanannya masih belum kadaluarsa dan menyusun sofa. Malahan, membetulkan pipa dapur yang bocor, menguras bak mandi, membetulkan atap bocor, membersihkan jendela, mengecat rumah, membetulkan kursi dan pintu rusak, membetulkan listrik rumah, memasang lampu dan banyak pekerjaan rumah lain yang harusnya untuk cowok, bisa dilakukannya.
Sementara untuk Panti, kerjaannya hampir sama dengan Phantom. Bedanya, untuk urusan menyapu dan membersihkan debu otomatis sudah dia lakukan. Dengan menggunakan 'tangan'-nya yang dibentuk menjadi kipas raksasa, diserap debu-debu sekeliling dan dimasukkan kedalam filter yang terpasang di tubuhnya. Dia juga membersihkan daun-daun kering yang ada di atap rumah, sehingga nampak oleh orang sekitar lantai dua.
Untuk Chiyu, dia menyapu bagian depan dan belakang rumah, membersihkan parit, menanam tanaman dan membuang bekas daun dan gulma, memangkas tanaman semak yang kebetulan juga ada di depan rumah, menyiram tanaman, dan karena Aldo memberikan banyak bunga yang kelebihan dirumahnya, Chiyu menanam bunga tersebut untuk menghias bagian depan balkon atas. Pekerjaan itu mereka lanjutkan sampai malam hari tepat jam 7.
"Akhirnya, selesai juga..." Mereka agaknya sudah capek membersihkan rumah baru sampai seharian. Mereka senang bisa melakukan tugas itu, apalagi sambil bekerja sama. Tapi, satu hal yang dari tadi asik nyangkut di pikiran Phantom keluar begitu saja.
"Nah loh, kok kita bertiga bisa jadi kompakan begini, ya?"
Panti dan Chiyu juga baru menyadari itu. Mereka bekerja, tapi tak satupun tahu bagaimana bisa mereka seirama seperti waktu tadi.
"Iya juga, ya. Aku malah baru mikir lagi." Pikir Panti.
"Aku juga sama." Ujar Chiyu.
Mereka bertiga berpikir keras menemukan jawaban yang dicari, tapi...
"Hahahaha..." Yang ada mereka malah ketawa.
"Gak usah dipikirin, deh. Capek..." Mereka serempak berkata demikian, dan lanjut tertawa lagi tanpa menyadari bahwa seseorang mengetuk pintu rumah. Phantom segera membukakan pintu.
"Oh, ternyata Aldo, ya." Kata Phantom. "Rumahnya udah bersih, kok. Silahkan masuk."
"Gak apa-apa kok, kalian hebat juga bersihkan rumah ini." Puji Aldo. "Aku kesini mau ngajak kalian ke konser musik."
"Konser musik?" Panti dan Chiyu ikutan denger.
"Ya. Hari ini, seorang artis remaja cewek terkenal mau manggung di Taman Serbaguna. Ayahku gak bisa kesana karena ada urusan penting, dan tak mungkin aku pergi kesana sendirian."
"Eh, gimana bilangnya, ya?" Phantom bingung menjawab keinginan Aldo. "Kami bukannya gak mau. Tapi kami udah capek, pengen istirahat. Dan..."
Kruuuuukk...Bunyi itu bersumber dari Phantom dan Chiyu. Apalagi kalau itu tiada lain dan tiada bukan, adalah suara keroncongan perut. Aldo sweatdrop ke Phantom, sedangkan Panti pasang muka gaje ke Chiyu. Yang diliatin malah nyengir.
"Ehehe... Kami laper." Kata Chiyu dan Phantom sambil tertawa terkekeh-kekeh.
"Ya, udah deh kalau emang gitu." Ujar Aldo menyayangkan. "Padahal disana ada makanan gratis, loh..."
"LET'S GOOO...!" Phantom dan Chiyu berseru sama-sama, Aldo dan Panti pingsan.
Setting Swap: Di Taman Serbaguna...
"Kenyaaaaaang..." Phantom dan Chiyu sudah puas menikmati, 'makanan gratis' mereka. Aldo makan juga, tapi sedikit. Panti sama sekali tidak merasa lapar, lagipula dia kan, robot.
"Aku rasa, sampai kapanpun aku tidak akan bisa mengerti manusia." Kata Panti. "Kalian harusnya lebih sepertiku, menjadi robot. Enak, loh, jadi aku. Kalian tidak akan merasakan lapar. Pokoknya hidup senang."
"Orang laper gak bisa ditahan...!" Seru Chiyu dan Phantom mengagetkan robot kita yang satu itu.
Aldo membisikkan sesuatu pada Panti. "Udah, biarin aja mereka maunya gimana. Kan yang ngajak aku."
"Memangnya ada apa dengan 'cewek'?" Bisik Panti balik.
"Kalo keinginan cewek gak diturutin, kau bisa babak belur dihajar mereka berdua." Jawab Aldo perlahan, tapi dengan nada suara menakutkan. Panti mengerti.
Tiba-tiba, taman menjadi agak gelap. Di panggung, seorang MC dengan semangat berapi-api memulai konser musiknya.
"Baiklah, penonton sekalian. Terimakasih atas kesabarannya. Tanpa memperpanjang waktu lagi, kita mulai acara konser musik. Kita sambut, artis muda belia dari kota Jayanegara. Ini dia...!"
Semua lampu tertuju pada gadis muda yang memegang mikrofon di atas panggung. Phantom, Panti dan Chiyu terpesona melihat gadis itu. Aldo hanya tersenyum.
"Nah inilah artis yang kumaksudkan tadi, loh..."
"Wah, cantik. Kayak Legendary...!" Phantom terkesima.
"Aku malah mikir dia mirip Rena." Kata Chiyu takjub.
"Kalian lagi ngomongin siapa, sih?" Tanya Panti bingung sendiri.
Musik sudah mulai main. Semua penonton memberikan applause pertama, termasuk juga Phantom, Panti dan Chiyu. Lagu yang dinyanyikan adalah:
Cherrybelle: I'll Be There For You Lyrics
Pre: Sedihnya diriku merindukanmu..rindukanmu...
Katakan padaku arti diriku…dihatimu..
Bridge:Ku kan ada ...untukmu...
Kau selalu ...dihatiku...
Chor: Everytime you miss me, you need me, remember me
I will come to you i promise you, i love you
Everytime you miss me, you need me call me call me
I will come to you i promise you, i'll be there for you...
For you...
End: I'll be there for you...
Semua penonton terkesima dan, sekali lagi memberikan applause meriah pada sang penyanyi remaja. Tapi ternyata tak semua orang menyukainya.
"Aku muak dengan ini, akan ku hancurkan semuanya...!"
Haegemon muncul dari belakang menuju ke depan panggung, tapi dihalang oleh seorang kru penjaga.
"Hey, kau dari mana, siapa namamu...?" Tanya orang itu. Haegemon tidak menanggapinya. Dia malah melempar stiker gambar kepulan asap jamur ke lantai.
"Keluarlah, Dhearu...!" Seru Haegemon sambil kabur. Panggung berubah, dan...
"DHEARU...!"
Panggungnya berubah menjadi monster panggung berkaki dan berlengan dua. Matanya merah menyala, serta hiasan panggung diatas dan dibawahnya menjadi giginya.
Sang penyanyi ketakutan. Semua penonton kocar-kacir kesana-kemari menyelamatkan diri dari monster panggung raksasa. "DHEARU...!"
BUM...BUM...BUM... Langkah sang monster menyebabkan tanah disekitarnya bergetar sangat hebat. Dari mulutnya, yang tentu saja panggung terbuka lebar, tersembur...
"Tali Hiasan Panggung...!"
Semua penonton terikat oleh hiasan panggung yang kelihatannya terbuat dari kertas biasa, tapi ternyata ikatannya cukup kuat, membuatnya untuk sulit dilepaskan dari korban. Phantom, Panti, Chiyu dan Aldo melihat semua kejadian itu juga.
"Loh, ada apa ini?" Tanya Panti panik.
"Disini berbahaya, kita harus pergi sekarang juga...!" Seru Aldo.
"Tapi, gimana dengan semua orang yang terikat...?" Tanya Chiyu.
Phantom dengan tegas suara berkata, "Biar aku aja yang pergi, kalian semua keluar dari sini...!"
Mereka bertiga sontak kaget. "Apa...!"
"Artis cewek itu masih ada di mulut si monster, dan kalau sempat mereka keluar Taman serbaguna, bisa-bisa semua orang bakalan diikat juga. Aku tahu gimana cara mengalahkannya."
Mereka bertiga tidak rela melepas Phantom begitu saja, tapi belum sempat memikirkan cara lain, bayangan raksasa melintas, dan...
"DHEARU...!"
Kaki Dhearu menginjak mereka. Untungnya semua selamat, tapi Phantom terpisah dari kelompoknya sendiri. Melihat ini, Panti dan Chiyu membawa Aldo keluar dari Taman Serbaguna. Sementara itu, perhatian Dhearu tertuju pada Phantom saja. Dia mengeluarkan senjatanya.
"Hey, monster. Jangan harap kau bisa kabur dengan ini...!"
Tembakan Desert Eagle milik Phantom sama sekali tidak meleset, semua mengenai kepala Dhearu. Phantom langsung menerjang sang monster panggung, berniat untuk memukulnya. Tapi dia justru masuk dalam mulut sang monster.
Setelah masuk, Phantom malah heran. "Tadi aku mau numbuk, kok malah kesini...?"
"Tolong, tolong aku...!" Seru seseorang tak jauh dari posisinya berada.
Phantom menyadari bahwa penyanyinya masih terperangkap dalam mulut Dhearu. Dia segera menolong sang artis yang ternyata juga terikat. Phantom pun melepaskan ikatannya. Setelah bebas, sang artis merasa sangat berterimakasih.
"Oh, terimakasih ya, kak. Kakak membebaskanku."
"Loh, kok kakak?" Phantom bingung. "Maaf, tapi aku boleh nanya, gak? Umurmu berapa, sih?"
"15 tahun, kak." Jawab sang artis. "Memangnya kenapa?"
"Lah, jangan manggil kakak, dong. Umur kita berdua sama, 15 tahun" Kata Phantom."Oh, ya. Perkenalkan namaku..."
"Kalian terperangkap juga, hehehe..." Tawa sinis seseorang mengagetkan mereka berdua. Phantom langsung melihat ke belakang. Ternyata, Haegemon melihat semuanya, apa yang dilakukan kedua gadis tersebut.
"Ya, walaupun kalian bebas, bukan berarti yang diluar sana juga." Ujar Haegemon dengan nada sinis. "Dhearu ini akan mengikat semua yang mengenai talinya, dan tak akan ada satupun orang yang akan bisa menolong, termasuk kalian. Muhahaha..."
"Katakan, siapa namamu?" Tanya Phantom serius. "Dan mau apa kau?"
"Namaku Haegemon...!" Serunya dengan suara bangga. "Aku adalah monster berdarah, pembunuh ulung berdarah dingin, dan juga..."
"...tukang bacot berdarah panas. Itu cocok denganmu." Potong Phantom. Haegemon mulai naik pitam. "Apa katamu...?"
"Dhearu, sembur mereka berdua tanpa sisa...!" Perintah Haegemon.
"Tali Hiasan Panggung...!"
Dhearu langsung membuka mulutnya untuk menyembur Phantom dan sang artis. Melihat kesempatan itu, mereka berdua melompat jauh. Untung waktunya tepat, sehingga mereka berdua tidak terikat. Sang artis jantungan, Phantom mencoba untuk menenangkannya.
"Ya udah, sekarang pergi dari sini dan jangan kembali lagi." Kata Phantom, sang artis langsung saja kabur dari sana, tapi melihat ada banyak orang yang terikat, dia punya rencana lain.
"Dhearu, hancurkan dia...!" Perintah Haegemon diatas kepala monster panggung miliknya. Dengan segenap kekuatannya, Dhearu melakukannya.
"DHEARU...!"
Sang monster memukul Phantom, tapi saat diangkat kepalan tinjunya, tidak ada bekasnya sama sekali.
"Aneh sekali, kemana anak itu?" Tanya Haegemon bingung. Tiba-tiba, Dhearu merasa kesemutan, sehingga berlututlah dia menahan kesakitan. Haegemon yang melihat kejadian ini malah tambah bingung.
"Hey, Dhearu. Kau kenapa...?"
"Itu adalah virus milikku sendiri, tau...!" Seru Phantom yang ternyata ada di hadapan Dhearu tanpa cacat. "Virus itu gunanya untuk membekukan musuh. Jadi kalau sempat dia kena virus itu lagi, bisa-bisa dia sudah jadi es duluan."
"Kurang ajar kau...!" Haegemon berang.
Phantom hanya tersenyum tipis, dan anehnya langsung berubah menjadi kepulan debu. Warnanya sangat hitam, dan melayang mengelilingi Dhearu secara keseluruhan. Melihat ini, Haegemon melompat menjauh.
Dari debu itu, keluar teriakan. "Serangan Dewa Hacker...!"
Kepulan debu hitam langsung berubah menjadi kepalan tinju yang jumlahnya sangat banyak, serta mengeroyok Dhearu habis-habisan. Dhearu sudah tak bisa bergerak lagi. Kumpulan kepalan tinju itu langsung bersatu, berubah menjadi Phantom kembali. Dia melakukan serangannya yang terakhir.
Phantom meniru pose untuk kamehameha, dan mengumpulkan debu hitam disekelilingnya. Setelah berkumpul menjadi bola besar, dia berteriak...
"Dark Virus Blast...!"
Serangannya menghantam langsung Dhearu. Semua virus menghancurkan sang monster panggung.
"DHEARUUU..." Dhearu menghilang, stikernya terbakar, dan panggungnya kembali seperti semula. Haegemon kesal.
"Arrggh, siapa kau...?"
"Namaku Nuclear Phantom Trojan." Jawab Phantom santai. "Cukup panggil aku Phantom, dan aku tidak ingin melihat wajahmu lagi lain kali."
"Heh, sepertinya harapanmu takkan terkabul." Haegemon menghilang, tapi Phantom diam. Sementara itu, semua orang bebas karena bantuan Panti, Chiyu, Aldo, dan artis yang ditolong Phantom.
"Rina, makasih ya, udah tolongin kami." Kata Aldo pada artis itu, yang ternyata bernama Rina.
"Ya, sama-sama." Jawabnya. "Aku udah ditolong sama teman kalian yang namanya Phantom. Jadi aku juga ingin menolong orang lain."
"Sekali lagi, terimakasih, ya..." Panti dan Chiyu membungkuk hormat. Rina hanya tersenyum.
"Ya, sama-sama. Aku senang bisa lihat kalian selamat. Tapi aku baru liat ada robot beginian." Katanya sambil melihat pada Panti.
"Oh, dia namanya Panti." Chiyu memperkenalkan Panti, dan dirinya. "Kalau yang cowok namanya Aldo. Oh, ya. Namaku Sylvia Machiyu. Cukup panggil aku Chiyu saja. Senang berkenalan denganmu."
Chiyu berjabat tangan dengan Rina, begitu pula dengan Panti dan Aldo.
Sementara itu, Phantom bertanya-tanya sambil bingung.
"Haegemon sama monster itu, ngapain disini ya?" pikirnya sendiri. "Tapi, apapun itu, pasti sangat buruk."
Terpaan angin menghembus ke Phantom. Awan hitam tebal bergerak menuju Taman Serbaguna. Dia merasakan ada sesuatu yang disembunyikan kota Jayanegara. Dia berniat untuk mencari tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi.
