Akhir-akhir ini, kota Thylyon digemparkan dengan kemunculan seorang pencuri, pencuri terkenal dan sangat ahli. Pencuri yang dengan sejuta akalnya dapat mengelabuimu dengan mudah. Pencuri yang dapat menghipnotismu dengan pikiran liciknya. Ketika kau bertemu dengannya, kau akan berdiri mematung disana. Bibirmu terkatup rapat walau kau ingin mengucapkan sesuatu. Dan matamu… matamu akan terhipnotis oleh pesonanya ketika pertama kali kau melihatnya.

~~~ooo000ooo~~~

Eyeshield 21© Riichiro Inagaki & Yusuke Murata

Thief of the Diamond© NakamaLuna

Rated: T dahulu. Seiring berjalan waktu mungkin akan Lu-chan ubah ke M

Genre: Romance/Angst

Warning: AU, OOc, violence, shounen-ai, bagi yang tidak suka silahkan tekan tombol back :D

~~~ooo000ooo~~~

"Tidak percaya," seorang pria berambut cokelat yang sedang duduk dengan santainya di ruang makan bergumam pelan. Tangan kanannya memegang secangkir peppermint tea hangat yang baru saja dituang dari dalam teko. Matanya mendelik tajam ke arah pria lain yang sedang tersenyum di depannya, tersenyum penuh arti. Bunyi gesek yang ditimbulkan antara cangkir teh dengan piring kecil terdengar, pria berambut cokelat itu menyeka mulutnya dengan serbet putih bercorak keemasan disisinya dan bergambar naga di tengah. "Jujur saja," Dia menutup matanya, "tidak usah basa-basi seperti ini. Apa tujuanmu datang kemari kemudian menceritakan kisah konyol tentang pencuri yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan karena muncul di kota ini?" Kelopak matanya terbuka, menunjukkan pupil mata berwarna cokelat keemasan yang dimilikinya. "Ada apa gerangan, count Riku? Berusaha menakutiku dengan cerita seperti ini?" seulas senyum simpul yang bermakna mengejek terpampang jelas di wajahnya.

"Uhm," pria muda lain yang berada di seberangnya mendengus. Mata hijau emeraldnya menatap lurus kepada mata cokelat keemasan yang terlihat bosan karena menunggu jawabannya. "Hanya memperingatkan," ucap pria itu kemudian menenguk pelan teh-nya yang masih hangat. Alis matanya mengkerut, berubah menjadi serius. "Yah, kau tahu 'kan? Dalam susunan kerajaan, setiap kerajaan dititipi masing-masing satu permata legendaris dunia. Dan semua anggota kerajaan harus melindungi permata itu. Kabarnya, pencuri itu mengincar permata-permata kerajaan, karena itulah aku memberi peringatan kepadamu, sebagai sesama anggota kerajaan."

"Konyol sekali," dengan tenangnya, pemuda berambut cokelat itu membalas. Tangannya asyik mengaduk-aduk tehnya dengan sendok perak berukir gelombang di setiap sisinya. Mata cokelat keemasannya tidak memandang lawan bicaranya, melainkan memperhatikan pusaran air kecil yang terbuat akibat adukannya itu. Jemarinya perlahan mengangkat sendok itu, "Kita hanya tinggal mencari saja orang yang tiba-tiba kaya raya," ucapnya sambil menunjuk pemuda di hadapannya dengan sendok kecil tersebut. "Jika memang pencuri itu menjual permatanya, kita hanya perlu meminta bantuan kepada kepolisian setempat untuk mencari orang yang tiba-tiba saja menjadi kaya raya. Proses tersebut tidak terlalu susah mengingat hubungan aliansi kerajaan dengan polisi setempat dikenal baik," tangannya menurunkan sendok itu lagi ke dalam cangkir teh, kemudian mengaduknya pelan. "Beri saja upah kepada mereka, 3 keping uang koin emas pasti cukup untuk membuat mereka mengerjakannya dengan senang hati."

Pemuda berambut putih yang berada di hadapannya memandanginya sesaat kemudian meneguk teh-nya. "Yah, tidak buruk juga idemu. Tapi.. itu jikalau pencuri itu memang benar-benar menjual permatanya,"

Sang pemuda berambut cokelat memicingkan sebelah matanya, "Maksudmu? Oh, tentu saja dia akan menjualnya jika tahu bahwa harga permata-permata itu yang paling mahal di dunia."

"Dia bukanlah pencuri bodoh. Buat apa dia berusaha susah payah mencuri harta kerajaan jikalau sementara dia bisa mencuri permata lain dari toko permata yang harganya pun bisa membeli tiga rumah elit sekaligus? Pikirkan, pasti ada maksud tertentu dibalik semua ini." Tangannya mulai menopang dagunya, berusaha memikirkan sesuatu.

"Mungkin dia punya hobi barang antik," ucap pemuda berambut cokelat itu. "Yang jelas.. permataku juga diincar.. begitu maksudmu?"

"Tentu saja, sama sepertiku. Beberapa permata kerajaan yang lain sudah berhasil direbut, mungkin hanya sisa 5 permata dari 7 buah permata kerajaan. Dengan kata lain, 2 diantaranya sudah berhasil dicuri."

"Terima kasih atas kedatanganmu dan berita buruknya. Oh iya, tak lupa dengan peringatannya, count Riku."

"Oh," Riku bergumam pelan kemudian tersenyum ke arah pria didepannya. "Jangan terlalu formal begitu, Sena." ucap Riku.

"Hah?" alis mata Sena mengkerut karena melihat reaksi pemuda di depannya ini.

"Yang kubawa itu termasuk kabar buruk 'kan? Dan aku juga membawa kabar baik." ucapnya tersenyum ramah.

"Oh ya?" Penasaran, Sena pun mulai tertarik dengan arah pembicaraan, sehingga dia mencondongkan tubuhnya agar lebih dekat dengan Riku. "Apa itu? Bolehkah aku tahu?"

"Karena dikhawatirkan bahwa semua permata kerajaan akan tercuri. Maka Ibu Suri meminta salah satu diantara kita dengan sukarela menawarkan diri untuk tinggal bersama agar permatanya menjadi lebih aman," Riku menatap lurus wajah pemuda yang berada di depannya, rasa heran terpampang di wajah pemuda itu. "Dan dia memilih kita untuk tinggal bersama sebagai… suami-ist-maksudku.. suami-suami."

Brusht! Peppermint tea yang baru saja diteguk pria manis berambut cokelat itu menyembur begitu saja dari mulutnya. "Maaf, aku tidak salah dengar?"

"Tidak. Aku percaya seratus persen kau tidak salah dengar."

"Bo-hong… Ibu Suri tidak mungkin melakukan hal seperti ituu!" teriaknya tiba-tiba.

Riku mengeluarkan secarik surat yang tergulung rapi. Surat yang terbuat dari kertas papyrus, dilapisi emas, dan digulung rapi kemudian diikat memakai kain sutra kecil. "Kertas kontrak. Lengkap dengan tanda tangan Ibu Suri didalamnya. Mau baca?" ucap Riku sambil tersenyum dan menunjuk kertas yang dipegangnya.

Lemas sudahlah Sena Kobayakawa, salah satu diantara penerus kerajaan terbesar di Thylyon. Dalam umurnya yang terbilang muda ini, harus menjalani kehidupan suami-suami.. dengan salah satu teman masa kecilnya yang merupakan penerus kerajaan juga… Riku Kaitani.

"Oh… terima kasih Tuhan… terima kasih… terima kasih.. terima kasih.. kau berikan anugerah seburuk-maksud-sebagus ini.. tapi.. kenapa harus dengan di-" Sena yang sedang dilema permasalahan baru itu langsung berkomat-kamit untuk mengejek pria yang didepannya. Namun perkataannya terputus ketika pria yang akan menjadi calon suaminya itu mencium punggung tangannya.

"Tenang saja. Mulai sekarang kita akan bersama bukan? My beloved fiancé?" ucap Riku sambil tersenyum, senyuman yang mengarahkan kepada alasan sama sekali tidak logis. Membuat yang melihat akan takut dengan senyum laknat itu. Seolah mereka masih memainkan permainan anak kecil.. tentang saling balas-membalas perbuatan. Tapi.. bukankah dari dulu mereka memang begitu? Adu bacot maupun adu keangkuhan sudah merajalela jika mereka bersama.

~~~ooo000ooo~~~

Sena Kobayakawa, dengan mata cokelat keemasannya jenuh melihat para pekerja yang daritadi mondar-mandir untuk mengantarkan barang-barangnya ke dalam rumah Riku yang besar itu. Walaupun termasuk ke dalam anggota kerajaan, namun Ibu Suri tetap menyuruh mereka untuk tinggal di rumah biasa walaupun harta mereka tidak bisa dibilang sedikit. Tentu saja… bagi mereka rumah biasa itu adalah rumah yang luasnya bisa mencapai luas dari satu gedung sekolahan mewah.

Dan perlu digaris bawahi, bagi mereka itu adalah rumah biasa. Sepertinya berkat kehidupan mewah mereka selama ini, mereka jadi lupa akan kehidupan orang lain yang nasibnya tidak seberuntung mereka. Dan kini, mata cokelat keemasannya bertambah jengah ketika melihat sosok yang dianggapnya menyebalkan muncul begitu saja. "Benar-benar.. ide yang sangat bagus Ibu Suri.. menjodohkan aku dengan Riku.. yeah… ide yang sangat bagus…" geramnya sambil mengepal tangannya.

Riku muncul kemudian mendekati Sena yang sedang menyender di tiang balkon rumahnya yang super besar itu. "Hei, Sena. Waktunya mintum teh sudah tiba, bagaimana kalau kita mengistirahatkan diri di ruang makanku? Tenang saja, wajah suntukmu akan cepat hilang begitu melihat pemandangan disana."

'Mengistirahatkan diri dahulu? Jangan bercanda.. memangnya tadi kau habis apa? Membantu pekerjaan para pekerja itu? Hm. Aku sama sekali tidak yakin kau mau membantunya. Silahkan berceloteh tentang seberapa bagusnya desain rumahmu atau apa.. silahkan' pikir Sena sambil mengangguk sendiri. 'Dan… asal kau tahu, seberapa bagusnya tempat itu.. atau seberapa bagusnya pemandangan disana.. tetap saja tidak bagus karena ada muka kau yang mengganggu!' lanjutnya.

-o-0-o-

Ternyata Riku memang tidak asal main bilang saja, ruangan makannya memang megah dan bagus. Dimana terdapat meja yang super panjang yang dibuat dari kayu pohon jati dengan ukiran-ukiran unik. Kursi kayu yang berderet di sekeliling meja pun sama warna, motif dan bahannya. Ditambah jendela besar di samping kanan belakang meja, yang memungkinkan kita untuk melihat pemandangan kebun yang indah di belakangnya.

"Haha…" Sena menyeringai pelan dengan tampang lesu karena merasa dikalahkan. 'Yaya, aku tahu sekali kalau seleraku dalam menata sesuatu memang jelek' pikirnya sambil mengambil tempat duduk diseberang Riku.

Tidak berapa lama kemudian, seorang pelayan wanita datang sambil membawa nampan yang berisi dua cangkir dan satu teko panjang. Sang pelayan kemudian menata cangkir teh itu lalu menuangkan teh dari tekonya dengan perlahan.

Sena mengambil salah satu cangkir teh dan mulai mencium aroma yang dikeluarkan oleh teh itu. "Aroma ini…" sambil mengendus perlahan, dia memandangi Riku yang santainya meminum teh itu. "Rooibos tea ya?" Sena kemudian meneguk perlahan the yang berada di tangannya itu.

"Ya, benar sekali. The merah herbal yang berasal dari Afrika Selatan, dengan rasa kacangnya yang manis. Tentu saja.. tidak memakai kafein," ucap Riku. "Omong-omong.. aku jadi ingat.. kau ini 'kan paling tidak bisa bertarung ya." ucap Riku.

"Ugh!" Sena tersedak perlahan, kemudian mengambil serbet yang disediakan di atas meja itu. "Teori dari mana itu? Ngelantur." ucapnya singkat.

Riku malah menyeringai tajam, "Jangan pikir aku tidak tahu ya. Aku ini 'kan teman masa kecilmu, Sena. Aku tahu sifat kau dari kecil sampai sekarang. Kau tidak pernah melawan dan selalu saja kabur jika diajak berantem… dan disitulah aku datang menolong."

"Yaya, oke kalau sekarang kau mau bersikap sok pahlawan." Sena meneguk tehnya lagi. "Eh, Riku," panggilnya.

"Apa sayang?"

Burhst! "U-uhuk! Ja-jangan panggil aku seperti itu dong?!" protes Sena kesal, dia jadi menyemburkan teh Rooibosnya dengan sembarang, membuat malu saja. "Aku hanya ingin tanya…"

"Tanya apa?" Riku mulai memakan roti Belgianya yang masih hangat, menurut pelayan roti itu baru dikeluarkan dari dalam oven dan akan sangat enak bila dimakan panas-panas.

"Kenapa kita harus mengejar pencuri itu? Sebegitu berharganya-kah berlian itu-sampai kita harus menyelidikinya sejauh ini?" tanya Sena kemudian mulai memotong bagian roti. "Toh, tidak ada salahnya jika dicuri 'kan?"

"Itu 'kan harta turun temurun. Tentu saja berharga-tentang rinciannya aku belum mengerti.. namun permata-permata itu mempunyai arti lebih bagi Kerajaan.. dari suatu peristiwa abad delapan puluh." Riku kemudian meneguk tehnya perlahan, kemudian sibuk memotong bagian roti agar diiris menjadi lebih kecil.

"Count Riku," suara manis seorang perempuan memanggil Riku dari arah belakang. "Barusan ada kabar bahwa permata yang dititipi dalam keluarga Shun-lah yang akan dicuri.." ucap perempuan itu. "Anda diharapkan datang untuk waspada terhadap pencuri itu. Sekaligus untuk mengenali ciri-ciri pencuri itu." Lanjutnya.

"Cih, dia mulai lagi.." Riku menyeka mulutnya, kemudian mengisyaratkan agar pelayan itu pergi. "Aku mau pergi, dan kau-"

"Aku ikut!"

~~~ooo000ooo~~~

Bangunan besar bergaya Eropa itu sekilas jika dilihat dari depan memang terkesan angker. Namun jika kau meneliti ke dalamnya, kau akan menemukan banyak kamar yang terfasilitasi. Saking banyaknya, jika masuk ke dalam, kau berada di lingkungan yang membentuk 'maze' sehingga kau harus menemukan jalan keluarnya. Namun itu tidak menjadi masalah bagi Shun Kakei yang telah menempati rumah itu selama lima tahun.

"Oh… Kakei, lama tidak berjumpa," Riku menjabat tangan Kakei yang besar dan kokoh itu, tidak lupa dengan senyum penghantarnya. Di belakang Riku berdiri Sena dengan tatapan gugupnya, namun tetap menjaga ke-gengsi-annya. "Dan dibelakangku ini-"

"Count Sena, dari keluarga Kobayakawa 'kan? Senang bertemu denganmu." ucapnya sambil menjabat tangan Sena juga. "Silahkan masuk ke dalam, ikuti saya jika kalian tidak ingin kehilangan arah."

"Aku kaget ternyata banyak juga para count yang mengenalku," bisik Sena kepada Riku yang berjalan disebelahnya.

"Tentu saja, semua count 'kan harus saling mengenal. Walau aku heran… kenapa dia bisa langsung menafsirkanmu sebagai count Sena padahal masih banyak count lain yang sama-sama belum bertatap muka.." Sena hanya membalasnya dengan gelengen tidak tahu. Riku kemudian menyeringai lagi, "Atau Ibu Suri sudah mengirimkan surat pemberitahuan tentang 'kontrak' kepada seluruh count kerajaan.. sehingga mereka bisa tahu bahwa count Riku pasti akan datang bersama count Sena…"

Mendengar kata-kata Riku itu lutut Sena langsung lemas. Ingin sekali rasanya dia kabur dari dunia ini, "Tapi rumah ini ribet juga ya.. terlalu banyak ruangan dan gang sempit yang kita lewati…" Sena berkomentar sambil menatap sekitarnya.

"Bisa juga menjadi tipuan bagus. Sang pencuri akan kebingungan karena terlalu banyak kamar dan ruangan, sehingga dia membutuhkan waktu lama untuk berpikir dimana permata tersebut disembunyikan. Dan begitu ada kesempatan," Riku mengeluarkan sebuah silet kecil dan melemparkannya kepada tikus yang berusaha lari dari rumah sebesar ini. Jreb! Silet itu mengenai leher sang tikus kecil, darah mengalir tidak begitu banyak, namun pemandangan tersebut cukup membuat ngeri orang yang melihatnya. Dengan terburu-buru para pelayan itu membersihkannya, "Kita bisa menangkap dia dengan cara seperti itu."

Sena memfokuskan matanya kepada Riku, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah lain. 'Ini berbeda.. Riku yang kukenal.. tidak sesadis ini..' pikirnya. Di dalam rumah itu, mereka bisa melihat para polisi yang berderet rapi siap dengan senjatanya. Lalu satu ruangan yang isinya memungkinkan lebih banyak polisi di dalamnya. Setiap ruangan yang mereka temui pasti terdapat beberapa polisi, tentu saja untuk menjaga kemungkinan terburuk jika pencuri itu berusaha kabur ke sisi lain.

Riku memandang Sena yang daritadi memperhatikan gerak-geriknya, "Apa? Ada yang aneh di wajahku?" tanya Riku.

"Bukan.. yang aneh itu sifatmu.." balas Sena sambil memalingkan muka.

"Sifat setiap orang bisa berubah hanya karena sesuatu 'kan?"

~~~ooo000ooo~~~

"Maaf, aku sama sekali tidak dapat memberi tahu dimana aku menyimpan permataku. Sebab, bisa jadi salah satu diantara kalian sudah menyamar menjadi pencuri itu." ucap Kakei. "Tapi yang jelas, kalian bisa menyelidiki seluruh rumah ini, untuk membuktikan bahwa tidak ada pencuri yang bersembunyi." jelas Kakei, dia kemudian meninggalkan mereka di salah satu ruangan besar yang penuh dengan buku-buku.

Riku mengamati buku-buku itu kemudian kertas-kertas yang bertumpukan di meja. Matanya dengan cepat menangkap apa yang Ia cari, kemudian mengambilnya. Tertarik, Sena pun mendekatinya, "Apa itu?" tanya Sena polos.

"Peta rumah ini, bisa kulihat sementara untuk mengetahui struktur bangunan, ruang, ataupun celah kecil yang memungkinkan si pencuri itu untuk bersembunyi," jelas Riku. "Walau aku sudah pernah kemari, aku membutuhkan petanya."

"Kenapa tidak mencari saja dulu dimana permata itu kemudian kita pergi untuk melindunginya?" tanya Sena.

"Kalau permata sih, aku sudah tahu dimana tempat disembunyikannya." jelas Riku sambil memasukkan peta itu ke dalam saku bajunya.

"Eh?" Sena sama sekali tidak menyangka Riku akan bisa secepat itu berpikir, diam-diam dia mengagumi kejeniusan pria yang berjalan di depannya itu. "Bagaimana-maksudku.. kenapa kau bisa tahu secepat itu?" tanya Sena.

"Terlalu mudah… kau bisa menebak sendiri jika kau penting sekarang adalah.. menemukan tempat dimana dia muncul pertama kali.. dan cara apa yang dipakainya."

Plik!

Saat itu juga, listrik padam, mengejutkan semua yang berada di rumah itu. "Sial, dia sudah mulai beraksi!" Riku mengumpat kesal kemudian segera berlari, menarik tangan Sena.

'Memangnya dimana tempat permata itu? Aku bisa menebak sendiri jika aku tahu? Terlalu mudah? Dimana?' pikir Sena. Kemudian membayangkan semua yang dilakukan oleh orang yang berada di rumah ini, mengingat setiap bagian ketika dia msuk rumah ini. 'Ah.. aku tahu! Biasanya, permata akan dijaga ketat oleh banyak polisi.. itu berarti.. permata tersebut berada di… salah satu ruangan yang banyak polisinya di rumah ini! Seingatku tadi, aku melewati ruangan itu..' pikir Sena.

Sena kemudian melepas pegangan tangan Riku, "Aku akan melindungi permatanya!" teriak Sena kemudian berlari menuju ruangan yang diingatnya itu.

"Oi.. dasar.. ya sudahlah…"

~~~ooo000ooo~~~

'Riku tidak mengikutiku? Padahal dia sendiri tahu permatanya ada disana 'kan?' pikir Sena, dia kemudian menghentikan langkahnya. 'Apa dugaanku salah?' pikirnya lagi. Kakinya berbalik, dia kemudian memutuskan mengikuti Riku, dan untungnya lampunya sudah menyala.

'Riku.. dia mengarah kemana?' pikir Sena. Kemudian dia melihat Riku yang berdiri santai di dekat kamar dan pintu yang langsung menuju ke kebun. Sena langsung bersembunyi di balik salah satu dinding disana, berusaha mencari tahu apa yang dipikirkan Riku.

"Aku tahu kau akan masuk lewat kemari. Sebagai seorang pencuri memang sangat tidak elit sekali jika masuk melalui ini," Riku berdiri sambil berbicara sendiri, arahnya memandang cerobong asap tua yang sudah tidak terpakai lagi. "Kau tahu? Dari peta ini aku sudah dapat menyimpulkan, bahwa rumah ini tidak mempunyai gudang, atap bangunan juga terlihat kokoh, dan tidak ada celah untuk masuk. Namun, ketika aku sampai tadi… aku dikejutkan dengan kedatangan tamu tidak dikenal… tikus hitam itu tadi…" ucap Riku sambil menyeringai tajam. Dia mengeluarkan pisau lipat kecil dari balik pakaian yang dikenakannya.

'Tikus? Apa maksudnya?' pikir Sena.

"Tentu saja 'kan? Bukankah sudah kubilang, bahwa tidak ada gudang, dan atap terlihat kokoh, dapur-dapur seminggu sekali sudah dicek keadaannya, aku sempat menanyakan beberapa hal ini kepada pelayan ketika pertama kali aku datang kemari. Lalu darimana tikus itu berasal? Cerobong asap tua bisa menjadi tempat persembunyian bagus untuk para tikus membuat sarangnya… namun bagaimana jika cerobong itu ada yang membukanya sehingga tikus bisa masuk ke dalam rumah… bahkan pencuri sekalipun.. sebab ukurannya muat saja untuk sinterklas masuk memberikan hadiah (1).."

'Begitu ya?! Aku mengerti!' pikir Sena. 'Lalu permatanya…. Dimana?'

"Aku yakin kau sendiri sudah tahu dimana tempat permata itu hei pencuri… keluar sajalah.. jangan ragu untuk menunjukkan rupamu di hadapanku. Akan kusambut hangat dengan pisau kecilku ini.." ucap Riku.

Kresek… suara mulai datang dari cerobong asap itu. Dan seketika itu juga, seorang lelaki memakai jubah hitam panjang dengan muka ditutup topeng, keluar dari dalam sana. Dengan senyum menyeringainya.. yang tentunya dapat membuat setiap orang terbius akan mengerikannya.

"Wah.. wah.. tidak kusangka… kau tahu dimana aku bersembunyi, count Riku. Kau memang tidak bisa diremehkan ya," ucap sang pencuri itu. "Dan aku dibantu oleh kedatangan kalian berdua, berkat kalian aku tahu dimana tempat permata itu disembunyikan…" ucapnya.

"Aku juga menyadari hal itu… seharusnya aku tidak membawa Sena kemari yah." ucap Riku. "Karena aku sudah pernah datang kemari," lanjutnya. "Dengan kedatangan kami berdua.. maka sudah jelas dimanalah tempat permata tersebut disembunyikan…"

"Benar sekali… count Kakei membawa kalian berkeliling ruangan di rumah ini 'kan? Dan pada saat perhentian terakhir itu-"

"Ya, dia berbicara tentang dimana permata sesungguhnya berada. Walau dia sendiri tidak menyadari itu.." sambung Riku.

'Apa.. maksudnya?' pikir Sena.

"Kata kuncinya adalah… ucapan count Kakei yang.. Maaf, aku sama sekali tidak dapat memberi tahu dimana aku menyimpan permataku-"

"Sebab, bisa jadi salah satu diantara kalian sudah menyamar menjadi pencuri itu!" ucap mereka berdua bersamaan.

~~~ooo000ooo~~~

TBC

~~~ooo000ooo~~~

1. Itu, biasanya di luar negeri anak-anak percaya bahwa sinterklas akan datang ke rumah mereka dan memberikan hadiah melalui cerobong asap 'kan?

-o-0-o-

Kenapa… kenapa.. fic lain belum kelar udah bikin ini duluan??

Dasar Lu-chan… tapi lagi kepikiran sama mantan saia.. Kaito Kid… *ditabok Shinichi* makanya fic ini terbuat deh…

Wew.. latar belakangnya agak sama kayak Kuroshitsuji ya… tapi ceritanya tidak sama banget kok…

Paling tokoh Sena kusamakan sifatnya dengan Ciel… nyohoho~

Anyway… Lu-chan bakal ngasih hadiah bagi kalian yang dapat menebak dengan tepat kasus-kasus yang terjadi di fic Lu-chan ini~ soalnya kelihatannya, di fic Lu-chan yang ini bakal banyak kasus deh… dan saia sendiri harus ngasah otak supaya bisa dinyambung-nyambungin.. walau kelihatannya gak nyambung sama sekali… *??*

Pertanyaan chap 1:

Ada dimanakah tempat permata tersebut disembunyikan?

Bagi yang bisa menjawab silahkan jawab lewat repiu~ nyohoho~ XD

Review? Flame are allowed too~

Sorry if there are many typo… :))