Title: The Librarian And The Godfather
Author: Firenze Firefly
Rating: T
Characters/Pairings: Kakashi-Hinata
Genre: Romance
Warnings: AU. Agak OOC. Selamat membaca cerita ini sebagaimana saya menulisnya. Cerita ini hanya diperuntukkan untuk hiburan semata.
Summary: "Anda kakak Itachi?" tanya Hinata basa-basi. "Bukan, aku ayahnya," Kakashi nyengir. "Bohong, tuh!" Itachi memutar mata.
AU

Disclaimer: Sekali lagi, Naruto bukan milik saya. Kalau saya yang punya, gak bakalan deh saya nulis fanfiksi.

Hinata sayang dengan buku-buku di deretan rak-rak yang berjejer rapi di Perpustakaan Kota milik Konoha. Menyampul buku-buku koleksi baru adalah salah satu kegiatan favoritnya. Yang tak kalah disukainya adalah membantu para pengunjung, terutama anak-anak, mencari buku yang mereka butuhkan. Hinata senang bisa membantu. Itu memang kewajibannya sebagai penjaga perpustakaan.

Ada lagi yang disukai Hinata, yaitu membantu anak-anak belajar ketika pengunjung Puskot (Perpustakaan Kota) tidak ramai. Salah satu anak yang sudah mengambil hatinya adalah seorang bocah SD kelas empat, Itachi Uchiha.

Itachi pengunjung tetap perpustakaan. Beberapa hari sekali dia pinjam buku. Tapi frekuensi kedatangannya yang pasti adalah tiap Senin dan Rabu. Hari-hari itu beberapa sukarelawan dari Universitas Konoha datang untuk mengajar bahasa asing di ruang belajar khusus yang disediakan Puskot. Mereka mengajari anak-anak SD dan SMP secara gratis. Tiap datang Itachi pasti menyapanya. Selain hari-hari itu, Itachi masuk ke perpustakaan dan belajar di sana. Dia dan Hinata dekat setelah Hinata membantunya menyelesaikan PR Bahasa Jepang anak itu.

Siang itu gadis itu baru saja mendorong pintu masuk perpus di lantai dua ketika Itachi menaiki tangga seraya berlari. "Hati-hati, Itachi, nanti jatuh dari tangga, lho," tegur Hinata cepat.

Itachi berhenti dan menarik napas dalam-dalam. Tangannya bertumpu pada lututnya. Bocah itu ngos-ngosan. "Iya, Miss," sahutnya. Dia tersenyum tipis. Wajahnya yang tampan tampak merah. Dadanya naik turun.

"Conversation-nya sudah dimulai beberapa menit yang lalu," tukas Hinata mengingatkan. Ruang belajar khusus untuk belajar bahasa asing memang terletak di lantai dua. Lantai satu digunakan untuk tempat penitipan tas dan jaket serta ruang administrasi.

"Duh, lagi-lagi terlambat," keluh Itachi. Dia melambai sebelum melanjutkan larinya.

Satu jam setengah kemudian Itachi menghampiri Hinata. Gadis itu tengah menata buku dari troli, mengembalikannya ke rak semula. "Hai," sapa Hinata, tersenyum.

"Hai, Miss," Itachi menyapa balik. Dia tersenyum malu-malu.

"Kok tidak langsung pulang?"

"Aku nunggu dijemput."

"Oh." Hinata mendorong troli ke rak sebelah. Itachi mengikutinya. "Kenapa kau selalu terlambat ikut Conversation?" tanya Hinata sambil lalu.

Itachi cemberut. Dia meraih sebuah buku yang mulai terlihat usang dan memainkan pembatas bukunya yang terbuat dari pita. "Itu karena orang tuaku melarangku pergi sendiri," curhatnya setengah menggerutu. "Nah, orang yang mengantar jemputku itu yang hobi telat, Miss. Jadi aku ikut telat, deh."

Hinata tertawa kecil. Lucu sekali melihat Itachi yang biasanya tampak cool itu kini terlihat seperti anak-anak pada umumnya. Cemberut, mengernyit dan sedikit mengomel.

"Bagaimana kalau berangkat lebih awal?" saran Hinata. Dia mengambil buku yang dibolak-balik Itachi dan menaruhnya di rak.

"Kalau saja bisa begitu! Eh, Miss, kau librarian, ya?" tanya Itachi, mempraktekkan kosa kata yang dipelajarinya di sekolah.

"Betul," Hinata mengangguk. "Kau pintar, Itachi," pujinya.

Itachi mendadak menggaruk tengkuknya, malu-malu.

"Pura-pura malu, tuh," sahut seseorang di belakang mereka. Hinata dan Itachi menoleh bersamaan.

Seorang laki-laki berjalan santai ke arah mereka. Rambutnya keperakan dan mencuat ke berbagai arah. Tubuhnya jangkung. Separuh wajahnya –yang bagian bawah- tertutupi oleh kain, mungkin masker. "Ayo, Itachi, kita pulang," ajaknya.

Menilik wajah, air muka dan gerak-gerik laki-laki itu, Hinata menduga dia tak jauh lebih tua darinya. "Anda kakaknya?" tanyanya berbasa-basi, demi kesopanan.

Laki-laki itu melihat Hinata. Dia terdiam, sampai-sampai Hinata yakin dia tak akan menyambut basa-basinya. Laki-laki itu meneliti Hinata, sampai gadis itu merasa risih. "Bukan, aku ayahnya."

Hinata kaget. "Oh, maaf," ujarnya tak enak. Dalam hati dia merutuk dirinya yang tidak peka dan berbasa-basi tanpa pikir panjang. Walau begitu, si sulung itu tak bisa menahan rasa herannya. Kira-kira Itachi berumur sepuluh tahun, sedang si ayah tampaknya hanya beberapa tahun lebih tua dari Hinata. Gadis itu menduga ayah Itachi punya anak diusia muda.

"Kau bukan ayahku, Om," decak Itachi, sebal. "Kau waliku, godfather, guardian!"

Oalah.

Pria itu tertawa. "Ketahuan, deh."

"Miss, Omku ini yang biasanya telat mengantarku," tukas Itachi datar. "Namanya Kakashi Hatake." Ada kepuasan di mata hitamnya.

"Hei, hei. Kau balas dendam rupanya," Kakashi melotot.

"Begitu," Hinata mengangguk kecil.

"Kami permisi dulu," Kakashi mohon diri. Itachi melambai sebelum menjejeri langkah pamannya.

"Besok-besok jangan telat melulu, dong, Om," protes Itachi. Suaranya semakin samar ketika dia dan Kakashi menuruni tangga.

"Iya iya."

Lusanya Itachi tidak terlambat. Malah, bocah itu sudah berada di perpus lebih awal. Hinata keheranan melihatnya. "Tumben tepat waktu. Conversation-nya baru mulai sepuluh menit lagi," goda Hinata.

Itachi melirik ke balik pundaknya. Yakin bahwa keadaan aman, dia menarik tangan Hinata supaya gadis itu menunduk. "Omku malah yang semangat, Miss," bisiknya penuh rahasia. "Katanya, supaya bisa ketemu Miss-Penjaga-Perpustakaan."

Hinata nyaris melotot. Dia mencuri pandang ke rak depan. Kakashi malah tersenyum padanya. Bukannya Hinata tahu dia nyengir atau tersenyum gara-gara sebagian wajahnya tertutupi. Pria itu malah tampak malu-malu dan mengambil buku.

"Uh, dibuat-buat, tuh," kata Itachi memberitahu. Dia memutar mata hitamnya. Itachi bukannya anak yang kurang ajar. Hanya saja, kadang (seringnya) dia agak sebal pada walinya itu. Kakashi sering telat mengantarnya kemana-mana. Beda sekali dengan Obito, sahabatnya sekaligus sepupu Itachi, yang selalu on time mengantarnya kemana pun, termasuk ke Puskot selain hari Senin dan Rabu.

"Ya sudah, selamat belajar, Itachi," pungkas Hinata. Dia menuju bagian dalam perpustakaan, bermaksud menyampul buku lagi sekaligus menghindar dari Kakashi. Kadang kala ada pengunjung perpus yang menyebalkan, ramai dan tidak mematuhi peraturan. Hinata sudah terbiasa. Tapi menanggapi wali salah satu pengunjung perpus favoritnya jelas bukan prioritasnya saat ini.

"Eh, Miss!" Itachi berlari dan menghalangi jalan gadis itu.

"Duh, jangan berlarian di perpus," tegur Hinata, mengingatkan. Walau begitu, wajahnya tak bisa tampak galak.

"Omku ingin kenalan," tegas bocah pintar itu.

"Kemarin kan sudah," balas Hinata. Dia melirik Kakashi. Pria itu juga meliriknya.

"Biar tidak lirik-lirikan, Miss," walau nada Itachi terdengar polos, anak itu tersenyum jahil, membuat Hinata malu.

"Uhm, Itachi, aku harus kerja," kilah Hinata seraya berusaha melepaskan tangannya. Walau kecil, ternyata Itachi memiliki genggaman yang kuat.

"Sebentarrrrrr saja, Miss," pinta Itachi. "Kalau tidak mau, nanti aku yang diusili Om Kakashi." Sebagai seorang Uchiha, Itachi selalu mendapat yang diinginkannya. Dia mengeluarkan jurus Puppy no Jutsu, jurus yang diciptakan dan dinamainya sendiri. Dia memandang Hinata dengan mata jernihnya yang berkaca-kaca dan tampak polos. Wajahnya ditampakkannya sedemikian rupa, seperti anak sepuluh tahun yang polos dan lugu.

Hinata akhirnya luluh. Dia menurut ketika Itachi menyeretnya pada Kakashi.

"Miss, kalau nanti pulang, aku rela mengantar," ujar Kakashi menawarkan. Matanya membentuk huruf U terbalik, pertanda hatinya sedang senang.

Hinata tersenyum dipaksakan. Ah, satu lagi pengunjung perpus baru yang aneh.

Gadis itu tak tahu bahwa laki-laki itu akan jadi salah satu dari bagian hidupnya yang terbesar kelak.

TBC

Fire's Note : Crack pair, ehem. Di FNI saya cari cerita dengan pair ini dan menemukan hanya ada sedikit. Semoga cerita saya ini memuaskan pecinta KakaHina. Omong-omong, saya buat Kakashi yang suka telat dan Obito yang selalu tepat waktu. Obito sudah insaf dan bertobat tidak akan telat (kalau bisa, XD). Yup, akhir-akhir ini karena satu dan lain hal saya tidak membuat cerita atau chapter dengan jumlah words sebanyak biasanya. Memang ini jadi kekurangan sekaligus tantangan / challenge bagi saya: menyampaikan cerita dengan agak ringkas. Eniwei, selamat membaca!