Cast : Super Junior and EXO

Pairing : KyuMin

Rate : T - M : M for a blood scene

Genre : Crime, Horor and Fantasy

Warning : YAOI, Typo, OOC, Blood scene and a dark Fantasy.

Disclaimer : KyuMin is Real

Mereka milik pribadi masing-masing, Dhee cuma numpank pinjem nama

mereka he..he..

This is special for all readers in Rachael137.

Please, Don't copy andpaste.

Jika tertulis "Jangan Dimainkan" berarti jangan pernah kau berpikir atau mencoba untuk memainkannya. Rantai kesalahan dan petaka akan menanti dengan pasti. ( The Reason ) – Dhee

.

.

.

.

The Reason

Udara dingin yang tertiup kencang sangat terasa menusuk tubuh. Jaket tebal, hoodie dan sarung tangan menjadi pakaian wajib yang dikenakan para warga Korea saat ini. Begitu juga dengan para mahasiswa "Korea University of Art". Sebuah Universitas khusus pria yang mempelajari berbagai macam kesenian. Aktifitas mereka di awal musim dingin ini tidak berbeda dengan musim-musim sebelumnya. Salah satu ruangan pada lantai tiga gedung tinggi ini tertulis dengan papan tebal di depan pintu berkusen cokelat "Kelas Vokal A". Sekitar dua puluh mahasiswa yang berada di dalamnya terlihat berkumpul sambil memperbincangkan sesuatu yang sepertinya sangat menarik. Sebuah kertas kecil yang menjadi sumber dari pembicaraan.

Suara ketukan pada lantai yang dihasilkan oleh sepatu flat berwarna hitam membuat para mahasiswa itu menghentikan kegiatannya dan memilih untuk menempati kursi mereka masing-masing. Seorang pria berumur dua puluh tujuh tahun muncul dari balik pintu. Setelan kemeja abu-abu yang senada dengan celana panjangnya. Kacamata berframe hitam menempel pada mata tajamnya membuat kesan berwibawa dan tegas terlihat dengan jelas. Sebuah buku bersampul biru tebal. Ia letakan di atas piano hitam yang terletak di depan ruangan kelas. Ia berjalan sambil menatap para mahasiswanya yang terlihat agak ketakutan.

"Ujian musim dingin akan dimulai! Ku harap kalian semua sudah mempersiapkan sesuatu untuk membuatku terpana. Ingat! Aku tak ingin membuang waktu untuk mendengarkan sampah." Pria itu menyunggingkan senyum tipisnya dan memincingkan tatapan matanya. Sungguh membuat kedua puluh mahasiswa itu seperti tengah ditugaskan oleh Pemerintah Korea Selatan untuk bertempur melawan Korea Utara.

"Kalian mengerti?" Suaranya terdengar sedikit meninggi satu oktaf. Kini Ia sudah duduk di depan piano dan mulai memainkan jemari-jemari lincahnya pada tuts-tuts. Melodi pertama yang terdengar mengalun dengan nada rendah dan menghasilkan harmonisasi pada detik-detik selanjutnya. Sungguh ini pemandangan biasa jika para mahasiswa dari pria itu sedang memandang kagum dirinya. Sosok yang angkuh ketika berbicara pada sebelumnya akan luntur begitu Ia mulai memainkan piano. Wajahnya menatap keseluruhan ruangan dengan teduh. Senyumnya kali ini juga terlihat lepas membuatnya semakin tampan untuk dilihat. Baru saja mereka terlarut dalam permainan indahnya. Pria itu sudah menghentikannya dan mengambil secarik kertas.

"Kyungsoo, Maju ke depan! Nyanyikan lagu yang terdapat dihalaman 24." Pria itu hanya menyeringai ketika melihat wajah pemuda yang baru saja Ia panggil memucat. Sementara pemuda yang dipanggil menunduk lesu dan membalikkan buku yang ada di mejanya. Beberapa teman di belakangnya mencoba menyemangati dengan suara pelan.

"Fighting." Ucap salah satu pemuda bernama Suho yang duduk di sebelah Kyungsoo. Kyungsoo berjalan dengan lemas menuju ke depan kelas.

"Seonsaengnim, lagu ini belum dipelajari di kelas." Dengan nada sedikit takut Kyungsoo menatap pria yang berada di depan piano itu.

Cho Kyuhyun, sang mentor di Kelas Vokal kembali memasang wajah tidak peduli. Ia tidak memperdulikan keluhan mahasiswanya. Ia mulai memainkan kembali tuts pianonya sesuai dengan not-not balok yang terdapat pada partitur yang terdapat pada buku tebalnya. Kyungsoo belum juga menyanyikan bait-bait pada lagu itu. Jujur saja suasana kembali menegang, Kyuhyun terus berkonsentrasi pada permainannya walaupun tak ada satu suara yang Kyungsoo keluarkan. Kyungsoo hanya mengenggam tangannya yang memucat. Keringat dingin mengalir begitu saja dari keningnya. Sungguh pemandangan yang membuat teman-temannya ketakutan karena udara sedang dingin tapi bagaimana mungkin Kyungsoo berkeringat seperti orang yang sehabis berolahraga?

TRANGGGGGG...

Bunyi tuts yang ditekan secara sembarang oleh Kyuhyun sehingga menimbulkan suara yang kencang. Kyuhyun terlihat marah kali ini.

"Kalian mahasiswa. Pelajari semua materi sebelum dibahas di kelas. Jangan harap aku akan memberi kalian nilai B. Berharap saja pada bintang jatuh." Kyuhyun menarik kasar buku tebalnya dan berjalan keluar diiringi suara berdebam dari pintu yang ditutup.

"Lagi-lagi, orang itu tidak mau mengajar. Bagaimana caranya kita bisa lulus dari ujian ini?" Suho mengacak rambutnya dan menyandarkan tubuhnya pada dinding kelas.

"Dia memang seperti itu. Tak pernah mau mengajar jika mahasiswanya tidak sesuai dengan yang dia harapkan. Kau tahukan hanya beberapa mahasiswa saja yang bisa lulus jika dia yang menjadi mentor." Kyungsoo sudah berdiri di depan Suho. Ia menaruh kedua tangannya dipinggang, mukanya sudah memerah menahan kesal.

"Ku dengar kita akan kedatangan beberapa mentor baru. Salah satunya akan menjadi mentor vokal kita. Ku harap ia tidak akan semengerikan Kyuhyun." Kyungsoo menghela nafas panjang. Ia tidak menyadari jika Suho sedang menatapnya bingung.

"Benarkah, Kyungsoo? Dari mana kau dapat informasi itu?" Tanya Suho setelah tersadar dari efek shocknya akibat berita yang diucapkan oleh Kyungsoo.

"Dari Jongin. Kau tahu? Si pembuat ulah di universitas ini. Anak dari kelas dance." Kyungsoo bergidik ngeri dengan membulatkan matanya yang besar. Sementara Suho hanya merespon dengan ber "O" ria dan menatap malas.

0000000000

Kyuhyun menyeruput dengan perlahan secangkir coffe hangat dari cangkir putihnya. Ia berdiri bersandar pada dinding sementara matanya menatap kearah pemandangan yang terlihat dari kaca jendela pada ruangan yang dikhususkan sebagai ruang para pengajar. Ruangan kali ini sedang sepi karena para rekannya masih mengajar. Sejujurnya Kyuhyun bukan orang yang senang bersosialisasi dengan rekan ataupun dengan para mahasiswanya. Bukan bersikap angkuh hanya saja ada beberapa hal yang tidak orang lain mengerti tentang dirinya. Kyuhyun sudah menjadi pengajar di Korea University of Art sejak berumur 23 tahun. Itu berarti ia sudah mengajar selama empat tahun. Kepiawaiannya dalam memainkan beberapa alat musik khususnya piano dan kemampuan bernyanyi yang tak bisa dipandang sebelah mata membuatnya dengan mudah lolos menjadi salah satu staf pengajar pada universitas ternama ini.

Ia ingin mendedikasikan kemampuannya. Untuk itu Ia lebih memilih untuk menjadi pengajar dibandingkan menjadi seorang entertainer. Obsesi untuk membuat anak didiknya menjadi lebih baik dari dirinya menciptakan sosok keras dan sangat tegas pada diri Kyuhyun. Jangan heran jika para rekan dan mahasiswanya sedikit membenci watak Cho Kyuhyun. Sekali lagi ada alasan kenapa Kyuhyun membuat dirinya seperti itu.

Kyuhyun meletakan cangkir coffe-nya di atas meja kerja. Ia masih mengamati para mahasiswa yang terlihat di area taman Universitas. Kyuhyun meletakkan kedua tangannya di dalam saku celana panjangnya untuk mengurangi efek dingin yang terasa. Pandangannya teralih ketika empat orang pria masuk ke dalam ruangan. Seseorang diantaranya yang sudah mengenal Kyuhyun berjalan mendekat. Kyuhyun segera membungkuk hormat.

"Selamat siang Tuan Kangin." Ucap Kyuhyun setelah memberi hormat pada pria berumur lima puluh tahun yang adalah pemilik dari universitas.

"Siang Kyu. Apa anak-anak itu menjengkelkan lagi?" Sepertinya Kangin sudah bisa menebak kenapa salah satu stafnya tidak berada di ruang kelas disaat jam mengajar. Kangin menaruh tangan kanannya di atas bahu Kyuhyun.

"Aku hanya ingin mereka menjadi yang terbaik dan tidak manja." Kangin tersenyum mendengar jawaban dari salah satu staf terbaiknya.

"Baiklah tapi jangan terlalu keras terhadap mereka, Kyu. Kau tahu anak zaman sekarang susah untuk diajak mandiri." Kekeh Kangin perlahan. Kyuhyun mengerutkan keningnya dan memasang muka masam mendengar pembelaan dari Kangin untuk anak didiknya.

"Sudahlah. Aku akan mengenalkan kau pada tiga staf pengajar baru." Kyuhyun pasrah mengikuti Kangin setelah tubuhnya didorong perlahan mendekat kearah tiga orang yang berdiri tidak jauh dari tempatnya tadi.

"Kim Ryeowook. Cukup panggil dengan Wookie." Pria bertubuh mungil yang mengenakan jas tebal berwarna cokelat mengulurkan tangan kepada Kyuhyun dengan tersenyum. Kyuhyun membalas genggamannya walaupun tetap berwajah datar dan langsung melepaskan begitu saja.

"Aiden." Ucap pria disamping Ryeowook singkat. Sepertinya Ia tidak ingin berlama-lama berkomunikasi dengan makhluk dingin di depannya itu. Kyuhyun sedikit terkejut mendengar nama yang cukup asing diucapkan pria berpakaian sangat stylist itu.

Kyuhyun tak ingin mengambil pusing dan segera menjabat tangan pria di samping Aiden. "Vincent. Mohon bantuan dan kerjasamanya karena kita akan satu tim di Kelas Vokal A."

Kyuhyun segera menarik tangannya dan kentara sekali ekspresi tidak suka pada pria bernama Vincent. Sementara Vincent hanya tersenyum di atas bibir tipisnya seakan tidak takut melihat tatapan tajam dari rekan satu timnya nanti. Kyuhyun melirik Kangin seakan meminta penjelasan.

Kangin menghela nafas singkat. "Ryeowook akan mengajar di kelas Vokal B menggantikan Jongwoon. Aiden di kelas dance bersama Hyukjae sementara Vincent aku tempatkan di Kelas Vokal A bersamamu. Jangan membantah, Kyu! Kau butuh seorang asisten untuk menghadapi kedua puluh anak yang sepertinya sangat kesal dan membencimu."

Kyuhyun sangat membenci keputusan Kangin. Ia tidak pernah memiliki seorang asisten atau apapun namanya itu. Selama empat tahun ini, Ia selalu mengajar sendiri kelasnya. Menghadapi sendiri penolakan mahasiswanya yang tidak terima dengan peraturan ketat yang Ia terapkan. Kyuhyun ingin sekali membantah tapi ekpresi Kangin membuat Kyuhyun akhirnya mengurungkan niatnya.

"Baiklah. Aku harap kau tidak akan mengeluh dengan semua metode yang aku terapkan. Kau bukan orang Korea? Namamu terdengar asing." Sejak kapan Kyuhyun peduli dengan nama seseorang. Sepertinya Kyuhyun tidak menyadari walaupun tetap pada nada sinis.

"Apa pedulimu?" Bukan Vincent yang menjawab tapi Aiden yang sekarang juga ikut menatap Kyuhyun dengan mengerikan. Kyuhyun hanya membalas dengan menarik kedua sudut bibirnya.

"Sudah-sudah. Lebih baik aku mengajak kalian berkeliling universitas. Kalian akan mulai mengajar besok." Kangin berusaha menengahi dan mengajak ketiga pria itu keluar ruangan. Sementara Kyuhyun kembali menuju meja kerjanya. Ia kembali sibuk dengan buku-buku berpartitur dan sebuah earphone yang terpasang di telinganya.

0000000000

Semakin malam udara Korea bertambah dingin. Buliran salju tipis juga turut menemani suasana sepi. Seorang pria sedang sibuk di salah satu sudut apartemennya. Ia sedang memasak ramen instant di dapur. Setelah beberapa menit, Ia menyajikan di atas meja kecil yang terletak di depan ruang tengah.

"Hyung, ramennya sudah siap." Teriak pria itu dengan keras sambil mulai menyantap semangkuk ramen pedas yang masih mengepul asapnya dari mangkuk besar berporselen putih.

Seorang pria lainnya muncul dari dalam kamar menuju ruang tengah. Ia menatap dongsaengnya yang lebih muda satu tahun darinya yang begitu semangat seperti orang kelaparan.

"Jangan memandangku seperti itu, hyung! Lebih baik kau makan ramen ini sebelum jatahmu kuhabiskan." Yang lebih muda melirik wajah hyungnya yang hanya tersenyum.

"Makanlah! Aku tidak lapar." Jawabnya dengan memejamkan matanya dan menyandarkan tubuhnya pada sofa tebal.

"Apa yang terjadi Sung... maksudku hyung?" Pria yang lebih tua menatap yang lebih muda dengan rahang yang terlihat menegang.

"Sudah ku katakan jangan pernah menggunakan nama itu lagi! Namaku Vincent bukan Sungmin dan namamu Aiden bukan Donghae. Kau ingat? Nama itu sudah mati bersamaan dengan kedua orang tua kita yang membuang kita begitu saja di pinggiran kota London." Vincent mendekatkan dirinya ke arah Aiden. Tangannya tersandar pada bahu Aiden sementara Aiden hanya menundukan kepalanya.

"Lalu untuk apa kita kembali ke Korea jika kau masih membenci semua hal yang berhubungan dengan darah kelahiran kita?" Tanya Aiden terlihat ragu kentara sekali Ia takut dengan respon sang hyungnya. Sebenarnya Vincent bukan tipikal pemarah atau orang yang terlihat kasar. Ia hanya akan diam dan bersikap dingin jika ada hal yang mengganggunya dan jujur saja itu yang lebih ditakutkan Aiden sebagai dongsaeng kandungnya.

"Ada hal yang harus aku selesaikan dengan dunia yang telah menarik seluruh jiwaku itu. Mereka membutuhkan bantuan kita berdua. Aku jamin setelah kita selesaikan masalah ini. Kita tak akan kembali lagi ke Korea." Vincent bangkit dari duduknya dan hendak berjalan masuk ke dalam kamarnya.

"Ceritakan apa yang terjadi di dalam universitas itu? Aku tahu, kau sudah merasakan sesuatu sejak kedatangan kita pertama kali di sana?" Ucapan Aiden membuat Vincent berhenti dan berbalik arah memandang.

"Pembunuhan." Vincent segera kembali masuk ke dalam kamarnya dan meninggalkan Aiden yang mematung kebingungan. Ia sudah terbiasa dengan keanehan sang hyung tapi ini benar-benar di luar perkiraannya. Hyungnya merelakan untuk meninggalkan Inggris dimana mereka telah hidup nyaman sebagai pengajar musik dan dance di salah satu sekolah. Semua itu karena alasan sang hyung ingin menolong jiwa yang telah lama terlupakan. Ya, memecahkan misteri dibalik kematiannya.

Aiden tahu bahwa Vincent memiliki sebuah kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Vincent bisa berkomunikasi dengan dunia yang dianggap sebagian orang tidak ada dan mustahil. Ya, sebuah dunia dimana semua terlihat transparan dan penuh misteri. Jangan heran, ketika melihat Vincent akan menangis sendiri di sebuah bangku taman yang kosong pada tengah malam atau terlihat tertawa kecil saat melihat sebuah rumah kosong yang berjarak beberapa blok dari tempat tinggal mereka di London.

Aiden memilih untuk melanjutkan kembali aktifitas makannya. Sepertinya ia memang telah menyiapkan diri untuk memulai berbagai kebohongan selama mereka berada di Korea. Sekali lagi tak akan ada yang percaya dengan apa yang akan dilakukan hyungnya itu dan Aiden tak akan tinggal diam melihat orang lain kembali menyiksa sang hyung. Sekali lagi semua memiliki alasannya.

The Other Side

Vincent duduk di atas tempat tidurnya dengan memejamkan matanya. Seketika udara dingin bertiup tipis disekitarnya. Kain tipis berwarna soft pink yang digunakan untuk menutup jendela bergerak walaupun jendela tertutup rapat. Vincent menghembuskan nafasnya perlahan dan membuka mata.

"Ada apa?" Tanya Vincent pada sosok transparan yang muncul di depan matanya. Hanya Vincent yang dapat melihatnya. Tentu saja orang akan menjerit dan berlari kencang jika bisa melihat sosok wanita transparan yang menggenakan gaun soft pink selutut dengan sebuah pisau yang tertancap di bagian punggungnya.

"Terima kasih kau mau datang, Sungmin." Wanita itu duduk di samping Vincent dan menatapnya penuh keteduhan. Sementara Vincent mendelik tidak suka.

"Aku tahu kau membenci nama itu. Kau berhak merubah namamu dan mengatakan nama barumu kepada semua orang tapi kau tentu sudah tahu jika dunia tempat aku berada sekarang mengenalmu sebagai Sungmin. a Soul Translator." Wanita itu tidak memperdulikan ekspresi Vincent yang terlihat marah. Namun, pada detik berikutnya Vincent pasrah. Dunia penuh misteri hanya mengenal sosoknya sebagai Sungmin bukan Vincent.

"Ini tugasmu, Sungmin. Jika kau bisa membantuku, aku akan membantumu nanti. Semua misteri ini berada di salah satu ruangan universitas itu. Temukanlah!" Wanita itu berdiri dan mencium kening Vincent.

"Aku akan mencobanya tapi akan ada sedikit kesulitan nantinya. Kau tahu? Salah satu pengajar yang menjadi rekanku tak akan membiarkan aku untuk berkeliaran." Vincent mengangkat kedua bahunya membuat sosok wanita transparan itu tersenyum.

"Jangan khawatir. Dia pria baik walaupun sedikit menyebalkan. Kau tahu ia sangat menjaga semua perlengkapan musik di universitas termasuk salah satu piano favoritku. Kau bisa berteman baik dengannya nanti. Hidup kalian sama-sama kelam." Sungguh jika saja yang mengucapkan ini bukanlah sosok dari dunia yang berbeda. Vincent sudah ingin melemparkan bantal terbang kearahnya.

"Baiklah, aku akan melakukannya. Sebaiknya kau pergi sekarang! Aku ingin tidur." Ucap Vincent dengan nada lembut. Sosok transparan itu kembali tersenyum dan menghilang bersamaan dengan tiupan udara dingin. Vincent segera membaringkan tubuhnya dan menyelimuti tubuhnya dengan bed cover pinknya.

"Permainan baru saja akan dimulai." Vincent memejamkan matanya dan tertidur dalam lelap.

0000000000

Flashback, Seoul 13 Juli 2006 ( 7 tahun silam )

Sebuah kertas berisi partitur not-not balok tergeletak di atas grand piano berwarna hitam metalik. Seorang wanita berkulit putih dengan rambut berwarna pirang ikal berjalan dengan anggun mendekati piano itu. Bunyi yang tercipta dari sepatu hak tinggi bergema di salah satu ruangan yang terletak di bagian ujung bangunan lantai tiga. Jemari cantiknya menarik kertas dan meletakannya pada sandaran yang biasa digunakan untuk menaruh partitur pada piano. Gaun berwarna soft pink yang dikenakan wanita itu sedikit terangkat ketika Ia duduk pada bangku kayu yang terletak di depan piano.

Alunan dengan nada yang melodis pada not-not rendah membuat suasana yang tercipta menjadi melankolis. Mata hitamnya terpejam berusaha menikmati pekerjaan yang dilakukan oleh jemari-jemari lincahnya yang bergerak di atas tuts-tuts piano. Semakin lama simfoni yang dihasilkan berubah menjadi not-not tinggi dalam tempo yang cepat. Suara yang tercipta seperti sedang berlomba dan terdengar dramatis bagi yang mendengarnya. Tetesan air mata terjatuh di sudut matanya yang masih terpejam. Membasahi wajah cantiknya hingga mengalir ke dagu.

TRANG...

Bunyi bising dan memekakkan telinga terdengar pada melodi terakhir. Tubuh wanita itu terantuk di atas tuts-tuts piano. Wajahnya terlihat pucat pasi dengan mata yang terbelalak dan dalam hitungan detik aliran darah keluar dari sudut bibir tipisnya. Menyatu bersama dengan tetesan bening air matanya. Tetesan darah juga terlihat dari punggungnya akibat pisau yang tertancap dalam dan menetes membasahi lantai keramik yang berwarna putih. Tangannya terkulai lemas dan nafasnya terdengar semakin berat. Gaunnya juga tidak lagi berwarna soft pink melainkan merah gelap akibat darah yang terus saja keluar.

"Maafkan aku." Suara seorang pria terdengar sangat pelan bahkan lebih menyerupai bisikan. Wajahnya terlihat puas dengan ekspresi tersenyum. Berulang kali ia mengecupkan bibirnya di atas wajah sang wanita yang sudah tidak sanggup lagi untuk bertahan. Kemudian Ia memilih untuk berjalan meninggalkan ruangan dan menguncinya dari luar.

"Aku akan kembali." Kali ini suara sang wanita yang terdengar seperti bisikan yang mengerikan. Pelan, dingin, dan menakutkan. Dalam hitungan detik berikutnya wanita itu memejamkan matanya dan nafasnya berhenti. Suasana ruangan kembali sepi dalam cahaya yang perlahan mulai gelap dan diiringi oleh tiupan angin malam.

.

.

.

.

To be Continued

*** Hallo,,,, apa kabar semuanya? Mudah2an masih pada inget sama trio yang super duper kaga jelas ini yap…yap… Rachael137. Udah lama menghilang kemudian muncul dengan genre horor hauaha….ha…ha….

*** Bingung? pasti,, tapi tenang karena chapter-chapter depan akan menjelaskannya.. so sabar menanti chapter selanjutnya...

*** Ngga pede,, ngeshare fantasi-horor. Tapi klo ngga dicoba siapa yang tahu?

*** Zen sama Rachael masih super duper sibuk dengan kerjaan mereka. Asli beneran ngga bisa diganggu. Mereka titip salam untuk teman-teman semua.

Regards

Dhee