REVENGE

Main Cast: Oh Sehun, Kim Jongin, Park Chanyeol, Byun Baekhyun

Chapter: 1 of...

Warning: alur maju-mundur, kata-kata kasar, mature content, Gay, Boyslove


a/n: Hola! aku balik bawa ff baru :)

Dan untuk yang udah pernah baca ff ku yang judulnya "You, I, and The Hyde in you" yang udah aku hapus. Mungkin akan ngerasa ada beberapa persamaan unsur dalam ff itu dengan ff ini. Karena memang ff ini adalah remake dari ff "You, I, and The Hyde in you" yang fail banget menurutku *sigh*

Okay deh, langsung baca aja ya? ;)


Jemarinya meraba meja nakas disamping kanan. Dengan posisi telungkup dan mata terpejam, Jongin mencari benda kesayangan berbentuk persegi panjang miliknya. Dapat! Ia membawa benda itu ke hadapan. Membuka sedikit matanya untuk kemudian kembali menutup. Masih jam tujuh, pikirnya.

"Morning, babe." Seseorang berbisik rendah dan sedikit mendesah menggoda di telinga kanannya. Mengecup pelan pipinya kemudian. Jongin mendesah kecil. Sisi sebelah kasurnya terasa ringan. Seseorang itu beranjak bangun.

1 detik

2 detik

3 detik

Jongin membuka matanya cepat, kepalanya terangkat untuk menatap punggung seorang wanita yang berjalan memasuki kamar mandi tanpa sehelai kain di tubuh. "Damn it, Krys!" umpatnya pelan. Lelaki itu menghela nafas kasar. Jongin menatap sekeliling kamar hotel yang berantakan. Pakaiannya berserakan dilantai. Sekali lagi pemuda itu menghela nafas. Oke, mari berdoa agar keberuntungan sulung Kim itu tidak berkurang. Ia terlalu banyak menghela nafas pagi ini. Jongin beranjak dari kasur, memungut pakaiannya kemudian memakai asal. Lelaki itu meraih dompet dan kunci mobilnya dari meja rias kemudian berlalu pergi keluar kamar.

Jongin bermaksud untuk turun ke restoran. Ia belum makan dari semalam. Seingatnya, hanya berliter-liter cairan beralkohol yang masuk melewati kerongkongan. Perutnya keroncongan. Jongin tidak mau ambil pusing dengan berpasang mata yang mengerenyit merendahkan dirinya. Padahal tidak ada yang salah. Kemeja berwarna navy yang melekat ditubuhnya ini adalah keluaran dari Yves Saint Lau***t. Skinny jeans sobek dibagian lutut yang membalut kaki jenjangnya ini adalah milik Calvin K***n. Sepatu putih kotor yang menjadi alas kakinya saat ini hanya bisa ditemui di toko resmi Salvatore Ferra***o.

Tidak! Jongin tidak menyombongkan diri. Dia hanya ingin menegaskan kalau penampilan 'sederhana'nya ini bahkan lebih menguras kantong dibandingkan dengan penampilan dari ujung kepala hingga kaki seorang wanita sosialita yang tadi memincingkan mata merendahkan dirinya. Hell! Jongin paling kesal dengan orang semacam mereka. Terlalu mengangungkan stratifikasi sosial yang mereka punya. Selalu saja memandang seseorang berdasarkan status dan penampilan. Rasanya ingin dia tenggelamkan di segitiga Bermuda kalau bisa. Tuhan saja memandang semua ciptaannya sama rata. Sedangkan mereka? Yang hanya sebagian kecil 'sampah' malah memandang rendah orang lain tanpa tahu latar belakangnya. Klasifikasi manusia yang seperti itu seharusnya dimusnahkan saja.

Jongin mengibaskan rambutnya yang berwarna coklat almond. Sibuk menyisir poni yang hampir menutupi mata. "Sepertinya aku harus potong rambut." Ia bergumam kecil. Kedua kaki jenjang miliknya terus melangkah menuju meja di pinggir kolam. Sesaat setelah Ia mendudukkan diri, seorang pelayan datang untuk mencatat pesanannya.

Jongin memeriksa ponselnya sembari menunggu pesanan datang. Ada enam belas panggilan dan beberapa pesan dari nomor yang Ia kenal. Suho, sekretaris sekaligus teman yang sudah Ia anggap sebagai kakak. Jemari lentik miliknya bergerak cepat diatas layar pipih ponsel mengetikkan pesan balasan yang isinya dia baik-baik saja.

Sebenarnya, sudah tiga hari ini Jongin kabur dari rumahnya di New York ke Las Vegas. Tindakannya itu membuat Suho kalang kabut mengatur ulang jadwal kerja miliknya. Jongin baru ingat seharusnya kemarin dia hadir menjadi salah satu juri tamu dalam pemotretan untuk acara America's Next Top Model sebagai editor-in-chief mewakili majalah FAME. Produser acara tersebut sudah jauh-jauh hari membuat janji dengannya. Sampai repot datang beberapa kali ke kantor minggu lalu. Jongin sudah mengiyakan, Suho juga sudah memasukkannya kedalam agenda kerja. Hanya saja, pertengkaran yang terjadi antara dirinya versus orang tuanya beberapa hari yang lalu membuat Jongin mau tidak mau hengkang sejenak dari peradaban. Kedua telinganya sudah tidak sanggup lagi mendengar ocehan yang terlontar dari mulut mereka.

Bayangkan saja, tuan dan nyonya Kim yang terhormat itu rela jauh-jauh datang dari DC hanya untuk menceramahinya tentang pasangan hidup dan sebagainya. Oleh karena itu, saat ada teman kuliah yang mengundang dirinya untuk datang ke acara bachelor's party yang diadakan oleh temannya itu, Jongin langsung mengiyakan. Selama tiga hari tiga malam dia pesta semalam suntuk. Benar-benar tiga hari yang menggila. Padahal Jongin sudah janji pada dirinya untuk rehat dari hal-hal semacam alkohol dan sebagainya.

Jongin sangat yakin Suho akan kena damprat Chanyeol habis-habisan. Aduh, jadi tidak enak kan dia. Ah, tapi sudahlah. Ia hanya ingin refreshing sekali-kali. Hanya ingin mengistirahatkan otaknya barang sebentar saja. Jongin ingin mengosongkan pikirannya dari segala macam hal yang membebani. Semalam itu puncaknya. Ia benar-benar lepas kendali. Sampai meniduri Krystal pun dia tidak sadar. Jongin mendecih mengingat wanita itu. Ia tahu ibundanya yang mengirim Krystal untuk menyusulnya ke sini.

Jongin itu gay. Ia sudah mengatakan hal itu di depan keluarga besar miliknya dan juga kolega. Orang tuanya tidak terima. Bukan karena mereka peduli dengan norma agama dan sebagainya. Yah, mungkin itu salah satu alasan akan tetapi alasan yang sesungguhnya adalah karena Jongin merupakan pewaris perusahaan keluarga generasi ketiga. Mau tidak mau dirinya harus menikah dengan wanita agar dapat memiliki keturunan untuk menjadi penerus kelak. Ibundanya sudah beberapa kali menjodohkan Jongin dengan anak perempuan kenalan. Dari wanita berpendidikan sampai yang tidak punya harga diri sudah pernah Jongin temui karena paksaan sang ibu. Tapi memang dasarnya Jongin lebih suka yang berbatang, dihadapkan dengan roti lipat pun tidak akan berpengaruh untuknya.

Saat ini, ibunya sedang gencar menjodohkan dirinya dengan Krystal Jung. Anak bungsu keluarga Jung. Pemilik Beyond's Group yang kekayaannya tidak akan habis sepuluh turunan sekalipun. Tapi sekali lagi Jongin katakan, Ia tidak tertarik. Wanita itu sangat menyebalkan.Krystal tertarik dengan dirinya dan itu adalah suatu bencana. Semenjak berkenalan enam bulan yang lalu, gadis itu terang-terangan menggodanya. Padalah sudah tahu Jongin tidak selera dengan yang berdada besar, tapi masih saja melempar diri. Seperti pelacur saja. Em… tunggu! Jongin rasa pelacur sekalipun lebih tinggi derajatnya dari gadis itu. Ewh!

Jongin berdecak pelan. Kenapa makanannya belum juga datang? Ia sudah lapar setengah mati. Perutnya sudah berdemo minta diisi. Jongin mengedarkan pandangannya kesekeliling. Ia mengerutkan kening ketika melihat sosok wanita dengan dress ketat berwarna hijau tosca berjalan angkuh menghampiri. Jongin kembali menghela nafas, kesal. "Krys, not now. I'm not in the mood." Ia langsung membuka mulut sesaat setelah Krystal mendudukkan diri dihadapannya. Wanita itu tersenyum miring, mengejek. "Jadi ini balasanmu setelah meniduriku semalam?" kemudian ia mendecih. "Bajingan."

"Oh, you're right! That's my middle name." Jongin menyahut dengan memasang smirk andalannya. "Lagipula aku tidak menidurimu. Kamu yang mengambil kesempatan. Aku mabuk, and you took it as your advantage."

Wanita itu hendak membalas. Ia sudah membuka mulutnya untuk kemudian menutup kembali, tidak jadi. Krystal tidak mau merusak paginya dengan berdebat dengan seorang gay–yang sialnya menggoda–bernama Kim Jongin.

Krystal menarik nafas pelan, kemudian berkata "You know what? Forget it. Bicara denganmu tidak ada bagusnya untuk kesehatan jantungku." Jongin tersenyum lebar. "Honey, the door is right are free to leave."

Telapak tangan wanita itu sudah setengah melayang untuk menampar wajah Jongin. Hold it, Krys. Just hold it and take a deep breath, batinnya. Krystal menarik nafas, lalu menarik tangannya kemudian bangun dari duduk. Wanita itu mengenakan kacamata hitam yang tadi Ia bawa lalu berbalik angkuh dan berlalu pergi. Jongin tersenyum mengejek sambil melambaikan jarinya pada wanita itu. "Bye bitch!" serunya.

Senyumnya tidak bertahan lama ketika Krystal tiba-tiba berbalik dan dengan cepat berjalan kembali kearahnya. Ia menarik wajah Jongin lalu mencumbunya lama. "Bitch, why the fuck you did that?!" Pria itu menarik kasar kepalanya kemudian mengusap bibirnya dengan punggung tangan. Kedua bola matanya melebar ketika melihat layar ponsel milik Krystal yang menunjukkan bahwa wanita itu baru saja mengambil gambar mereka berdua.

"Untuk Instagram Jong. Ibumu itu aktif sekali di media sosial." Krystal menjawab dengan santai kemudian berjalan menjauh sementara Jongin memberikan jari tengah miliknya.


"Semuanya sudah aku atur. Kamu ada rapat besok jam delapan. Hari ini kamu bebas." Jongin menghentikan langkahnya sejenak kemudian menatap Suho dengan pandangan berbinar yang sangat menjijikan untuk dilihat. "Hyung…" Ia berkata pelan. "Aku mencintaimu!" Lelaki itu kemudian memeluk erat sekretarisnya dan berteriak senang. "Get the fuck out of me!" Suho menggeliat dalam pelukannya. "Kim Jongin!" bentaknya. Jongin segera melepas pelukannya kemudian menyengir kecil. Mereka berdua kembali berjalan menjauhi hanggar. "Mobilku?" Jongin melirik kearah Suho. Lelaki itu menunjuk dengan menggunakan dagu. Senyum Jongin melebar, berlari kecil menuju Porsche merah terbaru miliknya. "Yeah my love! Come to papa darling." teriaknya heboh. Junmyeon–nama asli Suho–menggeleng kecil melihat kelakuan sang bos yang tidak lebih dari seorang bocah berumur lima tahun. "Hyung, aku duluan ya!" teriak pria itu dari kursi kemudi.

"Hei tunggu!"

"Apalagi?"

"Nyonya Kim berpesan, beliau ingin kamu kembali ke rumah di Washington. Dia mau kamu kembali tinggal di DC." Jongin berdecak kemudian menggeleng. "Not gonna happen." sahutnya cepat.

"Kai, tap–"

"Katakan pada Ibu dan Ayah, jika mereka mau aku kembali ke sana. Berhenti mencampuri urusan pribadiku dan biarkan aku memilih pasangan hidupku. Katakan juga pada mereka untuk menyuruh Krystal berhenti mendekatiku karena sampai kapanpun aku tetap menyukai penis pria daripada lubang vagina miliknya. Sekalipun aku normal, that girl is not even on my list."

"You expect me to say 'that' to Mrs. Kim?"

Jongin mengangguk yakin dengan senyum. "Yap!" lelaki itu mulai menyalakan mesin mobilnya. "Bye, hyung!"

Junmyeon menghela nafas. "Bagus kamu bos-ku, kalau bukan sudah aku lindas kamu dengan roda pesawat." Lelaki itu menggeram kecil.


"Chanyeol! Oooooo Chanyeol! Yoda! Telinga lebar! Sepupumu yang tampan ini dataaaang!" Jongin berseru dengan nada sing-a-song. Chanyeol, sepupu terdekat sekaligus tempat curhatnya dan juga partner-in-crime yang selalu sedia setiap saat menemani Jongin mencari mangsa untuk dijadikan one-night-stand. Oh, dan juga bos-nya di kantor. Direktur utama majalah FAME. Jongin sedang dalam mood yang baik hari ini. Yah… meskipun tadi pagi Krystal sempat merusaknya. Dasar wanita jalang. Bisa-bisanya dia mengambil kesempatan. Membuat Jongin menidurinya dalam keadaan tidak sadar. Jongin saja lupa kalau semalam mereka melakukan seks. Ia benar-benar tidak ingat, tidak sedikitpun. "Chan, where are you?!" karena merasa tidak ada jawaban, Jongin melangkah menuju kamar sang sepupu yang terletak dilantai dua. Ia menekan gagang pintu kamar Chanyeol kemudian mengerenyit. Tumbenan sekali lelaki itu mengunci pintunya.

TOK TOK

"Yeol, are you in there?" Merasa tidak ada jawaban Jongin kembali mengangkat tangannya, mengetuk pintuk. "Chanyeol!" Jongin berseru kesal.

"Go away, Kai!" Jongin terkesiap mendengar sepupunya itu balas berteriak dari dalam. "Hey, is something wrong? Buka pintunya."

"I said, go away!" Jongin mengerenyit. Ini aneh, Chanyeol tidak pernah membentaknya seperti tadi. Jongin mendekatkan telinganya, menempel ke pintu. "Aaahhh… Yeol! Harder! Yeah! That's right, baby! Harder! Keep it that way! Ah!" Jongin terpaku beberapa saat. Lelaki itu kemudian menjauhkan telinganya. Tersenyum geli. "Alright, Yeol! I know you are having fun in there. I'm gonna walk away."

Jongin berjalan menuruni tangga kemudian menuju dapur. Mengobrak-abrik isi lemari pendingin sang sepupu. Pemuda itu mendesah kecil. Tidak ada yang bisa dia makan disini. Ia lalu berjalan menuju ruang tengah, menyalakan TV dan beberapa menit kemudian tertidur.


Baekhyun mendesah kecil. Nada dering yang berasal dari ponselnya sangat menganggu. Ia hampir mengumpat. Lelaki itu melihat jam weker. Sialan, siapa yang malam-malam begini menelponnya? Tangannya terangkat meraba meja nakas di samping kiri. Mengambil benda tersebut kemudian menempelkan di telinga. "Halo?" pemuda itu menjawab dengan suara serak. Sedetik kemudian matanya terbuka sempurna. "Dimana kamu sekarang?" Seseorang di line sebrang menjawab. "Wait for me. I'll pick you up."

PIP

Baekhyun menghela nafas. Ia mengalihkan kepala kearah Chanyeol yang tidur sambil memeluk erat pinggangnya. Perlahan, Ia memindahkan tangan lelaki itu kemudian beranjak dan memakai asal pakaiannya. Baekhyun mengambil tasnya, merapikan diri di kaca. Lelaki itu berjalan ke arah Chanyeol yang masih terlelap, mengecup pelan pipinya kemudian berlalu pergi. "See you soon. Thanks for tonight." Ia berbisik. Chanyeol menggeliat kecil membuat lelaki itu tersenyum. How adorable, batinnya. Baekhyun hendak menekan gagang pintu, Ia kembali menoleh ke arah Chanyeol. Menghela nafas, kemudian berlalu keluar.

Lelaki itu hampir berteriak mendapati seseorang tidur di sofa ruang tengah. Ia mengerenyit, berjalan mendekat untuk melihat wajah orang itu. Baekhyun mendesah lega. Ia tahu siapa ini. Jongin, sepupu Chanyeol. Yah, meskipun Ia tidak kenal. Baekhyun hanya tahu saja, karena Jongin dulu adalah adik kelasnya di SMA. Dan juga… seseorang yang sangat berarti untuk adiknya. Tangannya terangkat hendak mengelus kepala lelaki itu. Tidak jadi. Ia tidak terlalu mengenal Jongin begitupun sebaliknya. Bahkan, mereka belum pernah berbicara. Hanya saja, Baekhyun merasa sudah lama mengenal pemuda itu. Terima kasih pada adiknya yang selalu bercerita tentang Jongin ini dan Jongin itu. Baekhyun menghela nafas. Lelaki itu membalik badan, lalu berjalan keluar, berusaha untuk tidak membuat Jongin terbangun.


Pemuda itu menarik nafas dalam. Kedua tangannya Ia masukan ke dalam saku jaketnya, merasa dingin. Sekalipun ini adalah malam musim semi. Ia melihat ke sekeliling ruang tunggu bandara. Banyak sekali orang yang berlalu lalang. Mungkin mereka menaiki penerbangan malam. Lelaki itu menyandarkan tubuhnya pada kursi tunggu. Ia meletakkan kepalanya kebelakang kemudian memejamkan mata. Pikirannya melayang membayangkan wajah seseorang yang cukup berarti untuknya. Ah, jadi rindu kan. Kira-kira dia sedang apa ya? Apa dia juga merasa rindu seperti dirinya? Sudah tiga tahun lebih semenjak terakhir kali bertemu dengannya. Salah dirinya juga sih waktu itu pergi tanpa pamit.

PLAK

Sehun tersentak dan reflek membuka mata. Pemuda itu meringis kecil memegangi dahinya yang kena tamparan seseorang. Hendak mengumpat kemudian mengangkat wajah. Mendapati Baekhyun yang seakan sudah siap akan melahapnya dengan aura hitam yang mengelilingi. Sehun menyengir kecil. "Hyung? Long time not see. Makin seksi aja ya body-mu." Baekhyun mendecih.

PLAK

"Hyung, stop it!"

"Itu karena pergi tanpa bilang."

PLAK

"Itu karena sudah membuatku khawatir."

PLAK

"Dan itu karena membuatku datang malam-malam begini ke bandara untuk menjemputmu!" Pemuda itu berteriak di akhir kalimat. Dadanya naik turun menahan amarah. "Bajingan kamu Oh Sehun!" Ia kembali berseru. Sehun merubah rawut wajahnya. "Aku ini sangat khawatir denganmu!"

"Hyung…"

"Pergi begitu saja, tidak ada kabar. Aku kira kamu mati bunuh diri entah dimana." Sehun menatap sendu pria yang sudah Ia anggap kakak itu, membawanya ke dalam pelukan. "I'm sorry." Baekhyun menghembuskan nafas kasar. Balas memeluk tubuh lelaki itu. "Sekali lagi kamu begini, jangan harap kamu masih bisa hidup ditanganku." Nada suaranya memelan. Lelaki itu mengeratkan pelukannya. "I miss you." Sehun mengangguk, kemudian melepas tautan. "Hyung, ayo makan. Aku lapar." Ia merengek, Baekhyun terkekeh. Sehun menggeret kopernya, berjalan mendahului Baekhyun. "Hyung, mobilmu parkir dimana?"


"Jadi, kemana kamu selama tiga tahun ini?" Baekhyun melahap burger di tangan kanannya. "Korea." Sehun menjawab setelah menelan makanan di mulutnya. "Dan apa yang kamu temukan?" Sehun menarik sudut bibirnya. "Everything." Baekhyun mengerenyit. Tidak mengerti. "Aku menemukan semua jawaban yang selama ini aku cari, hyung."

"And that is what?" Sehun menaruh burger setengah habis yang ada di tangannya. Lelaki itu meraih tas miliknya, mencari sesuatu kemudian menyerahkannya pada Baekhyun. Sementara lelaki itu mengerenyit heran. "Ini apa?"

"Itu beberapa dokumen menyangkut penggelapan uang yang di lakukan Beyond's Group selama dua puluh tahun terakhir." Baekhyun melebarkan matanya. "Wow, darimana kamu dapatkan semua ini?" Sehun menyesap colanya, kemudian kembali menatap ke arah lelaki itu. Sudut bibirnya terangkat, menyeringai. "You don't need to know that." Baekhyun memutar mata. Oh, yang benar saja bocah ini? Dia mau main rahasia-rahasiaan dengan dirinya sekarang?

"Just tell me kid."

"Hyung, sudahlah. Aku tidak bisa memberi tahumu." Baekhyun menghela nafas. Menaruh dokumen yang tadi Ia pegang ke meja. "Okay. Sekarang, beri tahu aku, kamu sedang merencanakan apa?"

"Hyung…"

"Oh come on! you kept me out of the loop for three years!" Sehun menghela nafas. "Nanti, pasti aku beritahu."

"Nantinya itu kapan?"

"Hyung, don't push me." Baekhyun menghela nafas, menyerah. "Fine." Ia menatap lurus ke arah lelaki itu. "So, what are you going to do in the meantime?" Sehun menelan potongan burger terakhirnya. Menyesap cola, kemudian mengelap bibirnya dengan tissue. Pemuda itu kembali menatap Baekhyun, kemudian tersenyum kecil. "I have to meet someone first."


"Bicth! You better be wake up in the next five second or I'll kick your ass!" Chanyeol bertolak pinggang di hadapan Jongin yang masih bergelut nyaman di sofa. Lelaki itu tidak habis pikir, Ia kira Jongin pergi dari rumahnya semalam. Ternyata malah tidur di sini. Ada-ada saja sepupunya itu. Merasa tidak ada respon, Chanyeol kembali berseru. "Kim Jong-fucking-In!" Jongin menggeliat, susah payah membuka kedua kelopak mata. Ia merengut kesal.

"Fine! I'm awake, asshole!" Lelaki itu berseru kemudian melempar bantal sofa kearah Chanyeol yang kini berdiri di balik pantry. "Gotcha!" Ia berseru senang melihat sang sepupu tersedak air minum yang di tegaknya. "Mati kamu, Jong!" Chanyeol menggeram kesal. Tawa Jongin tidak bertahan lama. Ia menelan salivanya kasar melihat Chanyeol berjalan kearahnya dengan wajah murka. "Yeol, aku cuma becanda, okay?" Perlahan, Ia berjalan mundur. Bersiap untuk menghindari lemparan air dari sang sepupu. "Chanyeol…" Jongin berkata pelan. Kakinya terhenti ketika punggungnya menabrak pintu di belakang. "Come here, you little bitch!" Pemuda itu berlari ke arah Jongin. "Aaaaa!" Dengan sigap, Jongin berlari keluar rumah. "Yeol, maaf aku cuma becanda!" Jongin menghentikan larinya, berjalan mundur dengan perlahan. Ia mengerenyit melihat ekspresi Chanyeol yang tiba-tiba berubah. Lelaki itu menghentikan langkahnya. "Yeol, are you okay?"

"What are you doing in here?" Nada suara Chanyeol berubah. Jongin membalikkan badan hati-hati. Kedua kakinya lemas secara tiba-tiba. Refleks dia melangkah mundur. Jongin merasa nafasnya tercekat. Ia berbalik kemudian berjalan cepat memasuki rumah. Tidak ada niatan untuk menoleh.

"Jongin tung–"

"Aku tanya, mau apa kamu kemari?" Chanyeol menahan lengan lelaki itu. Sehun menghentikan langkahnya. Menatap mata pemuda yang sama tinggi dengannya itu memohon. Ia menarik nafas. "Let me talk to Jongin first." Sehun berusaha melepas cengkraman lelaki itu sementara Chanyeol mengeratkan. "Not a chance, bro." Chanyeol berkata dengan suara rendah. "Berani kamu menampakkan wajah lagi di depan adikku, jangan harap kamu bisa bernafas keesokkan harinya."

"Chanyeol, aku mohon sebentar saja." Sehun berkata lirih. "Aku hanya ingin minta maaf padanya."

"Aku bilang pergi."

"Chan–"

"You want to go nicely or I'll call the cop." Sehun menghela nafas, menyerah. "Okay. But tell him that I'm sorry. I never meant to hurt him." Lelaki itu membalikkan badan. Berjalan memasuki mobil audi hitam miliknya. Chanyeol menarik nafas kemudian menghembuskan dengan keras. Ia berjalan memasuki rumah dan mendapati Jongin duduk menunduk dengan bantal di pelukan. "Dia sudah pergi?" Chanyeol mengangguk. "Ya." Jongin menarik nafas.

"Mau apa dia sebenarnya?"

"He said, he is sorry." Jongin mendongak, matanya mengikuti Chanyeol yang kini duduk di hadapan. "For hurting you." Jongin mendecih. "Dia bisa berkata maaf juga?" lelaki itu mendesah keras. "Aku kira dia sudah tidak punya hati." Chanyeol bangun dari duduknya. Tangannya terjulur mengusap kepala Jongin pelan. "Aku mandi dulu. Kamu juga, setengah jam lagi kita ada rapat. Kamu pakai bajuku saja dulu." Jongin mengangguk sambil tersenyum kecil.

To Be Continued...


a/n: gimana? tertarik untuk baca chapter selanjutnya? atau seharusnya gak usah aku lanjut?

maaf kalau ada yang tersinggung dengan kalimat-kalimatnya. untuk kata-kata soal Krystal, sumpah aku sama sekali gak benci dia dan di ff ini maaf aku bikin dia bitchy banget :)

Last words, review?