Disclaimer: I only own this story

.

.

Dedicated for My Beloved Reader

Pentas

Alternate Universe

Rate T+

If you don't like this story, fandom, characters

or me?

Please, leave this page without drama.

Take it easy.

.

.

.

PENTAS

Genre: Horor *mungkin*

Aku senang sekali ketika latihan kami selama berbulan-bulan akan mencapai puncaknya malam ini. Dua pagelaran teater akan kami tampilkan dalam waktu kurang dari satu jam mendatang. Suara-suara para pengunjung yang hadir sudah terdengar sampai ke belakang panggung. Beberapa temanku yang sudah selesai di make up dengan berjingkat-jingkat berjalan ke belakang kain hitam yang menjadi background panggungan, mencoba mengintip dan menghitung berapa banyak bangku penonton yang sudah terisi.

"Penuh! Ya Tuhan, penuh!" Ino nyaris meneriakan kata-kata itu. Dengan penampilan yang sudah disulap menyerupai para politisi yang akan mengikuti pemilu, ekspresi Ino nyaris menggelikan.

Aku sendiri sedang di make up, dan beberapa kali terkikik melihat melalui cermin gurat-gurat yang kini terlihat nyata di bagian dahiku. Aku berperan sebagai pedagang kaki lima tua pemarah yang dagangannya tak pernah habis. Aku suka sekali peran ini omong-omong. Ini lebih baik daripada menjadi politisi seperti Ino. Jas yang ia kenakan terlihat konyol. Dan rambutnya yang digelung lebih terlihat seperti rumah keong daripada sanggulan sebenarnya. Well, tema kali ini adalah komedi. Jadi wajar jika semua orang terlihat menggelikan.

Kami akan tampil perdana. Setelah itu menyusul para senior yang mengusung tema horor komedi. Ketika waktunya tiba, kami berjajar di belakang panggung sesuai urutan tampil. Aku muncul di stage awal dan stage empat yang menjadi stage terakhir. Ini benar-benar luar biasa karena aku sama sekali tak merasakan gugup. Mungkin karena latihan yang begitu keras, atau karena kami benar-benar sudah mendalami karakter masing-masing. Yang pasti penampilan kami sukses, dan penonton membutuhkan banyak waktu hingga benar-benar berhenti tertawa.

Jeda waktu sebelum tema kedua ditampilkan diisi oleh pembacaan puisi yang juga sepertinya membius perhatian para penonton. Kami yang berada di belakang panggung mulai mengambil foto bersama para senior yang didandani menyerupai makhluk gaib. Total mereka sembilan orang, yang dua diantaranya akan memerankan manusia biasa. Tujuh yang lainnya berperan sebagai kuntilanak, pocong, genderuwo, tuyul, wewe gombel, drakula, dan vampir a la film-film Cina kolosal. Di situasi ramai, penampilan mereka juga terlihat tak kalah menggelikannya dari kami.

Pembacaan puisi berakhir beberapa menit kemudian. Tema kedua mulai ditampilkan. Kami yang sudah tampil dan juga sudah berfoto, menghabiskan waktu di belakang panggung untuk melepaskan kostum, dan menghapus make up. Para senior sudah memasuki stage terakhir ketika aku keluar dari belakang gedung, dan masuk dari pintu penonton. Aku mendekati salah satu temanku –Karin yang kuberikan tiket gratis kemarin hari, dan kebetulan mendapat bangku di bagian pinggir. Aku mulai berjongkok di sebelahnya.

"Bagaimana penampilanku?" tanyaku setengah berbisik.

Dia mengacungkan dua ibu jari tangannya. "Oke banget!"

"Yang ini?" aku menunjuk kedepan dengan mengedikkan daguku.

"Oke juga," ungkapnya. "kalian keren sekali, Sakura. Apalagi yang memerankan suster ngesot. Wah, dia membuatku merinding."

Aku mengangguk puas. Lalu membelalak pada Karin saat teringat sesuatu.

.

.

.

Flash Fiction. Ini berdasarkan kejadian nyata waktu pementasan teater perdanaku dulu. Hampir dua tahun lalu. Ada yang bisa menebak dimana keanehannya?

Btw, aku ada cerita lainnya. Sehari sebelum pementasan. Tapi kurasa itu ga terlalu seram juga.

Dan, aku ga tahu ini harus dimasukkan ke genre apa pada awalnya. Jadi semoga sesuai ^^

Gyuya.