Title: Letter

Genre: Romance. Humor(?).

Rate: T

Cast: Kim Jaejoong, Jung Yunho, Park Yoochun, Shim Changmin, Kim Junsu, and other.

Disclaimer: Saya cuma pinjam nama. Yunho milik Jaejoong dan Jaejoong milik Yunho. Plot is mine.

Pairing: Of course Yunjae.

School life romance.

Warning: AU. OOC. GS for uke. Typo

.

[Letter]

.

"Surat lagi?"

Jaejoong hanya mengendikkan bahu seraya menunjukkan surat tersebut ke temannya. Dengan menghela napas, ia buka amplop di tangannya.

Anneyoong..

Kudengar hari ini kau tak membawa bekal makan siangmu.

"Uwaaah.. dia benar-benar tau semua tentangmu. Kereen.." Komentar Junsu.

"Heh? Keren katamu? Dia benar-benar seperti stalker, kau tau?"

Jaejoong kembali mengalihkan pandangannya pada surat itu.

Dan aku tau kau tidak begitu menyukai makanan yang dijual di kantin. Jadi, jikalau berkenan, makanlah roti yang sudah aku letakkan di dalam tasmu. Semoga hari ini menyenangkan^^

"Huh, bahkan dia berani membuka tasku tanpa izin."

"Yaah.. mau bagaimana lagi.. laci mejamu kan sudah penuh oleh barang-barangmu yang tak kau rapikan itu."

"Dia bisa meletakkannya di atas meja atau kursiku kan?"

"Kau lupa kalau kau memiliki musuh bebuyutan yang selalu iseng padamu?"

Junsu melirik seorang namja yang sedang duduk di meja tak jauh dari mereka. Jaejoong mengikuti arah pandang temannya.

"Ada apa lihat-lihat?" namja yang dilirik Junsu itu melayangkan protesnya, "Termakan pesonaku, huh?"

"Pesona apa yang kau maksud, heh? Ck ck.."

Jaejoong menarik lengan Junsu menjauh dari Yunho menuju keluar kelas. Ia sedang tidak mood adu mulut dengan namja itu sekarang.

.

~yunjae~

.

"Disana saja.." tunjuk Junsu ke suatu sudut yang kosong di atap sekolah tempat mereka berada kini. Jaejoong mengangguk kemudian mengikuti langkah yeoja imut itu.

"Biasanya Changmin akan duduk menunggu kita seperti anak anjing kelaparan yang sedang meminta makanan kepada majikannya." Ujar Jaejoong sesaat setelah mendaratkan bokongnya di aspal yang cukup hangat karena suasana siang itu.

"Yeah.. dan karena dia tau kau tak membawa bekalmu hari ini, dia tidak menunggumu."

"Uhm. Ini.. untukmu saja.."

Jaejoong menyerahkan roti yang diberikan oleh secret admirer-nya kepada Junsu.

"Kau yakin memberikan ini padaku?"

"Hai."

"Sungguh? Kau mau dia marah lagi dan melakukan hal bodoh seperti waktu itu?"

Jaejoong terdiam sebentar, "Hhh.. kau benar."

Dengan malas ia membuka bungkus roti itu dan memakan isinya sambil menatap langit, teringat kembali kejadian saat itu.

Pakai plester ini untuk menutup lukamu.

Jaejoong membaca sebaris kalimat yang ada pada secarik kertas itu, surat dari penggemar rahasianya, dengan plester yang dimasukkan bersama surat itu ke dalam amplop.

"Dia perhatian sekali padamu, Joongie."

"Tapi kau kan tau aku tidak suka memakai plester, Su. Untukmu saja.."

Setelah itu, saat Jaejoong kembali dari makan siangnya, ia dikejutkan oleh banyaknya kotak-kotak plester di atas mejanya bersama sepucuk surat.

Kau mau lukamu infeksi, eoh? Akan kuberikan lebih banyak lagi jika kau tak memakainya.

"Ya! Kim Jaejoong."

Lengkingan khas Junsu membuat Jaejoong tersadar dari lamunannya.

"A..apa?"

Junsu mengarahkan dagunya pada sosok yang baru bergabung dengan mereka, "Itu.. Yamashita."

Jaejoong menatap orang yang ditunjuk Junsu sambil tersenyum, "ah.. Yamappi."

"Daijobuka? Kau melamun."

"Tidak. Aku hanya terlalu fokus memikirkan sesuatu."

"Sama saja, bodoh." Sela Junsu.

Jaejoong menatap Junsu sambil memeletkan lidahnya, "Jangan menghinaku bodoh, bodoh." Kemudian kembali menatap Yamashita, "Ada yang ingin kau bicarakan denganku?"

"Aah, itu.. bagaimana materi yang kuajarkan tadi?"

Senyum di wajah Jaejoong terkembang, "Aku sudah mengerti. Terima kasih telah mengajariku. Berkat kau, aku tidak perlu dimarahi Fuyutsuki sensei. Aku benar-benar berterima kasih."

"Baguslah. Kalau ada lagi yang tak kau mengerti, aku bersedia membantumu."

Jaejoong mengangguk, "Terima ka—"

TUK

Perkataan Jaejoong terhenti karena sebuah gumpalan kertas baru saja datang dari sisi kiri dan mengenai kepalanya.. dan ia tau siapa yang melakukan itu.

"Yunho tolong jangan menggangguku. Aku sedang berbicara dengan orang lain." Kesal Jaejoong tanpa menghadap Yunho. Kembali ia memfokuskan pandangan pada Yamashita dan memasang senyum sebagai permintaan maaf atas gangguan yang baru saja terjadi, "Terima kasih kau sudah membolehkanku untuk merepotka—"

TUK TUK TUK

Sudah tidak terhitung lagi jumlah gumpalan kertas yang bergelindingan di sekitar Jaejoong setelah sebelumnya benda putih tak beraturan itu mengenai kepalanya. Yeoja itu menggeram kesal sebelum berdiri dan menghampiri Yunho.

"Hei, Jung. Kenapa kau menggangguku, heh?"

"Mengganggu apa?" tanya Yunho dengan tampang sok polos.

Jaejoong menyilangkan kedua tangan di depan dada, "Jangan kira aku tidak tau, bodoh. Kau yang menimpukku kan?"

"Tidak. Lihat.." Yunho menunjukkan telapak tangannya, "Tanganku bersih." (salah satu adegan di Spongebob Squarepants)

"Benar-benar menyebalkan. Awas kau, Jung Yunhooo."

Jaejoong mengejar Yunho yang sudah terlebih dahulu melarikan diri darinya. Dan untuk kesekian kalinya siswa-siswi di sana mau tak mau harus menonton adegan tom and jerry berwujud manusia itu.

"Hhh.. selalu saja. Ternyata aku masih belum bisa mengalihkan perhatian Jaejoong dari laki-laki itu."

Junsu yang tadi sibuk melihat pertengkaran tidak berguna antara Jaejoong dan Yunho segera mengalihkan pandangan pada Yamashita, "A..apa yang kau katakan tadi?" sebenarnya ia dengar, tapi tetap bertanya untuk memastikan kebenarannya.

Yamashita menggeleng dan memasang senyum getir, "Bukan sesuatu yang penting." Kemudian namja itu beranjak dari duduknya, "Aku pergi dulu. Sampaikan pada Jaejoong kalau ia bebas memanggilku kapan saja ia membutuhkanku. Terima kasih, Junsu."

Junsu hanya mengangguk kemudian menatap punggung Yamashita yang menjauh. Saat bayangan namja itu menghilang, matanya beralih pada Jaejoong yang masih setia mengejar Yunho.

"Dasar bodoh."

.

~yunjae~

.

"Mungkinkah secret admirer-mu itu Yamashita?" tanya Junsu dengan masih terus berlari. Kelasnya sedang dalam pelajaran olahraga sekarang. Dan seperti biasa, pelajaran dimulai dengan lari 10 putaran.

"Kenapa kau berpikir begitu?"

"Karena sepertinya Yamashita menyukaimu."

"Junsu! Jaejoong! Kalau kalian tidak ingin dihukum, berhenti mengobrol dan lanjutkan berlari dengan serius!"

Terdengar bentakan Misaki sensei sang guru olahraga, membuat duo Kim itu begidik ngeri dan menghentikan obrolan mereka.

"Yamashita menyukaiku?" tanya Jaejoong.

Jam pelajaran olahraga baru saja selesai dan duo Kim itu sedang duduk di pinggir lapangan mengistirahatkan otot-otot kakinya.

Junsu hanya mengangguk. Ia belum dapat bicara karena masih sibuk mengatur napasnya.

"Bagaimana kau tau?"

"Kau tidak menyadarinya?" Junsu melihat gelengan Jaejoong sebagai tanggapan atas pertanyaannya, kemudian menceritakan apa yang terjadi setelah Jaejoong meninggalkan Yamashita untuk meladeni keisengan Yunho.

"Dan tadi aku melihatnya, ia menatapmu dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya. Saat mengajarimu, ia juga menatapmu seperti itu. Yeah.. walau akhirnya terganggu karena Yunho bernyanyi sangat keras hingga kau tak dapat mendengar apa yang Yamashita katakan. Hhhh.. aku heran padanya. Sepertinya ia tidak suka sekali saat kau bersama Yamashita. Mungkinkah dia juga menyukaimu?"

"Aah.. dia itu. Memang selalu menggangguku. Tapi, yang menulis surat itu sepertinya bukan Yamashita. Di surat itu tertulis 'anneyoong' kan? Jadi kupikir orang itu dari Korea."

"Jadi maksudmu Yunho?"

"Tidak juga. Kau lupa? Orang Korea yang bersekolah di sini cukup banyak."

"Tapi orang Korea yang terlihat menyukaimu hanya Yunho."

Jaejoong menggeleng keras, "Aku tetap pada pendirianku bahwa orang yang memberi surat itu adalah stalker. Tidak mungkin orang yang menyukaiku melakukan hal menyebalkan seperti itu."

"Menyebalkan? Menurutku itu romantis."

Jaejoong mengerucutkan bibir, "Huh. Romantis apanya.."

"Ya.. ya.. ya.. terserah kau saja." Junsu beranjak dari duduknya, "Aku ingin membeli minuman. Mau ikut tidak?"

Jaejoong menggeleng.

"Baiklah. Aku duluan ya." Junsu melambaikan tangan kemudian pergi meninggalkan Jaejoong.

"Hhhhh.." Jaejoong menghela napas dalam kemudian mendaratkan dagunya di kedua lututnya, 'Tak bisa mengalihkan perhatian dari Yunho? Apa benar? Aku memang menyukainya... dulu. Bahkan aku mati-matian belajar hanya untuk bisa bersekolah di tempat yang sama dengannya. Di sini.. SMA favorit di Jepang. Tapi, perlakuannya padaku membuatku kesal. Dan kekesalan itu sepertinya mengalahkan rasa sukaku.'

Jaejoong beranjak dari duduknya, "Biarkan saja orang itu. Di sini banyak siswa yang lebih keren dan lebih baik dari—"

JDUAK

Karena tak berhati-hati, Jaejoong tidak menyadari batu kecil yang ada di depannya dan akhirnya jatuh dengan tidak elit akibat tersandung batu itu.

"Aww..." Jaejoong menggulung celana olahraga yang masih dipakainya hingga lututnya terlihat, "Aissh.. darah." Ia menggulung sisi celana yang lain dan menemukan hal yang sama. Kedua lututnya luka sekarang.

"Daijobuka?"

Jaejoong mendongak menatap sumber suara. Yunho.

"Makanya, hati-hatilah kalau jalan."

"Berisik. Tidak usah menceramahiku." Jaejoong kembali menatap kedua lututnya, "Aisshh.. sakit sekali."

Yunho duduk di hadapan Jaejoong dan ikut menatap luka di lutut yeoja itu, "Ini harus segera diobati sebelum infeksi."

"Aku juga sudah tau. Aku akan segera ke ruang kesehatan. Kau pergilah.."

"Kuantar.."

"Tidak perlu. Pergi sana.."

"Yasudah. Terserah kau saja." Yunho menghela napas kemudian beranjak meninggalkan Jaejoong.

BRUK

Langkah Yunho terhenti mendengar suara jatuh dari tempat Jaejoong berada.

"Tuh kan, tidak bisa berjalan. Jangan keras kepala dan bersikap seolah-olah kau baik-baik saja." Yunho berjongkok di depan Jaejoong, menghadapkan yeoja itu pada punggung kokohnya, "Kugendong sampai ruang kesehatan."

"Tidak mau.."

"Jangan menolak atau aku akan menggendongmu ala bridal style."

Jaejoong mengerucutkan bibirnya kemudian melingkarkan kedua lengannya di leher Yunho. Namja itu mengangkat tubuhnya dan mulai berjalan. Tanpa sadar senyum terlukis di cherry lips milik Jaejoong.

'Mungkin aku masih menyukainya.'

Perlahan Yunho menurunkan Jaejoong dan mendudukkannya di ranjang dalam ruangan yang didominasi warna putih itu. Sepi sekali, hanya ada mereka berdua di sana.

"Sepertinya bu Moritaka sedang tidak ada. Tunggulah di sini. Biar kupanggilkan."

"Tidak perlu. Aku bisa sendiri."

"Jaejoong.."

Jaejoong menoleh ke sumber suara dengan tangan masih terulur hendak mengambil obat-obatan yang ada di atas meja nakas dekat ranjang yang didudukinya, "Junsu.."

"Aku mencarimu.." Junsu mengambilkan obat-obatan tersebut dan meletakkannya di samping Jaejoong, "Ternyata kau di sini bersama..." Junsu sengaja menggantung kalimatnya dan melirik namja yang berdiri tak jauh dari mereka.

Jaejoong memandangi Yunho yang hanya diam kemudian Junsu yang sedang menatapnya penuh harap akan penjelasan, "Aku.. tadi jatuh dan Yunho membantuku kesini."

Junsu mencondongkan tubuhnya mendekati Jaejoong dan menatap yeoja itu lekat-lekat meminta penjelasan maksud dari 'membantu'. Jaejoong hanya dapat menghela napas kemudian menatap Yunho meminta namja itu untuk meninggalkan mereka berdua saja.

"Kalau begitu aku pergi dulu."

Setelah membungkukkan badan, namja itu keluar dari ruang kesehatan.

Sekali lagi Jaejoong menghela napas, "Dia menggendongku."

"Sudah kuduga." Junsu mengukir senyum kemenangan.

"Ukh.. tadinya aku tidak mau. Tapi dia memaksaku karena saat mencoba berjalan, aku terjatuh lagi. Bahkan dia mengejekku keras kepala dan sok. Jadi kurasa yang kau pikirkan itu tidak benar."

"Oh ya? Kita lihat saja." Junsu membantu Jaejoong mengobati lukanya, "Ngomong-ngomong, aku berani bertaruh bahwa sampai kelas nanti, di mejamu ada surat dari orang itu."

.

~yunjae~

.

"Kau benar."

Jaejoong menunjukkan surat yang sudah berada di atas mejanya saat ia dan Junsu baru memasuki kelas mereka. Yeoja itu kemudian membuka surat tersebut.

"Anneyoong.. Kau terjatuh? Lain kali berhati-hatilah.. Jangan lupa untuk mengobati lukamu secara berkala. Semoga cepat sembuh.."

Jaejoong dan Junsu saling berhadapan, kemudian bersama-sama mengalihkan pandangan pada sumber suara yang baru saja membaca isi surat itu dengan volume cukup keras.

"Huwaaa.. Changmin." Segera Jaejoong menutup mulut Changmin, walau hal itu sia-sia karena mereka sekarang sudah menjadi pusat perhatian siswa-siswi di kelasnya. Dengan rasa malu yang teramat sangat Jaejoong meminta maaf atas kegaduhan yang ditimbulkan olehnya dan kedua temannya.

"Bodoh."

"Kenapa mengataiku bodoh? Aku kan hanya membaca yang tersaji di hadapanku."

"Tapi tak perlu keras-keras hingga membuat semua orang di sini mendengarnya kan?"

"Memang volume suaraku sudah ter-set seperti ini.."

"Ya..ya..ya.." Jaejoong duduk di kursinya dengan sedikit dibantu oleh Junsu, kakinya masih terasa sakit. Diikuti oleh yeoja imut itu yang duduk di sebelahnya, sedang Changmin duduk di atas meja.

"Jadi.. apakah itu surat dari penggemar rahasiamu?"

"Hmm." Jaejoong mengangguk sebagai tanggapan atas pertanyaan Changmin.

"Setelah surat yang kesekian kalinya ini, sudahkah kau menarik kesimpulan atas analisismu dalam menentukan siapa pengirim surat ini, Shim Changmin yang jenius?" tanya Junsu.

Changmin meletakkan tangannya di dagu memasang pose berpikir, "Masih belum bisa ditarik kesimpulan, Kim Junsu yang tidak jenius."

"Apa kau bilang? Mau mati ya?"

Junsu melayangkan pukulan bertubi-tubi pada punggung Changmin. Sedang Jaejoong hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua temannya itu. Mereka mirip sekali dengan dirinya dan Yunho, yang pasti selalu bertengkar atau adu mulut jika bertemu.

"Kakimu.. sudah diobati?"

Suara itu...

Panjang umur. Jaejoong yang kini duduk sendiri karena Junsu sedang mengejar Changmin yang mengelilingi kelas menghindari amukan si yeoja imut, dihampiri oleh Yunho.

"Ha..hai." Jaejoong menundukkan kepala. Yunho cukup dekat dengannya hingga ia dapat mencium wangi mint yang menguar dari tubuh namja itu, aroma yang membuat ia ingat kejadian saat namja itu menggendognya.

"Ah.. iya. Kusarankan kau untuk diet, nona Kim. Aku hampir remuk menahan beban tubuhmu tadi.." ledek Yunho disertai tawa.

PLAKK

Dengan seenak butt seksinya, Junsu menggeplak kepala Yunho.

"Apa yang kau katakan, heh?" Junsu berkacak pinggang "Jangan hanya karena kau tadi menggendongnya ke ruang kesehatan, merasa bisa seenaknya meledek Jaejoong."

SIIING

Volume suara Junsu yang sangat keras bahkan melengking melebihi Changmin sukses membuat semua siswa di kelas itu kini memandangi mereka. Jangan lupakan Yamashita yang kini bagai terkena serangan jantung mendengar pujaan hatinya digendong oleh laki-laki selain dirinya, apalagi laki-laki itu adalah Yunho, orang yang selalu membuat Jaejoong mengalihkan perhatian darinya.

Changmin menepuk jidatnya. Jaejoong menenggelamkan diri dengan menutup seluruh kepalanya dengan jaket. Sedangkan Yunho tetap memasang tampang cool walau dalam hati sebenarnya ia sangat senang atas perbuatan Junsu, terlebih melihat wajah sedih Yamashita yang baginya tampak bodoh.

Setelah hening yang cukup lama, suasana mulai riuh.

'Junsu.. bodoh. Kalau saja kakiku sedang tidak sakit, pasti akan kuseret dia dan kugantung di ring basket.' Batinnya. Suasana yang semakin ribut membuatnya urung melepas jaket yang menutupi kepalanya. Suara-suara terdengar bersahutan, tidak jelas apa yang mereka bicarakan. Tapi ia dapat mendengar namanya dan Yunho diantara suara yang bersahut-sahutan itu.

Melihat Jaejoong yang masih saja menenggelamkan dirinya, Yunho beranjak menuju tempat duduknya sendiri dengan lesu. Kemudian mulai menyibukkan diri dengan ponselnya, tak mempedulikan beberapa orang yang memberondonginya pertanyaan yang serupa.

.

~yunjae~

.

Jaejoong menghela napas. Pagi ini sudah tak terhitung berapa kali ia melakukan itu. Masih satu jam lagi bel masuk sekolah berbunyi, tapi di hadapan Jaejoong kini sudah tampak Ryokufu High School, tempatnya menuntut ilmu. Sesuatu yang rasanya asing, karena biasanya yeoja imut itu datang tepat pada saat bel masuk berbunyi, bahkan terkadang telat. Tapi dengan keadaannya sekarang, ia tak mungkin berangkat sekolah sesantai biasanya, karena kakinya masih sakit jika digunakan untuk berlari. Kalau ia sampai terlambat lagi, bisa dipastikan Seiji sensei sang guru kedisiplinan memberinya hukuman yang baginya tak berperikemanusiaan.

Setelah menukar sepatunya dengan sepatu yang khusus digunakan di ruang kelas, dengan senyum merekah karena merasa menjadi siswi teladan hari ini, Jaejoong memasuki kelasnya.

'Eh?'

Jaejoong segera menghampiri tempat duduknya dimana kini ada seseorang yang ia kenal sedang memasukkan tangannya ke laci mejanya.

"Apa yang kau lakukan di mejaku?"

Orang itu menolehkan kepalanya, hingga Jaejoong dapat menatap mata musang yang kini membulat karena pemiliknya sedang dalam keadaan terkejut, hingga mengeluarkan tangannya dengan cepat dari dalam meja, yang mengakibatkan sesuatu terpaksa keluar dari sana dan jatuh ke lantai.

Jaejoong membungkukkan badan memungut benda yang terjatuh itu, hampir bersamaan dengan Yunho yang ingin merebutnya. Karena rasa penasarannya pada benda itu, terlebih itu adalah sebuah amplop yang sudah tak asing baginya, amplop berisi surat yang sering ditujukan padanya; Jaejoong berkeras tak mau melepaskan amplop itu begitu saja.

"Lepaskan tanganmu, Jung."

Tak menjawab, Yunho menarik amplop yang masih digenggam Jaejoong itu dengan cukup kuat. Saat amplop itu hampir saja berpindah ke tangan Yunho sepenuhnya, dengan cepat Jaejoong memajukan wajahnya dan mengigit tangan Yunho.

Karena refleks dan sakit yang tiba-tiba menderanya, Yunho melepas cengkramannya pada amplop itu, "Kenapa tiba-tiba menggigit tanganku?"

Jaejoong memeletkan lidahnya "Rasakan.", kemudian membuka amplop itu dan membaca suratnya.

Selamat pagi.

Sepertinya kemarin adalah waktu yang cukup sulit bagimu. Berita tentangmu dan Yunho membuat teman-teman sekelasmu yang tukang gosip itu membesar-besarkannya. Kuharap kau tak mempedulikan mereka. Jalani hari-harimu seperti biasa, ne.

Kim Jaejoong, fighting!

Jaejoong tersenyum usai membaca surat itu. Ia senang. Yunho yang meletakkan amplop ini di laci mejanya, berarti orang itulah yang selama ini mengiriminya surat. Pandangannya seketika berubah, yang awalnya ia anggap pengirim surat itu adalah stalker, kini ia merasa surat-surat itu adalah bentuk perhatian Yunho terhadap dirinya.

Tunggu dulu..

Disini tertulis nama Yunho, tidak mungkin ia menyebut diri sendiri dengan namanya kan?

Jaejoong mengangkat wajah, kembali mempertemukan doe eyes-nya dengan mata musang namja di hadapannya, meminta penjelasan lewat tatapan itu.

"Kebetulan aku sedang membersihkan kelas dan menemukan itu di mejamu."

Senyum yang masih sedikit tersisa di wajahnya kini benar-benar hilang. Ia terlalu berharap banyak sepertinya.

"Kau.. tumben sekali pagi-pagi begini sudah datang, 'Miss terlambat'?"

"Bukan urusanmu." Ujar Jaejoong sambil duduk di kursinya dan tak menatap Yunho sama sekali. Namja itu sukses membuatnya jatuh setelah sebelumnya melayang karena berharap sesuatu yang seharusnya tak ia harapkan.

Yunho hanya mengendikkan bahu kemudian mulai berjalan menjauhi tempat Jaejoong.

"Yunho.."

Yunho menoleh tampak malas, "Apa?"

"Kupikir kau akan berusaha merebut kembali amplop ini karena ingin melihat isinya."

Yunho memutus pandangan mata mereka "Untuk apa? Bukan urusanku."

DEG

Jaejoong sedikit tersentak mendengarnya. Walau seharusnya itu tak perlu karena biasanya Yunho melontarkan kata-kata tajam padanya, tapi entah kenapa kali ini rasanya lebih menyedihkan.

"Bodoh.." geram Jaejoong seraya meremas-remas surat di tangannya.

"Eh?" Yunho mengalihkan pandangannya lagi pada Jaejoong dan saat itu juga gumpalan kertas mengenai wajahnya.

"Hei.. kenapa menimpukku?"

Tak dipedulikan pertanyaan Yunho, Jaejoong menutupi kepalanya dengan jaket.

'Kenapa di dunia ada orang semenyebalkan dirinya? Dan bodohnya aku kenapa bisa menyukai orang itu. Bodoh bodoh bodoh.'

.

~yunjae~

.

"Huh.. Onizuka sensei menyebalkan sekali. Selalu memberikan tugas rumah yang sulit." Keluh Junsu sambil menolehkan kepalanya ke samping menatap teman sebangkunya yang masih saja menopang dagu sejak kelas dimulai tadi, "Kau masih ingat kan tugas rumah yang diberikannya minggu la—"

"Diamlah, Su. Kau berisik sekali."

Junsu membelalakkan mata, raut cemberut menghias wajahnya "Joongie, kau masih marah padaku soal kemarin? Aku kan sudah minta maaf.."

Wajah yeoja imut itu tampak sedih, membuat Jaejoong merasa sedikit bersalah "Ma..maafkan aku. Aku sungguh sudah tidak marah lagi padamu. A..aku hanya sedang tidak mood karena terjadi hal menyebalkan pagi ini."

Wajah Junsu berubah cerah. Perubahan mood yang cepat sekali, "Hal menyebalkan apa?"

"Aah, bukan sesuatu yang penting. Ayo kita segera ke atap. Aku sudah sangat lapar." Ajak Jaejoong seraya menunjukkan bekal makan siangnya, "Untunglah aku tidak lupa membawanya seperti kemarin." lanjutnya sembari berjalan keluar kelas diikuti oleh Junsu.

"Halo, kakak-kakak cantik."

Jaejoong memutar bola mata pada namja yang tiba-tiba saja muncul ketika ia dan Junsu hendak menaiki tangga, "Changmin.. kata 'cantik' itu hanya sogokan agar aku mau membagi bekal makan siangku padamu kan?"

Changmin menaik-naikkan kedua alisnya, "Kau sudah sangat tau diriku."

"Kalau begitu tak perlu berbasa-basi segala. Kau tau aku selalu melebihkan bekalku demi dirimu. Ayo kita ke atap!"

"Eumm.. kalian duluan saja. Aku ada sedikit urusan.."

Changmin segera berjalan menjauhi duo Kim. Tempat yang dituju anak itu adalah.. kelas Jaejoong, dan ia sepertinya datang di saat yang tepat. Yunho yang hanya seorang diri di kelas itu sedang meletakkan sesuatu di laci meja Jaejoong.

"Ehem." Changmin berdehem kemudian berjalan memasuki kelas setelah sebelumnya berdiam di pintu memperhatikan laku Yunho.

Namja bermata musang itu terkejut namun tetap menguasai dirinya dan memasang tampang cool.

Tak ada suara dari dua namja yang saling melempar pandangan itu. Changmin memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana kemudian berjalan menuju meja Yunho mengambil salah satu buku dari sana lalu berjalan menuju meja Jaejoong dan mengambil sesuatu dari laci, sebuah amplop. Changmin membuka amplop itu beserta surat di dalamnya, kemudian membandingkan tulisan dalam surat itu dengan tulisan yang ada di buku Yunho.

"Wow.. sama." Ujarnya dengan tampang terkejut yang dibuat-buat kemudian menatap Yunho dengan menaikkan satu alisnya.

"Ah iya, ngomong-ngomong aku melihat kalian tadi pagi. Kau.. yang selalu mengganggu Jaejoong tidak mungkin diam saja pada surat itu dan tak tertarik pada isinya, kecuali.. kau memang sudah tau karena kau sendiri yang menulisnya." Changmin melipat kedua tangan di depan dada kemudian menghela napas, "Nah.. sekarang aku ingin mendengar penjelasanmu, Yunho senpai."

Yunho menaikkan satu alisnya, kemudian terkekeh pelan "Tak ada yang perlu aku jelaskan." Katanya sambil berbalik memunggungi Changmin dan mulai berjalan menjauh.

"Kau tidak mau mengakuinya, Yunho senpai?"

Yunho menghentikan langkahnya "Kutegaskan. Tak ada yang perlu aku jelaskan atau kuakui."

"Ck. Kau salah jika berpikir aku sebodoh Jaejoong. Aku tidak mudah dikelabui sepertinya."

Yunho berbalik kemudian menatap Changmin tajam "Jaejoong tidak bodoh."

Changmin tersenyum evil. Namja bermata musang itu terkena jebakan kata-katanya.

"Satu lagi yang menguatkan analisisku. Kau mengirimi Jaejoong surat setiap hari karena kau menyukainya. Kata-kataku benar kan, Yunho senpai?"

Yunho hanya berdecak kemudian benar-benar meninggalkan Changmin di kelas itu.

TBC

a/n: huwaaaa.. apa inii? Ada yang request ff GS dan jadilah ff abal ini. TBCnya gak enak amat ya? Terpaksa saya gituin, takut bosen kalo kebanyakan words nya, haha. By the way anyway busway, latar ff ini di Jepang. Jadi saya menggunakan sedikit (banget) bahasa Jepang dalam dialog, yaah walaupun untuk narasi selain dialog saya masih menggunakan bahasa Korea seperti namja dan yeoja. Maaf kalo diliatnya jadi aneh. Aah ne, fyi, nama-nama Jepang yang saya gunakan di sini saya ambil dari manga.

Misaki: dari 'Captain Tsubasa'. Saya jadikan dia nama guru olahraga karena di animenya dia pemain sepak bola dan juga tokoh yang saya suka.

Fuyutsuki: dari manga 'Great Teacher Onizuka', disitu dia berperan sebagai guru apa saya lupa.

Moritaka: dari manga 'Great Teacher Onizuka', disitu berperan sebagai guru yang bertugas di UKS.

Onizuka: lagi-lagi dari manga 'Great Teacher Onizuka' (Saya lagi suka manga ini soalnya). Berperan sebagai guru.

Ryokufu High School: nama sekolah sang tokoh utama di 'Beauty Pop'.

Seiji: nama ayahnya tokoh utama di 'Beauty Pop'. Sebenarnya di manga ini dia adalah penata rambut, tapi saya pake karena gak pernah ada nama tokoh guru kedisiplinan di manga yang saya baca. Dan sebenarnya saya tidak tau guru kedisiplinan itu beneran ada atau gak di sekolah Jepang -_-

Ini kata-kata Jepang yang ada di chap ini:

Hai: "iya" jadi jangan salah mengartikan 'hai' dengan 'hei'. Oke?

Daijobuka: "kau tidak apa-apa?"

Terima kasih untuk keseharian-siswa-sma-di-jepang/ .. saya ambil informasi dari link ini soal keseharian siswa SMA di Jepang.

Sudah.. sepertinya saya banyak ngomong.

Terima kasih bagi yang sudah membaca :)

Regards,

Ai CassiEast