Next: AU. Gakuen Alice sebagai sekolah biasa namun terdiri dari kelas 1-12. Usia tidak sama dengan Manga/Anime.
.
.
Gakuen Alice © Tachibana Higuchi
A Simple Random Thing © momoka-sha
Saat kau mencintai seseorang dengan segenap hatimu, namun kemudian muncul konflik karena sebuah perbedaan kecil yang dibesar-besarkan, mampukah kau mengecilkan perbedaan itu lagi dan menjadikannya sebuah keindahan tersendiri?
"Ia adik kelas. Ia lebih muda dari Mikan."
"Lalu?"
Sosok itu sudah menyedotku, Natsume Hyuuga, segala kesederhanaannya membuatku melihatnya sempurna.
.
.
I. Bukan sebuah hal yang harus dibuat Rumit.
.
.
Aku bukan orang yang menyukai suatu komitmen. Maksudku sejak aku ditinggal mati orang tuaku dan hidup sendirian, aku agak khawatir untuk kehilangan orang lain lagi di hidupku. Aku hanya percaya bahwa ada Hotaru dan Luca di sekitarku. Dua orang yang menjadi orang yang paling berharga di hidupku setelah kepergian kedua orang tuaku. Luca sudah kuanggap seperti abang sendiri. Kadang dia memang agak berlebihan melindungiku, tapi aku tidak masalah dengan itu. Dan Hotaru, dia sudah seperti saudara perempuanku—yang akan selalu ada untukku.
Namun keraguanku buyar saat aku melihat sosok ini dari balik jendela ruang kelas lantai dua. Sosok dengan helai rambut kelam yang sedang berolah raga di luar. Mataku tak bisa berhenti menatapnya saat ia membalikkan tubuhnya dan melompat. Agaknya sedang melakukan lompat tinggi dengan—apa namanya? Gaya yang memunggungi tiang pelompat? Ah, aku tidak peduli. Yang jelas sosok itu begitu menarik perhatianku.
Tidak, ini bukan jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku tidak percaya dengan kalimat itu. Lagipula, aku tidak peduli dengan cinta. Namun yang aku tahu, sosok ini benar-benar menarik perhatianku. Helai rambut kelam itu, benar-benar menarik pusat perhatian mataku. Dan mata kelamnya yang kini menoleh kepadaku benar-benar menghipno—eh, kepadaku?
"Mikan Sakura!"
"UHUK—Gyaah!" Aku terkejut saat namaku disebut dan entah mungkin karena kebodohanku atau apa, penghapusku juga ikut terjatuh ke bawah. Sial, padahal pengapus itu masih baru. Dan sial lagi, di depan kelas guru sudah siap dengan penggaris dan kapur untuk menghukumku.
.
.
Suasana istirahat cukup ramai di Gakuen Alice. Banyak siswa yang memilih untuk menghabiskan waktu di kantin, perpustakaan, atau bahkan cukup gila untuk bermain sepak bola di tengah panas matahari. Namun gadis dengan helai rambut cokelat panjang ini tetap memilih untuk tinggal di kelasnya. Memainkan pensil mekaniknya sembari tangan kanannya memegang sumpit untuk melahap bekal yang ia bawa dari rumah. Sedari tadi ia mengetukkan kakinya ke lantai kayu. Mencoba mengusir bosan yang sedari tadi menyergapnya.
"Kau dihukum? Membuat seratus pernyataan lagi?" Sebuah suara datar namun menyenangkan di telinga sang gadis membuat gadis itu mengalihkan mata hazelnya ke atas, dan melihat siluet indah sosok gadis dengan helai rambut pendek dan kotak bekal bertumpuk-tumpuk di hadapannya. Sosok itu dengan tenang mengambil bangku dan menyobek secarik kertas dari buku Mikan. Sama seperti Mikan, sembari menulis, ia membuka kotak bekalnya yang bertumpuk-tumpuk, dan menggoreskan tinta kepada kertas sembari melahap udang goreng yang ada di kotak bekalnya.
"100 kali, 'kan? Apa kalimatnya? Aku tidak akan tidur sambil mengigau lagi di kelas seperti yang terakhir kali?" Kata gadis itu mengejek, namun tetap dengan ekspresi datar kebanggaannya. Yang membuat orang tidak begitu memahami suasana hatinya yang sebenarnya. Yah, kecuali Mikan dan Luca tentunya.
Mikan Sakura, gadis dengan helai rambut cokelat yang kini berkibar diterpa angin hanya memajukan sedikit bibirnya dan mengangguk ringan. Ada sedikit air mata di matanya, agaknya ia berkaca-kaca dengan perasaan antara terharu dan tersinggung dengan ejekan sekaligus bantuan dari sahabatnya sejak kecil. Dan Hotaru Imai, sang sahabat wanita, kini hanya mengangkat sedikit bibirnya ke atas, pertanda senang dengan ekspresi lucu yang dibuat Mikan sekarang.
Istirahat siang mereka habiskan dengan mengerjakan hukuman untuk Mikan. Baru saja genap 100 kalimat 'Mikan Sakura tidak akan melamun dan mengabaikan pelajaran lagi saat pelajaran Kimia', saat kemudian mereka menyadari ada sosok yang datang ke arah meja mereka. Dan agaknya Mikan menahan napas saat melihat sosok itu. Sosok dengan helai rambut kelam yang ia perhatikan sejak tadi pagi. Sosok laki-laki dengan perawakan yang tidak lebih tinggi darinya, namun terlihat mempesona dengan kulit putih cerah dan warna mata yang kontras dengan kulitnya. Sosok yang kini berdiri di sampingnya menggunakan jersey olah raga hijau-abu-abu kebanggan sekolah mereka dan sepatu kets putih.
"Mikan Sakura. Ini penghapusmu?" Kata pemuda itu sambil menyodorkan penghapus putih dengan balutan kertas merah muda yang Mikan kenali sebagai penghapusnya yang tadi pagi jatuh. Maka Mikan mengangguk ragu-ragu dan menerima kertas itu,
"I-iya. Te-te-terima kasih." Katanya terbata, yang justru terlihat konyol.
Dan hal itu jelas mengganggu Hotaru Imai.
"Hei, kau, dari jerseymu, kau SMP? Kelas berapa, 'dik'?" Hotaru sengaja menekankan kata 'dik'. Sekedar memberi penekanan bahwa mereka berbeda kasta. Semacam itu Hotaru menyebutnya. Yah, padahal mereka tidak terpaut perbedaan sedrastis itu. Namun, penganut sarkasme sadistik semacam Hotaru sangat tidak peduli dengan istilah sakit hati dengan orang yang ia anggap mengancam kehadirannya di sekitar Mikan.
"Kelas 10. Masih pakai jersey ini karena tahun ajaran baru jersey SMA telat jadi. Salam kenal, 'kak'" Singkat, padat, jelas, menusuk. 'Luar biasa,' pikir Hotaru. 'Luar biasa menyebalkan,' tambahnya. Ada lambang empat siku-siku yang terukir di dahinya. Aura-aura gelap berwarna ungu bermunculan. Menambah kesan dramatis di sekitar Hotaru.
"Namamu, siapa, hah, dik? Berani sekali masuk ke kelas 11 sendirian." Kembali pertanyaan kasar dengan ekspresi wajah datar dilontarkan Hotaru. Membuat Mikan menelan ludah. Jelas Hotaru tidak menyukai sosok adik kelas yang berdiri di sampingnya.
"Natsume Hyuuga, kak. Kenapa harus takut?" Pemuda itu memberi pandangan datar nan dingin kepada Hotaru, membuat gadis itu hampir membalikkan meja saking emosinya. Hanya saja ia masih sempat mengendalikan emosi dan bersembunyi di balik topeng wajah dinginnya, yang sialnya juga dimiliki oleh sosok adik kelas di hadapannya. Ia benar-benar ingin menggigit si Natsume atau sesuatu yang ada di hadapannya. Kalau saja Luca tidak tiba-tiba datang menerobos masuk ke pembicaraan 'bersahabat' mereka.
"Hei, Hyuuga, pelatih memanggilmu. Kau sepertinya harus melengkapi administrasi untuk kejuaraan Nasional atau sesuat—Hotaru ada apa dengan wajah menyeramkanmu itu?" Luca, sosok dengan perawakan tinggi menjulang dan rambut berwarna serupa emas itu menatap Hotaru heran. Sontak Hotaru mengganti ekspresi wajahnya sedatar yang ia bisa. Namun hasilnya malah ekspresinya berubah menjadi ekspresi menyeramkan super datar yang lebih menyeramkan dari sebelumnya. Dan Mikan hanya menahan tawa melihatnya.
"Kenapa dengan tawamu, Mikan?" Kata Hotaru sebal masih dengan aura ingin membunuh, membuat Mikan menahan tawanya sejenak, namun meledak tertawa lagi. Membuatnya tidak menyadari bahwa mata kelam Natsume Hyuuga memperhatikan tawa itu dan menahan senyum melihatnya.
"Well, aku tidak mengerti apa yang terjadi, tapi ayo kau harus bergegas Hyuuga." Luca membalikkan badan setelah memberikan anggukan perpisahan pada Mikan dan Hotaru. Dan sejurus kemudian sosok Natsume Hyuuga juga ikut membalikkan badan, melangkahkan kaki beberapa kali ke depan dengan sepatu ketsnya, namun kemudian berhenti dan membalikkan wajahnya kepada Mikan yang saat itu sedang mencoba menghentikan tawanya.
"Mikan Sakura," katanya perlahan, membuat Mikan menghentikan tawanya, namun masih dengan bibir tersenyum lebar menatap Natsume.
"...manis. Kau manis sekali."
Dan sejurus kemudian mereka menghilang dengan Hotaru yang sudah membanting meja sekeras-kerasnya.
"BOCAH ITU HARUS MATI! MATIIII!"
.
.
Hari sudah sore saat Hotaru Imai melangkahkan kakinya keluar dari toko makanan cepat saji sambil membawa semangkuk es krim vanilla di genggamannya. Ia tidak menyukai manis, namun apa yang terjadi tadi siang membuatnya benar-benar pusing dan memaksanya untuk terus berpikir—membuat ia membutuhkan gula ekstra untuk menambah energi. Natsume Hyuuga, ia benar-benar tidak menyukai sosok itu, nampaknya sosok itu akan membahayakan untuk Mikan. Entah kenapa hanya itu yang ada di pikirannya. Apa mungkin ia cemburu? Ia takut Mikan direbut orang yang bahkan lebih muda darinya? Argh.
"Hei, jalan-jalan sore?" suara yang menenangkan membuat gadis dengan tempramen yang sedang buruk itu membalikkan badannya. Menemukan ada sosok dengan pakaian olahraga masih lengkap melekat di tubuhnya sedang berjalan di sebelahnya. Sosok dengan rambut bak emas, siapa lagi kalau bukan Luca. Hotaru tebak Luca pasti sedang berlatih untuk kejuaraan nasional yang sudah dekat.
"Hn. Tidak berjalan-jalan dengan sengaja, hanya sedang berpikir untuk menjauhkan bocah Hyuuga itu dari Mikan." Kata Hotaru singkat. Ia menatap Luca yang kini tengah menatapnya dengan heran, namun kemudian berubah menjadi ekspresi geli. Yang lagi-lagi membuatnya sebal dan memukul pelan perut Luca, hanya sekadar untuk memuaskan amarahnya.
"Aduh. Kenapa denganmu?"
"Sebal. Kenapa semua orang tertawa melihatku hari ini? Apa yang lucu?" Hotaru mengerutkan kening. Mencoba berpikir lagi sebelum akhirnya memutuskan untuk menyerah mencari jawaban saat rasa pusing kembali menyergapnya. Kembali ia makan sedikit es krim vanilla yang ia pegang. Mencoba menghilangkan sakit kepalanya.
"Kau kenapa berlebihan seperti itu pada Mikan? Kau tidak senang kalau ada yang menaksirnya?" Luca menundukkan kepala untuk dapat melihat wajah Hotaru dari dekat. Maklum ia memang jauh lebih tinggi dari Hotaru. Dan Hotaru hanya menatapnya datar, seakan berpikir namun juga sekali lagi tidak menemukan jawabannya.
"Ia adik kelas. Ia lebih muda dari Mikan." Itulah alasan yang akhirnya bisa ditemukan oleh Hotaru pada akhirnya. Namun jawaban itu nampaknya justru membuat Luca kecewa.
"Lalu?" kata Luca yang tiba-tiba menjadi dingin. Tak ia tatap Hotaru. Membuat ada angin dingin yang menyambut hati Hotaru. "Aku juga kelas 12," katanya melanjutkan. Dan Hotaru justru menggeleng setelah mendengar jawaban Luca. Tidak, bukan seperti itu, Luca tidak mengerti—
"Bagaimana kalau kasusnya aku mencintaimu yang jelas lebih muda dariku?"
Hening.
Hening lagi.
Hotaru menatap Luca tidak percaya. Namun yang bisa ia lakukan justru melemparkan es krimnya ke wajah Luca dan berlari pergi.
.
.
Ia tersenyum kepadaku. Entah sudah yang keberapa kalinya dalam sebulan ini kami saling menyapa. Tidak berucap nama. Hanya sekadar saling melihat, dan saat pandangan kami bertemu, kami akan saling tersenyum, walaupun senyum itu senyum kaku. Seperti aku sekarang ini.
Lihat sosoknya disana, dengan seragam sekolah berantakan ia berjalan menuju arah kantin, yang ada di belakangku. Di sampingnya ada salah satu temannya, aku tidak tahu—dan tidak peduli, sebenarnya—siapa. Helai rambutnya ikut sedikit bergoyang beriringan dengan langkah kakinya. Berantakan, tapi malah terlihat menyenangkan—enak untuk dilihat. Dan ia semakin mendekat.
Itu dia, mata crimson mendapatkan mata hazel. Ia menatapku selama sepersekian detik. Aku dapat melihat bibirnya sedikit terangkat. Mencoba membentuk senyuman tipis. Dan kemudian ia mengangguk sopan, sama sepertiku. Tidak berlebihan, namun—lagi-lagi—sungguh menyenangkan. Senyumnya sungguh menyenangkan, dan tentu, menenangkan.
.
.
Hujan di Gakuen Alice saat Mikan sedang mencoba membuka payungnya untuk beranjak pulang. Dilihatnya ada beberapa anak yang telah usai berlatih untuk kejuaraan nasional yang sudah dekat berlari menuju gedung sekolah—menjauhkan diri dari hujan. Dan akhirnya ia melihat sosok yang tidak mencoba berlari menuju gedung. Justru membiarkan dirinya basah dengan helai rambutnya yang mengikuti ke arah bawah. Mata kelamnya entah kenapa menatap langit kelabu dalam-dalam. Dan lagi-lagi, entah untuk yang kesekian kalinya dalam sebulan ini, sejak Natsume menilainya manis, Mikan makin tersedot dalam sosok adik kelas yang bernuansa serba kelam itu. Otaknya hanya mau berpikir kesana. Pun bahasa tubuhnya menunjukan bahwa ia benar-benar ingin menatap sosok itu setiap saat.
Bukan, ini bukan cinta pada pandangan pertama, Mikan tidak percaya pada itu. Namun Mikan hanya senang memandang sosok itu. Atau bisa dibilang sosok itu menyedot seluruh perhatiannya dalam sekejap mata.
Dan tanpa Mikan sadari tubuhnya sudah melangkah sendiri mendekati sosok itu. Perlahan tapi pasti, Mikan menyodorkan payung transparannya ke atas tubuh itu. Dan sejurus kemudian, sosok rupawan di hadapannya telah menatapnya dalam-dalam. Membuat lututnya agak bergetar karena tidak tahan menerima tatapan mata dalam nun kelam itu.
"Kau ...kau berlatih dengan keras, ya?" kata Mikan pada akhirnya. Bukan sekedar basa-basi, namun Mikan memang memperhatikan laki-laki yang lebih muda satu tahun di hadapannya dari dulu. Natsume Hyuuga, walau dikenal sebagai sosok yang dingin dan tidak mudah bergaul, namun Mikan dan mungkin orang lainnya juga sadari, ia adalah sosok pekerja keras. Tak heran ada banyak gadis di Gakuen Alice yang benar-benar memujanya.
"Hn. Aku harus menang." Katanya sambil mengalihkan pandangannya kembali ke arah langit. Membuat Mikan agak bersyukur karena dadanya mungkin akan meledak jika menahan lebih banyak degupan lagi. Ya, Mikan baru menyadari bahwa jantungnya berdegup sangat kencang sekarang. Eh, tapi sejak kapan?
Karena keheningan terjadi lagi dan agak menyiksa batin Mikan, maka ia memutuskan untuk beranjak. Sebelum akhirnya ia merasakan tangannya digenggam oleh Natsume, dan ia segera menoleh, membiarkan helai rambut cokelatnya yang mendahului wajahnya.
"Mikan Sakura, ...jadi pacarku ya?" Natsume mengeluarkan ekspresi yang tidak bisa Mikan baca. Antara datar, dingin namun juga gugup di saat yang bersamaan. Dan Mikan tidak bisa menahan senyum melihat ekspresi Natsume yang justru menurutnya manis. Natsume benar-benar terlihat sangat polos saat itu.
Tapi perihal perkataannya, apakah tidak terlalu cepat? Mikan dan Natsume, memang sering bertemu, sering memperhatikan tanpa diketahui satu sama lain. Tapi apakah tidak begitu cepat?
Namun, Mikan juga menyadari, ia tidak bisa menolak.
"Ya, tentu."
'KRAAAK!' Natsume dan Mikan langsung menoleh ke arah datangnya suara. Hotaru disitu, bersama Luca, dengan posisi Hotaru mematahkan payung yang entah milik siapa dengan ekspresi mengerikan yang lebih dingin dari biasanya. Namun Luca hanya tertawa disana.
oOo
Semuanya berjalan sederhana saat kemudian kerumitan datang dan membuat batas diantara mereka. Tapi, kalian yang memulai.
Lantas, kalian harus bagaimana, Mikan, Natsume?
{bersambung}
.
A/N
Heya, ini fiksi pertama saya di fandom Gakuen Alice. Di tengah-tengah MID Semester dengan begonya malah terlahir cerita ini.
Menurutmu bagaimana?
.
Next: II. Jarak antara Rumit dan Sederhana.
.
"Tapi bukankah Natsume masih kelas sepuluh? Apakah itu tidak ...aneh? Apa Natsume bisa benar-benar melindungi Sakura-senpai?"
Apa kau tidak yakin, Mikan? Apa menurutmu salah untuk menerimaku?
"... kita break dulu ya," "Besok kejuaraan nasional. Kalau kau ragu dan tidak ingin melanjutkan hubungan ini, tidak usah datang. Namun jika kau percaya padaku, datanglah, lihat aku ... melompat."
.
Review if you care, then .
Thanks a bunch :"
