Warning : Yaoi, AU, typo(s), dll
DCMK not mine!
Summary : Senyum dan tawamu selalu menemani hari-hari burukku, memandangimu dari jauh menjadi hobi yang entah sejak kapan terjadi. Sama halnya dengan hati yang jatuh padamu tanpa disadari. Yes, you're my secret crush.
.
Secret Crush
.
"Sasuga Conan-kun. Kau kembali memecahkan kasus ini dengan cepat dan tepat." Megure-keibu tersenyum ke arah seorang pemuda bersurai brunette gelap yang kala itu balas tersenyum kecil. Komandan divisi 01 itu menepuk pundak sang remaja kemudian pamit undur diri untuk mengintrogasi pelaku pembunuhan berkat deduksi dari Conan.
Megure memperhatikan Conan dari jendela mobil polisi. Ia memang tidak mengerti mengapa remaja itu menggunakan nama 'Conan' ketika menjadi detektif. Padahal, Megure tahu nama panjang Conan adalah Kudo Shinichi. Biasanya, remaja pada umumnya akan sangat senang bila namanya terkenal akibat prestasi yang didapat. Namun Conan atau Shinichi berbeda. Remaja itu lebih menyukai ketenarannya yang misteri tanpa diketahui oleh siapapun.
Maa, selama kasus selalu selesai berkat kejeniusan Conan. Megure tak terlalu mempersalahkan nama sandi bila sewaktu-waktu Shinichi memecahkan kasus besar dan masuk koran atau televisi. Karena dengan menggunakan nama sandi, setidaknya Conan tidak akan terkena bahaya bagi pelaku balas dendam yang kebanyakan mengincar nyawanya.
Conan atau lebih tepatnya Kudo Shinichi memperhatikan mobil patroli yang telah melesat jauh. Lengannya merogoh saku kemejanya dan meraih sebuah kacatama bulat tebal yang langsung dipakainya. Ia pun berjalan kembali ke sekolahnya sambil sedikit berlari.
Jika kalian bingung dengan yang mana Conan dan yang mana Shinichi bisa kita jelaskan saat ini. Shinichi berpenampilan layaknya seorang otaku dengan kepribadian penyendiri, diam dan tak banyak bersosialisasi, wajahnya dihiasi kacamata bulat tebal yang menghalangi sebagian wajahnya. Sementara Conan adalah nama samaran saat Shinichi bekerja menjadi detektif, sikapnya arogan, penuh percaya diri dan memiliki kata-kata tajam khas, bila Shinichi biasanya memakai kacamata. Saat menjadi Conan, Shinichi melepas kacamata itu sehingga tidak ada yang tahu bahwa Conan dan Shinichi adalah orang yang sama.
Memang penyamarannya hanya tergantung pada sebuah kacamata, namun selama orang lain tidak ada yang curiga, identitasnya aman. Seperti pepatah Sherlock Holmes :
'You see, but do not observe. The distinction is clear.' —A Scandal in Bohemia
Orang-orang hanya melihat sebagian dari dalam dirinya, sehingga identitasnya tidak pernah terbongkar meski sudah hampir satu tahun lebih ia menyandang nama Conan.
Shinichi menikmati hidupnya di sekolah sebagai petugas perpustakaan. Dirinya yang tidak begitu suka menjadi pusat perhatian seantero sekolah bila jati dirinya sebagai Conan terkuak—lebih memilih menggunakan hobinya untuk menghabiskan waktu di perpustakaan.
Shinichi memperhatikan suasana sekolah yang cukup ramai, sepertinya ia kembali ke sekolah saat jam istirahat siang. Alasan mengapa Shinichi bisa keluar masuk sekolah di jam pelajaran karena sekolahnya telah mentolelir dirinya untuk pergi memecahkan kasus kejahatan—mengingat Shinichi termasuk murid jenius di sekolah. Jadi pihak sekolah pun tak terlalu peduli apakah sosok Shinichi hadir di sekolah atau tidak selama nilai pelajarannya bagus.
Melangkahkan kakinya pelan di koridor penuh siswa, Shinichi mempercepat jalannya untuk menghindari beberapa pasang mata yang memandangnya penasaran. Mungkin karena penampilannya yang sangat cupu atau culun, Shinichi tak peduli. Ia hanya ingin segera masuk ke kelasnya, mengambil kotak bento dan segera pergi ke perpustakaan untuk istirahat. Tubuhnya sudah cukup kelelahan karena tadi ia sempat berlari kesana kemari untuk mencari petunjuk.
Usai membawa kotak bento di kelas, Shinichi berjalan ke arah barat menuju perpustakaan. Ketika ia berbelok dirinya sama sekali tidak menyangka kalau seseorang tengah berlari hingga keduanya bertabrakan.
Shinichi meringis pelan, ia membenarkan posisi kacamatanya dan segera membawa bento yang tadi sempat terlempar—yang untungnya tidak rusak. Sebelum ia mengangkat tubuhnya untuk berdiri, maniknya menemukan uluran tangan seseorang di depannya. Ia mengangkat wajahnya dan mendapati remaja yang menabraknya tengah tersenyum cerah padanya.
"Maaf, aku tadi tidak begitu melihat jalan. Kau tidak apa-apa?"
Dengan wajah sedikit merona, Shinichi menggeleng pelan. Ia menerima uluran itu dan berdiri. "Aku tidak apa-apa. Aku juga minta maaf karena tak begitu melihat jalan." Jawabnya sambil melepas genggamannya.
"BAKAITO!"
Sang penabrak langsung pucat mendengar teriakan khas perempuan yang perlahan mendekat. Dia pun memberi senyuman riang sebelum sosoknya kembali berlari meninggalkannya.
Shinichi mengedipkan matanya, ia melihat seorang gadis tengah membawa tongkat pel dan berlari mengejar sang penabrak sambil berteriak keras. Melihat pemandangan khas itu ia tersenyum kecil dan melanjutkan langkahnya menuju perpustakaan.
Sebenarnya Shinichi memiliki rahasia lain. Rahasia di mana ia telah menyukai seseorang dan tak pernah mau mengatakannya. Ia sangat menyukai senyumnya, wajah bahagianya, tingkahnya, bahkan raut sebalnya pun sangat Shinichi suka. Namun, dia tidak pernah memberitahu siapapun tentang perasaannya.
Selain orang yang disukainya adalah seorang laki-laki yang mengartikan dia penyuka sesama jenis. Orang yang disukainya adalah murid paling populer di sekolah. Ya, sosok yang tadi sempat menabraknya. Seorang remaja jenius bersurai cokelat dengan manik indigo-nya yang indah, murid paling usil di sekolah dan berprofesi sebagai pesulap amatir.
Makanya, Shinichi hanya bisa memendam perasaannya dalam-dalam dan tak pernah berkeinginan untuk mengatakannya atau berteman dengan Kaito. Karena baginya, melihat sosok ceria dari kejauhan saja sudah membuatnya senang.
Dirinya tidak tahu sejak kapan hatinya tercuri oleh pesulap itu. Awal mula Shinichi melihat Kaito adalah saat mereka tak sengaja satu kelas di kelas 1. Kaito yang saat itu sedang dikejar temannya—Nakamori Aoko, memilih perpustakaan untuk bersembunyi. Shinichi yang kala itu ingin mendaftar untuk menjadi petugas perpus. Mendapati sang pesulap tengah berjongkok di bawah meja dengan tawa jahilnya, Shinichi hanya menautkan alisnya heran.
Saat tatapan mereka bertemu, Kaito menyeringai lebar dan menyimpan telunjuknya di depan bibir, menyuruhnya untuk diam. Mengikuti keinginan sang pesulap, ia pun meninggalkan tempat persembunyian Kaito dan memilih untuk membaca buku yang sempat ia tinggalkan.
Usai kejadian itu, Shinichi makin memperhatikan Kaito. Remaja penuh tawa dan lelucon itu bagai sosok matahari, yang selalu terang dan tak pernah redup. Ekspresinya sangat bebas tidak seperti dirinya yang tertutup oleh bingkai kacamata.
Semakin hari, Shinichi terus memperhatikan tingkah Kaito dari kejauhan. Di mana sang pesulap sering kabur ketika teman perempuannya mengejar, di mana Kaito mengubah seisi kelas menjadi pesta kostum; memindahkan seisi barang kelas ke langit-langit atap; dan kegilaan lainnya yang membuat hari-harinya menyenangkan.
Tidak terasa setahun berlalu dengan cepat. Saat Shinichi naik ke kelas dua, ia kecewa karena dirinya tak bisa satu kelas dengan Kaito. Jujur, satu kelas dengan siswa paling usil selalu membuat hari-harinya lebih cerah. Pertunjukkan sulap yang Kaito berikan sering mengobati mood-nya yang buruk ketika ia mendapatkan kasus.
Semejak itulah, ia mengerti. Rasa kosong di hati ketika tak bisa melihat Kaito; rasa kecewa karena tak bisa melihat sulap Kaito setiap hari; dan rasa cemburu ketika melihat sang pesulap bercengkrama dengan Aoko yang dirumorkan menjadi pacarnya—meski baik Kaito ataupun Aoko tidak mengakuinya.
Pernah dirinya berpikir untuk berteman dengan sang pesulap. Namun, ketika ia ingat posisinya di sekolah Shinchi mundur. Ia tahu kalau Kaito tidak pernah membeda-bedakan status temannya. Tapi Shinichi berbeda, dirinya tidak ingin mencoreng nama Kaito akibat seorang otaku cupu sepertinya yang tiba-tiba berteman baik dengan sang pesulap. Jadi, yang bisa ia lakukan hanyalah melihat, memandang dan mengamati orang yang disukainya dari kejauhan.
Dan jangan sebut Shinichi adalah seorang stalker! Dia tidak sampai mengikuti Kaito kemana pun atau mengambil foto sang pesulap diam-diam. Dirinya hanya memperhatikan sang pesulap bila Kaito ada dalam jangkauan pandangannya.
Tidak terasa waktu istirahat sudah habis, Shinichi pun bergegas menuju kelasnya dan mengabaikan sebuah pesan yang masuk ke dalam ponselnya.
.
.
.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak dua puluh menit yang lalu. Shinichi yang kebagian menjaga perpustakaan, masih berada di sekolah. Lengannya sibuk mencatat nama-nama siswa yang tengah meminjam atau mengembalikan buku di atas meja. Ketika ia memandang jendela, alisnya tertaut heran. Tidak biasanya para siswa berkumpul di gerbang sekolah.
Untuk melihat lebih jelas, Shinichi berjalan mendekati jendela dan langsung shock. Ia melihat pelaku pembunuhan yang tadi Megure-keibu tangkap tengah mengacungkan sebuah pistol pada Kaito.
Eh?
Dengan cepat Shinichi berlari ke tempat kejadian, ia merogoh ponselnya dan mendapati pesan dari Megure-keibu yang mengatakan bahwa pelaku tadi telah melarikan diri. Oh, kenapa ia tidak membacanya dari tadi?
Jika Kaito sampai terluka karenanya, Shinichi tak bisa memaafkan dirinya.
.
.
.
"Akhirnya aku menemukanmu, Conan! Semua ini salahmu! Salahmu karena telah menemukan trik kejahatanku! Memangnya salah jika aku membunuh orang pemeras tak berguna itu? Dengan dia yang mati, orang-orang yang diperasnya pun akan hidup tentram!" sang pelaku yang masih memegang pistol berkata lantang, pandangannya tak lepas dari sosok Kaito yang nampak berpikir keras.
Kaito mencoba untuk tetap tenang, ia dengan santai memandang sang pelaku heran. "Ano, mungkin kau salah orang. Namaku bukan Conan."
"Hahahaha! Apakah aku akan percaya begitu saja? Sudah jelas tadi aku melihatmu dengan arogannya mengutarakan deduksi kebanggaanmu. Memangnya mataku rabun sehingga tak bisa mengingat orang yang telah mengirimku ke kantor polisi?"
Aoko yang tadi sempat ketakutan pun ikut bicara. "Tapi yang dikatakannya benar, dia Kuroba Kaito bukan Conan."
"Diam kau! Jangan ikut campur atau kutembak!"
Shinichi yang baru sampai di tempat kejadian berusaha mencari ide yang bagus agar sang pelaku mengalihkan targetnya padanya. Sayangnya ia tidak bisa membuka identitasnya di depan keramaian seperti ini. Apa yang harus ia lakukan?
Saat sebuah ide brilian terlintas diotaknya, sang detektif pun berlari ke arah belakang sekolah. Ia melihat sang pelaku yang masih memegang pistol. Dengan cepat Shinichi menunjukkan diri di seberang belokan jalan.
"Oi, aku tidak menyangka kau bisa kabur secepat ini."
Sang pelaku menoleh dan menemukan sosok 'Conan' yang tengah tersenyum arogan terhadapnya. Karena sang pelaku hanya diam tanpa bergerak, seringai Shinichi bertambah lebar.
"Apa? Lupa terhadap orang yang menjebloskanmu ke kantor polisi? Dengan trik khas anak SD yang menggelikan?"
Setelah mengucapkan hal itu, Shinichi pun berlari menjauh diikuti sang pelaku yang kemudian menembakkan peluru ke arahnya. Reflek sang detektif yang cukup bagus, membuatnya berhasil menghindari semua peluru. Kakinya terus berlari mejauhi sekolah, berharap sang pelaku mengejarnya dan tak melukai siapapun. Ia menggiring sang pelaku ke sebuah gedung tak terpakai yang terlampau sepi. Dirinya sengaja memilih tempat ini untuk mengulur waktu sampai bantuan Megure-keibu-tachi datang.
Shinichi menyandarkan punggungnya di sebuah pilar di sudut gedung, ia mencoba menstabilkan napasnya yang sempat terputus-putus akibat sibuk berlari. Dirinya menyentuh jam bius buatan tetangganya dengan erat. Bila sang pelaku lengah, ia akan langsung menembakkan jam bius ini ke arahnya.
"Perlu bantuan?"
"Huh?" Shinichi terlonjak kaget saat melihat sosok Kaito tengah menyeringai lebar.
"Ka—kau! Kenapa kau ada di sini?" tanya Shinichi menaikkan nadanya, apa Kaito gila? Pelaku kejahatan tadi sudah jelas-jelas membawa pistol. Kenapa dia malah mengikutinya?
Kaito nyengir polos. "Aku tidak bisa membiarkanmu sendirian mengurus penjahat yang membawa pistol kan?"
Menghela napas pendek, pandangan Shinichi menajam memperhatikan sang pesulap yang masih nyengir tak berdosa. "Pergilah, aku sudah terbiasa dengan situasi seperti ini." Titah sang detektif sambil menekankan perkataannya.
Mendapati sikap angkuh Shinichi, Kaito terkekeh dengan senyuman jahil. "Ouh, jadi kau adalah detektif tekenal itu. Conan?"
"Pergilah, ini terlalu bahaya bagimu." Balasnya datar seraya memperhatikan suasana gedung untuk mencari sang pelaku.
Kaito memperhatikan Shinichi yang sedang mengawasi keadaan. Ia baru tahu kalau Detektif terkenal seantero Jepang ternyata berasal dari sekolahnya. Tapi kenapa dia tidak pernah melihatnya? Sosok semanis Shinichi pasti tak akan terlewat oleh Kaito. "Heh, bukankah kita sama saja. Kau juga dalam keadaan bahaya bukan? Lagipula rasanya aku tidak pernah melihatmu di sekolah."
—deg!
"Bukan urusanmu! Jika kau ingin selamat sebaiknya kau diam dan tunggu si pelaku sampai lengah lalu menangkapnya." Jawab Shinichi cepat mengalihkan topik pembicaraan.
Ketika sang pelaku datang, Kaito melempar bola asap dan membuat pandangan si pelaku mengabur. Kesempatan itu pun digunakan Shinichi untuk melepaskan jarum biusnya hingga pria paruh baya itu pingsan tak sadarkan diri.
"Hora, berterima kasihlah karena aku sudah datang." Kaito berkata sambil tersenyum arogan.
"Ha'i, ha'i, arigatou gozaimasu." Balas Shinichi datar dengan nada tak minat.
"Hei! Setidaknya berterima kasihlah yang benar!" protesnya tidak terima.
Shinichi memandang Kaito sejenak lalu berjalan ke arah Megure-keibu untuk menanyakan beberapa hal.
Sang pesulap yang sebal karena telah diabaikan kemudian menarik lengan Shinichi untuk menjauh dari para polisi dan membawanya ke tempat yang lebih sepi.
"Oi!"
Kaito kemudian meng-kabe don sang detektif dengan pandangan meneliti, perasaannya atau bukan namun sang pesulap rasanya sangat mengenal sosok di depannya. Ketika ia menemukan sebingkai kacamata di saku sang detektif, alisnya tertaut. Lengannya membawa kacamata bulat itu dan mendapati raut Shinichi yang berubah horor.
Menyeringai penuh kemenangan, Kaito pun memasangkan kacamata itu dan terkejut saat melihat sosok di depannya.
"Wah, wah ternyata detektif terkenal Conan adalah Kudo Shinichi. Seorang siswa yang dijuluki kutu buku dan anti sosial." Kaito memandang Shinichi lekat.
Shinichi berusaha untuk menahan rona merah di wajahnya karena kedekatan Kaito. "Terserah kau saja, aku mau pulang." Merasa mengelak pun percuma, sang detektif pun mengalah dan hendak pergi sebelum lengannya dicengkram oleh Kaito.
"Tunggu, apa kau tidak keberatan bila aku membocorkan rahasia ini ke publik?" indigo-nya menatap Shinichi penuh minat.
Mendengarnya Shinichi menyeringai lebar. "Heh, kau mau mengancamku?"
"Menurutmu?" jawab Kaito tak mau kalah, cengkramannya mengerat. Kaito kini bahkan tengah mengurung Shinichi antara dinding dan tubuhnya.
"Tsk, lalu apa maumu?" Shinichi yang tak menyukai kedekatan tubuh mereka—ia berusaha menstabilkan degupan jantung dan melupakan aroma khas Kaito yang hampir membuatnya terlena—mendorong bahu sang pesulap untuk menciptakan jarak.
"Berkencanlah denganku." Kaito berkata serius.
"Huh?" Shinichi mengedipkan mata. "Kau bercanda kan?" tanya Shinichi memastikan.
Mendengarnya Kaito merengut sebal. "Apa ekspresiku mengatakan kalau aku sedang bercanda?"
Shinichi memutar bola matanya bosan—meski dalam hati ia berharap bahwa yang dikatakan Kaito benar, kalau perasaanya terbalas—keep calm! "Saa, mengingat kau adalah orang paling jahil di sekolah." Sindirnya.
Lengan Kaito tergerak untuk mengelus pipi Shinichi dengan lembut. "Tidak, aku tidak bercanda." Pandangannya melembut dengan raut tulus. "Sebenarnya dari dulu aku ingin berteman denganmu, tapi kau yang selalu menyendiri dan memasang dinding tebal di sekitarmu, membuatku segan untuk mendekatimu. Makanya aku hanya bisa melihatmu dari jauh." Jujurnya dengan senyuman.
Sang detektif mengedipkan matanya berkali-kali lalu memegang perutnya sambil tertawa. "Hahahaha—"
Melihat Shinichi yang tertawa keras, membuat Kaito merasa dongkol. "Kenapa kau malah tertawa!" protesnya sebal. Kaito memang seorang gentleman, tapi ini adalah pertama kalinya ia mengajak seseorang untuk kencan dan malah ditertawakan lagi! Mau ditaruh kemana harga dirinya.
Sang detektif menutup mulutnya untuk menahan tawa, dia bahkan sedikit menghapus air mata yang terjatuh karena tawanya yang terlalu keras. "Bukan begitu, hanya saja aku tidak tahu kalau kau juga melihatku seperti itu...,"
Kaito berubah sumringah, ia kembali nyengir lebar. "Eh? Berati kau juga menyukaiku? Serius?"
—bluussh!
"Ah, dari wajahmu sepertinya jawabannya adalah iya."
Kaito pun mendekati Shinichi dan memberikan sebuah ciuman manis dengan hati-hati—mengingat ini adalah ciuman pertama mereka. Sang detektif yang merasakan benda kenyal nan manis tengah menempel di bibirnya, perlahan menutup mata dan menikmati sentuhan hangat itu.
"Aku tunggu kencan kita sabtu siang di taman Beika. Jaa na~ ore no tantei-kun~ (Bye~ my detective)"
Shinichi pun tersenyum sambil memandang setangkai mawar merah di tangannya. Ia tak menyangka bahwa orang yang sudah lama disukainya ternyata memiliki perasaannya yang sama terhadapnya.
Dan ia sangat menantikan kencan mereka lusa nanti.
Kira-kira kegilaan apa yang akan Kaito lakukan di kencan mereka?
Hanya Kaito yang tahu jawabannya dan tugas Shinichi untuk menebaknya.
- OMAKE -
Untuk kesekian kalinya Aoko memutar bola matanya bosan melihat tingkah sahabat baiknya yang tengah memandangi seseorang di dalam perpustakaan. Terkadang dirinya kebingungan, Kaito itu tipe orang yang akan melakukan apa yang ia mau. Tapi, pengecualian bagi orang yang selama ini selalu diperhatikannya dari kejauhan.
"Bakaito!" Aoko berteriak untuk menyadarkan acara la-la-land sang pesulap. "Jika kau menyukainya, dekati dia dan ucapkan perasaanmu, baka! Aoko sudah lelah memperhatikanmu yang begitu hopeless!"
Mendengarnya Kaito merengut sebal. "Tidak semudah itu Ahoko! Dan berhenti mengataiku baka!"
Dan akhirnya Aoko hanya bisa menghela napas panjang. Temannya yang satu ini sangat tidak memiliki harapan. Aoko sudah memperhatikan Kaito dari kelas satu SMA bahwa sang pesulap memiliki 'crush' pada siswa anti-sosial penyendiri bernama Kudo Shinichi. Aoko sendiri tidak mengerti mengapa Kaito bisa menyukai pemuda tipe Kudo-kun. Namun, seberapa banyak pun Aoko mengingatkannya untuk segera berbuat sesuatu pada perasaanya. Kaito selalu menolak.
Geez, Aoko berharap suatu saat nanti keduanya bisa bersatu—karena Aoko tahu bila Kudo-kun juga sering memandang Kaito dari kejauhan.
That two idiot! Just go on date already!
Karena jika tidak Aoko akan memastikan untuk memaksa mereka untuk pergi kencan—pikirnya kejam.
-END-
Thanks for reading~
