SAKURA
Warning : GAJE, OOC, [miss]TYPO, AU, adegan kekerasaan, dll.
Flame jangan tapi kalau concrit sangat boleh^^
Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto
Rated : M
Pairing : SasuSaku
Genre : Hurt/comfort & Romance
•
•
•
Chapter 1: When I saw your eye.
Sasuke kecil berdiri dengan wajah hampa didepan makam kedua orang tuanya. Tidak ada tangis ataupun air mata yang menetes dari sudut matanya, dia hanya menatapi kedua gundukan tanah merah yang bahkan masih basah. Kecelakaan naas yang telah merampas seluruh kebahagiaannya.
Bahkan saat semua orang telah pergi meninggalkan pemakaman pribadi milik keluarga Uchiha itu, Sasuke tetap tidak bergeming. Seorang gadis kecil berambut pink yang berjalan paling belakang rombongan para pelayat dari panti asuhan yang di kelola oleh keluarganya dan segerombolan anak perempuan menolehkan kepalanya menatap seorang anak laki-laki berambut seperti pantat ayam yang semenjak tadi hanya diam sambil tetap mempertahankan wajah datar yang dipenuhi oleh kekecewaan dan rasa marah.
Si gadis kecil itu berlari menjauhi rombonganya lalu kemudian memetik setangkai bunga dandelion yang tumbuh seorang diri dikompleks pemakaman itu dan menghampiri Sasuke yang tetap tidak beranjak dari hadapan tempat peristirahatan terakhir kedua orang tuanya.
Awalnya Sasuke heran dengan apa yang dilakukan oleh gadis yang bahkan tidak mengenal dirinya itu, kebingungan meliputi perasaanya. Diperhatikannya setangkai bunga putih yang sekarang berada digenggaman tanganya itu. Bunga itu hanya seorang diri, hampir persis dengan keadaanya saat ini. Tanpa bisa dihalau lagi akhirnya airmata yang selama ini dipendamnya jatuh mengalir dari sudut mata Sasuke sambil tanpa sedetikpun melepaskan tatapannya dari sepasang mata emerald yang memancarkan kedamaian.
Diberikannya setangkai bunga liar itu kegenggaman tangan Sasuke, secercah senyum merekah diwajah gadis yang wajahnya terlihat pucat itu. Seakan gadis kecil itu ingin memberitahukan pada Sasuke bahwa dia tidaklah sendirian didunia ini dan semuanya pasti akan baik-baik saja. Ditiupnya perlahan bunga itu hingga menyebabkan kelopak bunga dandelion berterbangan di depan mata Sasuke dengan sangat cantik dan membuat Sasuke terpana.
Sasuke merasa hatinya menghangat. Sudut-sudut bibirnya tertarik membentuk senyuman yang sangat samar.
Sejak saat itu. Sejak saat dia tahu bahwa gadis itu mampu mengembalikan kepingan hatinya yang telah beku, Sasuke telah memutuskan bahwa gadis itu akan menjadi miliknya. Bukan! Gadis dengan rambut sewarna dengan bunga Sasuke itu memang miliknya. Hanya miliknya seorang.
-SAKURA-
Sakura merasakan tubuhnya terdorong dengan sangat keras oleh seorang anak perempuan bertubuh gempal yang memasang ekspresi wajah mengerikan. Gadis itu bersama dengan beberapa anak-anak perempuan yang berdiri menjulang dihadapannya sambil tertawa-tawa dengan tampang meremehkan semua kelemahanya. Dan yang bisa dilakukanya hanyalah pasrah menerima semua perlakuan kasar mereka.
"Dasar tidak berguna. Kau itu bisanya hanya membawa sial saja" kata-kata gadis itu diamin-I oleh suara gelak tawa gadis-gadis yang selalu setia mengiringinya.
"Apa yang dikatakan oleh Mei itu benar. Seharusnya kau itu tahu diri dan segera angkat kaki dari sini." Salah seorang dari gadis itu ikut angkat bicara.
Lagi-lagi hanya cemohan yang diterima oleh Sakura.
Sakura tetap diam, sama sekali tidak berniat melawan. Dia hanya menatapi gerombolan gadis-gadis yang entah kenapa sepertinya senang sekali bisa menyakitinya dengan tatapan hampa. Melihat Sakura hanya diam saja tanpa berusaha melawan, si gadis yang diketahui bernama Mei itu justru malah semakin beringas karena merasa kata-katanya tidak di-indahkan oleh Sakura.
Dicengkramnya helaian indah rambut gadis itu dengan sangat kasar hingga Sakura memekik kesakitan lalu kemudian mendorong tubuh gadis itu hingga membentur tembok dengan sangat keras. Sakura memegangi nanar kepalanya yang terasa berdenyut, ada cairan merah pekat yang mengalir dari sudut keningnya.
Dia tidak peduli, dia tahu bahwa mereka sengaja melakukan semua tindakan kasar itu untuk memancing kemarahan Sakura agar melawan mereka dan akhirnya mereka bisa mengadu kepada suster kepala yang sangat kejam hingga ia menerima hukuman yang sangat berat atas kesalahan yang bahkan tidak pernah diperbuatnya.
Mereka semua memang bisa saja merasa sangat berkuasa karena Mei adalah putri dari wanita pemilik panti asuhan sekaligus orang yang menjabat sebagai kepala suster tempat Sakura dan anak yatim piatu lainnya ditampung. Hingga mereka yang mengaku adalah temannya Mei bisa berbuat sesuka hatinya untuk menyiksa Sakura.
"Ada apa ini? Kenapa kalian ribut sekali!" tegur sang suster kepala yang entah sejak kapan sudah ada disana.
Kumpulan gadis-gadis itu terkejut dengan kedatangan suster kepal yang secara tiba-tiba, mereka reflek membungkukan kepala dengan hikmat. Meski ada Mei yang notabene adalah putri tunggal kepala panti yang bisa dijadikan tameng, mereka tetap saja tidak berani berkutik meskipun hanya sekedar melirik kecoa yang melintas didepan mata bila sang penguasa otoriter ada disekitar mereka.
"Gara-gara dia salah mengerjakan tugasku. Aku jadi kena merah oleh Sensei disekolah" Mei mangadu pada wanita yang telah melahirkanya itu.
Sebenarnya bukan seperti itu. Sakura telah mengerjakan tugas itu dengan sangat baik dan ia yakin pasti akan mendapatkan nilai yang bagus. Tetapi sayangnya Mei-lah yang salah memberikan informasi tentang tugas yang harusnya ia sendiri yang mengerjakanya.
Kesalahan justru malah terletak pada otak Mei yang telah lupa buku paket halaman berapa yang harus dikerjakan sehingga akhirnya gadis itu mendapatkan hukuman berupa membersihkan toilet kotor karena dianggap tidak mengerjakan tugas dengan baik.
Tugas matematika , sebanyak dua halaman dengan jumlah total 50 buah soal dikerjakan Sakura dengan sangat senang hati karena dengan begitu dia bisa terbebas untuk sementara waktu dari kewajiban mengerjakan tugas dibagian dapur dengan banyaknya jumlah piring kotor yang menumpuk dan masih banyak lagi tugas lainya yang belum diselesaikan.
Meski pada akhirnya semua tugas dapur itu tetap harus diselesaikan juga, tapi entah kenapa setiap kali dipaksa untuk mengerjakan tugas yang ada hubunganya dengan sekolah selalu membuatnya sangat bersemangat. Hanya itu satu-satunya kesenangan yang bisa didapatkanya disela-sela penderitaan yang ditimpakan kepadanya secara bertubi-tubi.
"Ya sudah! Tidak usah hiraukan dia. Lagipula bukan kah oka-san sudah pernah mengatakan padamu, kalu kau harus mengerjakan pekerjaan rumahmu sendiri." ucap wanita paruh baya itu.
Ditegur seperti itu didepan anak-anak panti yang lain tentu saja sanggup membuat warna wajah Mei berubah menjadi sangat merah. Gadis itu memajukan bibirnya dan langsung memplototi dua orang gadis yang terkikik menertawakan dirinya hingga mereka bungkam begitu mendapati Mei memberikan mereka tatapan berupa deatglare.
"Sudah-sudah! Sebaiknya sekarang kalian pergi kekamar masing-masing."
Mereka langsung bubar dan meninggalkan Sakura yang masih tidak bergerak dari posisi awal sendirian bersama sang suster kepala. Wanita paruh baya itu menatap Sakura dengan tatapan dipenuhi oleh kebencian.
"Sebaiknya kau juga cepat kembali ketempatmu. Kau sudah boleh beristirahat kalau pekerjaanmu telah selesai."
Jangankan untuk mengobati lukanya taupun sekedar beristirahat, sang suster kepala malah dengan kejamnya memerintah Sakura untuk tetap meneruskan pekerjaanya didapur.
Dia memang sudah sering diperlakukan seperti ini. Tidak hanya di panti tetapi juga disekolah. Kepintarannya kerap kali dimanfaatkan oleh teman-temanya untuk mengerjakan tugas mereka, itu-pun kalau mereka bisa disebut teman. Sebagai gantinya mereka tidak akan menggangu dan menyiksa Sakura walaupun hanya berlangsung saat Sakura membawa keuntungan bagi mereka.
Sakura berangkat sekolah dengan langkah setengah diseret. Tadi pagi sebelum pergi kesekolah, dia dipaksa untuk memasukan semua pakain kotor kedalam keranjang untuk nanti di cuci olehnya sepulang sekolah. Selai itu dia juga masih harus mangepel seluruh koridor asrama saat semua penghuni panti sedang sarapan. Dia tidak boleh sarapan sebelum semua pekerjaanya selesai, jadilah hari itu Sakura berangkat sekolah dalam keadaan perut kosong.
