Untitled
Naruto Mashasi Kisimoto
Highschool DXD Ichiei Ishibumi
.
.
Lokasi : Tidak terdefinisi
Waktu : Tidak terdefinisi
"Kau tahu? Aku bisa saja menghancurkan semua yang ada hanya dengan jentikan jari."
"Kau tidak ingin itu? Lantas apa yang kau inginkan?"
"Jadi kau ingin teman bermain? Baiklah, aku akan membuatkan dunia sebagai tempat bermainmu."
.
.
"Menjadi bulan-bulanan, oleh perasaan ... "
Tak sadar, lagu 'Distraksi' yang dinyanyikan oleh 'Danilla' melantun keluar dari bibirku, bahkan dengan earphone[1]murahanku, suara unik nan merdu miliknya masih sama; cocok untuk mengalihkan perhatianku sejenak tentang kejadian semalam. Beberapa menit sebelum bel pelajaran berdenting, membuat suasana kelas ramai dengan kegiatan wajib siswa-siswi—Menyalin pekerjaan rumah. Entah apa yang dipikirkan oleh sekolah ini sehingga menjadikan pukul 06:30 pagi sebagai waktu masuknya, yang jelas ini sungguh menyiksa bagi mereka yang bekerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan, atau mungkin aku saja ya?
Tak sadar, tiba-tiba bunyi bel tanda pelajaran dimulai masuk ke dalam indra pendengaranku.
Tampaknya lagu itu tidak sepenuhnya bisa menyingkirkan beban pikiranku. Bagaimana tidak, pandanganku terfokus pada teman sekelasku, Rias Gremory dan Akeno Himejima yang ternyata adalah seorang iblis, dan tahu yang lebih mengejutkan? Dia—Rias Gremory—baru saja mereinkarnasi seorang manusia menjadi iblis.
Lamunanku terhenti menyadari mereka berdua telah beranjak dari kursi belajarnya karena jam istirahat sudah dimulai, dan kemungkinan akan menuju ruangan klubnya berada; yang aku asumsikan sekarang berfungsi sebagai sarang iblis.
"Tampaknya aku akan mengalami stres berat sampai beberapa bulan yang akan datang, pasti," ujarku sambil memijat pelipisku kasar.
Walaupun menduduki peringkat 1 umum, di kelas aku tidak memiliki teman, bukan anti sosial, melainkan asosial. Banyak kejadian yang membentuk kepribadianku hingga saat ini, termasuk tidak mengenal orang tua sejak lahir.
Sambil menenteng bento[2], aku beranjak menuju atap sekolah, bisa dibilang ini adalah tempat favoritku; bukan hanya sepi, semilir angin yang menerpa wajahku kadang membuatku tertidur. Deru angin langsung menyapaku ketika membuka satu-satunya akses menuju atap sekolah, namun ada hal yang berbeda dari hari sebelumnya; seorang perempuan tampak berdiri sambil memegangi pembatas atap, seperti menunggu seseorang. Tak ingin mengganggu kegiatannya, aku perlahan berbalik meninggalkan tempat ini; namun belum sempat menutup pintu, sosok tersebut berbalik menatapku kemudian berkata.
"Uzumaki-kun[3], aku sudah menunggumu sejak tadi." Tunggu, apa yang dia bilang tadi? Menunggu seorang yang tidak pernah peduli dengan urusan orang lain ini? Yang benar saja? Aku melangkahkan kakiku lebih dekat dengannya untuk memastikan siapa yang berbicara denganku. Tak disangka seorang ketua OSIS yang terkenal akan kedisiplinannya yang malah menyambut indra penglihatanku. Apa aku berbuat salah berat sehingga ketua OSIS sendiri yang mendatangiku?
"Maaf, ada apa Kaichou[4]?" aku bertanya tanpa menyebutkan namanya. Selain karena tidak sopan karena memanggil nama dari seseorang yang belum pernah berkenalan denganku, aku juga tidak mengetahui namanya, jujur.
"Sebenarnya tidak ada hal khusus, aku hanya ingin makan bersamamu, boleh?" ujarnya sambil mencari posisi duduk yang nyaman lalu membuka bento yang ia bawa. Mengetahui bahwa aku tidak bisa menolak, aku hanya menganggukkan kepala pertanda jawaban 'iya'.
Beberapa menit kami lalui dengan diam, mungkin karena aku yang tidak memiliki niat untuk berbicara atau dia yang tidak tahu ingin berbicara apa. Hal ini tidak menggangguku sama sekali, sungguh. Namun berbeda dengan dia, yang terlihat ingin membuka mulut. Cukup kasihan dengannya, aku memberanikan diri untuk berbicara.
"Kita belum berkenalan, Namaku Naruto Uzumaki, namamu?" ujarku sambil menyodorkan tangan. Dia tampak terkejut karena aku—teman sekelasnya—tidak mengetahui namanya. Namun dengan cepat dia menguasai suasana dan menjabat tanganku.
"Sona Sitri, kau boleh memanggilku Sona jika ka ..."
"Sitri-san[5], aku akan memanggilmu itu karena kita belum terlalu dekat untuk memanggil nama depan," aku langsung memotong ucapannya, untuk menghindari kesalahpahaman dari orang lain.
Hening kembali melanda kami berdua. Kotak makanku sudah kosong; seharusnya aku beranjak pergi dari sini, namun kakiku serasa dipaku; tidak ingin beranjak meninggalkan gadis mungil ini. Kuperhatikan dirinya dengan seksama, bibir mungilnya masih mengunyah makanan; elegan bak bangsawan. Kalau boleh dikatakan, dia berasal dari kelas arya, sedangkan aku dravida[6]. Dia tampaknya sadar bahwa aku memperhatikannya, terbukti dari kepalanya yang menunduk menyembunyikan pandangan matanya.
"Uzumaki-san, boleh aku bertanya sesuatu?"
"Tentu, silakan." Gestur tubuhnya berubah, aura yang dimilikinya pun berubah. Waktu serasa lebih lambat daripada yang tadi; seakan ada energi yang menekan diriku. Kulihat wajahnya, lebih menyeramkan daripada yang tadi.
"Mau 'kah kau bergabung dengan peerage[7]iblisku?" ucapannya diikuti dengan muncul sayap kelelawar di belakang punggungnya.
Tarik ucapanku tentang stres berat, aku akan mati. Kaget pun tidak ada gunanya sekarang, aku sudah terlalu lelah.
"Kenapa aku?" hanya itu yang bisa keluar dari mulutku sekarang. Sebagai manusia biasa yang dihadapkan dengan sesuatu yang tidak normal sekali saja sudah bisa membuatmu hampir mati, hanya keberuntungan yang membuatku hanya mengalami mual sekarang.
"Kau pintar, bahkan lebih pintar daripada aku. Aku menginginkanmu untuk menjadi pembuat strategi di dalam kelompok ku. Jadi mau kah kau?" dia berujar dengan wajah datar, terselip nada memerintah di dalam suaranya yang sama datarnya dengan wajahnya. Hilang sudah kesan positif yang aku tanamkan tadi.
"Apa keuntungannya jika aku menjadi iblis?" ujarku sambil mencoba menenangkan diri. Dia tampak menaikkan sebelah alisnya ketika mendengar pertanyaanku, disertai sedikit seringai. Apakah iblis memang seperti ini?
"Tentu kau akan mendapatkan banyak hal. Sayap iblis, kekuatan magis, penglihatan malam, akses ke neraka, dan jika kau bekerja keras kau akan mendapatkan set bidak caturmu dan membuat peerage 'mu sendiri." Seringainya tambah lebar setelah usai berucap ditambah sekarang dia bersedekap.
Jadi mana yang lebih penting, mempertahankan kemanusiaan ataukah memperoleh banyak keuntungan? Cukup pusing untuk memikirkan hal ini, sebagian dari diriku menginginkan eksplorasi hal baru, sedangkan sebagiannya ingin mempertahankan kemanusiaan.
"Pertanyaan terakhir, bagaimana jika aku menolak?" Seringainya turun, tampak raut tidak suka di wajahnya.
"Tidak ada, kau hanya akan lupa pernah melakukan percakapan ini. Itu saja, tidak kurang dan tidak lebih."
Aku bernafas lega, kukira aku akan dibunuh seperti adegan di anime dan film.
"Kalau begitu aku menolaknya, ma ..."
Belum sempat aku menyelesaikan omongan, bongkahan es tiba-tiba menusuk perutku. Memberikan sensasi rasa hangat dan dingin di saat yang bersamaan. Aku baru sadar, maksud dari aku tidak akan mengingat kejadian ini adalah aku akan mati. Dia cukup pintar untuk membodohiku ternyata. Dasar iblis.
Es yang ada mulai melebur, hanya menyisakan lubang besar yang menganga di perutku dan genangan darah yang ada di lantai atap; saksi bisu kematianku. Hilangnya es tersebut memaksa tubuhku untuk jatuh karena tidak ada energi untuk menopang. Yang bisa aku lakukan sekarang hanyalah menatap benci wajah porselennya, mencoba mengutuknya lewat mata.
Pandanganku mulai menghitam, inikah akhir dari hidupku? Cepat sekali, hanya 17 tahun. Tampaknya Tuhan memang membenciku. Hal yang terakhir yang bisa aku lihat hanyalah perempuan sialan itu berjalan mendekat dan berjongkok di depan mayatku lalu berkata.
"Kasihan, coba saja kau mau menjadi budakku." Hanya itu kalimat terakhir yang bisa aku dengar, dan tiba-tiba sekitarku menggelap.
Bersambung
Keterangan :
1. Earphone = Alat yang dapat mengubah energi listrik menjadi gelombang suara yang bisa didengar oleh manusia
2. Bento = adalah bekal berupa nasi berikut lauk pauk dalam kemasan praktis yang bisa dibawa-bawa dan dimakan di tempat lain.
3. -kun= digunakan oleh perempuan ketika menyebutkan laki-laki yang sangat berarti baginya.
4. Kaichou = Ketua.
5. -san = panggilan untuk orang yang dihormati.
6. Dravida = Bangsa yang hidup di tanah India pada masa lampau, dianggap lebih rendah daripada bangsa arya.
7. Peerage = gelar kebangsawanan
Pesan penulis :
Kembali lagi bersama hamba, dengan cerita yang sama enggak jelasnya dengan sebelumnya. Bagaimana twist di akhir? Sudah tertebak atau malah kaget? Hamba ingin melakukan eksplorasi terhadap tulisan hamba dengan mencampurkan supranatural, drama, dan sains -fiksi. Ya walaupun hasilnya hancur sih, hamba sadar kok! Cerita ini juga belum memiliki judul, jika ada yang memiliki saran beritahu saja. Tolong berikan komentar, baik itu kritik, saran, cacian atau bahkan makian. Mungkin ini saja yang hamba bisa sampaikan, sekian dan terima kasih. Zanan log out.
