Konstanta
Kim Jongin – Oh Sehun Mature Drama dan fanfic gagal!
Perasaaanya seperti nilai konstanta matematika! Suatu nilai yang muncul secara alami dan tak berubah – ubah!
…
…
…
Baiklah! Jongin hampir menyerah! Dia melempar buku lima inchinya diatas meja, menghasilkan bunyi dentuman keras hingga menginterupsi atensi beberapa penghuni perpustakaan.
Wajahnya berantakan, rambut acak – acakan mirip singa kelaparan. Jongin sungguh frustasi!
Selama beberapa hari, hampir sepekan ia serasa hidup dalam kesengsaraan. Kepalanya telah mengepulkan asap, ia serasa mendidih. Dan sayangnya tak ada yang mengerti.
Menjambaki rambut keras – keras hingga rontok beberapa. Jongin lebih terlihat ingin membotaki kepalanya sendiri dengan aksinya. Ia membenturkan dahi beberapa kali diatas meja seolah dengan begitu beban didalam kepalanya akan segera luruh berjatuhan diatas lantai.
Tapi saat ini ia memang sedang dalam mode bodohnya. Dahi memerah karena kebrutalannya. Mendapatkan satu tatapan tajam yang siap menghunusnya, tapi ia mengabai.
Sehun bahkan tak peduli jika punggung tangannya yang akan memar akibat benturan antara kepala Jongin dan pinggiran meja berkayu jati. Dengan ekspresi wajah lurus dia senantiasa membaca flow chart dari sistem algoritma pemrogramannya. Tapi ia memberikan telapak kirinya untuk melindungi dahi sang teman.
Jongin mengaku bahwa ada beberapa hal yang salah dengan dirinya. Apa – apa yang ia lakukan akan berantakan! Ia bahkan mendapat nilai D disalah satu mata pelajarannya. Bersyukur sang dosen tak memberinya F. Ia mendapatkan sebuah detensi peringatan atas tugas kelompok yang hanya dikerjakannya sendiri. Ibarat kata, sudah jatuh tertimpa tangga.
Para anggota hanya memanfaatkannya tanpa peduli hasil akhir, namun naas, sang dosen mengetahui bahwa pekerjaanya hanya dikerjakan oleh seorang saja, hingga membawa kelompoknya berada pada point terendah. Lebih mengenaskan Jongin yang mendapat nilai D sebagai sipenanggung jawab. Ia menawar untuk memberikan nilai pada anggotanya, setidaknya nilai C. Syukurlah sang dosen berbaik hati.
Ditambah lagi beberapa hari lalu ia memecahkan lima piring berharga mahal milik restoran berbintang tempat ia bekerja. Dan sekarang Jongin tengah berada dalam masa menikmati hasil potong gaji akibat kecerobohannya.
Bersyukur ia tak menjadi korban amukan ibu kost karena telat pembayaran. Menumpang disalah satu rumah saudara menjadi alternatifnya. Hidupnya tak sedrama itu jika bibinya ikut – ikutan menjadi nenek lampir dalam hidupnya. Bibi Kim begitu baik hati, bahkan menganggap Jongin sebagai anak sendiri, suka sekali menyebutnya sebagai kakak dari si kecil David, keponakannya, serta seorang kakak kembaran dari anak pertamanya.
Tapi masalahnya saat ini adalah pikirannya kacau. Ketidakmampuannya dalam menyeimbangkan pikiran mengganggunya. Ia gagal fokus karena beberapa hal. Seperti anomali air, hati dan pikirannya tak sejalan. Terjadi penyimpangan.
Dulu. Jauh hari sebelum tidur, siapa yang angkuh terhadap waktu? Menganggap mimpi hanyalah tiang pinggiran yang reot dikikis karat. Ia sedikit mengerti bahwa sebagian mimpi merupakan sugesti.
Pikirannya menjadi anarkis jika berdekatan dengan Sehun. Menyusun berbagai cara bentrok dan demo besar – besaran atas jantungnya yang berdentum gila. Hingga hasilnya ia tak dapat memecahkan persoalan yang sebenarnya dihadapi.
Jongin memang terkenal bar – bar. Otorisasi atas pribadinya sedikit aneh. Ia rindu tapi tak mengakui. Reuni kembali dengan sang mantan kekasih dalam satu project tugas bukanlah ide yang menarik. Meski hampir setiap hari bertatap muka dimanapun, tapi mereka berlaku seolah orang lain.
Terima kasih pada dosen Kang yang masih saja memendam dendam padanya, hingga menjadikan Jongin bersatu dengan Oh Sehun. Si Raja irit bicara yang sayangnya tampan dan jenius. Apakah ini yang dimaksud ungkapan Karma is a bitch?
Bukannya ingin menghakimi perasaan hati. Tapi sumpah serapah berkecamuk memuakkan didalam kepala memaki rasa cinta sialan yang masih saja Jongin pendam. Barang tentu Sehun sudah melupakan atas perasaannya. Para wanita cantik banyak yang berjejer rapi mengantri secara terang – terangan didepannya. Pun perasaan cinta mereka yang salah jika masih harus dilanjutkan.
Sehun sosok yang terlihat dingin dan tak peduli, meski Jongin tahu bahwa pria itu penyayang. Tapi ia tahu diri, siapa dirinya yang berharap namanya masih saja terpatri didalam hati Sehun, terlebih setidaknya tertinggal diantara celah tergelap pikiran Sehun. Yang ada dirinya berada dalam sudut terbuang bahkan perlahan hancur dan sirna.
Buk
Jongin terlonjak berlebihan tatkala Sehun menutup bukunya. Membereskan literasi menyebalkan yang berserakan diatas meja menjadi satu, memasukkan pekerjaan mereka kedalam ranselnya.
"Kita belum menyelesaikannya, Hun!" Tugas yang seharusnya dua hari rampung, menjadi teronggok mengenaskan karena ke-tidak-profesionalan perasaannya.
"Kita pulang!" Itu perintah mutlak. Jongin hapal betul bagaimana seorang Oh Sehun selalu mempengaruhinya dan seakan mendikte dirinya untuk menurut. Dan seolah masokis, Jongin selalu menyukainya.
Jongin sedikit meringis nyeri pada pergelangan tangannya yang digenggam erat – erat oleh Sehun. Membawanya ke tempat parkir dan memakaikannya helm. Arti tersurat bahwa Jongin akan pulang bersama Sehun hari ini.
Jantung Jongin tawuran gila – gilaan saat Sehun menarik kedua tangannya untuk melingkar pada sisian pinggangnya. Dalam diam, Sehun menjalankan motor besarnya membelah jalanan Seoul di sore hari.
Layaknya konstanta matematika memuakkan, perasaannya muncul secara alami dan memiliki nilai tak berubah, seperti rumus (pi) ataupun e.
Hatinya menghianati pikiran yang ingin melupa. Asosiasi didalam dirinya beralur tak sejalan.
Pikirannya menuntut untuk menghiraukan, tak bisa direasosiasi dengan bilangan rasa lainnya, layaknya sebuah variabel yang sifatnya berubah – ubah dan tidak tetap.
Namun rasa cintanya terhadap Sehun memuakkan. Seperti nilai (pi) yang irasional, tak berakal, tak dapat dinyatakan dengan bilangan bulat. Meski para ilmuan menggunakan 22/7 sebagai pecahan untuk perhitungannya, ataupun 3,14 dengan delapan belas angka lainnya yang mengikuti, namun sebenarnya pecahan tersebut hanya pendekatan dari sebuah nilai (pi), tak ada yang benar – benar mewakili eksak nilai (pi). Meski begitu, (pi) tetap saja menjadi salah satu konstanta penting matematika.
Seperti Oh Sehun yang masih saja menduduki tempat terpenting didalam hatinya, meski pikiran waras menolaknya. Jongin jadi serba salah dengan perasaannya.
Ia dianggap menyimpang dan mengidap kelainan jiwa karena mencintai Sehun. Sebenarnya otaknya yang membuat konklusi.
Tak lama Sehun menghentikan laju motor besarnya, memarkir kemudian turun begitu saja memasuki rumahnya, mengabaikan Jongin yang masih berusaha berdamai dengan dentuman jantung. Namun, kembali berjalan cepat menghampiri Jongin dan kembali menarik pergelangan yang lebih tua.
Rumah nampak sepi dan kosong, tak ada siapapun termasuk Bibi Kim sekalipun Oh David. Sedang Ayah Oh sudah barang tentu masih berkutat dengan tabel data debet kreditnya di kantor.
Sehun begitu saja menarik Jongin hingga kekamarnya, membuat Jongin berjalan tergesa menyamai langkah lebar – lebar sang pujaan hati. Membuka pintu kamar yang selalu dikuncinya secara serampangan, membuka kasar pun menutupnya dengan cara kasar pula. Bahkan menghempaskan tubuh Jongin diatas tempat tidur seakan membanting bantal.
Jongin melenguh keras tatkala bibir Sehun menginvasi bibirnya brutal. Melepaskan satu persatu kancing baju dan melucuti segala jenis kain ditubuhnya. Seolah kesetanan Sehun mencinta.
Mengabsen setiap gigi putih Jongin seperti diwaktu dulu, Jongin seolah menjadi ekstasi, memabukkan dan membuatnya melayang.
Bergulat hebat diatas ranjang yang berderit, mengalun seirama dengan suara tubrukan kulit yang mengilap basah. Sedang desah dayu Jongin terendam bahu lebar Sehun. Yang lebih muda tetap menciumi sembari menari gila diatas tubuh Jongin. Menggeram rendah atas kenikmatan birahi yang tersalurkan.
Darah hangat berdesir hebat dalam vena Jongin, ketika mendapati tattoo bertuliskan namanya dalam alphabet Yunani tepat diatas dada kiri Sehun. Ia bahkan sama sekali tak tahu menahu kapan tepatnya Sehun membuat tattoo namanya disana.
Berjauhan dan seolah tak mengenal merupakan peran terberat dalam hidup Sehun selama beberapa puluh pekan. Status saudara sepupu diantara nama keduanya membuat cinta mereka terlarang. Tapi persetan dengan status saudara, Sehun tak bisa berhenti mencintai Jongin. Ia ingin memiliki Jongin seutuhnya, menjadi miliknya.
Hingga teriakan nyaring Jongin memenuhi ruangan ketika akurasi tembakan cairan Sehun yang keluar memenuhinya, seakan tepat sasaran pada tempat ternikmatnya. Tak ingin melewatkan, Sehun meraup dalam bibir kekasih hatinya, membiarkan Jongin berteriak didalam mulutnya.
"Aku tak peduli lagi, Jongin! Aku ingin memilikimu!" Kata – katanya penuh nada arogansi dan percaya diri. Sehun selalu begitu, ia egois!
Dinamika percintaannya bagai drama. Persetan! Jongin juga ingin berontak pada keadaan. Ia mencintai Sehun juga. Ia tak peduli untuk saat ini, meski implikasi dari bayangan atas perasaan yang salah telah membayanginya. Jongin akan menanggung konsekuensinya nanti.
…
…
…
_fin_
APA INIIIII?
Duuhhh hasil kegabutan gegara langkanya moment Hunkai T.T
Ceritanya tak beralur dan sunnguh sangat absurd dan… dan omy God! This is sound so freakin'
sadar atau tidak, ff ini ditulis oleh dua orang XD
meski adikku menulis hanya satu dua paragraf XD
bahasa dia berat boooo...
Aku lagi tergila – gila sama mas Alan walker entah kenapa :')
Tapi justru lagunya D'brown – I'm a dog menemani, dduuhhh judulnya XD
Btw, enakan baca FF dari ponsel ya ternyata XD
(Best regards… Caesarinn)
