"The Perfection Under The Shade of Loves"

NaruSasu Fanfiction

Author : GingerJelly

Disclaimer : Masashi Kishimoto

YAOI. SUPER OOC. NO BASHING CHARA. TYPOS OFC THERE ARE. IDE CERITA PASARAN ABISS..

STOP JUDGING ME, IF YOU DON'T LIKE MY STORY STOP SCROLLING DOWN!

Summary : Naruto mempercayai cinta pandangan pertama, itulah kenapa dia jatuh cinta pada Sasuke si penari telanjang. Mereka berbeda, tapi Naruto tak mempermasalahkannya. Cintanya setulus ia ingin membebaskan Sasuke dari masa kelam. Karena ia dan Sasuke mencari kesempurnaan cinta. "Apapun caranya. Apapun resikonya" NARUSASU. MPREG!

Heheh jell gak banget bikin summnya. Oya, btw ini ff pertama jell yang pake POV chara jadi maklumin klo bahasanya aneh XD. Okee happy reading all ^^

.

.

.

Rasa-rasanya, aku ingin lari dari semua kenyataan ini.

Setiap helaan nafas yang tertahan, gerak tubuh gelisah, dan desah yang menyiksa, semuanya!

Semua itu adalah bayangan hitam dengan ujung yang tajam,

Seolah bayangan hitam itu mengkungkungku. Menahanku di tempat dengan kasar.

Kalau saja, semua yang aku sayangi bisa aku pertahankan, aku akan jauh lebih baik.

Di saat tangan halus itu datang dan melindungiku, aku merasa lebih dari sekedar bahagia.

Aku ingin tetap seperti ini!

Kumohon, aku menginginkannya bersamaku.

Tetapi, semua telah berakhir Naruto...

Aku terlalu mencintaimu.

-Uchiha Sasuke-

Bila hanya hartamu yang harus kauberikan untuk satu-satunya orang yang kaucintai, tidakkah kauberikan?

Setiap reaksiku dari resiko yang akan aku dapat, setiap denyut mengerikan, dan setiap pengorbanan.

Barisan parimeter gelap yang selalu kutakuti semakin mendekat,

Setiap malam aku gelisah memikirkannya

Aku benci semua yang sudah kaulakukan dan yang kaukerjakan Sasuke.

Tetapi, sungguh! Berhenti dan tinggallah denganku!

-Uzumaki Naruto-

.

.

.

[Sasuke's POV]

Tak ada apa-apa lagi! Tak ada apa-apa lagi! Hanya seorang! Ya hanya seorang!

Aku meyakinkan diriku sekali lagi, selalu begitu di setiap malam selama hampir dua tahun terakhir ini.

Musik berdentam-dentam keras dari arah panggung di depan tirai yang menutupiku di belakang panggung. Berkali-kali aku melirik jam dinding yang menggantung di atas ambang pintu. Pukul sebelas lebih lima puluh menit. Sepuluh menit lagi aku harus keluar ke panggung, selama dua tahun ini, aku selalu mengutuki tiap malam pada pukul sepuluh ke atas seperti ini. Aku benci dengan semua ini.

Lalu tiba-tiba pintu kayu di sampingku menjeblak dengan sangat keras –aku sudah bisa tahu siapa yang membuka pintu itu, bosku. Pria berusia empat puluh tahunan itu menatapku dengan tajam dan sengit.

"Apa-apakan kau ini ha?!" teriaknya kencang-kencang sambil mengguncang kedua bahuku yang tertutup baju lengan panjang.

"Kenapa?" tanyaku takut kalau-kalau ia akan menamparku seperti malam-malam yang kerap terjadi padaku.

"Dasar bocah dungu! Ganti pakaianmu!" rasanya, aku selalu ingin berontak dan menonjok orang ini setiap ia bicara kasar padaku.

"Dengar tidak?!" raungnya keras-keras supaya aku mendengar jelas –karena suara musik sangat kencang di panggung. Aku mengangguk kaku sambil menunduk memandangi lantai.

"Kabuto!" teriak bosku kearah pintu yang terbuka lebar.

Seorang pria beambut perak masuk sambil membawakan sebuah pakaian. Oh bukan, itu hanya dua lembar kain biru pucat tipis berenda yang dan begitu pendek. Aku mencelos melihat kain itu.

"Buka bajumu!" teriak bosku.

"A...Apa?..Apa?!" mataku melotot tak percaya pada perintah orang brengsek ini.

"Cepat jalang!"

PLAK

Selalu begini setiap aku tak menuruti kemauannya. Dengan tak sabar bosku sendiri yang melucuti pakaianku yang sangat tertutup sekarang ini, aku tidak pernah suka harus seperti ini. Ditelanjangi oleh orang brengsek bermuka ular.

"Aku...aku bisa sendiri tuan" ucapku mulai gusar saat dia memelukku dari depan untuk melepas kaos dalamku. Bukannya melepaskanku, ia justru melumat ceruk leherku.

"Uhh...jangan! Lepas! Lepaskan!" aku menyentakkan lengannya kuat-kuat dengan mata memicing jengkel.

Ia menghentikan lumatannya di leherku, kemudian melepas singletku, celana jeansku diturunkan dengan cepat, berikut dengan celana dalamku. Aku merasa malu harus seperti ini, pria bernama Kabuto menyeringai menatap tubuh polosku yang aku coba tutupi dengan kedua tanganku. Bosku melambai pada Kabuto –meminta dua kain biru itu.

"Turunkan tanganmu sayang" ucapnya di samping telingaku

Sedetik dengan cepat aku membuat perkiraan seberapa keras aku akan ditampar, dengan perkiraan betapa mudahnya aku menurunkan kedua tanganku yang menutup di depan tubuh telanjangku. Akhirnya aku menuruti kemauannya, dengan cepat dia melilitkan satu kain di dadaku, dan kain yang satunya lagi di pinggulku, menutupi hanya seperempat paha atasku saja.

Sial! Kain transparan itu mengekspos tubuhku. Itu yang terjadi padaku selama dua tahun ini.

Aku, seorang striptease.

[Author's POV]

Dua pria itu menatap sebuah tempat dengan plang nama yang ditulis menggunakan huruf abjad berwarna hot pink. Viaduct Dance.

"Kau akan terhibur di sini"

Ucap seorang pria yang menggunakan jas berwarna merah tua.

Seorang pria yang satunya, yang mengenakan mantel denim sepaha tampak tersenyum kecut melihat bar malam tersebut.

'Hah, mungkin aku harus mabuk dulu kalau ketempat seperti ini' dengus pria bermantel tersebut dalam hati.

"Mau masuk kapan Naruto?" tanya pria yang satunya agak tak sabaran melihat temannya hanya bengong, pria bernama Naruto itu menoleh menatap pria di sampingnya yang usianya terpaut 5 tahun lebih tua darinya.

"Hm...kau yang membawaku kesini, jadi terserah kau sajalah," pria berjas merah tersebut menyeringai senang.

.

.

.

Mereka berdua masuk ke dalam bar tersebut. Begitu sudah masuk ke lorong berpanel kayu coklat di bar malam tersebut, musik yang memekakan telinga langsung menyambut mereka. Pria yang dipanggil 'Kau' oleh Naruto tersebut tersenyum lebar saat Naruto mengernyit melihat pemandangan di depannya. Beberapa penari laki-laki dengan pakaian yang sangat minim tersebut meliuk-liuk di panggung, di depan pengunjung, ataupun menggoda di pole dance.

'Klub gay?' pikir Naruto.

"Ayo!" Naruto menurut saja saat salah satu teman kerjanya tersebut menggeret dia duduk di sebuah sofa kosong di sudut kanan bar tersebut.

"Mau pesan minum?" tanya Suigetsu –pria yang dipanggil 'Kau' oleh Naruto.

Pria berkulit tan tersebut mengangguk pada Suigetsu.

"Wine? Vodka? Martini? Atau jus?" tanya Suigetsu dengan nada yang aneh saat dia menanyakan jus.

"Red wine saja" jawab Naruto sambil menyilangkan kakinya yang panjang, pria berjas tersebut mengangguk lantas meninggalkan Naruto menuju bartender di belakang sofa mereka.

.

.

.

Naruto memasukkan ponselnya ke dalam saku mantel lalu ia memijat pelipisnya yang terasa berdenyut, seharian ini dia tidak bisa konsentrasi pada pekerjaan kantornya. Usianya masih sangat muda. Dua puluh tiga tahun, Naruto pria muda yang sukses dalam bidang properti, memang baru dua tahun Naruto mengurusi salah satu perusahaan property ayahnya di Konoha, tapi dalam waktu dua tahun ini pulalah pria bermarga Uzumaki tersebut telah mampu untuk mengembangkan perusahaan ayahnya tersebut.

Berkat seluruh kerja keras dan potensi putranya yang luar biasa dalam pekerjaan, ayah Naruto tak khawatir akan kehidupan rumah tangga Naruto kelak. Tapi pada akhirnya, ayah Naruto meminta Naruto untuk menikahi seorang gadis yang jujur saja tak ia kenal. Namanya Haruno Sakura, ayahnya bilang dia putri kerabat dekat ayahnya. Naruto meminta waktu akan perihal pernikahannya, pasalnya ia sendiri juga belum siap untuk menikah, ditambah lagi dia tidak mencintai wanita bernama Sakura tersebut, kenal saja tidak.

Dan lagian, ayahnya belum tahu kalau dia itu gay.

"Ini"

Naruto mendongak menerima uluran gelas red winenya. Ia tersenyum kecil.

"Lepaskan penatmu disini bro, hidup hanya sekali, jangan terlalu dibuat susah. Oke?"

"Thanks, aku baru tahu kalau kau gay juga"

Suigetsu agak meringis, kemudian ia ikut menghempaskan tubuhnya di samping Naruto.

"Aku kurang suka mengumbar, itu kan privasi. Tapi karena kita sama-sama gay, jadi aku mengajakmu kesini. Aku penat melihat tingkah wanita di kantor. Huhh… aku ingin menikmati hidupku saat ini"

Naruto tersenyum miris sambil mendengar ocehan pria itu. Naruto pun menenggak segelas minuman kerasnya tersebut, Suigetsu terkekeh bangga pada 'temannya' tersebut. Kemudian ia menuangkan cairan merah keunguan pekat ke dalam gelas Naruto yang sudah kosong. Ia menatap gelasnya yang telah terisi.

'Suigetsu benar, ha ha untuk apa memikirkan pernikahan dengan gadis yang tak kukenal. Aku lebih suka memilih cowok manis yang ada di tempat begini. Menyebalkan' gerutu inner Naruto dengan mata mengerling di sekitar bar dengan lampu kelap-kelip.

Lalu dengan tak sabaran ia menenggak minumannya tersebut.

'Baka' cibir Suigetsu dalam hati.

Ia menyeringai menatap Naruto mulai mabuk dan lepas kendali. Sebenarnya, Suigetsu tidak pernah menyukai Naruto, ia selalu menganggap Naruto adalah saingannya. Entah saingan dalam urusan pekerjaan, pacar, ataupun hal-hal sepele lainnya; seperti fashion misalnya. Suigetsu sebenarnya pria yang mapan, dia supervisor di perusahaan Naruto. Ia ditempatkan di posisi yang tinggi tersebut bukan hanya karena ia dan Naruto berteman lama, memang karena Suigetsu berusaha sendiri. Tapi tetap saja, pria berambut perak sebahu tersebut tidak pernah menyukai pria tampan di sampingnya tersebut yang sudah mabuk.

Intinya, selamanya ini Suigetsu ingin menghancurkan kehidupan Naruto dengan cara apapun.

.

.

.

Lima detik kemudian, musik yang awalnya berdentam-dentam keras memekakkan telinga tersebut mulai mereda seiring dengan redupnya lampu disko yang tadi berpendar-pendar meriah. Alunan musik yang lebih lembut kali ini mengalun, musik menjadi lebih berat dan lebih sexy ketimbang yang tadi. Naruto menatap atas panggung dengan cukup jelas –meski dalam keadaan mabuk- saat melihat gerakan meliuk yang sangat sensual. Suigetsu menyeringai puas melihat artis bar malam ini tampil.

'Sial incaranku itu benar-benar seksi sekali'

Cahaya bar sekarang sangat temaram, lightingnya menjadi warna hot pink seksi.

"Hmm...dia yang terhebat" bisik Suigetsu mulai memancing, menggoda Naruto.

Naruto pun meletakkan gelasnya di meja dan menajamkan penglihatan. Laki-laki di panggung itu terlihat seperti telanjang bulat, sebagai lelaki dengan hormonya yang tinggi pasti Naruto tergoda. Suigetsu memberi kode pada seseorang di sudut ruangan kemudian berbisik pelan pada Naruto.

"Kau bisa menyewanya Naruto, khusus untukmu, kau akan mendapat diskon malam ini"

Naruto meneguk liurnya saat melihat orang dengan baju transparan tersebut ternyata seorang laki-laki yang sangat manis lagi rupawan. Dan sosok tersebut bergerak semakin menggairahkan di atas panggung, mengikuti irama lagu yang sangat menggoda.

"Dia artis bar ini Naruto" desak Suigetsu semakin semangat 'memanas-manasinya' saat melihat keringat menuruni pelipis Naruto.

"Kau...tertarik padanya? Cobalah! Kau tidak akan menyesal..."

Naruto menatap orang yang sudah dianggapnya kakak tersebut, ia sedikit ragu. Tapi saat melihat Suigetsu tersenyum sambil menangguk yakin, ada sedikit rasa penasaran juga di benak Naruto yang awalnya ragu untuk melihat striptease dance macam begini.

Artis bar tersebut berjalan sambil meliuk-liuk menggoda ke arah Naruto dan Suigetsu setelah melihat kode dari bosnya, rambut hitamnya yang tergerai lembut dan tampak acak-acakan membuat semua laki-laki gay di bar tersebut semakin blingsatan menahan nafsu, hanya saja, mereka tak mampu untuk menyewa artis bar tersebut walau hanya satu jam saja.

Harganya yang paling mahal dari penari-penari telanjang di bar malam tersebut. Naruto semakin jelas melihat laki-laki itu, lekuk tubuhnya yang sempurna terekspos begitu saja karena pakaian transparannya. Getaran aneh terasa menjalar di tubuh Naruto saat memandangi wajah laki-laki cantik di depannya tersebut, dia terlihat lebih cocok menjadi uke manis yang duduk di rumah ketimbang harus bergoyang menggoda setiap kaum gay di tempat seperti ini.

Naruto terpesona, sempurna terpesona akan sosok laki-laki berkulit putih tersebut, seluruh sendi, otot, dan raga jiwanya seolah menjerit meminta Naruto untuk membawanya pergi dari tempat itu, hanya saja Naruto sedang dalam taraf mabuk. Penari itu menggoyang-goyangkan pinggulnya dengan gerakan yang sungguh erotis di hadapan Naruto.

Pikiran Naruto semakin kacau balau karena penari itu terus merayunya tanpa ampun. Dadanya –yang meski rata- tampak menggoda di mata Naruto yang cukup mabuk berat, striper itu pun membungkuk di depan Naruto dengan gerakan sensual membuat laki-laki yang melihatnya langsung berteriak-teriak tak tahan. Naruto seolah 'terperosok' menatap bola mata hitam cantik yang bulat sempurna.

Sepasang mata bola sekelam langit tanpa cahaya. Jari-jemarinya yang lentik mengusap dada Naruto yang berada di balik mantel denimnya, membuka kancing atas mantel tersebut lalu menarik dasi yang terpasang rapih di leher pria tersebut. Jakun Naruto bergerak-gerak naik dan turun melihat sesuatu yang sangat menggoda libidonya agar segera bangkit. Cuping hidungnya mengembang dan mengempis dengan cepat saat ia mencium bau yang sangat enak seperti bau vanilla, mint, jahe dan entah apa lagi.

Otaknya tak mampu lagi untuk berpikir secara waras, kemudian tanpa babibu dan memikirkan orang lainnya, Naruto langsung mencium bibir penari tersebut. Melumat bibir ranumnya serakus dan sekasar mungkin. Suigetsu tersenyum lebar dan puas melihat Naruto sudah masuk perangkapnya. Pria itu menerkam penari super menggoda tersebut di depan semua pengunjung bar. Usaha Suigetsu cukup berjalan lancar, tinggal memasang kamera tersembunyi dan voila… ayah Naruto akan serangan jantung saat ia mengirim video itu. Dan… taraa si penari telanjang itu akan menjadi miliknya.

Tangan penari seksi tersebut mencengkram kuat-kuat bahu Naruto, ia seolah meminta dilepaskan dari ciuman tersebut, namun Naruto mengartikan lain cengkraman tersebut. Ia langsung berdiri dan mendekap tubuh penari laki-laki tersebut. Dia meronta, Naruto tak peduli. Sorakan laki-laki lain menggema semakin dahsyat saat tangan kiri Naruto meremas pantat laki-laki berwajah manis tersebut yang sedikit terlihat –karena saking tipisnya kain penutup yang ia kenakan. Suigetsu tertawa lebar saat benar-benar menyadari kalau Naruto sudah masuk ke dalam jebakannya.

'Makanlah dia dasar bocah bodoh'

Suigetsu lantas bangkit dari sofa dan pergi meninggalkan Naruto yang tengah bermain ringan dengan penari stripteasebar tersebut. Sasuke –penari striptease tersebut meronta makin kencang dan mendorong-dorong bahu kokoh Naruto. Tidak! Sasuke tidak ingin yang seperti ini!

.

.

.

Naruto membanting tubuh Sasuke ke atas ranjang king size di sebuah kamar istimewa di bar malam tersebut. Mulutnya mengulum bibir Sasuke tanpa ampun, walaupun Sasuke tak mau membuka mulutnya untuk dilumat habis-habisan oleh salah satu pria brengsek ini.

Naruto mulai tak sabar, tubuhnya memanas. Lumatannya berubah jauh lebih kasar dan mulai menghisap-hisap bibir bawah Sasuke. Lalu dengan penuh nafsu yang mengusainya, tangannya pun menyentakkan kain yang menutupi dada cowok manis tersebut.

"JANGAN BRENGSEK!"

Teriak Sasuke sekencang mungkin, walaupun tidak akan mungkin terdengar meski hanya di depan pintu kamar –kamar tersebut sudah dipasangi peredam suara. Naruto mengulum puting dada Sasuke yang bulat lantas meremasnya dengan tidak sabaran, ia sudah berada dalam nafsunya. Sasuke mendorong tubuh Naruto untuk menjauh, ia mulai terisak.

"Hentikan! Aku mohon... hiks...kumo..honhh..nnhh..entikanhh...hiks...ahh.."

Naruto tak menghiraukan ucapan laki-laki itu, ia menganggap ucapannya sebagai desahan yang semuanya menggoda diri Naruto yang tengah 'dibakar' hawa nafsu. Sasuke meronta tak karuan, ia tidak mau seperti ini! Ia memang seorang striptease dan ia pernah dibawa ke dalam kamar oleh pria-pria bejat lainnya, tapi mereka tidak akan pernah bisa sampai menjamah tubuhnya seperti Naruto sekarang, mereka akan jatuh tertidur hanya saat Sasuke berciuman dengannya.

Itu karena, Sasuke selalu memberi mereka minuman yang sudah ia campuri dengan obat tidur. Selanjutnya, Sasuke hanya akan meringkuk di samping tubuh pria tersebut sampai pagi dan pergi saat pria bejat itu belum bangun. Walaupun ia seorang pekerja nista, tapi dia masih 'suci'. Sasuke masih perjaka walaupun sudah dua tahun dia bekerja seperti ini.

.

.

.

[Naruto's POV]

"Hentikan! Hentikan! Kumohon! Hiks...sudahhh!"

Cowok manis ini meraung-raung tak karuan minta dilepaskan saat aku menciuminya. Sungguh menyebalkan sekali dia ini.

Ciumanku terus turun sampai perut datarnya yang sangat langsing, bibirku menyapu permukaan kulitnya yang sangat putih dan halus.

"Cukuuph! Aahhh hentikkaannhh! Hikss..."

Tangannya menjambak-jambak rambut pirangku dengan sangat kencang seolah tak terima aku 'sentuh', kakinya juga menendang perutku dengan keras. Aku kesal juga pada ulahnya. Dia seorang penari bar malam bukan? Kenapa harus menolak ditiduri? Merasa jengkel pada dia akupun langsung menyentakkan kedua tangannya yang di kepalaku dan tanpa pikir panjang aku menonjok pipi putih itu begitu saja.

Tangisnya tidak bertambah, ia hanya memegangi pipi kirinya yang berdenyut karena aku menonjoknya. Aku bingung padanya. Tubuhnya bergetar seiring dengan senggukannya, laki-laki ini sangat cantik, benar-benar cantik. Ia terlihat sangat rapuh dan membutuhkan teman. Ia membuang pandangannya ke samping dan menutup matanya, walaupun aku mabuk tapi aku masih sempat berpikir rasional.

Aku merasa kasihan padanya, akhirnya aku bangkit dari atas tubuhnya dan duduk di tepi ranjang memandangi mantel, jas, dan waistcoats jasku yang tadi aku buang begitu saja ke lantai.

Aku menoleh menatap tubuh ramping di sampingku yang acak-acakan, perlahan akupun menghela napas. Ia memiringkan tubuh dan mendekapnya dengan masih sesenggukkan, sebenarnya aku bingung padanya, kenapa dia harus menangis seperti ini? Diakan striptease profesional. Lama aku hanya menatap tubuhnya, beberapa detik kemudian, ia bergerak duduk sambil menunduk dalam kemudian ia meraih kain tipis yang tadi aku sentakkan dari dadanya. Ada banyak bercak keunguan di leher, bahu dan dada penari ini, aku jadi berpikir semua noda itu akan terlihat dengan jelas bahkan sampai dua atau tiga hari lamanya.

Tanganku terulur ingin membantunya mengenakan kain tipis pembungkus dada tersebut, tapi dengan cepat ia menepis tanganku.

"Tidak usah!" desisnya dengan ketus.

Aku menatap pipinya yang memerah sebab aku bogem tadi, aku merasa bersalah padanya, seumur hidupku baru kali ini aku menonjok seseorang tanpa berkelahi dulu. Perasaanku jadi sesak setelah lama memandangi laki-laki bertubuh terlampau ramping tersebut, air matanya membasahi hampir seluruh wajah ovalnya. Kami diam selama hampir satu menit yang terasa sangat lama.

"Maaf" bisikku.

Dia tidak mendongak untuk menatapku. Hatiku sedikit mencelos karena dia mengacuhkanku.

"Aku tidak bermaksud untuk memukulmu, sungguh" ia masih dia tertunduk kemudian menarik selimut satin tipis di bawah tubuhnya untuk menyelimuti tubuhnya.

"Aku hanya bingung padamu" ucapku cepat sambil tetap menatapnya, ia mendongak menatapku dengan muka sembab dan mata memandangku tajam.

"Apanya?" tanyanya sedikit sakartis dan pedas, matanya yang hitam memicing tidak suka menatapku.

"Ha! Aku tahu, di otakmu itu kau pasti berpikiran bahwa aku laki-laki murahan yang sok suci. Iya kan?" mata bulatnya yang berwarna hitam menatapku tajam dan benci yang tersorot kuat.

"Aku memang seorang striptease tuan, tapi bukan berarti aku mau ditiduri oleh pria brengsek seperti kalian!"

Dia berdiri dan berjalan menuju pintu dengan kunci yang masih menggantung, aku meraih bahunya tapi ia mengentakkan bahunya dengan kasar.

"JANGAN MENYENTUHKU BRENGSEK!" raungnya keras.

"A...Aku minta maaf, aku tidak berpikiran begitu padamu, sungguh. Biar kuantar kau pulang, ya?" ia tersenyum merendahkan padaku.

"Tidak perlu bersikap manis padaku idiot! Aku tidak butuh bantuanmu" desisnya sebelum akhirnya ia menyentakkan kunci dua kali dan pergi dari dalam kamar.

"Aaarrgghh!" teriakku frustrasi, kepalaku rasanya semakin pusing dan berdenyut-denyut kencang.

Aku ketempat seperti ini untuk meredakan pikiranku yang sedang kacau, tapi kenapa kesini justru membuatku semakin stres? Aku hanya bisa merutuki kebodohanku. Aku mengambil ponsel yang berada di saku mantelku, menghubungi nomer seseorang yang sangat aku percayai.

"Ambilkan uangku! Sepuluh juta yen!"

Belum sempat yang di seberang menjawab perintahku aku sudah menutup telefon tersebut. Aku menghela napas dengan gusar kemudian meremas ponsel tersebut sampai tanganku sakit.

Laki-laki itu mengusik pikiranku.

Dia orang baik-baik, aku yakin itu.

.

.

.

[Author's POV]

Sasuke terus lari secepat ia bisa, kakinya sudah terasa sakit gara-gara berlari terus-menerus. Dia sudah beberapa kali tersungkur di aspal yang lembab karena air hujan, membuat kedua lututnya harus berdarah. Napasnya memburu saking ketakutan, matanya jelalatan mencari sosok-sosok pria yang tengah mengejarnya tersebut.

"HOI!"

Kepalanya menoleh kebelakang dengan kaki yang terus mengayun berlari, ia tidak mungkin melepaskan selimut satin yang membungkus tubuhnya tersebut, tapi hal itu menyulitkan larinya.

"BRENGSEK! KEMBALI KAU JALANG!"

Teriak mereka berdua semakin geram, mereka berlari lima puluh meter di belakang Sasuke.

.

.

.

"LEPASKAN AKU BRENGSEK!" teriak Sasuke memandang tajam dua orang anak buah bosnya.

Sejak tadi mulutnya menyumpah serapah tiga orang yang memandangnya rendah. Hati Sasuke mendidih dan rasanya ingin membunuh mereka semua.

"Kalian menjijikkan! Kalian seperti anjing Orochimaru! Cuih!"

PLAK PLAK PLAAK

Sasuke tidak menangis saat mereka menamparnya, ia sudah terbiasa dengan tamparan. Baginya, itu semua merupakan makanan sehari-hari laki-laki berusia sembilan belas tahun tersebut.

Sasuke hanya terus memberontak dari kursi, tapi tubuhnya diikat dengan kuat oleh mereka, dua orang berbadan besar tadi. Bosnya duduk dengan congkak di atas meja kantornya sambil menatap Sasuke sengit, tamunya –Naruto, yang tadi memesan Sasuke keluar dari kamar dengan muka kusut hanya sepuluh menit setelah mereka berdua masuk kesana, bosnya dengan mudah bisa mengartikan hal tersebut; Sasuke kabur.

Tentu pikiran tersebut benar, sudah sejak lama Sasuke ingin kabur dari tempat laknat ini, tapi dia selalu tidak berhasil. Dan selalu berakhir dengan siksaan semalam penuh pada tubuhnya dengan hasil memar-memar yang menyakitkan.

"Kau benar-benar tidak tahu diuntung ya? DASAR PELACUR!"

Teriak Orochimaru –bosnya- sambil melempar gelasnya yang berisi vodka kepada laki-laki itu hingga membentur bahu Sasuke yang terbuka, gelas tersebut berderak membuat bahunya nyeri. Sasuke meringis merasakan denyutan di bahunya.

"KAU BISA MENGHILANGKAN UANGKU! DASAR RENDAHAN!"

Pria yang sudah berumur tersebut lantas meloncat dari kursi kemudian menghantamkan kepalan tangannya ke muka Sasuke.

BUUUGGHH

"APA MAUMU HA!"

BUUGGHH..

"DASAR PELACUR!"

BUUGGHHH...

Selesai menempeleng muka Sasuke hingga berdarah-darah, bos tersebut menenggak vodkanya langsung dari botol. Kali ini, Sasuke tidak mampu untuk membendung air matanya lagi, dia tidak hanya kesakitan secara fisik, Sasuke juga kesakitan secara psikis. Selama dua tahun terakhir ini Sasuke selalu merutuki nasibnya yang sangat jelek.

Di saat teman-teman sebayanya sedang bersenang-senang masuk kuliah, ia harus berhenti sampai SMA. Saat teman sebayanya sedang berbunga-bunga memiliki kekasih, ia justru harus menjadi penari hina. Dan pada saat orang lain masih memiliki keluarga dan menyayangi mereka, laki-laki malang ini justru dijual oleh orang tuanya.

"Apa itu yang selalu kau lakukan?" tanya bos tersebut dingin.

Sasuke menunduk dalam tak mau mendongak, meskipun bibir bengkaknya mendesis mencaci maki Orochimaru. Tiba-tiba ia merasa tangan seseorang menjambak rambutnya dengan kasar sehingga membuatnya mendongak terpaksa.

"Ahkk! Hiks lepass..Sakit hh..hiks" Sasuke menutup kelopak matanya sambil meringis kesakitan.

"JAWAB AKU!"

PLAAAKK

Sekali lagi, tangan bosnya tersebut melayang pada sudut bibir Sasuke yang sudah pecah karena dihajar olehnya. Napasnya memburu saking sengitnya, ia tidak bisa bersabar lagi kalau sudah berurusan dengan uang. Tidak peduli Sasuke sampai berdarah-darah seperti ini, asal dia bisa tetap membuat Sasuke hidup. Sasuke mengepalkan kuat-kuat tangannya yang diikat dibelakang sandaran kursi saat merasakan jambakan di rambutnya yang makin kusut semakin mengencang.

'Bunuh aku! BUNUH AKU!' jerit Sasuke dalam hati. Ia tidak tahan dengan semua ini!

BRAAK

Tiba-tiba pintu kayu di belakang Sasuke terbuka dengan sangat kasar, mata bos Sasuke melotot melihat siapa yang datang. 'Berani-beraninya ia mengganggu' pikir bos tersebut. Dan ternyata ia adalah Naruto. Ia datang membawa sebuah koper di tangan. Dua centeng bos Sasuke merangsek maju saat Naruto menatap mereka dengan kilat yang dingin, matanya yang tajam menatap bos tersebut.

"Ti…tidak! Biarkan Uzumaki-san masuk" ucap bos tersebut sedikit gugup melihat koper di tangan Naruto, tangannya menyingkirkan botol-botol vodka di atas mejanya. Naruto menghentakkan badan dua bodyguard tersebut, ia menatap Sasuke yang tertunduk terikat di atas kursi kayu di tengah ruangan kecil tersebut.

Naruto pun tersentak melihat darah menetes ke pangkuan Sasuke, setengah detik kemudian ia menatap bos Sasuke yang sudah duduk di belakang mejanya dengan senyum kaku.

"Apa yang kau lakukan padanya ha?!" bos berambut hitam panjang itu sedikit beringsut saat melihat 'Tamu Terhormatnya' –Naruto adalah orang kelima yang berani menyewa Sasuke ke dalam kamar, itu menandakan kalau Naruto mempunyai uang banyak- mengamuk dan menggebrak mejanya.

"Eee…tidak, saya hanya...memberinya sedikit pelajaran" ucapnya kikuk sambil menatap takut-takut Naruto yang berdiri menjulang di depannya.

Naruto menatap pria itu dengan penuh kebencian, ia melempar koper hitamnya keatas meja tersebut, pria bermata ular itu menatap Naruto bingung namun dengan pandangan sumringah.

"Aku akan membeli penari itu" tukas Naruto dingin dan to the point.

Bos tersebut pura-pura tertawa dengan sangat keras mendengar ucapan pria muda di hadapannya tersebut.

"Membeli dia? Tuan, jangan bercanda!"

Naruto menggertakkan giginya semakin geram melihat bos tersebut berpura-pura, ia meraih kedua ujung kunci koper tersebut dan langsung menyentakkan bagian atasnya. Uang. Bos itu melongo tak percaya.

"Sepuluh juta yen"

Mendengar itu Sasuke melirik lelah pria bermantel denim tersebut. Ia tak percaya.

"Kurang?" lanjut Naruto menantang.

Ia mengeluarkan dompet hitamnya dari dalam saku celana, mengorek isinya dengan cepat dan mengeluarkan tumpukan uang. "Tiga belas juta yen," ucapnya lagi.

Sasuke menatap punggung lebar pria tersebut dengan nanar, matanya terasa perih karena tangisan dan darahnya yang masuk ke mata. Dia memang ingin kabur dari tempat ini, tapi bukan untuk dibeli seperti ini, bukankah kalau dengan dibeli seperti ini ia justru akan menjadi budak orang yang membelinya? Kenapa hidup tak adil?

Tangan bos tersebut meraba-raba permukaan uang dalam koper tersebut, meraih beberapa tumpuk untuk memastikan bahwa uang itu asli. Dan memang uang itu asli semua, ia menatap Naruto dengan muka topengnya.

"Ah...Tuan, aku dulu membeli Sasuke sangat mahal..."

Naruto menggeram semakin 'panas' pada orang di depannya ini. Ia membuka sebagian kancing mantel denimnya, kemudian merogoh saku jas bagian dalamnya, mengeluarkan sebuah buku persegi panjang. Sebuah Check Book.

"Tulis berapa yang kau inginkan!"

Geram Naruto dengan rahang tertutup rapat menahan amarah. Sasuke menatap darah yang mengalir di sela-sela pahanya yang terkatup, ia memikirkan apa yang akan terjadi setelah ia dibawa pulang oleh pria yang ia tahu bernama Uzumaki tersebut. Apa akan semakin menderitakah hidupnya? Pikirannya memberat, semakin lama pandangannya mengabur, pendengarannya menipis, sebelum kesadarannya sepenuhnya menghilang Sasuke sempat merasakan ikatan di tubuhnya dilepas dan sepasang lengan yang hangat mendekapnya.

'Semuanya...sudah berakhir' desah Sasuke dalam hati.

Kemudian ia merasakan tubuhnya menjadi sangat ringan.

.

.

.

Tubuhnya terbang dan membentur-bentur permukaan awan perak yang sangat lembut, ia menyukai sensasinya saat menyentuh permukaan awan tersebut. Di tempat itu sangat menyenangkan, semuanya terasa sangat mudah dan sangat ringan, tidak ada pukulan, makian, hinaan, dan Sasuke sangat bahagia berada di tempat itu. Segalanya penuh warna dan halus sekali permukaannya.

Ia menyentuh segala sesuatu yang ada di tempat itu, batu hitam yang berdiri kokoh dengan air segar yang mengalir, pohon-pohon kayu yang sangat besar, dan tungku perapian yang sangat hangat dengan cerobong asap yang entah kemana membawa asap perapian itu pergi. Padahal di atas semua yang ada di tempat menyenangkan itu adalah langit biru cerah yang membentang luas dengan garis-garis tipis dari awan.

Sasuke hanyut dalam 'dunia' baru tersebut. Dunia yang penuh kedamaian dan menjanjikan ketenangan. Matanya yang bulat hitam memandang langit luas, sedangkan tubuhnya yang seringan bulu mengayunkan sebuah ayunan kayu di tepi danau yang penuh teratai. Sasuke tertawa senang saat melihat kupu-kupu dengan sayap transparan –yang walau aneh tetap mengagumkan untuk Sasuke- terbang mendekatinya.

Tetapi saat ia tertawa pelan, wajahnya tiba-tiba merasakan nyeri yang luar biasa.

Sasuke memandangi wajahnya pada permukaan air danau yang diam dengan ekspresi tak suka, ia tak suka merasakan sakit, ia benci rasa itu. Saat ia merasakan sakit, ia seolah terkekang, Sasuke ingin bebas. Sebebas kupu-kupu tadi. Tiba-tiba Sasuke mendengar suara gagang pintu yang terbuka, ia mengernyit bingung. Di 'dunia' itu tak ada pintu satupun, tapi kenapa Sasuke bisa mendengar suara pintu terbuka? Kenapa 'dunianya' menjadi aneh seperti ini?

Ada apa?

.

.

.

"Oh dia belum bangun Naruto-sama" ucap seorang pria paruh baya dengan pakaian jas hitam yang sangat rapih.

Orang yang dipanggil Naruto-sama itu hanya terdiam memandangi wajah teduh seorang laki-laki cantik yang penuh memar sambil mengusap pelan surai rambut emonya yang tergerai di atas bantal.

"Kakashi-san" ucap Naruto pada butleryang menjadi kepercayaannya tersebut.

"Ya Naruto-sama?" jawabnya pelan.

"Teleponlah menejerku. Aku ingin cuti selama seminggu ini" ucap Naruto tanpa mau mengalihkan pandangannya dari wajah Sasuke yang masih tertidur pulas tersebut.

"Baiklah Naruto-sama" jawab butler Hatake Kakashi dengan patuhnya.

Ia membungkuk meminta ijin dahulu sebelum pada akhirnya dia berjalan tanpa suara ke pintu kamar, menutup pintu berengsel mahal tersebut dengan bunyi yang sangat halus. Sepeninggal butlernya tersebut, Naruto menghela napas panjang.

Ia beranjak dari ranjang king size di kamar tersebut, lalu menyibakkan tirai tebal merah marun yang membungkus tirai gold tipis di baliknya. Naruto berdiri memandangi kolam renang di bawah kamar tersebut, sinar matahari yang menerobos masuk ke kamar tersebut memantul di karpet tebal yang selalu terbentang seluas kamar mewahnya. Pria berambut spiky pirang tersebut berbalik menuju ranjang dimana ada laki-laki yang semalam ia khawatirkan, tengah tidur dengan sangat pulas.

Naruto tersenyum melihat wajah lelah tersebut, pikirannya pun melayang pada kejadian semalam. Ia sedikit geram mengingat betapa banyaknya jumlah uang yang diminta oleh bos penari ini. Lima puluh juta yen. Itu memang tidak terlalu berarti bagi Naruto yang seorang konglomerat, tetapi lima puluh juta yen diberikan hanya untuk orang brengsek seperti dia!

FUCKING HELL!

Namun, setidaknya Naruto benar-benar mendapatkan laki-laki manis ini. Dia ingin membebaskannya dari kungkungan bayangan yang sangat menjijikan. Ia sebenarnya tidak tahu kenapa tiba-tiba memiliki pemikiran untuk melepaskan Sasuke dari dunia hina itu, dia hanya menuruti hati nuraninya.

Karena Naruto...sudah jatuh cinta padanya sejak pandangan pertama.

.

.

.

[Sasuke's POV]

Rasanya, sejak tadi ada yang mengusap-usap kepalaku terus menerus. Usapannya memang sangat lembut, tapi usapannya seolah menyeretku menjauh dari 'dunia' baruku yang sangat indah itu. Aku ingin berontak tapi tubuhku tidak bisa bergerak. Rasanya sakit sekali, wajahku terasa sangat sakit, bahuku nyeri, dan kedua lutut kakiku kebas.

"Nngh…"

Seolah seluruh kesadaranku mengumpul di setiap persendianku, aku melenguh tertahan –karena sensasi sakit di sekujur tubuh. Tangan yang tadi mengusap-usapku perlahan menghilang, tubuhku terasa sangat hangat rasanya karena ada sinar matahari yang mengenaiku. Aku menggeliat pelan dan mencoba membuka mata walau masih sangat mengantuk, rasa nyeri tiba-tiba menyergapku.

"Aw..." desisku pelan saat lututku bergesekan dengan selimut tebal yang membungkusku.

"Tidak perlu bergerak-gerak begitu" ucap sebuah suara.

Suara yang tak begitu familier –walaupun sepertinya aku pernah mendengarnya- suara itu sangat lembut, bagai beledu. Aku mencoba mengerjap-erjapkan mataku yang berat, dua detik kemudian aku mampu melihat seorang pria berpakaian kaos hitam lengan panjang yang ditarik mendekati siku. Aku agak terkesiap kaget saat mengingat pria itu, dia yang mencoba memperkosaku malam lalu.

"Kau.." desisku pelan bahkan lebih cocok sebagai bisikan –sudut bibirku terlalu sakit untuk bergerak mengatakan sesuatu dengan tajam dan ketus. Saking pelannya aku sampai khawatir kalau orang di depanku ini tidak bisa mendengarnya. Ia hanya tersenyum membaca gerak bibirku.

"Tidurmu pulas sekali" ujarnya dengan riang.

Ia menatap jam tangan hitam yang melilit pergelangan tangan kanannya. Seketika merasa tersadar aku berada satu ruangan dengan pria yang sudah membeliku ini, rasa takut perlahan mulai merayapiku. Aku akan menjadi budaknya. Budak apa? Akupun juga tidak tahu, yang paling parah harus menjadi budak seksnya.

Tidak! Aku langsung bergerak bangun dengan cepat, menyebabkan ranjang dari besi tempa ini berguncang. Pria berambut yang hampir mirip dengan marka pembatas jalan itu menatapku dengan pandangan heran, aku tidak peduli. Kakiku terasa sakit saat melakukan gerakan spontan tersebut, padahal seharusnya gerak kaki dipengaruhi otot sadar.

"Menjauh dariku!" ucapku dingin, ia justru mengernyit padaku.

"Tidak apa-apa, kau ada di rumahku" ucapnya.

Sebelah tangannya terulur hendak meraih lenganku, sontak bermodal keberanian aku menepisnya dengan keras.

"JANGAN PERNAH MENYENTUHKU LAGI!"

Aku tidak perduli lagi pada rasa sakit yang merojok-rojok wajahku ketika aku berteriak kencang di depan mukanya. Napasku menderu karena amarah, mataku jelalatan meraih selimut beludru di pahaku, tapi gerakanku terhenti saat melihat ada yang aneh pada tubuhku. Lenganku tertutup sesuatu yang kepanjangan. Aku menatap tubuh bagian atasku, sudah berpakaian kemeja putih kebesaran.

Mataku langsung melotot menatap om-om 'kurang ajar' di depanku ini. Ia kemudian menautkan kedua alisnya menatapku bingung, tapi sedetik kemudian ia justru terkekeh pelan dengan mata menyipit dan menatapku. Aku jengkel melihatnya.

"KEMBALIKAN BAJUKU!" semburku kesal.

Pria ini justru semakin mengeraskan kekehannya, aku meraih bantal di balik tubuhku kemudian melemparkannya pada orang menyebalkan tersebut.

"Kau...meminta apa? Bajumu?" tanyanya masih dengan tertawa, aku tersadar dan langsung malu.

Aku tidak memiliki baju saat dibeli olehnya. Aku menggigit bibir bawahku perlahan sambil menunduk meremas kemeja yang pastinya milik pria tersebut.

Sekarang aku baru merasakan efek nyeri di seluruh wajahku setelah berteriak kencang-kencang pada orang di depanku. Tawanya terhenti seperempat menit kemudian, walau masih terkadang terkekeh.

"Tenanglah. Pelayan di rumah ini yang mengganti bajumu. Aku belum punya baju kecil untukmu, jadinya...aku meminta pelayan untuk memakaikanmu kemeja milikku" ucap pria itu dengan lembut.

Aku mendongak kecil menatapnya tapi kemudian mengalihkan pandanganku ke selimut. Aku bisa merasakan matanya yang sangat teduh menatapku dalam diam. Suasana menjadi hening, entah mengapa aku menjadi merasa canggung pada pria yang aku akui memang tampan.

Tiba-tiba, sesuatu yang sangat membuatku malu dan sangat aku rutuki memecah tawanya lagi. Perutku sudah berteriak meminta haknya.

.

.

.

[Author's POV]

Naruto meninggalkan Sasuke di dalam kamar sendirian, ia turun ke lantai dasar mengambil makanan untuk Sasuke. Dan selama Naruto pergi, Sasuke mendumel tak jelas memaki perutnya yang memang belum ia isi sejak kemarin siang, jadi ya... pantas saja pencernaannya tersebut sudah berontak tak karuan, membuat tuannya malu.

'Merusak suasana saja' dengus Sasuke dalam hati.

Sekarang dia merasa harus ke kamar mandi, akhirnya ia bangun dari ranjang.

"Kamarnya besar sekali" gumam Sasuke sambil menatap sekeliling kamar.

Ia takjub pada kamar berdominasi warna marun dan gold itu, terkesan sangat glamour dan berkelas tinggi. Kamar tersebut jauh berbeda dengan kamar asramanya di bar malam yang mulai sekarang tak akan lagi ia datangi.

Kamarnya yang dulu hanya seukuran 8x8 meter saja, dengan sebuah ranjang kecil, dispenser, heater dan AC yang sudah bermasalah, lemari kecil, dan sebuah kamar mandi. Tidak ada televisi, jendela lebar, dan tetek bengek lainnya yang sekarang ia lihat ada di dalam kamar yang luasnya mungkin tiga kali lipat dari kamar lusuhnya dulu.

Mata bulat Sasuke menyapu atap plafon kamar tersebut, dengan warna merah bata yang lembut, kamar tersebut dipasangi beberapa lampu. Dindingnya berlapis kertas dinding bergambar kerang dengan serat-serat halus dan menyenangkan saat kalian sentuh.

'Jadi dia memang sangat kaya raya' hela Sasuke dalam hati.

Cowok itu memang sudah punya prasangka pria yang membelinya pastilah orang yang sangat kaya raya, pasalnya, mantan bosnya yang keparat itu pernah mengatakan bahwa ia adalah striptease yang termahal. Tapi, semalam saat kesadarannya berada di ambang batas Sasuke tak lagi mampu menangkap percakapan mereka tentang berapa harga dirinya.

Ia sendiri tak habis pikir untuk apa pria kaya dan tampan seperti dia mau untuk membelinya yang notaben ia berpikir bahwa ia adalah laki-laki yang sudah 'kotor'.

Ia diam.

"Hahh..membuatku pusing saja" keluhnya lantas ia berjalan menuju sebuah pintu di sudut ruangan tersebut dengan tulisan Bathroom.

Pelan Sasuke mendorong pintu tersebut.

'Pasti engselnya sangat mahal' decaknya dalam hati, lalu terbesit rasa kagum pada pemilik rumah ini, karena ternyata seluruh inchi rumah ini terbuat dari sesuatu yang mahal.

Begitu ia sempurna masuk ke dalam kamar mandi, Sasuke langsung terpana takjub pada isi kamar mandi tersebut. Sasuke melangkah dengan pandangan takjub pada kamar mandi super istimewa tersebut, ia sedikit tak percaya melihat seluruh isi ruangan yang sebenarnya hanya untuk mandi dan buang air saja tersebut.

'Seumur hidupku ini kamar mandi paling mewah' pikirnya saat ia menatap sekeliling.

Sasuke akhirnya memutuskan untuk mandi, badannya terasa sangat lengket. Ia lalu melepas kemeja pria tadi dan meletakkannya di kursi lantas berjalan menuju bath up disana dan kemudian menutup kain tirainya sambil mengisi air di bak berendam tersebut.

.

.

.

Naruto sudah memanggil-manggil Sasuke tadi, tapi kemudian ia hanya duduk dan meletakkan meja kecil dengan nampan berisi sarapan. Segelas susu, dan satu buah pir di atas kasur yang tadi ditiduri Sasuke. Pria tampan itu menunggu dengan sabar saat menyadari jika cowok itu tengah mandi. Ia tersenyum-senyum sejak sepuluh menit lalu ketika mengingat wajah menggemaskan itu, Naruto menekan dada sebelah kirinya.

Ia tahu jantungnya berdentam semakin kencang saat ia berdekatan dengan laki-laki yang belum ia ketahui asal-usulnya tersebut, dadanya terasa ngilu seolah orientasi kehidupannya tersebut menggesek-gesek rusuknya dengan sangat kuat –seperti putaran baling-baling helikopter.

Pria bermata biru tersebut menoleh cepat saat mendengar pintu kamar mandi terbuka, matanya langsung melihat sesuatu yang membuatnya mampu 'mabuk' lagi. Sasuke dengan santainya tetap mengenakan kemeja Naruto yang kedodoran mencapai setengah pahanya, dengan handuk putih yang tengah ia gosokkan pada rambutnya yang basah.

Laki-laki itu kaget melihat pria tersebut sudah di kamar dan ia sedang menatapnya yang sekarang tengah semi telanjang –ia tak mengenakan pakaian dalam oke?

"Kau, sudah di sini?" tanya Sasuke terbata, ia gugup.

Satu hal yang Sasuke tak mengerti saat mereka saling menatap, ia merasakan satu aliran yang lebih kuat menyusupi relung hatinya. Laki-laki itu tak tahu artinya namun ia menyukai sensasi aliran tersebut. Seolah ia terseret makin jauh dalam pusaran yang membuatnya betah menatap pria itu.

Karena tanpa Sasuke sadari, dia mulai menyukai warna biru di dalam bola mata pria yang telah membelinya ini.

"Aku sudah membawakan sarapanmu" jawab Naruto dengan senyum yang hangat.

Mata si cowok itu mengikuti gerak tangan Naruto yang melambai ke ranjang, dan ia menemukan makanan di sana. Sasuke hanya mengangguk menanggapinya.

Luar biasa! Betapa besarnya efek yang diberikan Sasuke kepada Naruto, pria itu semakin tidak bisa menahan perasaannya lagi. Ia tahu bahwa Sasuke tidak tahu apa yang ia rasakan, namun sebaliknya juga begitu, Naruto tak tahu apa yang Sasuke ketahui tentang apa yang pria itu rasakan juga.

.

.

.

Sasuke meletakkan sendoknya ketika telinganya mendengar pintu kamarnya terbuka, mulutnya mengunyah pelan daging ayam yang baru saja masuk ke dalam mulutnya. Lagi-lagi Naruto yang masuk ke kamar tersebut, ia mendapati laki-laki cantik dengan rambut yang masih lembab sedang duduk bersila berselimutkan handuk sambil memakan sarapannya.

"Aku baru membelikanmu beberapa baju, aku tidak tahu persis berapa ukuran tubuhmu, jadi aku hanya mengira-ngira saja"

Sasuke menerima sebuah kantung tas kertas berukuran cukup besar dengan brand nama pakaian yang terkenal di Jepang. Ia membukanya dan melihat isinya sebentar, dan ia menemukan ada beberapa pasang baju dan celana dalam di kantung tersebut. Kemudian ia membalas tatapan Naruto yang masih berdiri di tepi ranjang.

"Umm...terima kasih" ucapnya pelan dengan senyum tipis diujung bibirnya yang pecah.

Naruto tersenyum membalas senang senyuman kecil itu.

"Habiskan makananmu" ujar Naruto kemudian menarik laci nakas lampu di sebelahheadboard ranjang.

Ia mengeluarkan beberapa strip obat dan satu tube kecil berwarna putih kekuningan, Sasuke mengernyit tapi beberapa detik kemudian ia memilih melanjutkan sarapannya.

.

.

.

Sasuke menatap leher tan Naruto yang berada tepat berada di depan matanya, kedua tangannya mencengkram celana hangat pembungkus pahanya yang sejak tadi terekspos. Jari telunjuk kanan Naruto dengan lembut mengoleskan jel pengurang memar di bekas luka-luka yang membengkak di wajah Sasuke.

"Bengkaknya hampir menghilang"

Ucap Naruto tiba-tiba membuat Sasuke mendongak hingga menyebabkan jari Naruto sedikit mencoret ujung hidungnya. Naruto terkekeh tanpa suara kemudian mengelap krim bening di hidung mancung tersebut. Sasuke menatap mata biru Naruto yang sangat jernih –warna biru jernih yang sangat mengagumkan, bak langit siang di musim panas.

Pria itu membalas tatapan Sasuke dengan senang hati, ia tersenyum saat dengan perlahan ia menarik lengan Sasuke semakin mendekat. Sasuke tidak tahu kenapa ia mau menurut saat dengan perlahan ia ditarik ke dalam pelukan orang ini.

Pokoknya ada sesuatu yang belum pernah ia rasakan selama masa eksistensinya di dunia ini. Naruto dengan penuh perasaan mengelus rambut Sasuke yang mulai mengering, ia meletakkan pipinya di puncak kepala cowok tersebut. Ia memejamkan kedua matanya meresapi sebuah dorongan besar dalam hatinya sejak malam kemarin.

'Berhentilah dan tinggallah bersamaku' desah Naruto dalam hati.

Sasuke menutup kedua matanya mendengarkan debaran jantung Naruto yang tak normal, jantungnya seolah berdetak dua kali lebih cepat dan lebih keras ketimbang jantung manusia dalam keadaan normal. Sasuke pun tersenyum saat ia juga merasakan jantungnya ikut berdentam menggempur dadanya dengan tak sabaran, rasanya sampai sakit.

Ia hanya menyukai saat ada tangan-tangan yang lembut mencoba untuk membuatnya nyaman, ia rindu tangan-tangan seperti sekarang ini; Sasuke rindu kedua orang tuanya yang sekarang entah ada dimana.

.

.

.

[Sasuke's POV]

Lengan pria ini mendekap kepalaku dengan sangat hati-hati, seperti kepalaku terbuat dari kaca yang rapuh saja.

Namun, aku menyukainya, aku selalu tersiksa dengan tangan-tangan yang selalu berbuat kasar padaku. Entah mengapa aku bisa begitu saja menghilangkan rasa benciku pada pria bernama Uzumaki ini, padahal baru kemarin malam ia hampir saja memperkosaku. Ada satu perasaan bahagia menjalar seperti udara stagnan segar terhenti di paru-paruku yang sepertinya macet untuk menyuplai oksigen.

Dengan –sedikit ragu-ragu- perlahan aku mengulurkan tanganku yang tadinya mencengkaram celana baruku menuju ujung kaos yang tuan baruku kenakan. Bisa kurasakan tubuhnya semakin condong untuk memelukku, aku merasa nyaman saat ini.

Aku lalu menghirup wangi tubuhnya yang sangat enak, aromanya tercium sangat menenangkan, seperti bau-bauan apel yang lembut dan bau-bauan segar hampir muskdengan sedikit aroma pedas. Begitu maskulin.

Aku tidak bisa menjabarkan betapa enaknya bau parfum yang orang ini kenakan, hingga aku hanya mampu menggantikan banyak nama enak yang aku tidak ketahui namanya; fresia, coklat, kopi panas... dan entah. Sadarlah aku bahwa aku mulai mempunyai perasaan pada pria ini. Mulanya aku hanya berpikiran kalau ia bersikap manis pada awalnya, namun pada hari-hari selanjutnya setelah aku benar-benar sembuh dari luka bengkak ini, ia akan mulai menyiksaku.

Menjadikanku seutuhnya sebagai budaknya karena ialah yang telah membeliku. Aku berdigik memikirkan hal tersebut. Kusangka memang aku jatuh cinta.

Astaga, apa aku benar-benar sempurna seorang gay sekarang ini? Dan apakah pria ini juga gay? Entahlah.

Tapi, ini semuanya sudah berakhir. Semuanya selesai.

'Ini hanya topeng Uchiha Sasuke!'

Dia akan menjadikanku budak!

'Kau jangan pernah bermimpi bahwa majikanmu akan mencintaimu Uchiha Sasuke! Kau hanya seorang laki-laki biasa dan kau adalah seorang striptease!'

Batinku berkecamuk, lalu kemudian aku menarik pelukannya dengan perlahan. Pria itu menatapku dan kami tetap terdiam.

"Maaf" ucapku sepelan bisikan.

"Ada apa?" tanyanya mengangkat wajahku tetap dengan kehati-hatian.

Hatiku mencelos saat menatap matanya dan mengingat bahwa dia tuanku, bukan kekasihku. Aku menggeleng lambat-lambat kemudian menunduk. Tidak pernah aku bayangkan sebelumnya, ia mengecup dahiku yang tertutup poni. Ia tetap bertahan.

"Tenanglah" bisiknya menenangkan, ya benar.

Aku memang harus tenang, aku tidak boleh seperti ini, aku memang selalu ingin mati! Mungkin dengan menjadi budaknya yang akan selalu disiksa nantinya, aku akan menemui ajalku lebih cepat dari yang pernah kubayangkan.

.

.

.

Kami –aku dan tuanku- berjalan bersisihan di taman belakang rumahnya yang sangat luas, tempat ini cantik sekali! Ada banyak jenis tanaman yang tak aku ketahui namanya. Jalan setapak lebarnya dari semen, namun di pinggir pintu masuk menggunakan lantai tatami. Ini musim gugur, sehingga menyebabkan pohon-pohon maple dan sakura di taman tersebut menguning dan mulai berguguran.

Aku berjalan sedikit di belakangnya. Kenapa? Aku budaknya bukan?

"Hei" tegur pria itu menghentikan langkahnya di tepi kolam ikan.

"Ya?" jawabku.

"Siapa namamu?" tanyanya lalu melanjutkan langkahnya, aku pun mengikutinya.

"Uchiha...Sasuke" jawabku sambil mengikuti langkahnya yang pelan-pelan, aku bisa melihat ia tersenyum.

"Uchiha Sasuke" ulangnya sambil menggumam.

Samar-samar aku mendengar suara cicitan beberapa ekor burung di samping lampu taman, sedikit berlari aku mendekati kandang burung tersebut. Dua ekor burung dengan bulu yang sangat cantik itu mencicit semakin keras saat kami dekati.

Aku tidak tahu mengapa, tapi saat aku melihat burung-burung tersebut aku melihat diriku sendiri berada di posisi mereka. Mereka terkekang, sama sepertiku dulu.

"Cantik sekali" gumamku.

Naruto tertawa pelan mendengarnya, mungkin ia menganggapku aneh. Kedua burung tersebut sebenarnya burung asli dari Korea hanya saja, aku sangat menyukai burung itu.

"Narcissus Flycatcher. Kau tertarik pada aves Sasuke?" ucap Naruto dan aku hanya menggeleng kecil tanpa menatapnya.

"Kenapa...kau memeliharanya?" tanyaku ingin tahu, jariku mencengkram trali besi kandang tersebut. Ia hanya menatapku lama sekali dan belum juga menjawab.

"Aku menyukainya" jawabnya dengan nada yang aneh, aku menatapnya.

Ia melanjutkan perkataannya.

"Aku memelihara sesuatu karena aku menyukainya" dengan kelu kuluruskan jari-jari yang mencengkram besi kandang burung cantik tersebut.

Entah pikiran darimana, perkataannya seolah ditujukan padaku. Aku meneguk liurku dengan kaku.

"Umm...tapi...tidak seharusnya kau mengurung mereka seperti ini..."

Ia menatap dua burung yang sepertinya meloncat-loncat menyetujui ucapanku barusan. Pikiran itu nyaris membuatku tersenyum, bebas. Lima huruf itu mewakili banyak gairah, bebas hidup, bebas melakukan, bebas segala-galanya.

"Hm..." hanya itu yang keluar sebagai jawaban pria ini.

Aku menatapnya bingung tapi dia masih memandangi burung piaraannya tersebut. Hanya satu detik berlalu kemudian ia menoleh memandangiku.

"Kenapa kau mengatakannya?" bisiknya.

Aku mengerjap mencari ekspresi yang pas untuk kondisiku sekarang, aku juga bingung kenapa mengatakan saran tadi. Akhirnya...

"Aku...seperti mereka" dan hening lagi.

Aku ingin menjerit, tapi tidak sanggup. Kelu.

"Dikurung itu sangat menyiksa, aku bisa tahu karena aku pernah merasakannya" Ia tetap terdiam memandangiku, lalu kuberanikan bercerita.

"Walaupun mereka hanya burung, tapi mereka makhluk hidup. Aku tahu betapa tersiksanya harus terkekang seperti mereka, mereka ingin bebas. Mereka ingin seperti burung-burung yang lainnya, mereka ingin mencari kebahagiaan mereka sendiri. Biarkan mereka bebas...kumohon!"

Pria di sampingku tetap saja terdiam walau aku sudah mengatakan sesuatu yang langsung terpikir untuk aku ungkapkan. Aku menggambarkan burung tersebut adalah diriku sendiri yang menginginkan kebahagiaan. Kini rasanya bagai lelucon saja saat orang ini hanya tertawa pelan.

"Sasuke" ucapnya lambat-lambat.

Tangannya terulur untuk membuka kancing sangkar besi kotak tersebut. Burung-burung tersebut menggelepar saat tangan pria ini mencoba menangkapnya. Geleparan mereka sama seperti rontaanku pada saat ada pria yang mencoba meniduriku, seluruh eksistensiku tidak bisa mengalahkan beratnya siksaan macam itu.

Ia memberikan padaku seekor burung yang tubuhnya lebih besar ketimbang yang dipegang olehnya, pikirku burung ditanganku adalah pejantan. Angin musim gugur berdesir.

"Terbangkan" perintahnya dengan suara tersenyum.

"Apa?" tanyaku tak percaya, tapi ia menatapku dengan senyuman yang sangat aku sukai itu.

Anggukan meyakinkan darinya membuatku akhirnya melonggarkan genggamanku pada tubuh Narcissus tersebut. Secepat angin menghembus, secepat itu pulalah burung berbulu kuning tersebut mengepakkan kedua sayapnya lebar-lebar kemudian terbang setinggi-tingginya.

Tapi, tidak dengan pria di sampingku, burungnya masih di genggamannya membuat kepala burung betina itu bergerak-gerak gelisah –tak sabar ingin lepas dari kungkungannya. Ia tersenyum lembut padaku sebelum akhirnya ia bicara.

"Sasuke" aku mendengarkan dengan seksama ucapannya yang selembut beledu itu.

Dadaku bergemuruh kencang demi mendengarkan suaranya yang bagai genta angin, ada secercah perasan gembira di setiap huruf yang dia lafalkan. Aku mengerjap. Dan kemudian –Oh!

"Biarkan aku membebaskanmu"

Jantungku meloncat, berpacu bagai akan meledak. Pria itu langsung memelukku dengan sangat lembut satu detik setelah dia benar-benar melepaskan si burung betina.

"Berhenti, dan tinggallah denganku. Aku mencintaimu" bisiknya dengan pelukan hangat yang kian erat.

Tanpa bisa aku cegah, air mataku jatuh di bahunya. Dia mencintaiku? Benarkah itu dan bukan topeng belakang? Apa aku mencintainya juga? Benar, aku sangat mencintainya. Tidak! Kami... saling mencintai.

TBC

syubiduu biduu jumpa lagi di ff baru jell /kecup atu2/ :* thx buat Nabilah Dwi Sendika yg udah ngingetin aku buat publish hehe XD

Dann btw jell tau theme ff ini pasaran bgt emang jalan ceritanya, tp apapun ide yg nongol bakalan jell bikin cerita demi kelangsungan hidup NARUSASU :V

Ogayy… yok ah review… makin banyak review, makin semangat jell ngetik nextnya XD