DISCLAIMER

MASASHI KISHIMOTO

OoC, Typos, Pendek


Catatan:

Italic : Percakapan di masa lalu.

Italic Bold: Surat milik Hinata yang dibuat bertahun-tahun lalu.


Hai, Naruto-kun.

Bagamana kabarmu? Bagaimana kabar keluargamu?

Apa kamu bertanya-tanya, kenapa aku tahu kamu sudah berkeluarga?

Seorang bernama Kiba bilang dia sangat mengenalku dan juga mengenal Naruto-kun.

omong-omong, bolehkah aku memberitahu Naruto-kun sesuatu?

tapi janji ya, Naruto-kun jangan menangis.

Jadi…

Tiga tahun yang lalu, aku mengalami kecilakaan.

Um… Apa Naruto-kun terkejut?

Apa Naruto-kun sedang menangis?

Dengar, Aku baik-baik saja saat ini. Jadi, lanjutkan bacanya, okay?

Aku koma selama satu tahun. Aku tidak mengenal siapapun. Tapi seorang bernama Kiba dengan anjing yang sangat besar datang menjengukku saat aku siuman.

Sebenarnya aku malah merasa seperti bangkit dari kubur. Di banding siuman. Tubuhku saat ini nyaris seperti manusia tulang. Hehehe

Kau selalu mengejekku manusia tanpa daging, tiga tahun yang lalu. Tapi nanti, saat aku bertemu denganmu lagi, kau pasti akan kehabisan kata-kata dan berlari terbirit-birit.

Kau masih takut hantu, kan?

Aku sudah mirip zombi, sekarang.

Hm… Beberapa minggu lalu Kiba-kun datang. Dia bilang Naruto-kun langsung menikah dan memiliki anak setelah keluar SMA.

Meskipun aku tidak begitu mengenal Kiba-kun, tapi aku merasa Naruto-kun bukanlah orang asing. Karena ketika Kiba-san menyebut nama Naruto-kun, kepalaku bisa mengingat Naruto-kun.

Umm, aku dengar Naruto-kun menikah dengan Sakura-san.

Bagaimana kabar Sakura-san?

Bagaimana kabar Megumi-chan dan Ayano- chan?

Nama anak-anak Naruto-kun, manis, ya?

Semoga nanti aku dapat bertemu Naruto-kun dan keluarga bahagia Naruto-kun.

Aku dengar, saat ini Tokyo banyak berubah.

Udara yang dulu bersih, saat ini menjadi tercemar. Benarkah?

Bagaimana dengan Restaurant Ramen kesukaanmu? Apakah masih seramai dulu? Aku ingin berkunjung kesana sesekali. Duduk di meja paling ujung, memperhatikan jalanan lewat kaca bening, membaca gerak bibir orang yang berbincang di luar sana. Dan tersenyum sendirian.

Kamu masih ingat?

Karena aku tidak pernah lupa.

Sebenarnya… aku ingin lupa. Tapi Tuhan seperti memberiku ingatan panjang.

Aku selalu mengingat Naruto-kun.

Meskipun tiga tahun yang lalu, setelah kita bertemu untuk yang terakhir kalinya.

Aku selalu tidak pernah lupa.

Walaupun kepalaku mengalami kerusakan…

Aku masih mengingat Naruto-kun.

Dan… Naruto-kun adalah satu satunya yang kuingat.

Naruto-kun,

Aku ingin menemuimu dan keluargamu.

Tertanda

Sahabatmu,

Hyuuga Hinata

Newyork, 2010.


Tokyo, 2013


"Jangan mengeluarkan tanganmu ke luar!" Suara dingin milik orang di sebelahku membuatku terkejut. Aku segera menarik tanganku masuk. Lalu menggenggam erat tali tasku. Nama orang itu Neji. usianya berbeda empat tahun denganku. jadi, aku memanggilnya Neji-nii.

Sejak pertama aku duduk, Neji-nii selalu membuatku takut. Neji-nii adalah orang yang di tugaskan ayah untuk menjemputku. Ayah bilang Neji-nii adalah sepupu jauhku. Neji-nii anak baik dan selalu memperhatikanku sebelum aku meninggalkan Tokyo, dulu.

Tapi saat ini, aku tidak mengingatnya.

Neji-nii marah karena aku sama sekali tidak tahu apa-apa mengenai dirinya. Neji-nii bilang, seharusnya aku mengingatnya.

Tapi aku lupa.

Aku hanya mengingat seorang bernama Naruto. Aku hanya mengenal Naruto.

Sepertinya… Naruto adalah teman yang paling aku percayai. Karena aku menemukan begitu banyak surat yang aku tulis untuknya.

Tapi…

Kenapa aku tidak pernah mengirimkannya?

Aku menatap Neji-nii dari sudut mataku. Neji-nii adalah pemuda berambut panjang yang selalu bermuka seram. Aku tidak ingat kapan dia tersenyum. Sejak aku duduk berdampingan dengannya, dia tidak pernah tersenyum. Tapi dia sering sekali memaksaku mengingatnya.

Dia selalu memaki Naruto-kun.

Kenapa Neji-nii membenci Naruto-kun?

Aku ingin tahu. Banyak hal yang aku lupa. Dan banyak hal yang juga aku ingat tentang pemuda kuning berseragam SMA.

Juga tentang seorang gadis berseragam SMA yang selalu mengikuti pemuda itu. Gadis berambut persis denganku. Gadis yang selalu berbicara gagap, yang selalu pingsan dan merepotkan pemuda itu. Gadis yang ternyata adalah aku.

Air mengenai mukaku. Aku mengangkat kepalaku dan melihat ke arah samping.

Titik titik hujan mengenai kaca jendela mobil. Neji-nii menutup jendela itu.

Air hujan yang menetes pada kaca mobil membuat suara yang mengetuk-ngetuk. Aku tidak tahu mengapa aku tersenyum tapi-

"Aku tidak tahu mengapa, tapi aku selalu bertemu gadis aneh saat hujan turun." seorang tiba-tiba berdiri disamping gadis mungil yang mematung di pertengahan jalan.

Seorang pemuda berseragam SMA yang sama dengan seragam gadis itu. Mukanya memerah. Tubuhnya nyaris terjatuh saat tubuh pemuda tidak tahu malu itu memaksanya untuk memberikan ruang.

Gadis itu menunduk. Ia merasa langkahnya menjadi sangat berat sejak pemuda tak dikenal merebut payung mungilnya dan berdiri disampingnya.

"Hey, kita satu sekolah!" dia berteriak penuh ketakjupan. Membuat gadis mungil itu terperanjat dan menatap pemuda itu dengan tatapan horror.

"Aku harap kau orang baik. Aku tidak punya payung dan aku tidak mau dihukum." Katanya.

dia berisik.

Dan gadis itu pendiam.

Pemuda itu tersenyum lebar. Saat gadis mungil berkata dengan suara tergagap bahwa pemuda itu boleh meminjam payung miliknya karena dia punya payung cadangan.

Saat itu juga, pipi gadis itu terasa sakit. Gadis itu semakin tersipu saat dia sadar seorang pemuda baru saja mencubit gemas pipi gembilnya dengan cukup keras.

"Siapa namamu?" dia bertanya. Gadis itu sedang mengeluarkan payung berwarna putih saat pemuda itu kembali bertanya. Kali ini dengan tangan yang mencolek-colek sisi pinggang si gadis.

"Hi-Hinata." Akhirnya gadis itu menjawab.

"Naruto Uzumaki. Kelas dua IPA."

Payung putih milik Hinata terbuka. Naruto tersenyum lebar. Senyumnya menawan seperti senyum tokoh anime kesukaannya.

"Ne, kau sepertinya masih kelas satu,ya?"

Hinata mengangguk. ia menatap muka Naruto dari balik poni panjangnya.

Wajah pemuda itu begitu lucu. Terutama saat ia mengangguk-anggukan kepalanya dengan bibir yang mengerucut gemas. Hinata bahkan tidak bisa menahan senyumnya. Sampai tiba-tiba raut muka Naruto berubah panik. Dia mengangkat tangan kirinya lalu menggerutu kesal.

Hinata bisa membaca gerakan bibirnya. Kira-kira seperti-

'Sial aku tidak bawa jam.'

"Jam berapa sekarang?" suara Naruto sedikit cempreng.

"Jam tiga sore." Neji-nii membuka pintu mobil lalu membangunkanku dari lamunan. Aku terkejut untuk kesekian kalinya saat air pada kubangan di hadapanku membuat ujung celanaku basah. Neji-nii sedang berbicara dengan seseorang lewat handphonenya dan sesekali melihat arlogi mewahnya dengan tampang kesal. Neji-nii kenatapku tajam lalu berteriak-teriak kepada seorang didalam teleponnya.

"Aku mengerti, paman." Dengan satu hembusan kasar Neji-nii menutup teleponnya lalu mengeluarkan tas besar milikku.

Dia terlihat kewalahan saat tas itu dijinjing oleh tangannya.

"Kau membawa apa?" Hinata tersenyum hangat. Suara yang ia dengar bukan suara Neji. Tapi Naruto.

"Aku membawa selimut tebal dua dan sweter lima." Hinata tersenyum kepada pemuda pirang di depannya. Pemuda itu mengembungkan pipinya. Lalu berjalan terpogoh-pogoh sambil menggendong tas besar milik Hinata. Hinata sendiri membawa ransel milik Naruto.

Naruto mengajak Hinata mengikuti acara kemping yang diselanggarakan sekolah.

Hari itu adalah hari ke enampuluh Naruto dan Hinata berteman.

Setelah beberapa minggu, Hinata dan Naruto menjadi begitu akrab. Bahkan Naruto sering menjemput Hinata di halte bus. Hinata adalah gadis yang selalu berangkat paling pagi. Tapi Naruto selalu datang lebih pagi.

Suatu hari mereka bertemu di halte bus. Sejak itu, Naruto sering menunggu Hinata di Halte bus. Lalu berangkat bersama dengan sepeda Naruto.

"Seharusnya kau tidak membawa selimut sebanyak ini." Naruto bilang. Nafasnya tersenggal. Mukanya di banjiri keringat. Tapi dia tidak marah.

"Untuk Naruto-kun." Hinata tersenyum riang. Sementara muka Naruto menghangat. Air mata menggenang di mata lautnya yang jernih. Naruto melepas tas berat milik Hinata, lalu memeluk Hinata dengan sangat erat.

"Kau begitu perhatian Hinata-chan! Aku terharu!" Hinata memejamkan matanya. Dadanya berdebar cepat. Tapi dia tidak mengatakan apapun. Dia juga tidak memprotes perlakuan tidak sopan Naruto. Hinata justru merasa nyaman. Hatinya menghangat saat berada dekat dengan Naruto. Dia tidak bodoh. Meskipun dia bertanya-tanya dalam hati perasaan apa yang ia alami saat itu, tapi dia tahu jawabannya. Hinata tahu perasaannya kepada Naruto. Walaupun Naruto tidak tahu.

"Aku meletakan tasmu di kamar atas. Kamarmu dulu. " Neji bilang. Aku tidak menjawab apa-apa. Tapi kepalaku mengangguk.

Rumahku sangat sederhana. Ruangannya tertata rapi. Dan aku akan tinggal sendirian.

Mataku menangkap beberapa pigura di meja ruang tengah. Kebanyakan adalah potret keluarga. Tapi aku tidak mengenal mereka. Satu-satunya yang kukenal adalah photo seorang pria beusia lima puluh-an yang beberapa minggu lalu kutemui di rumah sakit di Newyork.

Dia bilang dia adalah ayahku. Aku tidak berkata apapun karena aku rasa pria dengan wajah yang sudah berkeriput itu memang benar ayahku.

Selanjutnya, mataku beralih pada tangga kayu yang akan membawaku ke tingkat atas rumahku.

Satu- persatu aku langkahi anak tangga itu. Sampai tidak terasa aku berdiri di sebuah rungan. Pintu ruangan itu berwarna cokelat. Gantungan kayu ada di tengah-tengah pintu itu. Hinata adalah tulisan yang tertera pada bingkai kayu itu.

Perlahan, aku membuka kenop pintu itu.

"Kamarmu sangat rapi." Naruto berlari dan berputar-putar di kamar Hinata.

Sang pemilik kamar hanya tertawa geli.

Mukanya memerah saat Naruto menjatuhkan dirinya ke kasur milik Hinata dan mencium bantal milik gadis indigo itu.

"Kau tahu… aku terkejut saat tahu rumah kita saling berhadapan," Naruto menatap Hinata. Dan tersenyum jenaka saat melihat mata Hinata yang membulat. Sepertinya Hinata juga baru mengetahui kejutan ini.

"Bukalah jendelamu dan lihatlah rumah kecil yang kumal di sebrang jalan raya. Itu rumahku!"

Tangan kecilku meraba tirai pada jendelaku secara perlahan.

Dan aku bisa melihat rumah yang sangat megah di sebrang sana. Rumah yang memiliki pagar yang sangat tinggi. Dan beberapa security berjejer di sana.

Apakah Naruto-kun masih tinggal di sana?


TBC


Saya tahu fanfic ini membingungkan. Jadi… anggap saja, ketika Hinata sedang bercakap-cakap dengan Neji, percakapannya jadi nyambung ke masalalu Hinata.

Surat yang ada di pembukaan itu 3 tahun sebelum paragraph selanjutnya.

Waah saya puyeng menjelaskannya. huhuhu

Terimakasih telah membaca.