Ia duduk di bagian kasir. Di sebuah toko antik yang cukup sepi dari pengunjung. Membolak-balik majalah sambil sesekali tersenyum kecil. Wajah sampingnya nampak dari pintu utama, membuatnya lebih menarik dari apapun. Pekerja paruh waktu yang manis.
Namanya Park Chanyeol. Mataku hanya sedikit mencuri pandang pada nametag yang tertempel di dada kirinya.
Aku masih di sini, mondar-mandir tidak jelas di setiap bilik yang disamping kiri-kanannya berisi penuh barang-barang antik, ditata sedemikian rupa oleh tangannya yang ramping. Masih berpura-pura untuk berbelanja di sini. Padahal hatiku telah merasakan debaran aneh sedari tadi. Hingga berakhir dengan membeli barang yang tidak jelas.
Mata indahnya selalu melihatku datang kemari tanpa membawa teman, selalu sendirian. Lalu memberi barang-barang yang seharusnya tidak kubeli —asal ambil saja. Dan aku sungguh dapat menduga bahwa Chanyeol telah menganggap diriku sebagai orang yang aneh. Iya bukan?
Boneka babi dan pispot warna emas. Entah kenapa, tiba-tiba saja aku membeli barang-barang tersebut. Menyerahkannya pada Chanyeol yang tersenyum lembut di balik meja kasir. Padahal tanpa disadari, barang-barang itulah yang membuat kamarku saat ini menjadi lebih sempit. Seolah penuh dengan cinta dan debaran yang 'antik.'
Sejak saat itu, aku sering datang berkali-kali ke bangunan sederhana yang terletak di pinggir jalan ini.
Hingga suatu ketika, sebuah hal menakjubkan benar-benar kualami di toko antik tersebut. Sepatu besar dan cermin berkarat yang kubeli hari itu. Kedua netra bulat milik Chanyeol nampak melihat kearahku. Kemudian, memperlihatkan senyuman manis yang kembali membuat jantungku berdetak kelewat batas.
"Kau mempunyai hobi yang aneh." ucapnya, aku sedikit tersentak dengan suara rendahnya. Ia berkomentar tentang rutinitasku yang ku akui memang terlihat konyol; mengumpulkan barang antik setiap hari.
Aku menghela nafas pelan, sebagai jawaban atas pernyataannya tersebut. Tak ada sedikitpun rasa kesal seusai bibir kissable-nya mengucapkan hal tak terduga seperti itu. Bahkan, dalam hati kecilku, aku ingin dia mengerti bahwa aku ingin sekali mengungkapkannya. Mengungkapkan bahwa aku ingin ia juga mencintaiku.
Ya, aku mencintai pria itu. Entah darimana aku dapat menyimpulkannya, tapi hati kecilku berkata bahwa perasaan yang akhir-akhir ini membuncah di dalam dada saat berada dalam toko antik ini adalah, perasaan cinta. Yang tumbuh hanya dengan melihat senyuman itu setiap harinya. Senyuman legit yang mampu membekukan hati dari seorang Yifan.
Dalam hati, aku hanya ingin suatu saat nanti, aku dapat mengajaknya. Memperlihatkannya padanya, semua barang yang terkumpul di kamarku. Aku ingin dirinya juga ikut tersenyum saat itu. Dan juga, membalas perasaan yang terlarang ini.
Mencintai seorang lelaki.
Hanya dengan sedikit keegoisan, aku memilih tak peduli bahwa kenyataannya ia adalah seorang yang normal, mencintai seorang perempuan cantik. Bukan mencintai seorang lelaki pengumpul barang antik seperti diriku. Sekalipun ia bukanlah seorang yang baik, perasaan ini akan selalu tersimpan dalam hati. Walau dalam hati kecilku, aku berharap ia dapat mengetahuinya. Biarkan waktu yang menjawab semua ini.
Di dalam bayanganku, ia adalah seorang yang dapat membuat segalanya dalam hidupku menjadi lebih indah. Hanya dengan melihat senyuman itu setiap hari, aku menjadi seorang yang lebih bersyukur kepada Tuhan. Meski kemungkinan besar, perasaan ini tidak akan pernah tersampaikan pada dirinya.
Toko antik ini menjadi saksi bisu untuk pengalaman cinta pertamaku. Meski menyakitkan, ini begitu luar biasa hingga membuatku menjadi lebih egois; ingin memiliki seseorang tanpa berusaha.
Perasaan kuat di hatiku adalah antik.
Fin.
