Disclaimer : J. K. Rowling
Genre : Family / Fantasy / Adventure / Horor
Warning : Gak tahu bagaimana menjelaskannya, tapi ini benar-benar sangat aneh. Abal, tidak masuk akal, dan gak jelas. Semoga masih tetap pantas untuk dibaca.
Happy reading, I hope you can enjoy.
"Mural"
Chapter 1
Peron 9 ¾ tetap terlihat ganjil setiap kali mereka melewatinya. Menyeberangi palang rintang menuju dunia lain yang lebih menajubkan dari yang lainnya.
James, Fred, Louis, Albus, Rose, Roxanne, Lily dan Hugo kembali lagi ke Hogwarts untuk yang kesekian kalinya. Selalu dengan wajah ceria setiap kali mereka menyadari kenyataan bahwa mereka adalah keturunan para penyihir yang selalu diliputi keberuntungan.
Tapi kali ini ada yang aneh dengan mereka. Tidak seceria biasanya. Tidak ada percakapan ataupun keramaian yang sering mereka buat selama ini. Semua terhanyut dalam lamunan mereka sendiri-sendiri.
James dan Louis yang duduk tepat di samping jendela hanya menatap kosong keluar jendela dengan kening berkerut. Fred, Albus dan Hugo hanya menunduk ke bawah seperti sedang memikirkan sesuatu. Rose sedang memangku buku Sejarah Sihir, tapi mata dan otaknya tidak terfokus pada buku itu. Roxy terlihat lebih serius dibanding biasanya, dia menatap lurus keluar kompartemen tanpa berkedip sama sekali. Sedangkan Lily yang duduk diantara Al dan James menyandarkan kepalanya ke bahu James sambil menutup mata, tetapi dari ekspresi wajahnya dia tidak sedang tidur.
Tiba-tiba pintu kompartemen terbuka, dan dari sana muncul seorang pemuda tinggi tampan dengan senyum mengembang. Lorcan Scamander memasuki kompartemen mereka dengan wajah bahagia. Tapi langsung hilang saat melihat wajah dan posisi orang-orang di dalam kompartemen yang tidak berubah sama sekali.
Lorcan dan Lysander Scamander adalah anak dari Luna Lovegood yang sekarang menjadi Mrs. Luna Scamander, dan mereka adalah sahabat dari keluarga Potter. Mereka tidak terlalu dekat, tetapi orang tua mereka cukup dekat sampai bisa dibilang sahabat.
"Er, boleh kami ikut bergabung disini…?" tanya Lorcan disusul dengan datangnya Lysander saudara kembarnya.
"Kompartemen lain sudah penuh. Sepertinya disini masih ada tempat duduk kosong, jadi…," kalimat Lorcan terhenti.
Tidak ada tanggapan apapun dari kedelapan Weasley/Potter itu. Masih dengan kesibukan mereka sendiri-sendiri. Mereka semua seperti sedang berada di dunia lain, walaupun tubuh mereka masih utuh disini. Suasana menjadi sangat canggung bagi Lorcan dan Lysander.
"Ada apa dengan mereka?" tanya Lysander dalam bisikan.
Lorcan hanya mengedikkan bahunya. Dia sendiri tidak mengerti, bagaimana dia bisa memberi tahu saudara kembarnya?
"Er, baiklah. Mungkin lebih baik kami mencari kompartemen lain. Sepertinya kami mengganggu. Em…yeah…" Lorcan salah tingkah. Dia masih memandang para Weasley/Potter, tapi tetap saja tidak ada tanggapan sama sekali. Lorcan menghela nafas, menyerah. Sedangkan Lysander malah nyengir.
"Hehehe, mereka lucu. Sepertinya mereka lebih asik kalau mereka selalu mengacuhkanmu, Lorcy," kata Lysander sambil tersenyum licik.
"Oh, diamlah, Lis!" Lorcan langsung berpaling dan meninggalkan kompartemen.
"Hey, jangan memanggilku dengan nama itu! Itu nama perempuan," protes Lysander.
"Kau juga memanggilku Lorcy. Apa kau pikir itu panggilan untuk anak laki-laki?"
"Ah, kau ini…" Lysander berlari mengejar Lorcan yang sudah berjalan cukup jauh dari kompartemen tadi.
Sedangkan di dalam kompartemen masih dengan suasana yang sama. Hambar, datar dan sangat dingin. Tapi tiba-tiba Lily bergerak dari posisinya. Mengangkat kepalanya dari bahu James dan menatap kearah kakaknya itu.
"James…" James mengalihkan pandangannya dari jendela dan menatap lembut adiknya.
"Heemm…?"
"Semalam aku mimpi buruk. Mimpi yang sangat menakutkan." Sekarang James memberikan perhatian penuh pada Lily. Bahkan Al pun ikut mendengarkan penuturan Lily.
"Semenakutkan apa, Lil?" tanya Al. lily lalu menatap wajah Al dengan mata berkaca-kaca.
"Sangat menakutkan. Tubuhku sampai gemetar, keringatku juga keluar sangat deras. Aku takut, Al."
Sekarang bukan hanya James dan Albus yang memperhatikan Lily. Tapi Fred, Louis, Roxanne, Rose, dan Hugo juga ikut memperhatikan gadis kecil cantik itu. Tubuh Lily kembali gemetar. James menyadari kalau adik kecilnya itu sedang benar-benar ketakutan. Dia merangkul erat pundak Lily dan membelai lembut rambutnya.
"Ceritakanlah, Lil! Ceritakan semua mimpi yang kau impikan. Aku ingin mendengarnya." Lily menelan ludahnya dan akhirnya mengangguk pelan.
"Aku memimpikan kalian semua semalam." Semua wajah langsung terlihat bingung. Mereka saling menatap satu sama lain dengan kening berkerut.
"Kalian semua hadir dalam mimpiku. Mimpi yang sangat aneh." Lily menarik nafas panjang. "Dalam mimpiku, kita semua sedang berada di sebuah tempat asing. Tempat yang sangat asing dari tempat kita. Entah bagaimana kita bisa masuk ke dunia itu, tapi dalam mimpiku semua itu berawal dari Hogwarts."
Ekspresi kaget terpancang jelas di wajah semua orang. Wajah Rose, Roxanne, Hugo dan Al sudah berubah pucat. Fred, Louis dan James sekarang semakin serius dari sebelumnya.
"Lalu apa yang terjadi, Lils?" tanya Rose.
"Kita masuk kesebuah bangunan seperti kastil Hogwarts. Tapi lebih tua dan penuh dengan lumut dimana-mana. Tumbuhan menjalar menghiasi setiap dinding luarnya. Sangat sepi dan dingin. Bangunan itu di kelilingi dengan hutan yang sangat lebat, hutan yang sangat gelap dan mencekam."
Tiba-tiba tubuh Lily bergetar lebih hebat dibanding sebelumnya. Dia memeluk James sangat erat, kentara sekali ketakutan yang sangat dalam di wajahnya.
"Tidak apa, Lil. Lanjutkan, kami ingin mendengarnya!" hibur Albus sambil memegang erat tangan Lily. Lily memandang berkeliling dan mendapatkan dukungan juga dari keluarganya yang lain.
"Kita terkurung di dalam kastil itu. Tidak ada jalan keluar sama sekali. Hutan di sekeliling kastil tidak berujung, kita akan tersesat kalau memaksakan diri untuk melewatinya. Dan di hutan itu ada… ada…"
"Ada apa, Lil?" tanya Fred penasaran.
"Aku tidak tahu mereka jenis apa, tapi mereka seperti manusia serigala. Tubuh penuh bulu dan bibir moncong dengan gigi taring yang sangat panjang. Bulu mereka berwarna hitam pekat dan berkilau. Dengan mata yang sangat tajam dan kelam. Mereka semua sama. Tidak akan bisa membedakan mereka. Sangat banyak dan buas. Mereka semua mengincar kita, James, kita semua," Lily menyelesaikan kalimatnya dengan air mata berlinang.
Dia terisak. Mimpi itu membawa kesan terlalu dalam di hatinya. Tanpa dia sadari wajah semua sepupu dan saudaranya sudah berubah pucat. Dari mata mereka terpancang ketakutan yang begitu dalam. Mimpi yang diceritakan Lily membuat mereka tidak bisa berkata apapun. Tapi melihat keadaan Lily yang sangat ketakutan membuat James dan Albus menguatkan diri mereka untuk memberikan penghiburan kepada Lily
"Tenanglah, Lil. Itu hanyalah sebuah mimpi. Hanya bunga tidur. Tidak apa-apa. Semuanya akan baik-baik saja."
Al memeluk adik kecilnya sangat erat. Ingin membuatnya benar-benar nyaman. Albus menatap James yang juga terlihat sedang gusar. Dia harap semua kata-katanya bukanlah hanya omong kosong. Dia yakin bahwa mimpi itu hanyalah bunga tidur, bukanlah sebuah pertanda buruk. Dia yakin kalau mereka semua akan baik-baik saja.
oOo
Kamar anak laki-laki di Asrama Gryffindor belum benar-benar sepi malam ini. James, Fred dan Louis masih belum bisa memejamkan mata mereka. Cerita Lily tentang mimpinya benar-benar telah membuat mereka harus memikirkannya beratus-ratus kali. Mereka tidak bisa membuang jauh-jauh ketakutan yang tergambar di wajah Lily.
"James…" Fred memulai percakapan.
"Yeah…?"
"Aku ingin mengatakan sesuatu." James memalingkan tubuhnya menghadap Fred. Tempat tidur Louis juga berdecit, sepertinya dia juga melakukan hal yang sama.
"Ada apa?"
"Sebenarnya mimpi yang diceritakan Lily saat di kereta tadi…" Fred diam sesaat, berpikir apa tepat mengatakannya sekarang?
"Kenapa, Fred? Jangan membuat kami penasaran." Protes Louis.
"Mimpi itu sama persis dengan mimpi yang aku alami."
"Apa?" James dan Louis berteriak secara bersamaan. Wajah mereka berubah menjadi horror. Tidak menyangka akan kesamaan yang sangat kebetulan.
"Awalnya aku pikir itu hanya kebetulan belaka. Tapi hatiku merasa tidak tenang. Kalaupun itu hanya kebetulan, ini semua sangat aneh."
"Apa yang aneh…?" tanya Louis lagi.
"Ini terlalu mirip kalau harus dibilang kebetulan. Sangat mirip malah. Aku jadi berpikir kalau semua ini sudah sangat terencana."
Fred membetulkan posisinya. Dia duduk untuk bisa benar-benar menghadap kedua sepupunya. James dan Louis juga melakukan hal yang sama. Sekarang mereka sudah pada posisi saling menghadap.
"Apa kau serius Fred?" tanya James.
"Demi Celana Komprang Merlin, James. Aku seribu kali serius dengan hal ini," kata Fred ikut menggebu-gebu.
Dalam sesaat suasana menjadi hening. James menatap Fred dengan serius. Fred mengedarkan tatapannya bergantian antara James dan Louis. Ingin tahu bagaimana pendapat kedua sepupunya tentang masalah ini. Tapi sepertinya kedua sepupunya itu hanya bisa diam membisu.
"Sebenarnya…" James dan Louis sekali lagi mengatakan hal yang sama.
"Apa?" tanya Fred bingung.
"Kau dulu, Lou. Ada apa…?"
"James, sepertinya Fred benar tentang mimpi yang itu. Ini bukan hanya kebetulan, karena…" James sudah benar-benar serius mendengarkan Louis. "Karena aku juga memimpikannya."
James langsung tersentak. Ini memang bukan suatu kebetulan, ini adalah pertanda. Pikir James. Lalu pertanda apa ini sebenarnya? Pikiran James kembali berpikir serius. Tapi tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari luar. Terdengar sangat tergesa-gesa.
"Fred, apakah kau sudah tidur?" tanya suara di luar itu.
"Roxanne?"
Fred, James dan Louis saling pandang, mengerutkan kening. Suara itu memang suara Roxanne suara saudara kembar Fred. Lalu untuk apa dia malam-malam seperti ini berkunjung ke kamar anak laki-laki? Mereka bertiga berjalan kearah pintu, karena sepertinya Roxanne sudah tidak sabar untuk bertemu mereka.
"Fred…?" panggilnya lagi.
Fred membukakan pintu sambil mengerutu.
"Ada apa sih? Kau hampir saja membuat seisi kamar terbangun karena teriakanmu," Protes Fred.
"Aku tidak berteriak, aku hanya memanggilmu. Kau saja yang tidak mau menyahut, jadi aku ter…"
"Ok, ok. Ada apa sebenarnya?" kata Fred tidak sabar.
"Fred, aku tidak bisa tidur karena memikirkan cerita Lily tadi."
"Kenapa kau harus memikirkannya? Tidurlah, besok kita ada latihan Quidditch. Aku tidak ingin kalah melawan Slytherin gara-gara Chaser-ku kurang tidur," kata James.
"Tapi ini masalah serius James." James dan yang lain mengerutkan kening mereka tidak mengerti. "Kami memimpikan hal yang sama."
Sekali lagi batu besar menghantam dada James sangat keras. James menatap kearah Louis dan Fred yang juga balik menatapnya. Kenyataan ini terlalu menakutkan untuk dianggap nyata.
"Kau juga memimpikan hal yang sama?" tanya Fred.
"Sama persis. Awalnya aku pikir itu hanya mimpi buruk yang biasa, tapi setelah mendengar cerita lily, aku jadi takut."
"Apa yang lain sudah tahu?" tanya James lagi.
"Yeah… sepertinya mereka juga memimpikan hal yang sama. Kami sedang berkumpul di bawah untuk mendiskusikannya, dan baru kami tahu kalau mimpi kami semua sama. Bagaimana dengan kalian?"
"James…" Fred mulai terdengan panik.
"Apa yang sebenarnya terjadi, James?" tanya Louis.
"Roxanne, katakan pada yang lainnya untuk berkumpul di tempat biasa kita berkumpul! Kita harus membicarakan ini dengan serius. Ini tidak benar." James memberikan pengarahan kepada Roxanne yang manggut- manggut tanda mengerti.
Dan gadis itu langsung berlari menuruni anak tangga untuk menemui sepupunya yang lain.
"Ayo, kita harus segera bersiap! Sebentar lagi jam malam, kita harus cepat sebelum para Prefek dan Ketua Murid memulai patroli."
oOo
Semuanya terdiam dalam kegelapan. Mereka memang sengaja tidak menyalakan cahaya sama sekali agar tidak ada yang tahu kalau mereka sedang ada disana.
"James, aku takut," Tiba-tiba Lily bergumam lirih.
"Kita akan menyelesaikan masalah ini Lil. Lagipula ini hanya sebuah mimpi." James berusaha menenangkan.
"Tapi ini mimpi yang aneh, James. Kita semua memimpikan hal yang sama. Ini tidak wajar," Tandas Roxanne.
"Roxy benar. Ada yang aneh dengan mimpi ini. Kenapa kita semua memimpikan hal yang sama? Padahal tidurpun kita tidak bersama," Kata Fred memberi pendapat.
"Mungkin karena kita sedarah. Jadi ini bisa dibilang karena ikatan batin. Dan itu cukup rasional," Usul Rose.
"Tapi tidak cukup rasional untuk kali ini. Ini tidak normal," Kata Al tegas.
"Lalu apa penjelasan dari semua ini?" tanya Hugo.
"Kita belum bisa menyimpulkannya, Hug. Tapi benar kata kalian semua, ini tidak wajar." James angkat bicara.
"Apa kita harus menceritakan tentang mimpi ini kepada para orang tua? Mungkin mereka bisa menjelaskan apa maksud semua ini." Louis member pendapat.
"Jangan sekarang, Louis. Kita tidak bisa menganggap ini sebagai pertanda buruk begitu saja. mungkin ini memang hanya bunga tidur biasa dan mungkin benar kata Rose soal ikatan batin itu. Jadi kita tidak boleh gegabah!" kata James tegas.
"Lalu bagaimana kalau semua ini memang adalah sebuah pertanda buruk?" tandas Roxanne.
"Maka kita semua akan menghadapinya. Kita adalah keturunan para pahlawan Dunia Sihir. Jadi tidak ada darah pengecut yang mengalir dalam nadi kita."
James menyuarakannya dengan sangat meyakinkan. Tapi dia memang benar, tidak ada yang perlu ditakutkan dari sebuah mimpi. Setidaknya itulah anggapan mereka saat ini.
oOo
Waktu sudah menunjukkan pukul 22.30 saat mereka menyadari bahwa mereka tidak seharusnya berada di luar kamar tidur mereka. Ini sudah melebihi jam malam. Dan mereka akan mendapatkan hukuman kalau sampai ada Prefek atau bahkan Ketua Murid yang memergoki mereka.
"Kita sudah terlalu lama merenungkan tentang mimpi itu. Kalau sampai ketahuan, kita bisa habis," bisik Al kepada James.
"Kalau begitu usahakan jangan sampai ketahuan. Tidak lucu kalau sampai semua keluarga Potter/Weasley tertangkap dihari yang sama dan di tempat yang sama," kata James lirih.
"Wah, itu pasti akan menjadi rekor tersendiri untuk sekolah ini." Fred meringis sambil terus berjalan di belakang James dan Al.
"Kalian, bisakah kalian tidak berisik? Kita bisa tertangkap kalau kalian terus mengoceh," bentak Rose dalam bisikan. Fred, Louis dan James malah cekikikan menanggapi kemarahan Rose.
"Kalian ini…"
"Sssssttt…" tiba-tiba Al menghentikan langkahnya.
"Ada apa?" tanya Roxanne.
"Sepertinya ada yang berjalan kearah sini."
"Benarkah? Aku tidak mendengar apa pun."
"Al benar, James. Aku juga mendengar suara langkah kaki," tambah Lily.
"Gawat kalau begitu. Apa yang harus kita lakukan? Disini tidak ada tempat persembunyian." Roxanne mulai panik.
"Roxy, pelankan suaramu. Tanpa bersembunyi-pun kita bisa ketahuan kalau kau bersuara sekeras itu." Fred membekap mulut saudara kembarnya itu. Roxanne meronta-ronta.
"Fred, lepaskan dia! Kita tidak boleh panik. Ok, berfikir James, berfikir!" James memerintah dirinya sendiri, tapi sebenarnya dalam hatinya juga di penuhi rasa takut. Bagaimana kalau orang yang entah siapa itu ternyata McGonagall. Hukuman mereka akan semakin parah.
Disaat semuanya sedang berpikir dalam kepanikan, Rose melihat sebuah lemari sapu yang berdiri tidak jauh dari mereka. Tidak ada waktu lagi, mereka harus segera sembunyi. Dan itulah tempat satu-satunya yang tersedia untuk mereka. Pikir Rose.
"Kawan-kawan, sepertinya aku menemukan tempat persembunyian untuk kita."
"Apa? Dimana?" tanya Hugo dan Al hampir bersamaan.
Rose menunjuk sebuah lemari sapu tua. Mereka semua lalu mengerutkan kening. Lemari sekecil itu? Bagaimana mungkin muat untuk mereka semua?
"Rose, bukan waktunya bercanda disaat-saat seperti ini. Orang yang entah siapa itu semakin dekat dengan kita," kata Al sebal.
"Aku tidak bercanda."
"Ok. Mungkin sebaiknya kita mengambil jalan memutar. Lebih cepat lebih baik. Tapi jangan sampai menimbulkan suara apa pun, atau kita…" kalimat James terhenti.
"Atau lebih baik kita menunggu sebentar di lemari itu sampai orang itu pergi melewati kita," kata Rose tegas.
"Rose, itu tidak cukup untuk kita semua."
"Tapi kita tidak punya waktu lagi, sebelum akhirnya kita ketahuan, James."
"Aku rasa Rose benar, James. Kita tidak punya waktu lagi." sekarang Lily yang berbicara.
"Aku pikir juga begitu." Louis mengangguk mengiyakan kata-kata Lily.
"Baiklah, baik. Kita ke lemari itu. Semoga saja itu muat untuk kita semua." James berharap.
Mereka berjalan sepelan mungkin menuju lemari sapu si ujung Koridor. Lemari itu penuh dengan sarang laba-laba di setiap sudutnya. Al menjejalkan dirinya masuk terlebih dahulu. Dia terbatuk-batuk saat debu-debu beterbangan di sekelilingnya. Suara batuk yang cukup keras.
"Siapa itu?" suara professor Longbattom membahana di seluruh koridor.
Mereka semua tersentak. Suara langkah kaki Profesor Longbottom semakin dekat dan cepat.
"Gawat. Cepat, cepat…! Ayo masuk, kita sudah tidak punya waktu lagi."
James menggiring saudara-saudaranya untuk memasuki lemari sempit itu. Mereka berdesakan di dalam. Dengan udara yang sangat sedikit, mereka tidak yakin akan dapat bertahan lama di dalam lemari itu. James yang terakhir masuk. Dia berusaha menutup pintu lemari yang terjanggal karena banyaknya muatan.
"Ini tidak bisa ditutup," protes James.
"Tarik, James, tarik!" suara Fred terdengar parau, karena dia terhimpit antara Roxanne dan Louis.
"Aw… Hug, kau menginjak kakiku," Rose meringis ketakutan.
"Lily mendorongku terus, aku tidak bisa bergerak."
"Aku disini juga susah bernafas, Hug. Ini terlalu sempit untuk kita semua," bantah Lily.
"Hey, kalian diamlah. Dari awal aku sudah mengatakan kalau lemari ini tidak muat untuk kita."
"Sekarang bukan saatnya untuk saling berdebat. Roxy, hentikan kakimu. Kakiku bisa tergencet kalau kau terus menghentak-hentakkan kakimu!" protes Fred.
"Maaf, Fred. Ada laba-laba di kakiku. Dan laba-laba ini tidak mau pergi. Uuhhh…"
"Hey, kalau kalian terus bergerak, tempat ini akan semakin sempit. Diamlah, dan terima saja apapun yang terjadi sampai professor Longbottom pergi." Suara Al hampir saja kelepasan saat tiba-tiba ada suara langkah kaki di depan lemari yang mereka tempati.
"Aku tahu kalian ada di dalam sini. Cepat keluar sebelum aku memberikan detensi yang lebih berat kepada kalian!" suara professor Longbottom terdengar sangat dekat sekali di telinga mereka.
Seketika mereka diam. Mereka semua menahan nafas. Tubuh mereka bergetar ketakutan. Suara detak jantung yang berdentum bersamaan mengiramakan hentakan yang sangat cepat. Tubuh mereka menegang, menunggu eksekusi dan akan segera mereka dapatkan.
"Kalian masih tidak mau keluar, maka aku yang akan memaksa kalian kelua."
Terdengar suara pintu ditarik sedikit. James menahannya, tapi tangannya sudah terasa kebas. Sebenarnya bukan hanya tangannya, tapi hampir seluruh tubuhnya terasa kebas karena berdesak-desakan di dalam lemari itu. Fred dan Louis membantunya. Tapi itu percuma. Profesor Longbottom bisa kapan saja membukanya menggunakan sihir. Itu dia, sihir, kenapa tidak terpikir dari tadi?
"Rose, cepat kunci pintu ini agar tidak bisa di buka dari luar oleh Profesor Longbottom!" bisik James. Rose mengangguk. Dia mencoba meregangkan tangannya yang sejak tadi terjepit. Mencoba meraih tongkat di jubahnya. Tapi dia tidak bisa.
"James, aku tidak bisa mengambil tongkatku. Tongkatku terselip terlalu jauh ke dalam jubahku. Dan ini terlalu sempit untuk mengambilnya," jawab Rose putus asa.
"Gawat," James merutuki semua kesialan ini.
"James bagaiman ini?" suara Lily terdengar bergetar. James diam saja. tangannya sudah tidak bisa menahan pintu lagi. Kekuatan Profesor Longbottom terasa lebih besar dibanding dengannya saat ini.
Tapi disaat tangan James sudah benar-benar melepaskan pegangannya di gagang pintu, mereka sudah benar-benar tidak bisa berkutik. Tubuh mereka terasa kaku, terasa sangat berat untuk digerakkan. Pintu semakin terbuka. Lily merangkul Hugo sangat erat. Mereka menahan nafas, atau bahkan mereka memang sedang tidak bisa bernafas.
Pintu sudah hampir terbuka separuh saat tiba-tiba Al menginjak sesuatu di bawahnya. Dan dengan hentakan yang sangat keras dinding belakang lemari itu bergerak. Al belum bisa benar-benar mencerna apa yang terjadi saat dinding itu menjeblak kebelakang dengan sangat keras. Membuat mereka semua ikut terjatuh ke balik dinding yang semula tak bergerak itu.
Suara jeritan Rose, Roxanne dan Lily membahana di sekeliling mereka. Dan tepat saat pintu benar-benar terbuka sepenuhnya, James melihat sosok Profesor Longbotom yang setelahnya hilang dengan cepat digantikan dengan dinding lain pengganti dinding yang telah membuka untuk mereka. Mereka jatuh dengan saling tindih. Meraung, mengeluh dan mengumpat adalah kegiatan mereka saat ini. Tidak pernah ada yang menyangka akan mengalami hal seperti itu.
Sedangkan Profesor Longbottom yang yakin bahwa tadi dia mendengar suara teriakan, melongo bingung karena tidak ada seorangpun di dalam lemari sapu itu. Dia juga yakin kalau tadi dia melihat ada seseorang yang berkelebat sangat cepat. Tapi sekali lagi matanya meyakinkan bahwa tidak ada seorangpun di dalam lemari itu.
Dia mengetuk-ngetuk dinding belakang lemari itu. Dan dia mendapati bahwa dinding itu masih kokoh. Dia mendorong dinding itu, dan tidak bisa menggerakkan dinding itu sama sekali. Ini aneh, lalu apa yang aku lihat tadi? Pikir Profesor Longbottom ragu.
"Aku yakin, kalau tadi adalah sosok Potter. Walaupun hanya sekelebatan, tapi itu memang James Potter. Tapi bagaimana dia tiba-tiba bisa lenyap begitu saja? kemana pemuda itu pergi, dan bagaimana?"
Profesor Longbottom mengerutkan keningnya. Dia masih tidak bisa menerima kejadian yang baru saja terjadi itu dengan nalarnya. Mereka menghilang begitu saja bagaikan ditelan bumi. Tanpa jejak dan petunjuk sama sekali. Lalu sebenarnya kemana para Potter/Weasley itu menghilang?
See you on the next chapter...
Akhirnya bisa publish juga. Dan ini adalah Misteri Fic pertamaku. Sempet gak yakin mau publish Fic ini, tapi tetap aku lakukan. Semoga saja ini tidak terlalu buruk, dan masih pantas untuk menjadi bacaan para pembaca dan para reviewer, yang mau memberikan reviewnya tentu.
Aku berharap, masih ada yang mau memberi review untuk Fic payahku ini. Aku akan sangat berterima kasih kepada pembaca yang mau memberikan reviewnya, tapi aku juga berterima kasih bagi para Silent reader yang mau menyempatkan waktu untuk membaca Fic ini. Jadi Terima Kasih.
#Chalttermore#
