Semua berawal dari map kuning yang tergeletak imut di atas meja kerjanya, membuat Akashi Seijuurou terpaksa menghela napas super panjang. Bukan persoalan antara hidup dan mati, isinya cuma undangan pernikahan dari… bekas pacar. Rupanya, ini masalah dengan kadar ngenes di atas rata-rata. Bayangkan, mantan saja sudah menuju pelaminan, sedangkan dia masih saja terus-menerus kesepian.
Uups! Maaf, lupakan kalimat yang terakhir tadi. Keberadaan aura gunting pembunuh telah menyebar.
Kise Ryota, tidak ada yang pernah tahu hubungan tuan muda Akashi dengan lelaki pemilik rambut bright blonde itu. Mereka mulai dekat saat masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, lebih tepatnya ketika Kise sah menjadi anggota baru tim basket Teikou. Entah siapa yang memulai, yang jelas tahu-tahu, setiap pulang menuju rumahnya, Seijuurou pasti akan menggenggam jemari halus pemuda berisik yang dimaksud.
Ia ingat dengan sangat jelas, setengah mati Seijuurou menyembunyikan tentang hubungan mereka dari semua orang. Jika sedang berkumpul dengan anggota tim basket Teikou yang lain, keduanya akan berlagak seperti kapten dan anak buah yang sulit diatur. Tak jarang dia akan memberikan teguran keras atas kelakuan konyol Kise, tapi setelah itu mengucapkan maaf bertubi-tubi di belakang.
Perselisihan pun terjadi saat kelulusan, tiba-tiba Kise telah memutuskan untuk pindah ke Kanagawa. Padahal Akashi sudah memintanya untuk tetap tinggal di Tokyo, dan mereka akan memilih sekolah lanjutan yang sama pula. Sayang, keputusan akhir telah jatuh, Ryota masuk ke Kaijo High tanpa mempertimbangkan pilihan lain.
Pemuda yang bersangkutan juga menambahkan, semua itupun dikarenakan keinginannya untuk bersaing secara kompeten dengan Seijuurou, maka mereka harus berpisah. Patah hati, makhluk Adam dengan rambut merah menyala inipun menerima tawaran masuk ke Rakuzan School di Kyoto. Prinsip Akashi, jangan setengah-setengah kalau mau meninggalkan sesuatu.
Jujur saja, selama ini Seijuurou bisa dikatakan cukup beruntung. Setiap perlombaan basket antar sekolah, tidak peduli cuma latih tanding atau kompetisi nasional sekalipun, timnya tak pernah berhadapan dengan Kise. Jika tidak, pasti ada yang terserang galau akut berkepanjangan. Pilihan antara kemenangan mutlak atau tawa bahagia orang yang disayanginya, tentu bakalan sukses membuat sakit kepala.
Ingat, semua pria kuat dan berkuasa akan takluk karena cinta!
Dia sempat tak menerima kenyataan, bahwa mantan kekasihnya itu menjalin hubungan dengan bekas teman setim mereka waktu di Teikou, Aomine Daiki. Ck, apa bagusnya lelaki dekil itu, sih? Bukannya bermaksud rasis, tapi dilihat pakai sedotan kucel pun hasilnya akan tetap sama, kalau dari segala arah Akashi memenangkan seluruh kriteria sebagai calon suami potensial.
Terhitung sudah sepuluh tahun berlalu, dan Akashi Seijuurou masih dengan perasaan yang lama. Mungkin ini yang orang-orang maksud dengan tragedi perasaan berjudul gagal move on, ia belum juga menemukan sosok pengganti Ryota. Tidak tahu apa karena terlalu berkesan atau apalah-apalah, hanya saja ini saatnya untuk mengakui kebenaran, bahwa posisinya di hati sang mantan telah tergantikan.
Katakanlah dia mempunyai kecendrungan maso, so pasti perasaan Akashi tersakiti melihat bekas pacarnya menemukan kebahagiaan dengan orang lain, tapi ia tetap datang untuk memenuhi undangan tersebut. Siapa tahu, mantannya itu sadar dari khilaf, dan mengajaknya nikah lari seperti yang terjadi di film-film roman picisan. Kendati tipis harapan, tetapi tak ada yang tahu jodoh maupun rezeki seseorang, kan?
Disclaimer: Kuroko no Basuke jelas milik Fujimaki Tadatoshi
Genre: Romance, Humour.
Main Chara: Akashi Seijuurou and Kuroko Tetsuya.
Warnings: DLDR. OOC-nees, serta seperti kebanyakan peringatan dalam fanfic yang telah ada sebelumnya.
Summary: Sebuah awal cerita baru di kehidupan Akashi dengan orang asing yang menyebalkan.
Hey, Stranger!
Maka di sinilah dia berada sekarang, seusai melewati perjalan selama dua jam lebih menggunakan kereta express, Akashi sudah sampai di Tokyo. Sebenarnya acara akan berlangsung esok hari, tetapi ia memutuskan datang lebih cepat. Beristirahat di penginapan terlebih dahulu, menenangkan gejolak perasaan yang beradu menjadi satu. Sebagian dirinya merasa turut senang; sisi yang lain mengutuk.
Well, ini pasti akan terjadi saat level dilema yang diderita seseorang telah melewati batas maksimal.
"Lebih baik aku pergi saja," bermonolog seorang diri, mengambil keputusan untuk meninggalkan kasur empuk yang direbahinya. Tanpa pikir panjang, Akashi keluar setelah mengambil jaket tebal. Arah destinasi kakinya tak menentu, dia berjalan ke manapun, terkadang duduk sebentar di bangku taman untuk mengamati orang yang lalu-lalang. Akan tetapi ia akan cepat menyingkir, jika melihat sepasang kekasih yang mesra-mesraan seakan dunia hanya milik mereka berdua – dan Seijuurou hanya ngontrak.
Berakhir di depan tempat penjual khusus kado pernikahan, Akashi pikir tidak ada salahnya memberikan hadiah untuk acara sakral besok. Terdengar bunyi lonceng kecil di balik pintu saat ia membukanya, lantas melewati tiap-tiap lorong toko, mencari apa yang sekiranya cocok dijadikan cendera mata. Lamat-lamat, setelah puas berkeliling koridor, pilihannya jatuh pada sepasang mug berwarna biru-kuning.
Tepat saat dia akan mengambil benda yang dimaksud, keberadaan jemari lain pada objek yang sama menghentikan pergerakan tangannya. Mereka berdua terlebih dahulu saling tatap, lalu berbarengan mengarahkan pandangan ke direksi rak tempat mug terpajang. Miris, ternyata hanya tersisa satu buah. Lelaki dengan helaian rambut berwarna biru muda itu yang pertama bersuara, "maaf, aku yang berhak mengambilnya, karena berada di sini lebih lama daripada Anda."
Hah, tidak salah? Jelas-jelas Akashi yakin kalau cuma dia pengunjung toko ini dari lima belas menit yang lalu, pemuda yang bersangkutan juga sudah hilir-mudik beberapa kali di lorong yang sama. Namun, selama itu juga ia tidak mendengar suara lonceng di balik pintu yang menotifikasikan kedatangan tamu baru. Seijuurou menghela napas pendek sesaat, "memangnya sudah berapa lama?"
"Sekitar…" pemuda yang menerima tanya sebentar menggantungkan jawaban, atensi pun berpindah ke jam tangan di pergelangan kirinya. Lantas melanjutkan, "satu jam, tiga belas menit, lewat empat puluh enam detik." Dengan minim ekspresi dan suara pelan, kata demi kata yang Akashi dengar berhasil membuatnya diam seribu bahasa plus cengo tak terduga.
Dia berada di sana sudah selama itu, dan Seijuurou sama sekali tidak menyadarinya. Bagaimana bisa?
Bagi seorang Akashi, kemenangan dari kompetisi itu bersifat wajib dan sakral, tak peduli dalam situasi apapun. Tidak mau terseret dalam arus debat konyol, sengaja ia mengeluarkan aura intimidasi yang sedemikian menekan. Sialan, alih-alih berfungsi efektif seperti saat dia menghadapi lawan di lapangan basket, yang ada malah menemukan tatapan datar nan cuek bebek.
"Permisi, aku capek terlalu lama berdiri. Maukah kau mengalah?"
Sayang sekali, itu permintaan yang sangat sulit, apalagi dari orang asing yang menyebalkan seperti dia. Akashi menyilangkan kedua tangan di depan dada, telah siap untuk berdebat bodoh bila diharuskan. Mungkin karena efek perasaan sensitif, ia jadi sebegini childish. Akan tetapi, sebelum semuanya semakin idiot saja, pemuda pemilik iris netra biru muda itu menyerahkan mug kembar yang menjadi sumber masalah mereka pada Seijuurou.
"Tampaknya kau benar-benar menginginkan benda ini. Silahkan."
Tak ada ucapan terimakasih atau senyuman tipis, dia langsung mengambil sepasang mug tersebut. Meninggalkan lelaki muda tadi kembali sibuk menatap rak berisi pernak-pernik cantik, berjalan sambil mencari-cari sesuatu di saku jaket dan celananya. Aduh, sudah berada di hadapan meja kasir, tapi dompetnya belum juga ketemu. Jangan bilang kalau terjatuh di sepanjang jalan tadi, yaa?! Ooh, tidak, paling hanya tertinggal di kamar hotel.
"Mbak, bisa barang ini dititip dulu? Soalnya saya lupa membawa dompet."
Miris, permintaan Akashi ditolak dengan kalimat halus. Si kasir mengucapkan, pelayanan seperti itu tidak bisa diberikan, sebab bila ada pelanggan lain yang berminat, mereka pasti menjualnya. Plislah, dia yakin kalau benda di tangannya ini dikembalikan ke tempat semula, maka si pemuda blue sky tadi yang akan membelinya. Asal tahu saja, mendapatkan sepasang mug yang bersangkutan itu sesulit move on, loh. Masa iya, dibiarkan begitu saja?
Seijuurou putuskan untuk menyerahkannya pada peruntungan. Cepat-cepat ia pulang ke kamar hotelnya, sesegera mungkin kembali untuk membayar sejumlah tagihan. Benar saja, tatkala Akashi mencari objek yang dimaksud pada rak tempat sebelumnya barang itu dia temukan, mug kembarnya sudah tidak lagi berada di sana. Eehm, bisa jadi penjaga kasir berbaik hati dan menyimpannya.
"Permisi…" belum selesai lisan yang akan Seijuurou ucapkan, gadis di depan meja pembayaran mendadak memberikannya sebuah merchandise bag lucu. Ternyata berisi mug kembar yang telah dilunasi, seraya menuturkan, bahwa seseorang sudah menitipkannya untuk Akashi. Dari laki-laki menyebalkan yang dia temui tadi, iya?! Kok, rasanya ada asem-asem gimana.
Namun, memang tidak ada pilihan lain kecuali fakta menjengkelkan ini.
Akashi keluar dari toko dengan membawa tas mungil di genggamannya, bingung harus dibawa ke mana perasaan tidak nyaman di dada. Jujur, ia merasa malu setengah mati, ini kaitannya erat dengan harga diri. Mau menggantikan uang lelaki itu, tapi nama pemuda yang dimaksud saja Seijuurou tak tahu. Sudahlah, dia memilih untuk menganggapnya sebagai bad luck. Setidaknya benar apa yang Akashi pikir sebelumnya, bahwa…
Tak ada yang tahu mengenai rezeki maupun jodoh seseorang.
To Be Continued…
A/N: Hello, salam kenal sebelumnya! Saya pendatang baru untuk fandom ini sebagai author, tapi cukup sering lalu-lalang kalau jadi reader. *big grin.
Di sini saya buat Kuroko itu bukan anggota GoM, dan Akashi gak pernah ketemu dia sebelumnya.
Dih, kenapa fic pertama saya di KnB malah jadi begini? Pake acara nambah utang juga. *dia pundung di depan notebook.
Eehm, hanya saja konsep cerita ini cukup fix. Saya memperkirakan tidak akan nyampe lima shots, dan tiap chapter-nya paling banyak 2K+. Kalau tidak ada masalah di RL, paling lambat akan saya update tiap satu-dua minggu.
Cukup sekian. Bersediakah untuk memberitahukan kesan kalian pada prolog cerita ini via review? Saya tunggu.
Salam,
Pixie YANK Velvet
